Identifikasi Masalah Sistematika Penulisan Kerangka Berpikir

1.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan antara tingkat motivasi berprestasi dengan pencapaian prestasi kerja? 2. Apakah motivasi berprestasi yang tinggi diikuti oleh prestasi kerja yang tinggi? 3. Apakah motivasi berprestasi yang rendah diikuti oleh prestasi kerja yang rendah? 4. Apakah dengan adanya prestasi kerja karyawan dapat meningkatkan kualitas kerja perusahaan tersebut untuk menjadi perusahaan yang unggul? 5. Apakah dengan adanya prestasi kerja, karyawan dapat menciptakan output yang sesuai dengan harapan atasan yaitu menciptakan karyawan- karyawan yang bertanggung jawab dan dapat diandalkan sesuai dengan keahliannya?

1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.3.1 Pembatasan masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka peneliti ingin membatasi permasalahan pada hubungan motivasi berprestasi dengan pencapaian prestasi kerja. Masing-masing variabel dibatasi sebagai berikut: 1. Motivasi berprestasi, yang di maksud motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah suatu dorongan yang akan mengarahkan individu untuk bertingkah laku tertentu dengan tujuan agar dapat mencapai tingkat prestasi tertentu. 2. Prestasi Kerja, yang di maksud di sini adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

1.3.2 Perumusan masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan pencapaian prestasi kerja?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui gambaran tingkat pencapaian prestasi kerja pada karyawan PT. Indogravure. 2. Mengetahui gambaran tingkat motivasi berprestasi pada karyawan PT. Indogravure. 3. Mengetahui hubungan motivasi berprestasi dengan pencapaian prestasi kerja pada karyawan PT. Indogravure.

1.4.2 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Dapat dijadikan salah satu referensi penelitian di bidang Psikologi terutama yang berhubungan dengan dunia pendidikan dan industri organisasi khususnya motivasi berprestasi dan prestasi kerja. 2. Manfaat Praktis Bagi para pengambil keputusan terutama manajer, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan karyawan dan mengintegrasikan secara efektif ke dalam perusahaan yang dipimpinnya. Sedangkan bagi para calon karyawan dan karyawan dapat dijadikan pedoman dalam bekerja di perusahaan dan memberikan masukan dalam upaya mengembangkan motivasi berprestasi dengan prestasi kerja terutama dalam mengambil keputusan atau mengatur dirinya.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam membahas tema yang diteliti, peneliti membagi dalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB 1 : Pendahuluan Pada BAB ini terdiri dari: latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB 2 : Kajian pustaka Pada BAB ini dibahas tentang teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti yaitu prestasi kerja dan motivasi berprestasi serta kerangka berfikir dan hipotesis. BAB 3 : Metode penelitian Pada BAB ini penulis membaginya ke dalam beberapa bagian, yaitu: jenis penelitian, definisi variabel dan definisi operasional, populasi dan sampel, instrumen dan teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data serta prosedur penelitian. BAB 4 : Hasil penelitian Pada BAB ini diuraikan hasil penelitian yang meliputi: gambaran umum responden penelitian, presentasi data dan hasil hipotesis. BAB 5 : Penutup Pada BAB ini berisi: kesimpulan, diskusi, dan saran.

BAB 2 KAJIAN TEORI

2.1 Prestasi Kerja

2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja

Menurut Mangkunegara 2006, pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada “prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata “ achievement”. Tetapi karena kata tersebut berasal dari kata “ to achieve” yang berarti “mencapai”, maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian” atau “apa yang dicapai”. Berdasarkan pengertian di atas, maka istilah prestasi kerja disamakan dengan kinerja. Menurut Najati 2000, prestasi kerja juga berasal dari bahasa Belanda Prestatie yang memiliki pengertian “apa yang telah diciptakan; hasil belajar; hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.” Sedangkan menurut Siagian 1995, istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Tidak jauh berbeda dengan Mangkunegara 2005, pengertian kinerja prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Nindyati 2003 pemahaman tentang prestasi kerja tidak bisa dilepaskan dari pemahaman yang bersifat multidimensional. Kemauan dan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam melakukan pekerjaan dapat terlihat dari prestasi kerjanya, dalam usaha penerapan konsep, gagasan, ide dengan efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan. Tetapi kemampuan ini bukan hanya pada kemampuan mengelola, tetapi memimpin dan mengaplikasikan semua kemampuan yang ada dalam dirinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama dalam suatu unit perusahaan. Dengan demikian, prestasi kerja karyawan berarti prestasi atau kontribusi yang diberikan oleh karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta fungsinya sebagai karyawan di perusahaan. Selain itu, prestasi kerja dibatasi sebagai hasil dari perilaku kerja karyawan yang menunjang tercapainya output atau prestasi dan berkaitan dengan usaha untuk menyelesaikan tugasnya pada periode waktu tertentu. Hasil yang tercermin pada perilaku tersebut dipengaruhi antara lain oleh motivasi. Mangkunegara, 2005 Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja dapat diartikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan selama periode waktu tertentu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.1.2 Aspek-aspek prestasi kerja

