Analisis Pemakaian Sinonim Kata Komu, Konzatsu, Man-in, dan Ippai dalam Kalimat Bahasa Jepang

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PEMAKAIAN KATA KOMU, KONZATSU, MAN’IN, DAN IPPAI DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

NIHONGO NO BUNSHOU NI OKERU (KOMU, KONZATSU, MAN’IN,

IPPAI) NO TSUKAIKATA NO BUNSEKI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang ilmu

Sastra Jepang.

Oleh

Nama : Renita Sarah Nim : 080722007

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI S-1 EKSTENSI SASTRA JEPANG

MEDAN 2010


(2)

SKRIPSI

ANALISIS PEMAKAIAN SINONIM KATA KOMU, KONZATSU, MAN’IN, DAN IPPAI DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

NIHONGO NO BUNSHOU NI OKERU (KOMU, KONZATSU, MAN’IN,

IPPAI) NO TSUKAIKATA NO BUNSEKI

Oleh : Renita Sarah

080722007

Pembimbing I Pembimbing II

Adriana Hasibuan, S.S, M.Hum

NIP. 19620727.1987.032005 NIP. 19580704 198412 1 001

Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana

dalam bidang Ilmu Sastra Jepang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI S-1 EKSTENSI SASTRA JEPANG

MEDAN 2010


(3)

Disetujui Oleh:

Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi Sastra Jepang Ekstensi

Ketua Program Studi

NIP. 19580704 198412 1 001 Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D


(4)

PENGESAHAN

Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana sastra dalam bidang ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Pada :

Tanggal :

Hari :

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

NIP. 19511013 197603 1 001 Dr. Syahron Lubis, M.A.

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D ( )


(5)

3. Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum ( )

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat serta salam kepada Rasulullah SAW teladan yang terbaik bagi umat manusia.

Skripsi yang berjudul Analisis Pemakaian Sinonim Kata Komu,

Konzatsu, Man-in, dan Ippai dalam Kalimat Bahasa Jepang ini penulis susun

sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra pada jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kesulitan yang bila direnungkan adalah hal yang wajar dalam upaya meraih sebuah keberhasilan. Selain itu sebagai manusia yang memilki banyak kekurangan, penulis pun tidak luput dari kesalahan-kesalahan.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D., selaku Ketua Program Studi S-1 Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Ibu Adriana Hasibuan, S.S, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing, yang telah


(6)

memberikan pengarahan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

4. Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A., selaku dosen wali.

5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Sastra Jepang Ekstensi dan DIII Bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan pendidikan kepada penulis.

6. Kepada orang tua penulis Bapak Abdurrahman Hasyim dan Ibunda Alm.Rohani Hasyim yang selalu mendoakan penulis agar penulis selalu sehat, selamat dan menjadi manusia yang berguna, memberikan dukungan moral dan material yang tak tehinga sampai penulis menjadi sarjana seperti yang dicita-citakan, penulis tidak mampu membalasnya walau sampai kapanpun juga. 7. Kepada abangda Munzir dak kakanda Heni Yulita yang telah mendukung dan

memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Kepada sahabat karibku Eka, Kiki, Aad, Eva, Lia, dan Tari yang telah mendukung dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini dan menjadi tempat berbagi cerita baik suka maupun duka.

9. Ke-12 sahabatku di Program Studi Sastra Jepang Ekstensi (Kak Ade, Kak Hanum, Eka, Volga, Morina, Juli, Kak Mila, Kak Desi, Kak Melati, Bang Putra, Bang Irwan, dan Angga) dan sahabatku yang lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, selamat berjuang ya sobat mudah-mudahan kita menjadi manusia yang berguna bagi Agama, Orang Tua, Nusa dan Bangsa. Amin.


(7)

10. Akhir kata, semoga skipsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis sendiri dan mereka yang ingin mengetahui tentang sinonim kata dalam bahasa Jepang khususnya kata komu, konzatsu, man’in, dan ippai.

