Pengumpulan Data Estimasi Hasil Peningkatan Kualitas

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Pengamatan dilakukan selama 23 hari, yaitu mulai dari tanggal 2 Mei 2015 sampai dengan tanggal 30 Mei 2015. Data pengamatan kecacatan tangki air yang diproduksi oleh PT. Sabang Subur dapat ditampilkan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Data Hasil Produksi Tangki Air selama 2 Mei 2015 – 30 Mei 2015 No Hari Jumlah Produksi JENIS KECACATAN Unit Jumlah Kecacatan Boncor Sompel Bentuk ulir tidak sesuai 1 2 Mei 2015 54 2 3 1 6 11.11 2 4 Mei 2015 60 1 2 3 5.00 3 5 Mei 2015 59 1 4 1 6 10.17 4 6 Mei 2015 60 3 2 5 8.33 5 7 Mei 2015 50 2 5 7 14.00 6 8 Mei 2015 30 2 3 5 16.67 7 9 Mei 2015 45 4 2 1 7 15.56 8 11 Mei 2015 55 3 4 2 9 16.36 9 12 Mei 2015 60 4 2 2 8 13.33 10 13 Mei 2015 45 1 4 1 6 13.33 11 15 Mei 2015 40 2 3 1 6 15.00 12 18 Mei 2015 65 4 2 6 9.23 13 19 Mei 2015 64 2 4 6 9.38 14 20 Mei 2015 50 2 1 2 5 10.00 15 21 Mei 2015 60 3 2 1 6 10.00 16 22 Mei 2015 40 2 1 2 5 12.50 17 23 Mei 2015 45 4 1 5 11.11 18 25 Mei 2015 50 1 3 4 8.00 19 26 Mei 2015 75 4 4 1 9 12.00 20 27 Mei 2015 79 2 2 4 5.06 21 28 Mei 2015 60 4 1 5 8.33 22 29 Mei 2015 59 1 3 4 6.78 23 30 Mei 2015 45 3 1 2 6 13.33 Jumlah 1250 39 67 27 133 Persentase Cacat - 29,32 50,37 20,30 - Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa setiap harinya jumlah kecacatan tangki air melebihi 7 dari jumlah produksi per harinya. Dimana batas kecacatan yang ditetapkan perusahaan hanya sebesar 7, itulah sebabnya perlu dilakukan pengendalian kualitas dalam perusahaan ini serta menentukan cara perbaikan kualitas untuk meningkatkan kualitas tangki air.

5.2. Pengolahan Data dengan

Statistical Quality Control SQC Pengolahan data yang dilakukan adalah uji kenormalan data, penentuan batas kendali untuk masing-masing karakteristik kualitas yang diamati. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan data dari Tabel 5.1.

5.2.1. Peta Kontrol

Peta kontrol dibuat untuk mengetahui apakah proses dalam kendali dan untuk memonitor variasi proses secara terus-menerus. Peta p menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Sebelum menggambar peta p, terlebih dahulu dilakukan perhitungan Proportion Nonconforming yang dapat dilihat pada Tabel 5.2. dibawah ini. Tabel 5.2. Perhitungan Proportion Nonconforming HARI Jumlah Sampel n Jumlah Kecacatan np Proporsi Jumlah Kecacatanp 1 54 6 0.1111 2 60 3 0.0500 3 59 6 0.1017 4 60 5 0.0833 5 50 7 0.1400 6 30 5 0.1667 7 45 7 0.1556 Tabel 5.2. Perhitungan Proportion Nonconforming Lanjutan Universitas Sumatera Utara HARI Jumlah Sampel n Jumlah Kecacatan np Proporsi Jumlah Kecacatanp 8 55 9 0.1636 9 60 8 0.1333 10 45 6 0.1333 11 40 6 0.1500 12 65 6 0.0923 13 64 6 0.0938 14 50 5 0.1000 15 60 6 0.1000 16 40 5 0.1250 17 45 5 0.1111 18 50 4 0.0800 19 75 9 0.1200 20 79 4 0.0506 21 60 5 0.0833 22 59 4 0.0678 23 45 6 0.1333 Jumlah 1250 133 Bedasarkan data yang ada, didapat nilai mean p CL sebagai berikut: 1046 , 1250 133      n np p Batas kelas Atas UCL dan Batas Kelas Bawah LCL dapat dihitung seperti dibawah ini : n p 1 p 3 p UCL    n p 1 p 3 p LCL    Perhitungan UCL adalah sebagai berikut :   2960 , 23 1046 , 1 1046 , 3 1046 , 1 3 1 1 1        UCL UCL n p p p UCL Perhitungan LCL adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara   0868 , 23 1046 , 1 1046 , 3 1046 , 1 3 1 1 1         LCL LCL n p p p LCL  Nilai pada LCL yang minus dibuat menjadi 0 karena tidak ada kecacatan per produk unit yang minus jumlahnya. Minimal jumlah kecacatan per unit adalah 0 sehingga angka minus diganti dengan 0. Perhitungan peta p dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Perhitungan Peta p No Jumlah Produksi Jumlah Kecacatan P CL UCL LCL 1 54 6 0.1111 0.1046 0.2960 2 60 3 0.0500 0.1046 0.2960 3 59 6 0.1017 0.1046 0.2960 4 60 5 0.0833 0.1046 0.2960 5 50 7 0.1400 0.1046 0.2960 6 30 5 0.1667 0.1046 0.2960 7 45 7 0.1556 0.1046 0.2960 8 55 9 0.1636 0.1046 0.2960 9 60 8 0.1333 0.1046 0.2960 10 45 6 0.1333 0.1046 0.2960 11 40 6 0.1500 0.1046 0.2960 12 65 6 0.0923 0.1046 0.2960 13 64 6 0.0938 0.1046 0.2960 14 50 5 0.1000 0.1046 0.2960 15 60 6 0.1000 0.1046 0.2960 16 40 5 0.1250 0.1046 0.2960 17 45 5 0.1111 0.1046 0.2960 18 50 4 0.0800 0.1046 0.2960 19 75 9 0.1200 0.1046 0.2960 20 79 4 0.0506 0.1046 0.2960 21 60 5 0.0833 0.1046 0.2960 22 59 4 0.0678 0.1046 0.2960 23 45 6 0.1333 0.1046 0.2960 Universitas Sumatera Utara Dari semua data yang diperoleh diatas maka dapat digambarkan peta kontrol p untuk proportion nonconforming data pemeriksaan produk cacat dapat dilihat pada Gambar 5.1. sebagai berikut : Gambar 5.1. Peta Kontrol Dari Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa semua data yang diperoleh dalam pengolahan data masih di dalam batas LCL dan UCL, sehingga tidak perlu dilakukan revisi.