Menurut Hasibuan 2000, bahwa aspek-aspek yang dinilai dari prestasi kerja mencakup sebagai berikut: 1. Kesetiaan Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab. 2. Prestasi kerja Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan tersebut dari uraian pekerjaan. 3. Kejujuran Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada para bawahannya. 4. Kedisiplinan Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya. 5. Kreativitas Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna. 6. Kerja sama Penilai menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertikal dan horizontal di dalam maupun di luar pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik. 7. Kepemimpinan Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja secara efektif. 8. Kepribadian Penilai menilai karyawan dari sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai, memberi kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan wajar. 9. Prakarsa Penilai menilai kemampuan berpikir yang orisinal berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang dihadapinya. 10. Kecakapan Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di dalam penyusunan kebijaksanaan dn di dalam situasi manajemen. 11. Tanggung jawab Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan, dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakannya, serta perilaku kerjanya. Unsur prestasi karyawan yang akan dinilai oleh setiap organisasi atau perusahaan tidak selalu sama, tetapi pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai mencakup seperti hal-hal di atas. Sedangkan menurut Ranupandojo 2000, pemilihan aspek-aspek yang digunakan dalam penilaian prestasi kerja merupakan hal yang paling sulit dan memerlukan pertimbangan yang mendalam dari pihak manajemen perusahaan. Aspek yang dipilih biasanya berkisar antara 4 sampai dengan 12 aspek. Sebenarnya semakin banyak aspek yang dipertimbangkan semakin teliti penilaian. Tetapi yang penting adalah, apakah aspek-aspek tersebut cukup mewakili persyaratan prestasi kerja yang dinilai. Berdasarkan kedua pendapat di atas, penulis mengambil kesimpulan dari Ranupandojo 2000, yaitu ada empat aspek yang biasa dipakai untuk menilai prestasi kerja yaitu: 1. Kualitas kerja, indikatornya ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. 2. Kuantitas kerja, indikatornya output, perlu diperhatikan juga bukan hanya output rutin, tetapi juga seberapa cepat bisa menyelesaikan kerja “ekstra”. 3. Dapat tidaknya diandalkan, indikatornya mengikuti instruksi, inisiatif, hati- hati, kerajinan. 4. Sikap, indikatornya sikap terhadap perusahaan karyawan lain dan pekerjaan serta kerja sama. Jadi, berdasarkan aspek-aspek prestasi kerja di atas sangat penting bagi seorang karyawan agar dapat memiliki prestasi kerja yang baik yaitu kerjasama seperti mampu berinteraksi dan berkomunikasi yang baik dengan para karyawan lainnya, agar dapat menguasai pekerjaan yang diberikan kepadanya, menyusun program apa yang akan dikerjakannya, melaksanakan pekerjaannya dan pada akhirnya akan mampu mencapai prestasi kerja yang baik pula. Dengan demikian kualitas perusahaan yang baik atau sukses akan dapat diraih. Dari keempat aspek tersebut, maka ini dijadikan dasar dalam membuat kuesioner prestasi kerja dalam penelitian ini.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja

Menurut Timpe 1999, faktor-faktor prestasi kerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal disposisional yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, prestasi kerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai prestasi kerja buruk disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Sedangkan menurut Anoraga 2001 pada umumnya orang menganggap bahwa gaji yang tinggi, pendapat yang tinggi akan mendorong seseorang karyawan untuk berprestasi serta mendorong karyawan untuk puas dengan pekerjaan serta lingkungan kerjanya. Selain itu status sosial di masyarakat, sering kali juga tergantung pada besarnya penghasilan yang diperoleh seseorang, dan dengan memperoleh penghasilan yang baik akan memberikan perasaan puas terhadap prestasinya. Salah satu kebutuhan manusia yang terkuat adalah kebutuhan untuk merasa berprestasi sense of achievement, untuk merasa bahwa ia melakukan sesuatu, bahwa pekerjaannya itu penting. Seseorang yang merasa, bahwa pekerjaannya itu tidak penting, sering tidak bersemangat dalam menjalankannya dan sering mengeluh tentang pekerjaannya. Demikian juga pekerjaan yang menuntut keterampilan yang tinggi, sering lebih memuaskan karyawan daripada pekerjaan yang hampir tidak membutuhkan keterampilan apa-apa. Mereka memperoleh kepuasan setelah berhasil menyelesaikan pekerjaan yang mungkin dapat merenggut nyawa mereka. Kepuasan yang mereka peroleh adalah kepuasan yang lebih bersifat egoistik. Anoraga, 2001 Dapatlah disimpulkan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh motivasi dan faktor personal lainnya. Dalam penelitian ini hanya akan dikaji peran motivasi sebagai faktor personal berkaitan dengan prestasi kerja individu.

