Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi atau bunyi ujar. Sebagai lambang tentu ada yang dilambangkan. Maka, yang dilambangkan adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu Abdul Chaer, 1995:3. Karena lambang- lambang itu mengacu pada sesuatu konsep, ide, atau pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Lambang-lambang bunyi bahasa yang bermakna itu di dalam bahasa berupa satuan-satuan bahasa yang berwujud morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Semua satuan tersebut mempunyai makna. Chaer 1995:1 menyatakan bahwa sebagai alat komunikasi verbal, bahasa merupakan suatu lambang bunyi yang bersifat arbitrer manasuka. Maksudnya tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang menandai yang berwujud kata atau leksem dengan benda atau konsep yang ditandai, yaitu referen dari kata atau leksem tersebut. Karena kearbitreran sifat manasuka lambang bahasa tersebut, penelitian mengenai makna agak ditelantarkan bila dibandingkan dengan bidang linguistik lainnya. Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia Sutedi, 2003:2. Sehingga Universitas Sumatera Utara perkembangan yang terjadi dalam aspek-aspek kehidupan manusia mempengaruhi perkembangan suatu bahasa. Dengan demikian, fungsi bahasa adalah media untuk menyampaikan makna kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis serta media dalam perkembangan berbagai aspek kehidupan manusia. Bahasa di dunia ini sangat beragam. Hal itu dikarenakan anggota penutur bahasa sehingga kita banyak mengenal bahasa asing selain bahasa ibu. Dalam mempelajari suatu bahasa, diperlukan pemahaman tentang aturan atau kaidah- kaidah yang terdapat pada bahasa itu. Hal itu dilakukan untuk menghasilkan suatu bahasa yang komunikatif. Akhir-akhir ini bahasa Jepang banyak dipelajari oleh masyarakat dunia. Hal itu sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi bangsa Jepang yang bisa dikatakan terdepan di Asia. Oleh karena itu banyak masyarakat dunia yang tertarik untuk mempelajari bahasa Jepang sebagai bahasa asing dan bahasa pergaulan dalam berbagai situasi dan kesempatan. Bahasa Jepang sangat beragam berdasarkan faktor-faktor sosial dan kebudayaan yang melatarbelakanginya. Selain ragam standar hyoojungo, didalam bahasa Jepang terdapat juga berbagai macam dialek hoogen, baik dialek regional, dialek sosial, maupun dialek temporal. Di dalam dialek regional bahasa Jepang terdapat bahasa yang berbeda- beda berdasarkan letak geografis penuturnya. Berdasarkan fungsinya, bahasa dapat dikaji secara internal dan secara eksternal. Yang dimaksud kajian secara internal adalah pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, struktur fonologis, morfologis, Universitas Sumatera Utara sintaksis, dan semantik. Selanjutnya, kajian ini akan menghasilkan varian-varian bahasa tanpa berkaitan dengan masalah di luar bahasa. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori dan normaprosedur yang telah ada di dalam disiplin linguistik. Semantik imiron merupakan salah satu cabang Linguistik gengogaku yang mengkaji tentang makna. Meskipun agak terlambat dibanding cabang linguistik lainnya, semantik memegang peranan penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain hanya untuk menyampaikan suatu makna. Misalnya seseorang manyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicara dapat memahami apa yang dimaksud karena ia bisa menyerap makna yang disampaikan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap jenis penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak terlepas dari makna. Makna suatu kata biasanya akan berkembang, karena dipengaruhi oleh konteks atau situasi dalam kalimatnya. Makna yang sama namun nuansa yang berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya Chaer, 2003:297. Dua buah kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama, bisa dikatakan sebagai kata yang bersinonim. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan satuan ujaran lainnya Abdul Chaer, 2003:267. Akan tetapi, dalam semantik dua buah ujaran yang bersinonim tidak akan sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai Universitas Sumatera Utara faktor, diantaranya nuansa makna. Misalnya kata komu dan konzatsu, karena ada kemiripan makna maka dikatakan bersinonim. Akan tetapi, meskipun bersinonim, hanya pada konteks tertentu saja, karena tidak ada sinonim yang semuanya sama persis, dalam konteks tertentu pasti akan ditemukan suatu perbedaannya meskipun kecil. Sinonim dalam bahasa Jepang bisa ditemukan tidak hanya pada verba saja, tetapi pada nomina, adjektiva, bahkan pada ungkapan dan partikel pun bisa terjadi. Hal ini banyak sekali ditemukan dalam bahasa Jepang, sehingga menjadi salah satu penyebab sulitnya mempelajari bahasa Jepang. Oleh karena itu, penganalisaan terhadap perbedaan dan persamaan makna sinonim perlu dilakukan. Setelah melihat uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sinonim kata komu, konzatsu, man-in, dan ippai yang memiliki pengertian yang sama, yaitu ’penuh sesak’, tetapi berbeda cara pengggunaannya dalam kalimat. Contoh : 1. 休み明けの銀行は込む。 Yasumiake no ginkoo wa komu. Bank-bank akan penuh sesak setelah liburan. Effective Japanese Usage Dictionary,2001:305 2. 混雑した電車の中で、大声で話すのは迷惑だ。 Konzatsushita densha no naka de, oogoede hanasunowa meiwakuda. Universitas Sumatera Utara Di dalam kereta api yang penuh sesak, bicara dengan keras sangat menggangu. Effective Japanese Dictionary,2001:306 3. Kono densha wa man’in da kara tsugi no ni shiyoo. Karena kereta api ini sudah penuh, mari kita naik yang berikutnya. Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar, 1998:685 4. びんの口までいっぱいに水を入れる。 Bin no kuchi made ippai ni mizu o ireru. Mengisikan air ke dalam botol sampai penuh. Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar, 1988:380 Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa kata-kata tersebut walaupun maknanya sama namun nuansanya berbeda di dalam kalimat. Makna yang sama namun nuansanya berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna Chaer, 2003:297. Relasi adalah hubungan. Makna adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Jadi bisa disimpulkan bahwa relasi makna adalah hubungan dari ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Berdasarkan asal usulnya, kosakata bahasa Jepang dapat dibagi menjadi tiga macam yakni wago, kango, dan gairaigo. Namun selain ketiga macam kosakata tersebut ada sebuah jenis kosakata yang disebut konshugo yaitu kata- kata yang merupakan gabungan dari beberapa kata dari sumber yang berbeda Universitas Sumatera Utara misalnya gabungan wago dengan kango, wago dengan gairaigo, atau kango dengan gairaigo. Klasifikasi kata berdasarkan asal-usulnya seperti ini disebut goshu Iwabuchi dalam Sudjianto,2007:99.

1.2 Perumusan Masalah