5.3. Pengolahan Data dengan

Six Sigma Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan prosedur lima tahap DMAIC yang merupakan peningkatan kualitas terus menerus menuju Six Sigma, yaitu Define, Measure, Analyze, Improve dan Control yang akan dijabarkan secara bertahap menurut langkah-langkah yang ada pada metode Six Sigma . 5.3.1. Define Tahap Pendefinisian 5.3.1.1.Penentuan Tujuan dan Kriteria Pelaksanaan Proyek Six Sigma Dalam pelaksanaan proyek Six Sigma, terlebih dahulu ditentukan tujuan dan kriteria pemilihan dari proyek Six Sigma yang akan dijalankan. Adapun tujuan 0,0000 0,0500 0,1000 0,1500 0,2000 0,2500 0,3000 0,3500 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 Proporsi Jumlah Kecacatan Terbesar p cl Universitas Sumatera Utara dari pelaksanaan proyek Six Sigma ini yaitu meningkatkan kualitas produk tangki air dengan meminimisasi jumlah produk cacat defect sampai pada tingkat terendah zero defect , dengan mengendalikan faktor-faktor yang diindikasikan sebagai penyebab munculnya kecacatan produk. Sedangkan kriteria pemilihan proyek Six Sigma yaitu mengendalikan jumlah cacat pada produk yang memiliki persentase kecacatan terbesar dari total seluruh produk cacat. Untuk menentukan tipe produk yang akan dijadikan objek penelitian, dilakukan perhitungan persentase kecacatan untuk semua tipe produk berdasarkan dari data-data produksi yang telah dikumpulkan. Perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Persentase Produk Cacat Mei 2015 No Hari Jumlah Produksi JENIS KECACATAN Unit Jumlah Kecacatan Boncor Somppel Bentuk ulir tidak sesuai 1 2 Mei 2015 54 2 3 1 6 2 4 Mei 2015 60 1 2 3 3 5 Mei 2015 59 1 4 1 6 4 6 Mei 2015 60 3 2 5 5 7 Mei 2015 50 2 5 7 6 8 Mei 2015 30 2 3 5 7 9 Mei 2015 45 4 2 1 7 8 11 Mei 2015 55 3 4 2 9 9 12 Mei 2015 60 4 2 2 8 10 13 Mei 2015 45 1 4 1 6 11 15 Mei 2015 40 2 3 1 6 12 18 Mei 2015 65 4 2 6 13 19 Mei 2015 64 2 4 6 14 20 Mei 2015 50 2 1 2 5 15 21 Mei 2015 60 3 2 1 6 16 22 Mei 2015 40 2 1 2 5 17 23 Mei 2015 45 4 1 5 18 25 Mei 2015 50 1 3 4 19 26 Mei 2015 75 4 4 1 9 20 27 Mei 2015 79 2 2 4 21 28 Mei 2015 60 4 1 5 22 29 Mei 2015 59 1 3 4 23 30 Mei 2015 45 3 1 2 6 Jumlah 1250 39 67 27 133 Persentase Cacat - 29,32 50,37 20,30 - Universitas Sumatera Utara Untuk lebih memperjelas perbedaan persentase produk cacat di atas dapat dilihat pada Gambar 5.2. Gambar 5.2. Histogram Tangki Air Dimana : X1= Bocor X2= Sompel X3= Bentuk ulir tidak sesuai 5.3.1.2.Pemilihan Proyek Six Sigma dengan Diagram Pareto Diagram Pareto adalah teknik grafis sederhana yang menggambarkan relativitas dari tingkat-tingkat penting atau tidaknya berbagai permasalahan yang membedakan antara ’vital few’ dan ’trivial many’, yang terfokus pada isu-isu pengembangan dan peningkatan kualitas maksimal beserta relevansinya. Prosedur penentuan prioritas dalam diagram Pareto yaitu: 1. Pemilihan konsistensi yang akan di ranking dan diukur misalnya frekuensi,biaya dan lain-lain 2. Menyusun daftar-daftar elemen dari kiri ke kanan di atas aksis garis horizontal sebagai ukuran order 20 40 60 80 JENIS KECACATAN Unit X1 X2 X3 Universitas Sumatera Utara 3. Mengatur kesesuaian skala vertikal pada bagian kiri dan di atas klasifikasinya 4. Mengatur skala 0 - 100 dibagian kana dan menarik garis tegas yang lebih tinggi, dan menggesernya pada posisi diatas basis yang ditarik dari ke kanan. Adapun persentase cacat semua tipe produk tangki air dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Persentase Cacat Tangki Air No Jenis Cacat Jumlah Cacat Cacat 1 Bocor 39 29,32 2 Sompel 67 50,37 3 Bentuk ulir tidak sesuai 27 20,30 Total 133 100 Setelah didapat nilai persentase untuk masing-masing kecacatan, kemudian diurutkan mulai dari persentase yang terbesar ke persentase yang terkecil dan dihitung kumulatif seperti yang terlihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Persentase Kumulatif Jenis Cacat Produk Tangki Air No Jenis Cacat Jumlah Cacat Cacat kumulatif 1 Bocor 39 29,32 50,37 2 Sompel 67 50,37 79,69 3 Bentuk ulir tidak sesuai 27 20,30 100 Total 133 100 Untuk mengetahui jenis tipe produk cacat dominan dengan menggunakan Diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 5.3. Universitas Sumatera Utara jumlah reject 67 39 27 Percent 50.4 29.3 20.3 Cum 50.4 79.7 100.0 jenis reject bentuk tidak sesuai bocor sompel 140 120 100 80 60 40 20 100 80 60 40 20 ju m la h r e je c t P e rc e n t Pareto Chart of jenis reject Gambar 5.3. Diagram Pareto Kecacatan Produk Berdasarkan Gambar 5.3 dan dengan menggunakan prinsip aturan 70-30 dapat dilihat bahwa terdapat satu jenis kecacatan yang memiliki persentase kesalahan kumulatif di bawah 70 yaitu sompel. Hasil diagram Pareto menunjukkan bahwa jenis kecacatan yang harus dianalisis lebih lanjut penyebab terjadinya permasalahan adalah sompel. Tetapi dalam penelitian ini, tetap dilakukan penelitian terhadap ketiga jenis cacat sebab apabila salah satu jenis cacat terjadi pada tangka air, maka produk tangka air tidak dapat dijual kepada konsumen. 