2.1.4. Prestasi kerja dalam pandangan Islam

Menurut Shihab 2003 kaitannya antara motivasi berprestasi dengan prestasi kerja. Keduanya saling berkaitan dan saling mendukung satu sama lain. Dalam pandangan Islam, seseorang yang ingin memperoleh hasil prestasi kerja yang baik tidak boleh terlepas dari peran tuhannya, Alllah SWT. Seperti telah ditekankan di atas bahwa prestasi kerja yang baik dihasilkan dari motivasi berprestasi yang baik pula. Prestasi kerja seseorang, menurut pandangan Islam tidak hanya seputar pada masalah pekerjaan, belajar, berkreativitas. Tetapi juga ada nilai ibadahnya, kemana manusia akan kembali sebenarnya dengan bekal hasil kerja ibadahnya di dunia. Di dalam surah Al-Jumu’ah ayat 10, Allah SWT memerintahkan hambanya untuk mencari, berusaha, dan berbuat sekuat tenaga untuk kepentingan diri khususnya dan kepentingan golongan pada umumnya. Keseimbangan ini akan menghasilkan prestasi kerja yang baik untuk dunia dan akhirat. Dalam pelaksanaannya, manusia sering lupa dan mengabaikan peran penting tuhannya yang setiap saat mengontrol setiap tingkah laku dirinya. Manusia juga sering lupa tentang bagaimana prestasi kerja bisa dihasilkan dengan baik dan sempurna tanpa adanya motivasi yang baik, kesungguhan dalam berusaha. Di dalam surah Al-Jumu’ah ini pula, Allah SWT memerintahkan kepada hambanya agar mengutamakan pendekatan diri kepada tuhannya dengan mengharap hasil yang maksimal. Sedangkan menurut Al-Maragi 1974 prestasi kerja yang digambarkan oleh Allah SWT di dalam al-Qur’an surat Hud ayat 61 merupakan hasil dari motivasi berprestasi. Allah menggambarkannya dengan kemakmuran alam ini. Kalau saja kita sedikit mengacakan diri kita, kita akan melihat apa yang telah kita hasilkan dengan motivasi berprestasi dengan prestasi kerja yang maksimal. Tentu saja jawabannya ada di dalam al-Quran, yakni kemakmuran. Kemakmuran bisa saja dikatakan sebagai kesuksesan yang ada pada diri kita. Penempatan diri yang baik, tingkah laku yang baik, bersosialisasi yang baik merupakan keberhasilan dari usaha kita dalam perubahan diri. Termasuk alam ini, jika saja kita tidak merusaknya dan mau mengolahnya dengan motivasi berprestasi dan prestasi kerja yang baik, maka kehidupan di alam ini akan baik juga. Baik untuk manusia dan baik untuk makhluk yang menempatkan jagat raya ini. Ketelatenan dalam bekerja, ditambahnya kedekatannya pada Allah SWT akan membawa kemakmuran. Pendekatan diri ini kepada tuhannya harus disertai dengan ilmu agama agar tidak keluar dari jalur yang digariskan. Setelah itu manusia tinggal mensyukuri apa yang dihasilkan dari prestasi kerjanya. Apapun dan dimanapun yang dikerjakan, bumi Allah SWT sangat luas. Manusianyalah yang tinggal berpikir dengan ilmu dunia dan akhirat dengan apa yang harus dikerjakannya QS. Al- Mulk: 15. Shihab, 2003 Manusia yang mempunyai motivasi berprestasi yang baik tentu akan menghasilkan prestasi kerja yang baik pula. Manusia seperti inilah yang diharapkan Allah SWT dan umat manusia untuk memimpin bumi beserta isinya. Alhasil, dengan prestasi kerja yang baik ini mereka dapat memperbaiki, membangun dan mempertahankan kelestarian bumi ini. Potensi kerja yang bagus sekarang ini banyak sekali dimiliki pada hampir semua manusia. Tetapi mereka tidak dapat menggunakannya karena kurangnya ilmu pengetahuan. Begitu juga pada manusia yang mempunyai prestasi kerja yang baik, banyak sekali, tetapi mereka hanya bisa saling merusak, menjatuhkan kekuasaan, berebut kekuasaan karena jauhnya keimanan mereka pada Allah SWT. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 30, “…sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi……”. Disinilah Allah sangat menginginkan seorang pemimpin dunia yang mempunyai motivasi berprestasi yang menghasilkan prestasi kerja yang sempurna. Yang tidak membuat kerusakan di kantor, di rumah tangga, di kelompok atau dimanapun mereka berada. Prestasi kerja yang baik juga diharapkan dapat berguna untuk kepentingan pribadi, golongan ataupun umum. Orang – orang yang mempunyai motivasi berprestasi yang baik dan prestasi kerja yang baik pula harus mempunyai rasa tanggung jawab dan solidaritas yang tinggi, baik itu pada bawahan ataupun pada atasan. Keseimbangan antara motivasi berprestasi yang baik dengan ibadah kepada Allah ini akan menghasilkan prestasi kerja yang baik dan terkontrol yang akan membawa mereka pada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Shihab, 2002

2.2 Motivasi Berprestasi

2.2.1 Pengertian motivasi berprestasi