Medan, Juli 2010 Penulis


(8)

Daftar isi

KATAPENGANTAR………...i

DAFTAR ISI………...….. iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah……… ………..1

1.2.Perumusan Masalah………..… 6

1.3.Ruang Lingkup Pembahasan………... 6

1.4.Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori………. 7

1.5.Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 11

1.6.Metode Penelitian………...12

BAB II MAKNA DAN TEORI-TEORI TENTANG PEMAKAIAN KATA KOMU, KONZATSU, MAN’IN, DAN IPPAI 2.1 Pengertian Makna……….……14

2.2 Jenis-Jenis Makna dalam Semantik ……….16

2.3 Relasi Makna………...……...19

2.3.1 Sinonim………19

2.3.2 Antonim………20

2.3.3 Homonim ……….21

2.3.4 Hiponim………22

2.3.5 Polisemi ………...………23

2.3.6 Ambiguitas ………..…………...24


(9)

2.4. Asal usul (Etimologi Kata dan Makna)……….25

2.5. Teori-teori tentang pemakaian kata komu, konzatsu, man’in, dan ippai……….…31

2.6. Pilihan Bahasa………..37

BAB III ANALISIS PEMAKAIAN KATA KOMU, KONZATSU, MAN’IN, DAN IPPAI 3.1. Komu……….…….40

3.2. Konzatsu………...……….42

3.3. Man’in……….………..…….45

3.4. Ippai………...46

3.5 Analisis Pemakaian Kata Komu, Konzatsu, Man’in, dan Ippai…….48

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan………..50

4.2. Saran………51

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK


(10)

Abstrak

ANALISIS PEMAKAIAN SINONIM KATA KOMU, KOZATSU, MAN’IN, DAN IPPAI DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia. Sehingga perkembangan yang terjadi dalam aspek-aspek kehidupan manusia mempengaruhi perkembangan suatu bahasa. Dengan demikian, fungsi bahasa adalah media untuk menyampaikan makna kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis serta media dalam perkembangan berbagai aspek kehidupan manusia.

Semantik (imiron) merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tetang makna. Semantik memegang peranan penting, karea bahasa yag digunakan dalam komunukasi tiada lain hanya untuk menyampaikan suatu makna.

Makna suatu kata biasanya akan berkembang, karena dipengaruhi oleh konteks atau situasi dalam kalimatnya. Makna yang sama namun nuansa yang berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya.

Dua buah kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama, bisa dikatakan sebagai kata yang bersinonim. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Akan tetapi, dalam semantik dua buah ujaran yang bersinonim


(11)

tidak akan sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya nuansa makna. Misalnya kata komu, konzatsu, man’in, dan ippai karena ada kemiripan makna maka dikatakan bersinonim. Akan tetapi, meskipun bersinonim, hanya pada konteks tertentu saja, karena tidak ada sinonim yang semuanya sama persis, dalam konteks tertentu pasti akan ditemukan suatu perbedaannya meskipun kecil.

Sinonim dalam bahasa Jepang bisa ditemukan tidak hanya pada verba saja, tetapi pada nomina, adjektiva, bahkan pada ungkapan dan partikel pun bisa terjadi.

Contoh :

1. 休み明けの銀行は込む。

Yasumiake no ginkoo wa komu.

Bank-bank akan penuh sesak setelah liburan.

2. 混雑した電車の中で、大声で話すのは迷惑だ。

Konzatsushita densha no naka de, oogoede hanasunowa meiwakuda

Di dalam kereta api yang penuh sesak, bicara dengan keras sangat menggangu.

3. Kono densha wa man’in da kara tsugi no ni shiyoo.

Karena kereta api ini sudah penuh, mari kita naik yang berikutnya.

4. びんの口までいっぱいに水を入れる。

Bin no kuchi made ippai ni mizu o ireru.

Mengisikan air ke dalam botol sampai penuh.

Dari contoh diatas dapat dikatakan bahwa, kata komu, konzatsu, man-in dan ippai memiliki makna yang sama yaitu ’penuh sesak’, tetapi masing-masing


(12)

kata berbeda penggunaannya di dalam kalimat. Komu adalah keadaan penuh sesak sehingga seolah-olah tidak ada tempat untuk bergerak dan terlalu banyak orang, kendaraan, dan sebagainya di ruang yang terbatas. Konzatsu adalah keadaan penuh sesak yaitu berkumpulnya orang-orang dan barang pada suatu tempat dengan tidak teratur. Man’in adalah hal yang menyatakan bahwa di dalam ruangan, kendaraan, dan lain-lain telah dipenuhi oleh orang-orang, lebih dari itu tidak dapat masuk. Ippai adalah hal yang menyatakan bahwa ada sesuatu yang sangat banyak di dalam suatu barang atau tempat. Dengan demikian, pemakaian dari kata komu, konzatsu, man’in, dan ippai harus disesuaikan dengan situasinya, sehingga ini menimbulkan adanya pilihan bahasa yang tepat yang sesuai dari kalimat tersebut.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi atau bunyi ujar. Sebagai lambang tentu ada yang dilambangkan. Maka, yang dilambangkan adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu (Abdul Chaer, 1995:3). Karena lambang-lambang itu mengacu pada sesuatu konsep, ide, atau pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Lambang-lambang bunyi bahasa yang bermakna itu di dalam bahasa berupa satuan-satuan bahasa yang berwujud morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Semua satuan tersebut mempunyai makna.