5.3.1.3.Penggambaran Alur Proses Produksi Menggunakan SIPOC dan OPC Adapun penggambaran alur produksi bertujuan untuk memahami proses produksi secara terintegarsi, dan mengidentifikasi sumber-sumber potensial penyebab terjadinya kegagalan pada proses produksi yang berakibat pada munculnya produk cacat. Universitas Sumatera Utara 5.3.1.3.1.Diagram SIPOC SIPOC Supplier, Input, Process, Output, Customer adalah perangkat yang digunakan oleh tim Six Sigma untuk mengidentifikasi seluruh elemen yang relevan dalam suatu process improvement sebelum proses dilakukan. Adapun penggambaran alur proses produksi menggunakan Diagram SIPOC Suppliers- Inputs-Process-Outputs-Customer dapat dilihat pada Gambar 5.4. Gambar 5.4. Diagram SIPOC Supplier-Inputs-Process-Outputs-Customer 5.3.1.3.2. Operation Process Chart OPC Peta Proses Operasi Operation Process Chart adalah peta kerja yang mencoba menggambarkan urutan kerja dengan jalan membagi operatoran tersebut menjadi elemen-elemen operasi secara detail. Adapun penggambaran alur proses produksi dengan menggunakan Operation Process Chart OPC yang dapat dilihat pada Gambar 5.5. Suppliers Input Process Outputs Customers Taiwan Plat stainless steel 304 Tangki Air Kontraktor, perumahan Masyarakat Bentuk batang siku Potong batang siku lainnya Ring dan kaki di las Bentuk body tangki Bentuk tulang tangki air Body tangki digerinda Body disatukan dengan bottom Haluskan permukaan tangki Rangkai bagian top tangki Bawa ke pengisian air uji kebocoran Dipolis kembali Peyambungan plat telinga dan tutup tangki Pemasangan atribut tangki air Universitas Sumatera Utara O-4 OI-1 OI-2 OI-3 O-5 Plat stainless 304 dengan tebal 0,7cm ditekuk secara manual Plat stainless 304 dilas kedua sisinya dengan mesin pengelas dan membentuk tabung Body tabung diulir dengan mesin ulir Bagian atas mulut tabung dirol dengan mesin pengerol Body tabung di gerinda dengan mesin gerinda tangan O-6 Penyambungan body atas tabung dengan mesin las OI-4 Plat stainless 304 Body bawah Langsol 1 Kain polis 1 Tepung gipsum 1 Polis tahap I body tabung, secara manual oleh operator dan dengan mesin gerinda O-7 Penyambungan body bawah tabung dengan mesin las OI-5 Polis tahap II body tabung, secara manual oleh operator dan dengan mesin gerinda Air Kain polis 2 Tepung gipsum 2 I-1 Body atas Langsol 2 Pemeriksaan kebocoran tangki secara kualitatif O-9 O-12 Finishing Las bagian body yang bocor O-8 Tutup tangki Plat siku Telinga plat Plat siku dirakit ke tutup tangki dengan mesin las Piloks biru Piloks merah Stiker Soket kuningan Soket plastik Bola pelampung Lubang hawa Tali plastik Plastik Stainless siku 304 Stainless siku 304 O-10 S-1 Packaging Penyimpanan digudang produk jadi O-1 O-2 O-3 Membentuk dudukan tangki dengan mesin las listrik Stainless siku dibulatkan dengan mesin rol Stainless siku dipotong dengan mesin potong menjadi kaki tangki Gambar 5.5. Operation Process Chart OPC Produk Tangki Air 5.3.1.4.Pendefenisian Critical To Quality CTQ Critical To Quality CTQ merupakan elemen dari proses kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap pencapaian kualitas yang diinginkan. Sebelum suatu produk dikategorikan sebagai produk cacat, maka kriteria-kriteria tentang kegagalan atau kecacatan itu harus didefenisikan terlebih dahulu. Dalam terminologi Six Sigma, kriteria karakteristik kualitas yang mengakibatkan kecacatan disebut CTQ Critical To Quality . Adapun CTQ Critical To Quality potensial yang terdapat pada produk tangki air dapat dilihat pada Tabel 5.7. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.7. CTQ Potensial Produk Tangki Air No Critical To Quality CTQ Keterangan 1 Bocor Produk yang dihasilkan tidak dapat menampung air dengan sempurna karena adanya pecahan kecilbesar di body produk 2 Sompel Body produk yang tidak rata seperti adanya bagian yang masuk ke dalam karena benturangesekan 3 Bentuk Ulir Tidak Sesuai Produk tangki air yang memiliki ulir yang tidak merata karena pada proses pencetakan tidak dilakukan penjagaan yang baik 5.3.2. Measure Tahap Pengukuran 5.3.2.1.Perhitungan Nilai DPMO dan Nilai σ Sigma DPMO Defect Per Million Opportunity adalah ukuran kegagalan dalam six sigma yang menunjukkan kegagalan persejuta kesempatan. Nilai DPMO produk tangki air yang sompel untuk periode Mei 2015 diperoleh dengan menggunakan persamaan yaitu: = 39 : 1250 x 3 x 1.000.000 = 10.400 Nilai sigma σ merupakan ukuran dari kinerja perusahaan yang menggambarkan kemampuan dalam menghasilkan produk bebas caca t. Nilai σ untuk periode Mei 2015 diperoleh dengan menggunakan persamaan yaitu: = Normsinv 1.000.000 – 10.400 1.000.000 + 1,5 = Normsinv 2,4896 = 3.81 Untuk nilai DPMO dan σ selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.8. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.8. Nilai DPMO dan σ Produk Tangki Air Jenis Cacat Produksi pcs Cacat pcs Jumlah CTQ DPMO Nilai σ Bocor 1250 39 3 10400 3.811595 Sompel 1250 67 3 17866.667 3.599949 Bentuk ulir tidak sesuai 1250 27 3 7200 3.947127 5.3.2.2.Uji Kenormalan Data dengan Metode Kolmogorov-Smirnov Test Untuk mengetahui kemampuan dari suatu proses, harus terlebih dahulu dipenuhi syarat kenormalan dan kestabilan data data berada dalam kendali – in control . Untuk itu perlu dilakukan pengujian kenormalan terhadap data hasil pengamatan dan menentukan batas kendali data. Adapun pengujian kenormalan data untuk total kecacatan per satu kali pengujian kualitas adalah dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test dimana data total kecacatannya dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9. Perhitungan Proportion Nonconforming Number Number Inspected pcs Number Nonconfirming pcs 1 54 6 2 60 3 3 59 6 4 60 5 5 50 7 6 30 5 7 45 7 8 55 9 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.9. Perhitungan Proportion Nonconforming Lanjutan Number Number Inspected pcs Number Nonconfirming pcs 9 60 8 10 45 6 11 40 6 12 65 6 13 64 6 14 50 5 15 60 6 16 40 5 17 45 5 18 50 4 19 75 9 20 79 4 21 60 5 22 59 4 23 45 6 Jumlah 1250 133 Adapun langkah-langkah uji kenormalan data dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test yaitu: 1. Data pengamatan diurutkan mulai dari pengamatan dengan nilai terkecil sampai nilai terbesar. 2. Dari nilai pengamatan tersebut lalu disusun distribusi frekuensi kumulatif relatif, notasikan dengan Fa X, dapat dihitung menggunakan rumus berikut: data total data nomor X Fa  3. Dihitung nilai Z dengan menggunakan rumus berikut ini:     X Z 4. Dihitung nilai distribusi frekuensi kumulatif teoritis, yaitu berdasarkan area kurva normal, dinotasikan dengan Fe X. Dengan interpolasi nilai peluang Universitas Sumatera Utara dari Z yang digunakan. Atau dengan menggunakan rumus dari aplikasi Microsoft Excel dengan format berikut. = NORMSDIST z 5. Dihitung selisih antara Fa X dengan Fe X. 6. Diambil selisih maksimum dan notasikan dengan D D = Max Fa X – Fe X 7. Bandingkan antara nilai D hitung tersebut dengan nilai D yang didapatkan dari tabel nilai D untuk uji Kolmogorov – Smirnov untuk sampel tunggal dengan  yang telah ditentukan. 8. Tentukan wilayah penerimaan untuk pengambilan keputusannya : Ho : Data tersebut Berdistribusi Normal H1: Data Tersebut Berdistribusi Tidak Normal Jika D  D  , maka H o diterima Jika D D  , maka H o ditolak Dari langkah-langkah diatas, maka uji Kolmogorov-Smirnov untuk tangki air adalah dengan langkah-langkah berikut: 1. Data dari hasil pengamatan tangki air diurutkan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai nilai pengamatan terbesar. Setelah itu, data tersebut diberi nomor 1-23 2. Dari nomor yang diberikan untuk masing-masing data, dihitung nilai FaX dari masing-masing data tersebut. Contohnya perhitungan untuk data pertama, dengan diketahui jumlah data seluruhnya 23. maka perhitungan FaX-nya seperti berikut. Universitas Sumatera Utara data total data nomor X Fa  23 1  X Fa = 0.04347 3. Hitung nilai Z. Diketahui: X = 54.347, X = 54, dan σ = 11.141, maka: -0.031 11.141 347 . 4 5 54       X X Z 4. Dari nilai Z yang didapat, cari nilai FeX dengan menggunakan rumus Microsoft Excel seperti berikut. = NORMSDIST -0.031 Dari nilai Z = -0.031, maka hasil nilai yang kita mendapati Z ,-0.031 = 0.4875. Nilai tersebut dinotasikan sebagai FeX. 5. Dihitung selisih nilai FaX dengan FeX dengan tanda mutlak. FaX = 0.04347, FeX =0.4875 maka: D = |FaX – FeX| = | 0.4782 –0.4878 | = 0.0096 6. Diambil nilai D yang terbesar. Hasil perhitungan nilai Fa X, Z, Fex, dan D dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.10. Uji Kolmogorov-Smirnov Number Number Inspected pcs x Number Nonconfirming pcs Fa x Z Fe x D 1 30 5 0,0435 -2,1372 0,0163 0,0272 2 40 5 0,0870 -1,2594 0,1039 0,0170 3 40 6 0,1304 -1,2594 0,1039 0,0265 4 45 5 0,1739 -0,8205 0,2060 0,0320 5 45 6 0,2174 -0,8205 0,2060 0,0114 6 45 6 0,2609 -0,8205 0,2060 0,0549 7 45 7 0,3043 -0,8205 0,2060 0,0984 8 50 4 0,3478 -0,3816 0,3514 0,0035 9 50 5 0,3913 -0,3816 0,3514 0,0399 10 50 7 0,4348 -0,3816 0,3514 0,0834 11 54 6 0,4783 -0,0305 0,4878 0,0096 12 55 9 0,5217 0,0572 0,5228 0,0011 13 59 4 0,5652 0,4084 0,6585 0,0933 14 59 6 0,6087 0,4084 0,6585 0,0498 15 60 3 0,6522 0,4961 0,6901 0,0379 16 60 5 0,6957 0,4961 0,6901 0,0055 17 60 5 0,7391 0,4961 0,6901 0,0490 18 60 6 0,7826 0,4961 0,6901 0,0925 19 60 8 0,8261 0,4961 0,6901 0,1360 20 64 6 0,8696 0,8473 0,8016 0,0680 21 65 6 0,9130 0,9350 0,8251 0,0879 22 75 9 0,9565 1,8128 0,9651 0,0085 23 79 4 1,0000 2,1639 0,9848 0,0152 Jumlah 1250 Dmaks = 0.136 Dari Tabel diatas dilihat D maksimum adalah pada data ke-19 yaitu sebesar 0.136. Langkah pengujian hipotesanya : 1. H0 : Data tersebut Berdistribusi Normal H1 : Data tersebut Tidak Berdistribusi Normal 2. Level of Significant α = 0,05 3. Wilayah Kritis, D ≤ D α , dimana D α n : 23 = 0.275 4. Selisih maksimum Dmax = 0,136 Universitas Sumatera Utara 5. D tabel : D23 = 0,275 Dmaksimum ≤ Dα 6. Keputusan : H0 diterima, karena D 0,136 D α 0,275. Hal ini berarti data kecacatan pada periode bulan Mei 2015 berdistribusi normal. Adapun gambar grafik pengolahan uji kenormalan data dapat dilihat pada Gambar. 5.6. 72 60 48 36 7 6 5 4 3 2 1 C1 Fr e q u e n c y Mean 54.35 StDev 11.39 N 23 Histogram of C1 Normal Gambar 5.6. Grafik Uji Kenormalan Data