Untuk mempermudah pemahaman motivasi berprestasi, di bawah ini dikemukakan pengertian motif, motivasi dan motivasi berprestasi. Menurut Shaleh dan Nisa 2006, dalam mendefinisikan konsep motivasi ini terdapat kesulitan, karena seperti telah diungkapkan Atkinson dalam Shaleh dan Nisa, 2006, motivasi masih merupakan suatu konsep yang masih kontroversial. Konsep motivasi semakin sulit didefinisikan, ketika dalam pembahasan psikologi terdapat istilah motif yang dalam penggunaannya terkadang berbeda dalam istilah motivasi. Kadang-kadang motif dan motivasi itu digunakan secara bersamaan dan dalam makna yang sama, hal ini disebabkan karena pengertian motif dan motivasi keduanya sukar dibedakan secara tegas. Tetapi walaupun masih terdapat kesulitan dalam mendefinisikan konsep motivasi tersebut, penulis tetap memberikan batasan pengertian dari motif dan motivasi. Apabila suatu kebutuhan dirasakan mendesak untuk dipenuhi, maka motif dan daya penggerak menjadi aktif. Motif yang telah menjadi aktif inilah yang disebut motivasi. Sedangkan menurut McClelland 1953, berpendapat bahwa: A motive is the learned result of pairing cues with affect or the conditions which produced affect, yang berarti motif merupakan implikasi dari hasil pertimbangan yang telah dipelajari dengan ditandai suatu perubahan pada situasi afektif. Menurut Anoraga 2001, motif adalah yang melatarbelakangi individu untuk berbuat mencapai tujuan tertentu. Tidak jauh berbeda, menurut Mujib dan Mudzakir 2002, bahwa yang dimaksud dengan motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu motif adalah keadaan kejiwaan yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan dan motif itulah yang mengarahkan dan menyalurkan perilaku seseorang yang terarah pada pencapaian tujuannya. Selanjutnya pengertian motivasi menurut McClelland 1953 essentially, motivation from the Latin word for “movement” refers to the inner state that moves or causes us to behave the way we do. Menurutnya motivasi berarti pernyataan yang berasal dari dalam diri yang menggerakkan atau menyebabkan kita bersikap terhadap yang kita lakukan. Sedangkan menurut Shaleh dan Nisa 2006, istilah motivasi baru digunakan sejak awal abad kedua puluh. Selama beratus-ratus tahun, manusia dipandang sebagai makhluk rasional dan intelek yang memilih tujuan dan menentukan sederet perbuatan secara bebas. Nalarlah yang menentukan apa yang dilakukan manusia. Manusia bebas untuk memilih, dan pilihan yang ada baik dan buruk, tergantung pada inteligensi dan pendidikan individu, oleh karenanya manusia bertanggung jawab terhadap setiap perilakunya. Tetapi motivasi masih dapat didefinisikan dengan segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan. Berbeda dengan Mujib dan Mudzakir 2002, banyak istilah yang digunakan untuk menyebut motivasi motivation, antara lain kebutuhan need, desakan urge, keinginan wish, dan dorongan drive. Dalam hal ini akan digunakan istilah motivasi, yang diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Tidak jauh berbeda dengan beberapa pendapat di atas, menurut Handoko 1998, motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Begitupun dengan Uno 2007, menurutnya motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah lakuaktivitas tertentu lebih baik dari keadaan sebelumnya. Menurut Gadjah Mada University Press 2005, definisi motivasi mencakup tiga kunci pengertian penting, yaitu usaha, tujuan organisasi, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi. Jadi dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri seseorang yang perlu dipenuhi agar seseorang tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan seseorang agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri drive arousal. McClelland 1953 Dalam hubungannya dengan prestasi, Menurut McClelland 1953, motivasi berprestasi adalah “… the desire to do well not so much for the sake of social recognition or prestige, but to attain an inner feeling of personal accomplishment…. Success in competition with some standard of excellence…is our generic definition of n-achievement.” Motivasi berprestasi merupakan hasil belajar yang di peroleh dari pengalaman emosional, terutama berkaitan dengan usaha untuk menghasilkan sesuatu secara sempurna. Timbulnya motivasi berprestasi adalah dari lingkungan keluarga, di mana pola asuh, gaya hidup, cara orang tua mendidik, serta latar belakang pendidikan orang tua mempengaruhi pembentukan motivasi berprestasi anak. Sedangkan menurut Mangkunegara 2005, mengemukakan bahwa motivasi berprestasi didefinisikan sebagai suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi tertentu. Teori ini bermakna suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu aktivitas dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat terpuji. Dari penelitiannya dapat disimpulkan terdapatnya hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan pencapaian prestasi. Artinya, karyawan yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi cenderung memiliki prestasi kerja tinggi, dan sebaliknya mereka yang prestasi kerjanya rendah dimungkinkan karena motivasi berprestasinya juga rendah. Dan ternyata, motivasi berprestasi seseorang sangat berhubungan dengan dua faktor, yaitu tingkat kecerdasan IQ dan kepribadian. Artinya, orang akan mempunyai motivasi berprestasi tinggi bila memiliki kecerdasan yang memadai dan kepribadian yang dewasa. Ia akan mampu mencapai prestasi maksimal jika didukung oleh kedua faktor tersebut. IQ merupakan kemampuan potensi dan kepribadian merupakan kemampuan seseorang untuk mengintegrasikan fungsi psiko-fisiknya yang sangat menentukan dirinya dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Munandar 2001, bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi lebih mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien dibandingkan hasil sebelumnya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang akan mengarahkan individu untuk bertingkah laku tertentu dengan tujuan agar dapat mencapai tingkat prestasi tertentu. Mangkunegara 2005

