Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Munandar 2001, bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi lebih mengejar prestasi pribadi
daripada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien dibandingkan hasil sebelumnya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang akan mengarahkan individu untuk
bertingkah laku tertentu dengan tujuan agar dapat mencapai tingkat prestasi tertentu. Mangkunegara 2005
2.2.2 Macam-macam motivasi
Menurut Shaleh dan Wahab 2004, motivasi di bagi ke dalam dua macam, yaitu:
1. Motivasi Intrinsik Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi
aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Itulah sebabnya motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya terdapat aktivitas kerja yang dimulai dan
diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak terkait dengan aktivitas kerjanya. Karyawan termotivasi untuk bekerja
semata-mata agar mencapai prestasi kerja yang baik, bukan karena
keinginan lain seperti ingin mendapat pujian, jabatan yang tinggi atau hadiah dan sebagainya. Jadi memang motivasi intrinsik itu muncul dari
kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar simbolatribut dan seremonial.
2. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena
adanya perangsang dari luar. Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Sebab kemungkinan
besar keadaan karyawan itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses bekerja ada yang kurang menarik
bagi karyawan, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik. Motivasi berprestasi dikatakan ekstrinsik bila karyawan menempatkan tujuan
pekerjaannya di luar faktor-faktor situasi bekerja. Karyawan bekerja karena hendak mencapai tujuan yang terletak di luar hal yang
dikerjakannya. Misalnya untuk mencapai prestasi kerja tinggi, jabatan, kehormatan dan sebagainya.
Berbeda dengan Shaleh dan Wahab 2004, menurutnya jika melihat kajian tentang manusia, yang terdiri dari dua unsur, yaitu: fisik dan psikis, maka
pembagian motivasi cukup ada dua yaitu motivasi Fisiologis dan motivasi psikis yang mencakup motivasi spiritual. Memang, motivasi spirituallah yang
cenderung dilupakan oleh para psikologi modern. Padahal dalam keseharian
motivasi spiritual dapat dirasakan. Seperti diungkapkan Lindzy dalam Shaleh dan Wahab, 2004, dorongan yang berhubungan dengan aspek spiritul dalam
diri manusia selalu ada, seperti dorongan untuk beragama, kebenaran dan keadilan, benci terhadap kejahatan, kebatilan dan kezaliman. Menurut
Maslow kebutuhan spiritual manusia merupakan kebutuhan alami yang integritas perkembangan dan kematangan kepribadian individu sangat
tergantung pada pemenuhan kebutuhan tersebut.
Sedangkan menurut McClelland 1953, dalam studi motivasinya mengemukakan bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh
“virus mental” yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang
mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental yang dimaksud terdiri dari tiga dorongan kebutuhan, yaitu:
1. Need for Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang
merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Seorang karyawan yang mempunyai kebutuhan akan
berprestasi tinggi cenderung untuk berani mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik
daripada sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih tinggi.
2. Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan
dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
3. Need for Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan
refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain.