5.3.2.3. Penentuan Batas Kontrol Batas Kendali

Batas kendali adalah suatu alat statistik yang dapat digunakan untuk mempertahankan variasi-variasi di dalam kualitas keluaran yang disebabkan karena ketidaksesuaian spesifikasi yang diinginkan. Penentuan batas kendali merupakan sebagai syarat dalam perhitungan process capability. Dalam penentuan batas kontrol batas kendali yang digunakan adalah peta np, dimana peta np adalah alat statistik yang digunakan untuk mengevaluasi jumlah kerusakan kecacatan, atau menghitung item yang tidak sesuai, yang dihasilkan oleh sebuah Universitas Sumatera Utara proses. Penggunaan peta np dikarenakan jumlah sampel yang diamati pada setiap pengamatan tetap. Adapun Perhitungan nilai np dapat dilihat pada Tabel 5.11. Tabel 5.11. Perhitungan Nilai np Nomor Jumlah Sampel n Jumlah Kecacatan np Proporsi Jumlah Kecacatanp 1 54 6 0.1111 2 60 3 0.0500 3 59 6 0.1017 4 60 5 0.0833 5 50 7 0.1400 6 30 5 0.1667 7 45 7 0.1556 8 55 9 0.1636 9 60 8 0.1333 10 45 6 0.1333 11 40 6 0.1500 12 65 6 0.0923 13 64 6 0.0938 14 50 5 0.1000 15 60 6 0.1000 16 40 5 0.1250 17 45 5 0.1111 18 50 4 0.0800 19 75 9 0.1200 20 79 4 0.0506 21 60 5 0.0833 22 59 4 0.0678 23 45 6 0.1333 Jumlah 1250 133 Bedasarkan data yang ada, didapat nilai mean p CL sebagai berikut: 1046 , 1250 133      n np p Batas kelas Atas UCL dan Batas Kelas Bawah LCL dapat dihitung seperti dibawah ini : Universitas Sumatera Utara n p 1 p 3 p UCL    n p 1 p 3 p LCL    Perhitungan UCL adalah sebagai berikut :   2960 , 23 1046 , 1 1046 , 3 1046 , 1 3 1 1 1        UCL UCL n p p p UCL Perhitungan LCL adalah sebagai berikut:   0868 , 23 1046 , 1 1046 , 3 1046 , 1 3 1 1 1          LCL LCL n p p p LCL Nilai pada LCL yang minus dibuat menjadi 0 karena tidak ada kecacatan per produk unit yang minus jumlahnya. Minimal jumlah kecacatan per unit adalah 0 sehingga angka minus diganti dengan 0. Perhitungan peta p dapat dilihat pada Tabel 5.12. Tabel 5.12. Perhitungan Peta p No Jumlah Produksi Jumlah Kecacatan P CL UCL LCL 1 54 6 0.1111 0.1046 0.2960 2 60 3 0.0500 0.1046 0.2960 3 59 6 0.1017 0.1046 0.2960 4 60 5 0.0833 0.1046 0.2960 5 50 7 0.1400 0.1046 0.2960 6 30 5 0.1667 0.1046 0.2960 7 45 7 0.1556 0.1046 0.2960 8 55 9 0.1636 0.1046 0.2960 9 60 8 0.1333 0.1046 0.2960 10 45 6 0.1333 0.1046 0.2960 11 40 6 0.1500 0.1046 0.2960 Universitas Sumatera Utara 12 65 6 0.0923 0.1046 0.2960 13 64 6 0.0938 0.1046 0.2960 14 50 5 0.1000 0.1046 0.2960 15 60 6 0.1000 0.1046 0.2960 16 40 5 0.1250 0.1046 0.2960 17 45 5 0.1111 0.1046 0.2960 18 50 4 0.0800 0.1046 0.2960 19 75 9 0.1200 0.1046 0.2960 20 79 4 0.0506 0.1046 0.2960 21 60 5 0.0833 0.1046 0.2960 22 59 4 0.0678 0.1046 0.2960 23 45 6 0.1333 0.1046 0.2960 Dari semua data yang diperoleh diatas maka dapat digambarkan peta kontrol p untuk proportion nonconforming data pemeriksaan produk cacat dapat dilihat pada Gambar 5.7 sebagai berikut : Gambar 5.7. Peta Kontrol Dari Gambar 5.7 dapat dilihat bahwa semua data yang diperoleh dalam pengolahan data masih di dalam batas LCL dan UCL, sehingga tidak perlu dilakukan revisi. 0,0000 0,0500 0,1000 0,1500 0,2000 0,2500 0,3000 0,3500 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 Proporsi Jumlah Kecacatan Terbesar p cl ucl lcl Universitas Sumatera Utara 5.3.3. Analyze Tahap Analisis Langkah ketiga dalam program peningkatan kualitas metode Six Sigma adalah analisis. Tahap analisis merupakan fase mencari dan menentukan akar permasalahan. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data yang telah diperoleh. Analisis data ini perlu dilakukan untuk mengetahui sumber-sumber dan akar penyebab terjadinya penyimpangan terhadap spesifikasi produk yang ada, yang mana penyimpangan spesifikasi produk yang terjadi akan berdampak terhadap kualitas produk tangki ar yang sudah diproduksi. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya cacat dominan pada produk tangki air berdasarkan Diagram pareto, kemudian dianalisis menggunakan Cause and Effect Diagram, Tabel Five Why dan Failure Mode Effect Analysis FMEA. 5.3.3.1. Analisis Critical To Quality CTQ Potensial dengan Diagram Pareto Diagram Pareto adalah teknik grafis sederhana yang menggambarkan relativitas dari tingkat-tingkat penting atau tidaknya berbagai permasalahan yang membedakan antara ‟ vital few ‟ dan ‟ trivial many ‟, yang terfokus pada isu-isu pengembangan dan peningkatan kualitas maksimal beserta relevansinya. Prosedur penentuan prioritas dalam diagram Pareto yaitu: 1. Pemilihan konsistensi yang akan di ranking dan diukur misalnya frekuensi,biaya dan lain-lain 2. Menyusun daftar-daftar elemen dari kiri ke kanan di atas aksis garis horizontal sebagai ukuran order Universitas Sumatera Utara 3. Mengatur kesesuaian skala vertikal pada bagian kiri dan di atas klasifikasinya 4. Mengatur skala 0 - 100 dibagian kana dan menarik garis tegas yang lebih tinggi, dan menggesernya pada posisi diatas basis yang ditarik dari ke kanan. Untuk mengetahui jenis kecacatan yang dominan dengan menggunakan Diagram Pareto yang dapat dilihat pada Gambar 5.8. jumlah reject 67 39 27 Percent 50.4 29.3 20.3 Cum 50.4 79.7 100.0 jenis reject bentuk tidak sesuai bocor sompel 140 120 100 80 60 40 20 100 80 60 40 20 ju m la h r e je ct P e rc e n t Pareto Chart of jenis reject Gambar 5.8. Diagram Pareto Kecacatan Produk Berdasarkan Gambar 5.9 dan dengan menggunakan prinsip aturan 70-30 dapat dilihat bahwa terdapat satu jenis kecacatan yang memiliki persentase kesalahan kumulatif di bawah 70 yaitu sompel. Hasil diagram Pareto menunjukkan bahwa jenis kecacatan yang harus dianalisis lebih lanjut penyebab terjadinya permasalahan adalah sompel.