2.2.2 Macam-macam motivasi

Menurut Shaleh dan Wahab 2004, motivasi di bagi ke dalam dua macam, yaitu: 1. Motivasi Intrinsik Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Itulah sebabnya motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya terdapat aktivitas kerja yang dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak terkait dengan aktivitas kerjanya. Karyawan termotivasi untuk bekerja semata-mata agar mencapai prestasi kerja yang baik, bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapat pujian, jabatan yang tinggi atau hadiah dan sebagainya. Jadi memang motivasi intrinsik itu muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar simbolatribut dan seremonial. 2. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Sebab kemungkinan besar keadaan karyawan itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses bekerja ada yang kurang menarik bagi karyawan, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik. Motivasi berprestasi dikatakan ekstrinsik bila karyawan menempatkan tujuan pekerjaannya di luar faktor-faktor situasi bekerja. Karyawan bekerja karena hendak mencapai tujuan yang terletak di luar hal yang dikerjakannya. Misalnya untuk mencapai prestasi kerja tinggi, jabatan, kehormatan dan sebagainya. Berbeda dengan Shaleh dan Wahab 2004, menurutnya jika melihat kajian tentang manusia, yang terdiri dari dua unsur, yaitu: fisik dan psikis, maka pembagian motivasi cukup ada dua yaitu motivasi Fisiologis dan motivasi psikis yang mencakup motivasi spiritual. Memang, motivasi spirituallah yang cenderung dilupakan oleh para psikologi modern. Padahal dalam keseharian motivasi spiritual dapat dirasakan. Seperti diungkapkan Lindzy dalam Shaleh dan Wahab, 2004, dorongan yang berhubungan dengan aspek spiritul dalam diri manusia selalu ada, seperti dorongan untuk beragama, kebenaran dan keadilan, benci terhadap kejahatan, kebatilan dan kezaliman. Menurut Maslow kebutuhan spiritual manusia merupakan kebutuhan alami yang integritas perkembangan dan kematangan kepribadian individu sangat tergantung pada pemenuhan kebutuhan tersebut. Sedangkan menurut McClelland 1953, dalam studi motivasinya mengemukakan bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh “virus mental” yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental yang dimaksud terdiri dari tiga dorongan kebutuhan, yaitu: 1. Need for Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Seorang karyawan yang mempunyai kebutuhan akan berprestasi tinggi cenderung untuk berani mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih tinggi. 2. Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. 3. Need for Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Menurut Yukl 2005, seorang karyawan yang memiliki kebutuhan akan berprestasi akan memperoleh kepuasan dari pengalamannya menyelesaikan tugas yang sukar, memperoleh standar keunggulan, atau mengembangkan cara yang lebih baik untuk melakukan sesuatu. Karyawan yang demikian lebih menyukai tugas yang keberhasilan nya tergantung pada usaha serta kemampuan mereka sendiri daripada atas dasar faktor kebetulan yang berada di luar kendali mereka, atau pada usaha kelompok. Mereka lebih menyukai suatu pekerjaan yang di dalamnya mereka dapat melakukan inisiatif individual untuk memecahkan masalah. Mereka menginginkan umpan balik yang sering dan konkret atas prestasi kerja mereka. Seorang karyawan yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi khususnya memperhatikan masalah yang disukai dan diterimanya dan amat peka akan isyarat yang memberi petunjuk tentang penolakan atau sikap bermusuhan kepada orang lain. Jenis karyawan ini ingin mencari interaksi sosial dengan kawannya, dan senang bekerja dengan orang lain sebagai bagian dari sebuah tim selama kawan sekerjanya bersahabat dan bekerja sama. Sebaliknya, karyawan yang memiliki kebutuhan untuk afiliasi yang rendah cenderung akan menjadi seorang penyendiri, menghindari kegiatan sosial dan merasa tidak nyaman bila diminta untuk mengunjungi pesta atau resepsi. Karyawan yang memiliki kebutuhan tinggi akan kekuasaan menemukan kepuasan besar dalam melaksanakan pengaruh atas sikap, emosi, dan perilaku orang lain. Jenis karyawan seperti ini akan senang bila menang dalam suatu argumentasi, mengalahkan seorang lawan, menghilangkan saingan atau musuh, dan mengatur kegiatan sebuah kelompok. Mereka biasanya mencari posisi kewenangan misalnya seorang manajer, administrator, pejabat publik, perwira polisi, pengacara, perwira militer yang di dalamnya mereka dapat menjalankan pengaruh dan mengatur kegiatan orang lain. Sebaliknya karyawan yang mempunyai kebutuhan yang lemah akan kekuasaan tidak besar kemungkinannya akan tegas, dan mereka bisa secara jujur percaya bahwa tidaklah pantas untuk memberitahukan kepada orang lain mengenai apa yang harus mereka lakukan. McClelland dan para koleganya menemukan bahwa seorang karyawan yang memiliki “orientasi kekuasaan sosial” memiliki pengendalian diri yang kuat dan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan akan kekuasaan dalam cara yang dapat diterima secara sosial, seperti mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang berharga, atau membantu orang lain untuk mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri mereka. Sebaliknya, orang yang memiliki “orientasi kekuasaan pribadi” termotivasi untuk memenuhi kebutuhan akan kekuasaan dalam cara yang egois dengan mendominasi orang lain dan menggunakan kekuasaan untuk memenuhi keinginan hedonistisnya. Secara umum, hasilnya mendukung dalil bahwa pola kebutuhan optimal bagi efektivitas manajerial dalam organisasi besar termasuk suatu orientasi kekuasaan sosial yang kuat, suatu kebutuhan akan berprestasi yang cukup tinggi serta kebutuhan akan afiliasi yang relatif lebih rendah. Kebutuhan akan berprestasi terlihat menjadi motif yang paling penting untuk memprediksikan prestasi bagi para karyawan-pemimpinpemilik dari binis kecil. Tentu saja, prestasi dalam menumbuhkan sebuah bisnis baru bergantung pada kemampuan serta motivasi. Ketiga kebutuhan n-ach, n-aff, n-pow bersifat saling tergantung dan berpengaruh dalam diri individu untuk mencapai tujuan, baik tujuan-tujuan pribadi maupun organisasinya. Menurut Anoraga 2001, pada umumnya karyawan yang dibutuhkan oleh perusahaan adalah karyawan yang bekerja dengan motivasi yang tinggi. Ada perbedaan antara karyawan yang bermotif motivated untuk bekerja dengan karyawan yang bekerja dengan motivasi yang tinggi. Karyawan yang bermotif untuk bekerja, ia bekerja hanya karena harus memenuhi kebutuhan- kebutuhannya yang vital bagi diri dan keluarganya seperti untuk mendapatkan jaminan kesehatan dan hari tua, status, ataupun untuk memperoleh pergaulan yang menyenangkan. Baginya pekerjaan yang menyenangkan dan menarik, belum tentu memberikan kepuasan baginya dalam menjalankan tugas-tugasnya. Sedangkan karyawan yang bekerja dengan motivasi yang tinggi adalah karyawan yang merasa senang dan mendapatkan kepuasan dalam pekerjaannya. Ia akan lebih berusaha untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan semangat yang tinggi, serta selalu berusaha mengembangkan tugas dan dirinya. Dalam berbagai literatur manajemen mutakhir, telah diungkapkan secara pasti, bahwa tugas memotivasi karyawan pada dasarnya adalah mengefektifkan sumber daya manusia untuk mencapai hasil.