Chaer (1995:1) menyatakan bahwa sebagai alat komunikasi verbal, bahasa merupakan suatu lambang bunyi yang bersifat arbitrer (manasuka). Maksudnya tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang menandai yang berwujud kata atau leksem dengan benda atau konsep yang ditandai, yaitu referen dari kata atau leksem tersebut. Karena kearbitreran (sifat manasuka) lambang bahasa tersebut, penelitian mengenai makna agak ditelantarkan bila dibandingkan dengan bidang linguistik lainnya.

Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia (Sutedi, 2003:2). Sehingga


(14)

perkembangan yang terjadi dalam aspek-aspek kehidupan manusia mempengaruhi perkembangan suatu bahasa. Dengan demikian, fungsi bahasa adalah media untuk menyampaikan makna kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis serta media dalam perkembangan berbagai aspek kehidupan manusia.

Bahasa di dunia ini sangat beragam. Hal itu dikarenakan anggota penutur bahasa sehingga kita banyak mengenal bahasa asing selain bahasa ibu. Dalam mempelajari suatu bahasa, diperlukan pemahaman tentang aturan atau kaidah-kaidah yang terdapat pada bahasa itu. Hal itu dilakukan untuk menghasilkan suatu bahasa yang komunikatif.

Akhir-akhir ini bahasa Jepang banyak dipelajari oleh masyarakat dunia. Hal itu sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi bangsa Jepang yang bisa dikatakan terdepan di Asia. Oleh karena itu banyak masyarakat dunia yang tertarik untuk mempelajari bahasa Jepang sebagai bahasa asing dan bahasa pergaulan dalam berbagai situasi dan kesempatan. Bahasa Jepang sangat beragam berdasarkan faktor-faktor sosial dan kebudayaan yang melatarbelakanginya. Selain ragam standar (hyoojungo), didalam bahasa Jepang terdapat juga berbagai macam dialek (hoogen), baik dialek regional, dialek sosial, maupun dialek temporal. Di dalam dialek regional bahasa Jepang terdapat bahasa yang berbeda-beda berdasarkan letak geografis penuturnya.

Berdasarkan fungsinya, bahasa dapat dikaji secara internal dan secara eksternal. Yang dimaksud kajian secara internal adalah pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, struktur fonologis, morfologis,


(15)

sintaksis, dan semantik. Selanjutnya, kajian ini akan menghasilkan varian-varian bahasa tanpa berkaitan dengan masalah di luar bahasa. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori dan norma/prosedur yang telah ada di dalam disiplin linguistik.

Semantik (imiron) merupakan salah satu cabang Linguistik (gengogaku) yang mengkaji tentang makna. Meskipun agak terlambat dibanding cabang linguistik lainnya, semantik memegang peranan penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain hanya untuk menyampaikan suatu makna. Misalnya seseorang manyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicara dapat memahami apa yang dimaksud karena ia bisa menyerap makna yang disampaikan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap jenis penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak terlepas dari makna.

Makna suatu kata biasanya akan berkembang, karena dipengaruhi oleh konteks atau situasi dalam kalimatnya. Makna yang sama namun nuansa yang berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya (Chaer, 2003:297).

Dua buah kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama, bisa dikatakan sebagai kata yang bersinonim. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Abdul Chaer, 2003:267). Akan tetapi, dalam semantik dua buah ujaran yang bersinonim tidak akan sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai


(16)

faktor, diantaranya nuansa makna. Misalnya kata komu dan konzatsu, karena ada kemiripan makna maka dikatakan bersinonim. Akan tetapi, meskipun bersinonim, hanya pada konteks tertentu saja, karena tidak ada sinonim yang semuanya sama persis, dalam konteks tertentu pasti akan ditemukan suatu perbedaannya meskipun kecil.