5.3.3.2. Tabel

Five Why Tabel five why merupakan suatu diagram yang digunakan untuk mengungkapkan akar dari permasalahan agar dapat diperbaiki dengan tepat dengan membuat pertanyaan mengapa ketika suatu ketidaksesuaian terjadi pada Universitas Sumatera Utara proses produksi. Tabel five why untuk kecacatan atribut dan variabel dari tahap inspeksi yaitu : Tabel 5.13. Tabel Five Why untuk Kecacatan Jenis Sompel Masalah Why Why Why Why Why Produk Sompel Bahan tidak padat Bahan tidak sesuai Tidak adanya pengecekan Tidak adanya prosedur kerja baku Kurangnya pengawasan Mesin yang tidak bekerja dengan baik Umur mesin yang sudah tua Kurang maintenance Tidak adanya jadwal perawatan yang rutin Tidak ada SOP Operator sembrono dalam melakukan pekerjannya Operator ingin cepat selesai Operator kurang memiliki skill Operator kurang berpengalaman Kurangnya pelatihan Tabel 5.14. Tabel Five Why untuk Kecacatan Jenis Bocor Masalah Why Why Why Why Why Produk Bocor Bahan baku mudah korosi pada bagian las Bahan baku kurang padat Bahan baku bukan merk terbaik Ingin menekan cost biaya Ingin mendapatkan keuntungan Mesin kurang akurat dalam proses pengelasan Operator kurang baik menempatkan bahan baku Operator kurang ahli Operator minim akan pengalaman Tidak adanya pelatihan Mesin yang bekerja kurang maksimal Kurangnya perawatan terhadap mesin Tidak adanya jadwal maintenance Banyak kegiatan yang dilakukan secara manual Ingin menekan cost biaya Tabel 5.15. Tabel Five Why untuk Kecacatan Bentuk Ulir Tidak Sesuai Universitas Sumatera Utara Masalah Why Why Why Why Why Produk Bentuk Ulir Tidak Sesuai Ukuran yang tidak simetris Pemotongan yang kurang baik Bahan baku yang sama untuk setiap ukuran Tidak adanya prosedur kerja baku Kurangnya pengawasan Proses perakitan yang kurang baik Pemindahan produk secara manual digulingkan Tidak adanya SOP Tidak tersedianya mesin untuk memindahkan bahan Kurangnya ruang produksi Mesin yang tidak beroperasi dengan baik Banyaknya produksi Umur mesin yang sudah tua Kurang perawatan Tidak ada jadwal yang baik untuk maintenance Tabel 5.16. Defenisi Faktor Utama Penyebab Kecacatan Kategori Faktor Utama Keterangan Man Hal-hal yang berkaitan dengan kondisi operator Machine Hal-hal yang berkitan dengan kondisi mesin Material Hal-hal yang berkaitan dengan bahan dasar, bahan penolong, dan bahan tambahan untuk proses produksi Method Hal-hal yang berkaitan dengan prosedur kerja