2.2.3 Fungsi motivasi

Menurut Shaleh dan Nisa 2006, fungsi motivasi memiliki tiga komponen pokok, yaitu: 1. Menggerakkan; dalam hal ini motivasi menimbulkan kekuatan pada individu, membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya kekuatan dalam hal ingatan, respon-respon efektif, dan kecenderungan mendapat kesenangan. 2. Mengarahkan; berarti motivasi mengarahkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu diarahkan terhadap sesuatu. 3. Menopang; artinya motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu. Sedangkan karyawan yang bekerja dengan motivasi yang tinggi adalah karyawan yang merasa senang dan mendapatkan kepuasan dalam pekerjaannya. Ia akan lebih berusaha untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan semangat yang tinggi, serta selalu berusaha mengembangkan tugas dan dirinya. Salah satu fungsi motivasi adalah untuk meraih prestasi, maka McClelland 1953 merumuskan tiga motivasi berdasarkan kebutuhan, salah satunya ialah motivasi berprestasi, seperti yang sudah penulis jelaskan di atas.

2.2.4 Karakteristik individu

yang mempunyai motivasi berprestasi McClelland 1953, mengemukakan enam karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, yaitu sebagai berikut: 1. Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi. 2. Berani mengambil dan memikul resiko. 3. Memiliki tujuan yang realistik. 4. memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5. Memanfaatkan umpan balik yang konkret dalam semua kegiatan yang dilakukan. 6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. McClelland www.david mccleland achievement motivation needs theory, juga mengusulkan karakteristik dan perilaku lain dalam motivasi berprestasi, yaitu: 1. Menganggap prestasi lebih penting dibandingkan balasan keuangan 2. Pencapaian tujuan memberi kepuasan lebih besar dibandingkan balasan atau pengakuan 3. Balasan materi merupakan ukuran sukses, bukan akhir dari sukses 4. Keamanan dan status bukanlah motivasi utama 5. Balasan jasa itu penting, karena bisa menjadi ukuran sukses, bukan sebagai alasan pengakuan balasan harus setimpal, mencukupi dan pantas 6. Orang yang memiliki motivasi prestasi terus mencari peningkatan dan cara untuk terus lebih baik 7. Orang yang memiliki motivasi prestasi akan memilih pekerjaan dan tanggung jawab yang sesuai kebutuhan mereka, dengan fleksibilitas dan kesempatan untuk menetapkan dan mencapai tujuannya, misalkan manajemen bisnis dan penjualan, peran dalam perdagangan. Sedangkan menurut Edward Murray dalam Mangkunegara, 2005, berpendapat bahwa karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi adalah sebagai berikut: 1. Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya. 2. Melakukan sesuatu untuk mencapai kesuksesan. 3. Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan keterampilan. 4. Berkeinginan menjadi orang yang terkenal atau menguasai bidang tertentu. 5. Melakukan pekerjaan yang sukar dengan hasil yang memuaskan. 6. Mengerjakan sesuatu yang sangat berarti. 7. Melakukan sesuatu yang lebih baik daripada orang lain. 8. Menulis novel atau cerita yang bermutu. Berdasarkan pendapat McClelland dan Edward Murray, dapat dikemukakan bahwa karakteristik individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, antara lain: 1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi. 2. Memiliki program kerja berdasarkan rencana dan tujuan yang realistik serta berjuang untuk merealisasikannya. 3. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil resiko yang dihadapinya. 4. Melakukan pekerjaan yang berarti dan menyelesaikannya dengan hasil yang memuaskan. 5. Mempunyai keinginan menjadi orang terkemuka yang menguasai bidang tertentu. Sedangkan karakteristik karyawan yang motivasi berprestasinya rendah dapat dikemukakan, antara lain: 1. Kurang memiliki tanggung jawab pribadi dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau kegiatan. 2. Memiliki program kerja tetapi tidak didasarkan pada rencana dan tujuan yang realistik, serta lemah melaksanakannya. 3. Bersikap apatis dan tidak percaya diri. 4. Ragu-ragu dalam mengambil keputusan. 5. Tindakannya kurang terarah pada tujuan. Mangkunegara, 2005 Dari penjabaran mengenai karakteristik individu di atas, menurut McClelland 1987 menyimpulkan adanya enam aspek utama yang membedakan tingkat motivasi berprestasi individu. Keenam aspek itu adalah sebagai berikut: 1. Tanggung jawab Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi merasa dirinya bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakannya. Ia akan berusaha untuk menyelesaikan setiap tugas yang dilakukan dan tidak akan meninggalkan tugas itu sebelum ia berhasil menyelesaikannya. Hal ini dikarenakan individu akan merasa berhasil bila telah menyelesaikan tugas dan gagal bila ia tidak dapat menyelesaikannya. Sedangkan pada individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah, tampak hal yang berbeda. Mereka kurang bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakannya. Bila mengalami kesukaran dalam mengerjakan, mereka akan menyalahkan hal-hal di luar dirinya, seperti tugas yang terlalu banyak, tugas terlalu sukar, sebagai penyebab ketidak berhasilan mereka dalam menyelesaikan tugas itu. 2. Mempertimbangkan resiko Individu dengan motivasi berprestasi tinggi mempertimbangkan resiko yang akan dihadapinya sebelum memulai suatu pekerjaan. Ia akan memilih tugas dengan derajat kesukaran sedang, yang menantang kemampuannya untuk mengerjakan namun masih memungkinkannya untuk berhasil menyelesaikan dengan baik. Sedangkan individu dengan motivasi berprestasi rendah, akan memilih tugas yang sangat mudah ataupun yang sangat sukar. Pemilihan ini dilakukan dengan alasan tugas yang sangat mudah akan pasti mendatangkan keberhasilan. Sedangkan tugas yang sangat sukar, akan menyebabkan kegagalan, dimana dirinya tidak dapat disalahkan karena kegagalan itu. 3. Kreatif – inovatif Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung bertindak kreatif, dengan mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas seefisien dan seefektif mungkin. Ia tidak menyukai pekerjaan rutin dengan pekerjaan yang sama dari waktu ke waktu. Bila dihadapkan pada tugas yang bersifat rutin, ia akan berusaha mencari cara lain untuk menghindari rutinitas tersebut namun tetap dapat menyelesaikan tugasnya itu. sedangkan individu dengan motivasi berprestasi yang rendah, menyukai pekerjaan yang berstruktur dimana ia tidak harus menentukan sendiri apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Mereka kurang dapat menemukan cara sendiri untuk menyelesaikan tugas. Pekerjaan yang rutin sangat disukai karena mereka tinggal mengerjakan tugas yang telah secara jelas menunjukkan apa yang harus dikerjakan. 4. Memperhatikan umpan balik Pada individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi, pemberian umpan balik atas hasil kerja yang telah dilakukan sangat disukai. Umpan balik yang diberikan ini selanjutnya akan diperhatikan dan dilaksanakan untuk perbaikan hasil kerja yang akan datang. Sebaliknya, individu dengan motivasi berprestasi rendah, tidak menyukai pemberian umpan balik ini, karena akan memperlihatkan kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. Ia tidak mau memperhatikan umpan balik yang diberikan sehingga akan mengulangi kesalahan yang sama dalam tugas mendatang. 5. Waktu penyelesaian tugas Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan berusaha menyelesaikan setiap tugas dalam waktu secepat mungkin dan seefisien mungkin. Sedangkan individu dengan motivasi berprestasi yang rendah kurang tertantang untuk menyelesaikan tugas secepat mungkin, sehingga cenderung memakan waktu yang lama, menunda-nunda dan tidak efisien. 6. Memiliki tujuan yang realistik Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan berusaha menyesuaikan waktu pada setiap tugas agar hasil tugas dapat diperoleh secara maksimal. Sedangkan individu dengan motivasi berprestasi yang rendah kurang dapat menyesuaikan waktu pada setiap tugas yang dikerjakannya, sehingga cenderung menghasilkan tugas yang kurang maksimal pula. Keenam aspek yang membedakan tingkat motivasi berprestasi ini dijadikan dasar dalam membuat kuesioner motivasi berprestasi dalam penelitian ini.