Sinonim dalam bahasa Jepang bisa ditemukan tidak hanya pada verba saja, tetapi pada nomina, adjektiva, bahkan pada ungkapan dan partikel pun bisa terjadi. Hal ini banyak sekali ditemukan dalam bahasa Jepang, sehingga menjadi salah satu penyebab sulitnya mempelajari bahasa Jepang. Oleh karena itu, penganalisaan terhadap perbedaan dan persamaan makna sinonim perlu dilakukan.

Setelah melihat uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sinonim kata komu, konzatsu, man-in, dan ippai yang memiliki pengertian yang sama, yaitu ’penuh sesak’, tetapi berbeda cara pengggunaannya dalam kalimat.

Contoh :

1. 休み明けの銀行は込む。

Yasumiake no ginkoo wa komu.

Bank-bank akan penuh sesak setelah liburan. (Effective Japanese Usage Dictionary,2001:305)

2. 混雑した電車の中で、大声で話すのは迷惑だ。


(17)

Di dalam kereta api yang penuh sesak, bicara dengan keras sangat menggangu.

(Effective Japanese Dictionary,2001:306)

3. Kono densha wa man’in da kara tsugi no ni shiyoo.

Karena kereta api ini sudah penuh, mari kita naik yang berikutnya. (Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar, 1998:685)

4. びんの口までいっぱいに水を入れる。

Bin no kuchi made ippai ni mizu o ireru.

Mengisikan air ke dalam botol sampai penuh.

(Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar, 1988:380)

Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa kata-kata tersebut walaupun maknanya sama namun nuansanya berbeda di dalam kalimat.

Makna yang sama namun nuansanya berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna (Chaer, 2003:297). Relasi adalah hubungan. Makna adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Jadi bisa disimpulkan bahwa relasi makna adalah hubungan dari ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik.

Berdasarkan asal usulnya, kosakata bahasa Jepang dapat dibagi menjadi tiga macam yakni wago, kango, dan gairaigo. Namun selain ketiga macam kosakata tersebut ada sebuah jenis kosakata yang disebut konshugo yaitu kata-kata yang merupakan gabungan dari beberapa kata-kata dari sumber yang berbeda


(18)

misalnya gabungan wago dengan kango, wago dengan gairaigo, atau kango dengan gairaigo. Klasifikasi kata berdasarkan asal-usulnya seperti ini disebut

goshu (Iwabuchi dalam Sudjianto,2007:99).

1.2Perumusan Masalah

Penelitian ini mencoba menjelaskan masalah sinonim kata komu, konzatsu,

man-in, dan ippai di dalam kalimat. Kata komu, konzatsu, man-in dan ippai

memiliki makna yang sama yaitu ’penuh sesak’, tetapi masing-masing kata berbeda penggunaannya di dalam kalimat. Oleh sebab itu, pembelajar bahasa Jepang menemui kesulitan pada saat menggunakannya dalam kalimat.

Untuk membahas masalah kata yang memiliki makna yang sama namun berbeda nuansanya dalam kalimat, maka penulis merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut :

1. Apa makna kata komu, konzatsu, man-in, dan ippai.

2. Bagaimana penggunaan kata komu, konzatsu, man-in, dan ippai dalam kalimat bahasa Jepang.

3. Bagaimana persamaan dan perbedaan kata komu, konzatsu, man-in dan

ippai dalam kalimat bahasa Jepang.

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Kata komu, konzatsu, man-in, dan ippai dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ’penuh sesak’. Namun, keempat kata tersebut tidak dapat


(19)

digunakan begitu saja karena harus disesuaikan dengan kondisi yang tepat pada sebuah kalimat. Oleh karena itu, penulis membatasi permasalahan sebagai berikut

1. Apa makna kata komu, konzatsu, man-in, dan ippai.

2. Bagaimana penggunaan kata komu, konzatsu, man-in, dan ippai dalam kalimat bahasa Jepang.

3. Bagaimana persamaan dan perbedaan kata komu, konzatsu, man-in dan

ippai dalam kalimat bahasa Jepang.

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka

Fokus dari penelitian ini analisis pemakaian sinonim kata komu, konzatsu,

man-in, dan ippai serta persamaan dan perbedaannya. Untuk itu penulis

menggunakan konsep atau definisi yang berkaitan dengan linguistik, terutama dalam bidang semantik.