5.3.3.3. Analisis

Cause Effect Diagram Diagram sebab-akibat Cause-Effect Diagram dikenal dengan istilah diagram tulang ikan fishbone diagram . Diagram ini berguna untuk menganalisis dan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas produk berdasarkan kategori rasional. Disamping itu juga berguna untuk mencari penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah. Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam membuat Cause and Effect Diagram yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Penggambaran panah dengan kotak di ujung kanan dan penentuan masalah yang hendak diperbaiki. Diusahakan terdapat tolak ukur yang jelas dari permasalahan tersebut sehingga perbandingan sebelum dan sesudah perbaikan dapat dilakukan. Masalah yang hendak diperbaiki yaitu sompel, bocor, dan bentuk tak sesuai. 2. Penentuan faktor-faktor penyebab utama yang diperkirakan menjadi sumber terjadinya penyimpangan. Penggambaran dengan anak panah cabang-cabang yang menunjukkan faktor-faktor penyebab ini mengarah pada panah utama yang telah digambarkan sebelumnya. Penentuan faktor penyebab utama dilakukan berdasarkan kategori sumber daya produksi yang digunakan, yaitu mesin, material, metode, dan operator. 3. Pencarian lebih lanjut faktor-faktor yang lebih terperinci yang secara nyata berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor-faktor penyebab utama tersebut dengan menggambarkan anak panah yang lebih kecil yang mengarah pada panah faktor penyebab utama. 4. Pengeperiksaan apakah semua item yang berkaitan dengan karakteristik kualitas output telah benar-benar dicantumkan dalam diagram. Bila semuanya telah tercantum dan hubungan sebab akibat telah digambarkan dengan tepat, maka diagram Cause and Effect Diagram yang dibuat telah lengkap. Diagram sebab akibat untuk jenis kecacatan atribut dan variabel dapat disusun berdasarkan hasil diagram pareto sebelumnya dan analisis yang dilakukan adalah meliputi analisis manusia, mesinperalatan, metode kerja, dan bahan baku. Diagram sebab akibat untuk tangki air yang cacat sompel dapat dilihat pada Gambar 5.9. Universitas Sumatera Utara SOMPEL MATERIAL MANUSIA METODE MESIN Kurangnya skill yang Dimiliki operator Operator ingin cepat selesai Kurang pengawasan Kurangnya attitude yang Dimiliki operator Minimnya pengetahuan yang Dimiliki operator Bahan Kurang Padat Kondisi bahan yang bentuknya Tidak bulat sempurna Proses penmbulatan Kurang baik Mesin Tidak Konstan Mesin sering rusak Proses pemindahan produk secara manual Tidak ada jadwal perawatan Gambar 5.9. Fish Bone Diagram Sompel Dapat dilihat pada Gambar 5.9. bahwa sebab akibat yang terjadi dikarenakan cacat ukuran produk yang terbagi atas, yaitu: Sebab: Material, manusia, mesin, dan metode. Akibat : Produk Sompel Sebab-sebab dan akibat-akibat yang terjadi pada diagram sebab akibat adalah : 1. Material Terdapat tiga buah faktor yang dapat menimbulkan cacat produk pada tangki air yang diproduksi, yaitu karena bahan kurang padat, kondisi bahan yang bentuknya tidak sempurna karena proses pembulatan yang tidak baik. 2. Manusia Dari faktor manusia juga terdapat beberapa penyebab terjadinya cacat pada tangki air, antara lain karena operator kurang memiliki skill karena minimnya pengetahuan, tidak adanya pengendalian attitude untuk operator karena kurangnya pengawasan dan minimnya pengalaman kerja. Universitas Sumatera Utara 3. Mesin Dari faktor mesin biasanya yang dapat menyebabkan timbulnya cacat pada produk tangki air adalah karena mesin yang digunakan terkadang rusak dan harus dengan manual untuk mengeluarkan bahan dari dalam mesin dan mesin yang tidak konstan karena banyaknya produksi sehingga mesin tidak bisa bekerja dengan baik. 4. Metode Metode yang salah dapat juga menyebabkan terjadinya cacat pada produksi tangki air, selain kurangnya perhatian terhadap jadwal perawatan atau pengecekan dan pada proses pemindahan dari satu stasiun ke stasiun lain dengan manualdigulingkan. Diagram sebab akibat untuk tangki air yang cacat bocor dapat dilihat pada Gambar 5.10. BOCOR MATERIAL MANUSIA METODE MESIN Kurangnya attitude operator Minimnya skill yang dimiliki operator Kecerobohan Operator Operator kurang hati-hati meletakkan produk ke mesin Kurang pengawasan Mudah korosi Pada bagian las Kualitas Bahan Baku Kurang Bagus Bahan baku yang dipilih bukan merek terbaik Mata pisau mesin rusak Mesin sering rusak Tidak ada SOP Tidak ada jadwal perawatan Gambar 5.10. Fish Bone Diagram Bocor Universitas Sumatera Utara Dapat dilihat pada Gambar 5.10. bahwa sebab akibat yang terjadi dikarenakan cacat ukuran produk yang terbagi atas, yaitu: Sebab: Material, manusia, mesin, dan metode. Akibat : Produk Bocor Sebab-sebab dan akibat-akibat yang terjadi pada diagram sebab akibat adalah : 1. Material Terdapat tiga buah faktor yang dapat menimbulkan cacat produk pada tangki air yang diproduksi, yaitu karena bahan baku yang dipilih bukan merek terbaik sehingga kualitas bahan baku kurang bagus dan bahan kurang padat sehingga mudah patah. Mudah korosi pada bagian lassambungan. 2. Manusia Dari faktor manusia juga terdapat beberapa penyebab terjadinya cacat pada tangki air, antara lain karena operator mengalami kelelahan sehingga terjadi ketidakcermatan saat melakukan proses produksi, kurangnya attitude dari operator karena minimnya pengawasan yang menyebabkan operator sesuka hati dalam melakukan operatorannya, dan kurangnya skill atau kemampuan dari si operator itu sendiri, kurang telitinya operator dalam melaksanakan pengukuran dan pemotongan sehingga ukuran tidak sesuai spesifikasi yang diminta. 3. Mesin Dari faktor mesin biasanya yang dapat menyebabkan timbulnya cacat pada produk tangki air adalah karena mesin yang digunakan terkadang rusak dan harus dengan manual untuk mengeluarkan bahan dari dalam mesin dan mata mesin yang rusak menimbulkan keidakakuratan dalam proses pengelasan. Universitas Sumatera Utara 4. Metode Metode yang salah dapat juga menyebabkan terjadinya cacat pada produksi tangki air, karena tidak adanya SOP dan tidak adanya jadwal perawatan untuk setiap mesin. Diagram sebab akibat untuk tangki air yang cacat karena bentuk ulir tidak sesuai dapat dilihat pada Gambar 5.11. BENTUK TAK SESUAI MATERIAL MANUSIA METODE MESIN Ketidakcermatan Operator Kurang skill Kurangnya pengetahuan Minimnya pengalaman Operator mengalami kelelahan Tidak tahan terhadap bahan kimia Ukuran bahan dasar sama Pemotongan yang tidak simetris Kondisi mesin mati Mesin sering rusak Pemindahan produk Dari satu proses meuju Proses lain secara manual Tidak adanya SOP Gambar 5.11. Fish Bone Diagram Bentuk Ulir Tidak Sesuai Dapat dilihat pada Gambar 5.11. bahwa sebab akibat yang terjadi dikarenakan cacat ukuran produk yang terbagi atas, yaitu: Sebab: Material, manusia, mesin, dan Metode. Akibat : Produk Memiliki Bentuk Ulir Tidak Sesuai Sebab-sebab dan akibat-akibat yang terjadi pada diagram sebab akibat adalah : 1. Material Terdapat tiga buah faktor yang dapat menimbulkan cacat produk pada tangki air yang diproduksi, yaitu karena bahan baku yang dipilih memiliki ukuran yang sama untuk semua jenis ukuran tangki air sehingga pemotongan terkadang tidak merata. Universitas Sumatera Utara 2. Manusia Dari faktor manusia juga terdapat beberapa penyebab terjadinya cacat pada tangki air, antara lain karena operator mengalami kelelahan sehingga terjadi ketidakcermatan saat melakukan proses produksi, kurangnya pengetahuan operator karena minimnya pengalaman, dan kurangnya skill atau kemampuan dari si operator itu sendiri, kurang telitinya operator dalam melaksanakan pengukuran dan pemotongan sehingga ukuran tidak sesuai spesifikasi yang diminta. 3. Mesin Dari faktor mesin biasanya yang dapat menyebabkan timbulnya cacat pada produk tangki air adalah karena mesin yang digunakan terkadang rusak dan harus dengan manual untuk mengeluarkan bahan dari dalam mesin dan mesin yang tidak konstan karena banyaknya produksi sehingga mesin tidak bisa bekerja dengan baik. 4. Metode Metode yang salah dapat juga menyebabkan terjadinya cacat pada produksi tangki air, selain pemindahan produk dari satu stasiun ke stasiun kerja lain dengan manualdigulingkan, tidak adanya SOP yang berlaku juga mempengaruhi terbentuknya bentuk yang tidak sesuai.