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi

Menurut Munandar 2001 faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi karyawan terdiri dari: hubungan kerja antara atasan dengan bawahan menyangkut kegiatan timbal balik antar sesama karyawan dalam hal pemberian motivasi dan semangat kerja, saling membantu dalam hubungan erat di luar pekerjaan, kebijaksanaan dan peraturan perusahaan menyangkut segala ketentuan dan norma yang berlaku di dalam lingkungan perusahaan, kondisi kerja yang menyangkut pendapatan dan fasilitas atau tunjangan yang diberikan oleh perusahaan. Selain itu, salah satu aktivitas pimpinan adalah memberikan motivasi yakni proses pemberian kegairahan kerja pada setiap anggota perusahaan sehingga ada kerelaan dan semangat dalam melaksanakan tugasnya demi tercapainya tujuan suatu perusahaan. Untuk memotivasi karyawan-karyawan tidaklah cukup dengan menawarkan mereka sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan yang penting, tetapi mereka memiliki kemampuan untuk memperoleh reward. Setiap pekerjaan yang berbeda membutuhkan persyaratan keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, ekonomi dan tipe-tipe penilaian yang berbeda-beda pula. Perbedaan karakteristik yang melekat pada pekerjaan itu membutuhkan pengorganisasian dan penempatan orang secara tepat sesuai dengan kesiapan masing-masing karyawan. Setiap perusahaan juga mempunyai peraturan kebijakan, sistem pemberian hadiah dan misi yang berbeda-beda yang akan berpengaruh pada setiap karyawannya. Dalam rangka mendorong prestasi kerja yang tinggi, pimpinan perusahaan harus mempertimbangkan hubungan faktor-faktor di atas dan pengaruhnya terhadap perilaku individu. Berdasarkan uraian di atas, motivasi berprestasi individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mencakup faktor intern dan ekstern. Faktor intern dapat ditingkatkan dengan mengusahakan pemerkayaan pekerjaan sehingga karyawan merasa bangga dengan pekerjaannya. Sedangkan faktor ekstern dapat ditingkatkan dengan cara menangani faktor lingkungan yang mempunyai hubungan dengan motivasi berprestasi. Sedangkan menurut Nindyati 2003 giat atau tidaknya seorang karyawan bekerja ditentukan oleh motivasi berprestasi yang dimilikinya dan lingkungan di mana karyawan tersebut bekerja. Penilaian karyawan terhadap faktor- faktor tersebut di atas memiliki hubungan erat sekaligus dapat mempengaruhi motivasi berprestasi karyawan. Penilaian tersebut merupakan pandangan pemahaman seseorang terhadap suatu obyek berdasarkan pengalaman, keadaan diri sendiri dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh McClelland, dkk dalam Mangkunegara, 2006 yaitu McClelland 1961, Murray 1957, Miller dan Gordon 1970 dan Anwar Prabu Mangkunegara 1998, menyimpulkan bahwa “ada hubungan yang positif antara motivasi dengan pencapaian prestasi.” Artinya individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi cenderung memiliki prestasi kerja tinggi dan sebaliknya mereka yang prestasi kerjanya rendah disebabkan karena motivasi berprestasinya rendah. Oleh karena itu, pimpinan perusahaan harus berusaha keras memberikan motivasi seluruh individu di perusahaan agar mereka memiliki motivasi berprestasi tinggi. Dengan demikian, pencapaian prestasi kerja perusahaan dapat di capai secara maksimal.

2.2.6 Motivasi berprestasi dalam pandangan Islam

Menurut Ancok dan Suroso 2004, dalam motivasi berprestasi menurut pandangan Islam, manusia diharapkan untuk bersungguh-sungguh dalam usaha perbaikan diri yang nantinya akan timbul pada nilai kualitas suatu pekerjaan. Allah SWT memerintahkan kepada hambanya untuk mencari hal- hal yang menunjang dalam proses pencarian tujuan hidup yang sebenarnya, dengan tidak mengenyampingkan kehidupan dunia. Dorongan yang diikuti dengan hawa nafsu dan emosional jiwa yang buruk tidak akan menghasilkan motivasi berprestasi yang baik. Emosi dan hawa nafsu hanyalah dorongan yang akan memberatkan kita ke arah prestasi kerja yang baik. Kesungguhan dan rasa percaya diri yang tinggi dapat mengantarkan kita pada hasil motivasi berprestasi. Inilah yang digambarkan oleh Allah SWT dalam al- Qur’an. QS. Al-Insyirah: 1-8 Sedangkan menurut Shihab 2002 manusia boleh saja memperkaya diri, dalam hal ini ekonomi, tetapi dalam pencariannya, manusia tidak boleh melupakan Allah SWT. Dalam prosesnya, manusia memerlukan motivasi yang disatukan dengan keinginannya agar prestasi yang dihasilkan dapat memuaskan, tentunya sesuai dengan aturan-aturan Islam. Hal ini agar timbul motivasi berprestasi terbaik yang sesuai dengan perintah Allah SWT, “…dan janganlah engkau berbuat kerusakan di bumi…”. QS. Al-Qashash: 77 Pada umumnya, dalam mencapai sesuatu manusia tidak memikirkan cara yang baik dalam mencapai tujuan hidupnya. Keegoan diri manusia dapat mengantarkannya pada kerusakan suatu motivasi berprestasi yang baik. Kurangnya kepercayaan diri pada orang lain, kurang bersosialisasi merupakan penghambat dari keberhasilan motivasi berprestasi yang sempurna. Mereka hanya memikirkan untuk kepentingan pribadinya saja, tidak memikirkan kepentingan umum yang pada akhirnya segala cara dipakai walaupun cara tersebut keluar dari aturan Islam. Yang pada akhirnya akan menghasilkan motivasi yang buruk bukan motivasi yang berprestasi. Shihab, 2002 Menurut Shaleh 2008 dalam konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat diistimewakan. Manusia yang mampu mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia di sisi Allah, seperti diungkapkan dalam QS. Al-Mujadilah: 11. Sedangkan menurut Shihab 2003 motivasi berprestasi harus ditunjang dengan kekuatan iman pada Allah SWT dan kejujuran yang murni QS. Al- Mujadalah: 11 agar tidak timbul dorongan-dorongan yang menyesatkan bagi siapa saja yang ingin mencapai tujuan hakikatnya. Dari keimanan inilah kita mendapatkan motivasi yang selalu dibimbing-Nya. Motivasi yang mengarahkan langkah pada tujuan kebenaran pada akhlak manusianya. Inilah hasil yang kita harapkan dari motivasi berprestasi, apapun yang kita inginkan dan disertai dengan kesungguhan hati akan menghasilkan pola pikir yang baik. Yang pada akhirnya semua motivasi yang ada di dalam diri kita menjadi motivasi berprestasi. Berikut ini adalah menurut hadits Nabi, menurut Aly 1999 motivasi berangkat dari hati manusia, hati juga memegang peranan yang penting. Hati juga dapat mengarahkan bagaimana bisa terbentuknya motivasi berprestasi dan prestasi kerja. Niat merupakan salah satu bentuk motivasi yang ada di dalam hati. Tinggal manusianya itu saja yang harus mengontrolmengendalikan arah tujuan dari niat itu yang akan tercermin menjadi motivasi baik atau buruk. Sesuai dengan hadits nabi Muhammmad Saw: “…….innamaa a’malu binniat….”. Tanpa niat yang yang ikhlas segala bentuk perbuatan atau pekerjaan tidak akan mempunyai nilai yang kurang memuaskan. Hal ini terjadi karena terlalu banyak cabang pemikiran yang timbul dari dalam hati, tidak fokus pada satu pekerjaan. Jika niatnya baik maka akan baik pula motivasi yang timbul untuk mengerjakan sesuatu, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu niat yang baik dan ikhlas sangat membantu dalam terbentuknya motivasi yang baik untuk menghasilkan motivasi berprestasi. Pada dasarnya niat ini bisa membentuk manusia pada perubahan dirinya sendiri. Manusia harus mengendalikan niatnya ke arah yang positif agar ada perubahan dalam diri dan tingkah laku. Dari yang buruk ke arah yang baik, dari yang baik ke arah yang lebih baik. Al-Mustadroq, 3- 4H. Tidak perlu dipungkiri yang pada dasarnya manusia ingin sekali menuju ke arah yang lebih baik, baik itu dalam perubahan diri, bidang pekerjaan ataupun dalam bidang belajar. Sabda nabi Muhammad Saw: “…….hari ini harus lebih baik dari hari kemarin…”. Tidak mungkin manusia menginginkan perubahan kearah yang buruk walaupun dia mempunyai motivasi berprestasi yang jelek. Dari sinilah manusia juga berangkat dan memulai perubahan diri. Begitulah yang difirmankan Allah Swt di dalam surat al-Isra’ ayat 7, agar manusia selalu memperbaiki diri setiap saat. Depag, 2006