Menurut Yukl 2005, seorang karyawan yang memiliki kebutuhan akan berprestasi akan memperoleh kepuasan dari pengalamannya menyelesaikan
tugas yang sukar, memperoleh standar keunggulan, atau mengembangkan cara yang lebih baik untuk melakukan sesuatu. Karyawan yang demikian
lebih menyukai tugas yang keberhasilan nya tergantung pada usaha serta kemampuan mereka sendiri daripada atas dasar faktor kebetulan yang
berada di luar kendali mereka, atau pada usaha kelompok. Mereka lebih menyukai suatu pekerjaan yang di dalamnya mereka dapat melakukan
inisiatif individual untuk memecahkan masalah. Mereka menginginkan umpan balik yang sering dan konkret atas prestasi kerja mereka. Seorang karyawan
yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi khususnya memperhatikan masalah yang disukai dan diterimanya dan amat peka akan isyarat yang
memberi petunjuk tentang penolakan atau sikap bermusuhan kepada orang lain. Jenis karyawan ini ingin mencari interaksi sosial dengan kawannya, dan
senang bekerja dengan orang lain sebagai bagian dari sebuah tim selama
kawan sekerjanya bersahabat dan bekerja sama. Sebaliknya, karyawan yang memiliki kebutuhan untuk afiliasi yang rendah cenderung akan menjadi
seorang penyendiri, menghindari kegiatan sosial dan merasa tidak nyaman bila diminta untuk mengunjungi pesta atau resepsi. Karyawan yang memiliki
kebutuhan tinggi akan kekuasaan menemukan kepuasan besar dalam melaksanakan pengaruh atas sikap, emosi, dan perilaku orang lain. Jenis
karyawan seperti ini akan senang bila menang dalam suatu argumentasi, mengalahkan seorang lawan, menghilangkan saingan atau musuh, dan
mengatur kegiatan sebuah kelompok. Mereka biasanya mencari posisi kewenangan misalnya seorang manajer, administrator, pejabat publik,
perwira polisi, pengacara, perwira militer yang di dalamnya mereka dapat menjalankan pengaruh dan mengatur kegiatan orang lain. Sebaliknya
karyawan yang mempunyai kebutuhan yang lemah akan kekuasaan tidak besar kemungkinannya akan tegas, dan mereka bisa secara jujur percaya
bahwa tidaklah pantas untuk memberitahukan kepada orang lain mengenai apa yang harus mereka lakukan.
McClelland dan para koleganya menemukan bahwa seorang karyawan yang memiliki “orientasi kekuasaan sosial” memiliki pengendalian diri yang kuat
dan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan akan kekuasaan dalam cara yang dapat diterima secara sosial, seperti mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan yang berharga, atau membantu orang lain untuk
mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri mereka. Sebaliknya, orang yang memiliki “orientasi kekuasaan pribadi” termotivasi untuk
memenuhi kebutuhan akan kekuasaan dalam cara yang egois dengan mendominasi orang lain dan menggunakan kekuasaan untuk memenuhi
keinginan hedonistisnya. Secara umum, hasilnya mendukung dalil bahwa pola kebutuhan optimal bagi efektivitas manajerial dalam organisasi besar
termasuk suatu orientasi kekuasaan sosial yang kuat, suatu kebutuhan akan berprestasi yang cukup tinggi serta kebutuhan akan afiliasi yang relatif lebih
rendah. Kebutuhan akan berprestasi terlihat menjadi motif yang paling penting untuk memprediksikan prestasi bagi para karyawan-pemimpinpemilik
dari binis kecil. Tentu saja, prestasi dalam menumbuhkan sebuah bisnis baru bergantung pada kemampuan serta motivasi. Ketiga kebutuhan
n-ach, n-aff, n-pow bersifat saling tergantung dan berpengaruh dalam diri individu untuk
mencapai tujuan, baik tujuan-tujuan pribadi maupun organisasinya.
Menurut Anoraga 2001, pada umumnya karyawan yang dibutuhkan oleh perusahaan adalah karyawan yang bekerja dengan motivasi yang tinggi. Ada
perbedaan antara karyawan yang bermotif motivated untuk bekerja dengan
karyawan yang bekerja dengan motivasi yang tinggi. Karyawan yang bermotif untuk bekerja, ia bekerja hanya karena harus memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya yang vital bagi diri dan keluarganya seperti untuk mendapatkan jaminan kesehatan dan hari tua, status, ataupun untuk
memperoleh pergaulan yang menyenangkan. Baginya pekerjaan yang menyenangkan dan menarik, belum tentu memberikan kepuasan baginya
dalam menjalankan tugas-tugasnya. Sedangkan karyawan yang bekerja dengan motivasi yang tinggi adalah karyawan yang merasa senang dan
mendapatkan kepuasan dalam pekerjaannya. Ia akan lebih berusaha untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan semangat yang tinggi, serta selalu
berusaha mengembangkan tugas dan dirinya. Dalam berbagai literatur manajemen mutakhir, telah diungkapkan secara pasti, bahwa tugas
memotivasi karyawan pada dasarnya adalah mengefektifkan sumber daya manusia untuk mencapai hasil.
2.2.3 Fungsi motivasi