5.3.3.4. Analisis Kesamaan Penyebab Terjadinya Cacat Produk

Dari uraian Cause Effect Diagram diatas, Digram SIPOC SuppliersInputs- Process-Outputs-Customer dan Operation Process Chart OPC sebelumnya dapat dilihat sumber penyebab terjadinya jenis cacat dominan pada tangki air. Faktor metode, manusia, merupakan penyebab yang umum untuk semua jenis kecacatan yang ada. Sedangkan faktor mesin dan material merupakan penyebab Universitas Sumatera Utara kecacatan bersifat khusus, dimana setiap jenis kecacatan biasanya disebabkan oleh kesalahan mesin dan material yang berbeda. Jadi dengan mengendalikan semua faktor penyebab terjadinya ketiga jenis cacat dominan, secara tidak langsung terdapat kemungkinan mengurangi terjadinya jenis cacat yang lain karena kesamaan faktor penyebabnya. 5.3.4. Improve Tahap Perbaikan 5.3.4.1.Menetapkan Sasaran dan Alternatif untuk Perbaikan Improve tahap perbaikan merupakan tahapan keempat dalam perbaikan kualitas metode Six sigma. Pada tahapan perbaikan ini diterapkan suatu rencana tindakan peningkatan kualitas Six sigma, melalui perbaikan terhadap sumber-sumber penyebab terjadinya produk cacat yang disebabkan oleh sompel, bocor, dan bentuk tidak sesuai. Rencana perbaikan dilakukan terhadap segala sumber yang berpotensi untuk menciptakan produk cacat berdasarkan hasil analisis cause and effect diagram. 5.3.4.1.1.Faktor Mesin Faktor mesin merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap produk cacat. Untuk itu perlu dilakukan banyak perbaikan terhadap kondisi mesin dan peralatan produksi sehingga potensi produk cacat dapat dicegah yaitu: 1. Lakukan pengeperiksaan dan penggantian mata pisau mesin mesin automatic stand winding machine sesuai dengan jadwal maintenance . Perhatikan jika mata pisau masih lebar, cukup digerinda sampai permukaan ujungnya tajam Universitas Sumatera Utara kembali. Namun jika tidak memungkinkan untuk digerinda, segera lakukan penggantian mata pisau dengan yang baru. 2. Periksa kondisi mata pisau tank stand cutting punching machine secara rutin setiap saat, apabila kondisi mata pisau tumpul atau patah, maka segera lakukan penggantian mata pisau dengan yang baru. 3. Lakukan pemeriksaan terhadap kelancaran putaran mesin secara rutin setiap saat pada mesin tank stand cutting punching machine , karena berpotensi produk tidak dapat berbentuk body tangki. Jika terjadi macat, setting sesuai dengan kondisi input mesin 4. Periksa kelancaran putaran brush warna pada mesin Slurry Applicator secara rutin, jika putaran macat, setting sesuai dengan kondisi ideal mesin. 5. Periksa kondisi fisik automatic air pressure multiple convex line roller agar body tangki kokoh. 6. Periksa gerinda tangan pada kedua ujung sisi sambungan pengelasan agar bagian pengelasan tersebut menyatu dan tidak membentuk lapisan karena dapat menyebabkan kebocoran. 7. Amati automatic air pressure horizontal rolling welder for top bottom cover agar dapat menyatukan bagian-bagian tangki air. 8. Mesin top cover handle spot welder dieratkan agar dpr mengeratkan bagian- bagian tangki air.

5.3.4.1.2. Faktor Material

Adapun dari segi material memiliki beberapa kelemahan antara lain daya tahan terhadap cairan kimia terbatas, mudah korosikaratan pada bagian lassmbungan, Universitas Sumatera Utara hanya untuk penyimpanan air bersihPAM, dan air tanah dapat menyebabkan karat. Oleh sebab itu sebaiknya pihak perusahaan mencoba mengganti bahan baku stainless steel 304 dengan jenis yang lebih baik.

5.3.4.1.3. Faktor Metode

Terdapat beberapa hal yang dinilai mem memberikan kontribusi terhadap kecacatan produk. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan terhadap metode yang digunakan sehingga potensi produk cacat dapat dicegah yaitu lakukan pemeriksaan kondisi mesin pada saat pemasangan dan penguncian mata pisau sesuai dengan metode yang ditetapkan oleh perusahaan. Jika putaran mata pisau tidak seimbang, berarti mata pisau masih dalam keadaan longgar dan segera lakukan penguncian kembali. Selain itu, kurangnya perhatian terhadap jadwal perawatan atau pengecekan dan tidak adanya SOP Standard Operating Procedure sehingga tidak ada aturan yang baku terhadap operator yang menyebabkan operator kurang disiplin.

5.3.4.1.4. Faktor Manusia

Faktor manusia mempunyai pengaruh terhadap kecacatan produk. Kinerja karyawan yang kurang maksimal akan berpengaruh pada penanganan proses produksi untuk menciptakan produk tangki air dengan kualitas terbaik. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan terhadap operator, sehingga potensi produk cacat dapat dicegah yaitu: 1. Periksa posisi plat stainless steel yang mau direkatkan dengn mesin agar seimbang. Jika tidak seimbang, perbaiki kembali posisi cetakan. Universitas Sumatera Utara 2. Periksa posisi cetakan. Jika tidak seimbang, perbaiki kembali posisi cetakan sebelum masuk ke mesin untuk direkatkan dengan mata las. Selain itu, operator mengalami kelelahan sehingga terjadi ketidakcermatan saat melakukan proses produksi, kecrobohan operator dalam menggunakan mesin sehingga bahan tidak diletakkan dengan baik dalam mesin, dan kurangnya skill atau kemampuan dari si pekerja itu sendiri, kurang telitinya pekerja dalam melaksanakan pengukuran dan pemotongan sehingga ukuran tidak sesuai spesifikasi yang diminta. 5.3.5. Control Tahap Pengendalian Pendokumenetasian dan penyebarluasan tindakan perbaikan adalah Control tahap pengendalian merupakan tahapan akhir dari perbaikan kualitas dengan metode Six sigma, tetapi juga merupakan sebuah langkah awal dari perbaikan terus menerus dan integrasi system Six sigma. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pembakuan, pendokumentasian dan penyebarluasan dari tindakan perbaikan supaya kegagalan yang pernah terjadi tidak terulang kembali. Adapun Control tahapan pengendalian sebagai proyek six sigma yang menekankan terhadap pembakuan, pendokumentasian dan penyebarluasan tindakan yang telah dilakukan yaitu: 1. Periksa mata las 2. Periksa pemasangan dan penguncian plat Stainless Steel 3. Periksa peletakan plat pada mesin sebelum proses pengeratan plat 4. Periksa kondisi mata las mesin apakah tumpul patah 5. Periksa kondisi mesin sebelum proses pencetakan Universitas Sumatera Utara 6. Periksa posisi cetakan pada saat penyatian top, bottom, dan kuping 7. Periksa putaran mesin warna secara kontinu 8. Periksa kondisi dudukan mesin untuk produk agar tidak terkait

5.4. Estimasi Hasil Peningkatan Kualitas

Hasil peningkatan kualitas produk diestimasi dengan mereduksi 10 sampai 90 dari masing-masing jenis kecacatan produk pada tiap tahap inspeksi. Hasil estimasi pengurangan jumlah cacat, nilai DPMO dan level sigma sebelum dan setelah diestimasikan pada tahap inspeksi dapat dilihat pada Tabel 5.17. Tabel 5.17. Hasil Estimasi Peningkatan Kualitas Tahap Inspeksi No Jenis Kecacatan Total Kecacatan unit 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 Sompel 39 35 31 27 23 19 16 12 8 4 2 Bocor 67 60 54 47 40 34 27 20 13 7 3 Bentuk ulir tidak sesuai 27 24 22 19 16 14 11 8 5 3 Total Kecacatan unit 133 119 107 93 79 67 54 40 26 14 DPMO 10400 9360 8267 7200 6133 5067 4267 3200 2133 1067 Level Sigma 2.75

2.81 2.87 2.94