2.3 Kerangka Berpikir

Adanya penilaian prestasi kerja merupakan kesempatan yang baik bagi karyawan PT. Indogravure dalam mengembangkan dan meningkatkan prestasi kerjanya tanpa harus merasa takut gagal. Karena seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa siapa yang mampu bekerja secara profesional dan memiliki kualitas dan kemampuan yang baik dialah yang akan memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, pimpinan perusahaan harus berusaha keras memberikan motivasi seluruh individu di perusahaan agar mereka memiliki motivasi berprestasi tinggi. Dengan demikian, pencapaian prestasi kerja perusahaan dapat dicapai secara maksimal. seperti kemampuan mengambil inisiatif, tidak pemalu, lebih terbuka, dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan kemampuan yang patut dimiliki oleh seorang karyawan PT. Indogravure sebab kemampuan ini sesuai dengan jenis perusahaan yang memang bergerak di bidang produk kemasan fleksibel Flexible Packaging. Di mana kemampuan dalam berproduksi dan berkomunikasi sangat dibutuhkan terutama pada bagian produksi dan kantor. Setiap individu yang bekerja secara profesional, biasanya mereka harus memiliki rasa tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi, serta memiliki integritas etika dalam pekerjaannya. Karyawan yang memiliki tanggung jawab tinggi terhadap pekerjaannya, biasanya akan berusaha sebaik mungkin dalam melakukan pekerjaannya termasuk juga dalam berkomunikasi ketika bekerja. Mengutamakan prestasi kerja yang baik dari segi produksi, komunikasi dengan karyawan lainnya, dan bersikap ramah serta selalu berusaha menunjukkan perilaku yang baik dalam lingkungan kerja merupakan salah satu indikator bahwa karyawan tersebut profesional dalam bekerja dan hal tersebut menggambarkan bahwa ia memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dalam bekerja. Oleh karena itu, perusahaan ini membutuhkan tenaga kerja yang benar-benar berkompeten di bidangnya dan mampu bekerja secara profesional juga memiliki dedikasi yang tinggi terhadap perusahaannya. Salah satu upaya perusahaan dalam mencapai hal tersebut adalah dengan menjalankan sistem penilaian prestasi kerja yang didasarkan pada kompetensi, yaitu sistem yang memberikan kesempatan kepada setiap karyawannya untuk dapat mengembangkan atau meningkatkan motivasi berprestasinya di perusahaan dengan tujuan agar karyawan yang memiliki kompetensi yang baik dalam bidang pekerjaannya dapat naik ke jenjangjabatan yang lebih tinggi sehingga dapat mempercepat tercapainya tujuan perusahaan. Dari penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung memiliki motivasi berprestasi tinggi. Karena memiliki motivasi berprestasi tinggi berarti menitikberatkan pada apa yang layak secara sosial dan menaruh perhatian pada bagaimana individu berperilaku dalam setting sosial, hal ini menunjukkan bahwa individu akan mengatur tingkah lakunya dalam lingkungan kerja. Hal ini merupakan salah satu usahanya dalam mempertahankan jabatan yang sudah ia duduki, sedangkan harapan lain dari karyawan yang memiliki motivasi berprestasi tinggi biasanya agar mereka dapat terus meningkatkan prestasi kerjanya sampai mempunyai jabatan yang ia harapkan. Adanya kesamaan kemampuan pada orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dengan kemampuan yang dibutuhkan di PT. Indogravure menunjukkan bahwa kemampuan motivasi berprestasi yang tinggi terutama pada karyawan dapat mengarahkan mereka untuk memiliki keinginan untuk bekerja lebih giat. Penelitian ini dimaksud untuk menguji apakah ada hubungan antara motivasi berprestasi dengan prestasi kerja pada karyawan PT. Indogravure. Asumsi dasar dari penelitian bahwa jika seorang karyawan bekerja yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, maka ia akan memiliki prestasi kerja yang tinggi dan sebaliknya, jika seorang karyawan bekerja yang memiliki motivasi berprestasi rendah, maka ia akan memiliki prestasi kerja yang rendah pula. Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Motivasi Berprestasi Prestasi Kerja

2.4 Hipotesis