Hocket (dalam Chaer, 2003:284) menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik dan subsistem fonetik. Subsistem semantik bersifat periferal, karena makna yang menjadi objek semantik adalah sangat tidak jelas, tidak dapat diamati secara empiris, sebagaimana subsistem gramatika (morfologi dan sintaksis). Chomsky (dalam Chaer, 2003:285) menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah sintaksis dan fonologi), dan makna kalimat sangat ditentukan oleh


(20)

komponen semantik ini. Sejak Chomsky menyatakan betapa pentingnya semantik dalam studi linguistik, semantik tidak lagi menjadi objek periferal, melainkan menjadi objek yang setaraf dengan bidang-bidang studi linguistik lainnya.

Semantik (sebagai studi tentang makna) merupakan masalah pokok dalam komunikasi, dan karena komunikasi menjadi faktor yang penting di dalam organisasi sosial, kebutuhan untuk memahami semantik menjadi makin mendesak. Geoffrey Leech (1974:2) menyatakan semantik sebagai suatu cabang linguistik, yaitu studi tentang bahasa: sebagai wilayah studi yang sejajar dan berkaitan dengan sintaksis dan fonologi, yang masing-masing membicarakan pola formal dari bahasa, dan bagaimana pola itu dijabarkan menjadi bunyi. Sementara sintaksis dan fonologi menyelidiki struktur bahasa dengan kemungkinan ekspresinya, maka semantik menyelidiki makna yang dapat diekspresikan.

Semantik memegang peranan penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain hanya untuk menyampaikan suatu makna. Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna (go no imi

kankei), makna frase dalam suatu ideom (ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi). Objek kajian yang berkaitan dengan masalah ini adalah relasi makna.

Semantik dapat mencakup bidang yang luas, tetapi dalam hal ini ruang lingkup semantik berkisar pada hubungan ilmu makna itu sendiri di dalam linguistik, meskipun faktor nonlinguistik ikut mempengaruhi sebagai fungsi bahasa yang nonsimbolik (emotif dan afektif). Semantik adalah studi suatu pembeda bahasa dengan hubungan proses mental atau simbiolisme dalam aktivitas bicara.


(21)

Kosakata (goi) merupakan salah satu aspek kebahasaan yang harus diperhatikan dan dikuasai guna menunjang kelancaran berkomunikasi dengan bahasa Jepang baik dalam ragam lisan maupun dalam ragam tulisan (Sudjianto,2007:97). Istilah goi sering disamakan dengan istilah tango, padahal kedua istilah itu masing-masing memiliki konsep yang berbeda. Tango adalah satuan terkecil dari bahasa yang memiliki arti dan fungsi secara gramatikal. Tango merupakan unsur kalimat, misalnya hana ’bunga’, ga ’partikel ga’, saku ’mekar/berkembang’ dalam kalimat Hana ga saku ’bunga berkembang’. Sementara goi (vocabulary) adalah keseluruhan kata (tango) berkenaan dengan suatu bahasa atau bidang tertentu yang ada di dalamnya (Shinmura dalam Sudjianto,2007:97).

Kanji /i/ pada kata /goi/ adalah atsumeru koto ’kumpulan’ atau ’himpunan’. Oleh sebab itu goi dapat didefinisikan sebagai go no mure atau go no atsumari ’kumpulan kata’. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa goi adalah kumpulan kata yang berhubungan dengan suatu bahasa atau dengan bidang tertentu dalam bahasa itu.

Kosakata (goi) dapat diklasifikasikan berdasarkan pada cara-cara,standar, atau sudut pandang apa kita melihatnya. Berdasarkan karakter gramatikal, kosakata dapat diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas kata yaitu verba (doushi), adjektiva-i (keiyoushi), adjektiva-na (keiyoudoushi), nomina (meishi), prenomina (rentaishi), adverbia (fukushi), interjeksi (kandoushi), konjungsi (setsuzokushi), verba bantu (jodoushi), dan partikel (joushi) (Sudjianto, 2007:98).


(22)

Karena bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda, antara lain makna leksikal, makna gramatikal, makna kontekstual, makna referensial, makna non-referensial, makna denotatif, makna konotatif, makna konseptual, makna asosiatif, makna kata, makna istilah, makna idiom, dan makna peribahasa. Dalam hal ini makna yang berkaitan dengan permasalahan ini adalah makna kontekstual. Makna kontekstual adalah makna sebuah kata atau leksem yang berada di dalam satu konteks.

b. Kerangka Teori

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan kerangka teori berdasarkan pendapat dari para pakar. Menurut Ferdinand de Saussure (dalam Chaer, 2003:287) makna adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya (Abdul Chaer, 2003:297). Satuan bahasa disini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat. Relasi makna ini dapat menyatakan kesamaan makna (sinonim), pertentangan makna(antonim), ketercakupan makna (hiponim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), atau juga kelebihan makna (redundansi).

Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu

onama yang berarti ’nama’, dan syn yang berarti ’sama’. Maka secara harfiah


(23)

(1981:23) mendefinisikan sinonim sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Dua buah kata yang bersinonim itu kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja, kesamaannya tidak bersifat mutlak (Ullman 1972:141). Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Abdul Chaer, 2003:267). Dua buah ujaran atau lebih yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan itu terjadi karena berbagai faktor, antara lain faktor waktu, faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor bidang kegiatan, dan faktor nuansa makna. Faktor yang berhubungan dengan pembahasan ini adalah faktor nuansa makna. Kata-kata komu, konzatsu, man-in, dan ippai adalah sejumlah kata yang bersinonim. Tetapi antara satu dengan yang lainnya tidak selalu dapat dipertukarkan, karena masing-masing kata memiliki nuansa makna yang tidak sama. Maka dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang bersinonim itu tidak memiliki makna yang persis sama. Dalam bahasa Jepang sinonim disebut

ruigigo.

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah :

1. Apa makna kata komu, konzatsu, man-in, dan ippai.

2. Bagaimana penggunaan kata komu, konzatsu, man-in, dan ippai dalam kalimat bahasa Jepang.


(24)

3. Bagaimana persamaan dan perbedaan kata komu, konzatsu, man-in dan

ippai dalam kalimat bahasa Jepang. b. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah : 1. Menambah referensi yang berkaitan dengan linguistik.

2. Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca akan pengetahuan tentang verba bahasa Jepang, khususnya pengertian dan pemakaian verba komu,

konzatsu, man-in, dan ippai dalam konteks kalimat bahasa Jepang.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode deskriptif. Isyandi (2003:13) menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Data-data yang diperoleh melaui metode penelitian pustaka (Library Research).dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku-buku dan data-datayang berhubungan dengan tata bahasa baik buku-buku yang berbahasa Jepang maupun yang berbahasa Indonesia, khususnya buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan verba bahasa Jepang dan buku-buku yang relevan dengan pembahasan skipsi ini.

Setelah menganalisis data-data, dilanjutkan dengan membaca buku-buku teks berbahasa Jepang. Kemudian mencari, mengumpulkan, dan mengklasifikasikan kalimat-kalimat yang menggunakan kata komu, konzatsu,


(25)

man-in, dan ippai. Tahap berikutnya adalah merangkum dan menyusun data-data

dalam satuan-satuan untuk dikelompokkan dalam setiap bab dab anak bab. Dan terakhir berupa penarikan kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diteliti, lalu dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran-saran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahasa Jepang.


(26)

BAB II

MAKNA DAN TEORI-TEORI TENTANG PEMAKAIAN KATA KOMU, KONZATSU, MAN-IN, DAN IPPAI

2.1 Pengertian Makna

Ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap jenis penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyian bahasa, pada hakikatnya tidak terlepas dari makna (Sutedi, 2003:103). Di dalam semantik, pengertian makna (sense) dibedakan dengan arti

(meaning). Menurut Djajasudarma (1999:5) makna adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata) sedangkan arti adalah pengertian suatu kata sebagai unsur yang dihubungkan. Lyons (1977:204) berpendapat bahwa mengkaji makna suatu kata adalah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata lain.

Di dalam buku The Meaning (Ogden dan Richards, 1972:186-187) telah dikumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna. Bagi orang awam, untuk memahami makna kata tertentu ia dapat mencari kamus sebab di dalam kamus terdapat makna yang disebut makna leksikal. Dalam kehidupan sehari-hari orang sulit menerapkan makna yang terdapat di dalam kamus, sebab makna sebuah kata sering bergeser jika berada dalam satuan kalimat. Dengan kata lain setiap kata kadang-kadang mempunyai makna luas. Itu sebabnya kadang-kadang orang tidak puas dengan makna kata yang tertera di dalam kamus. Hal-hal ini


(27)

muncul jika orang bertemu atau berhadapan dengan idiom, gaya bahasa, metafora, peribahasa, dan ungkapan.

Telah disinggung bahwa inti persoalan yang dikaji di dalam semantik, ialah makna. Lyonsn(1977:400) mengatakan, ” Semantics may be defined,

initially and provisionally, as the study of meaning.” – ilmu yang mengkaji

makna. Untuk itu setelah dibahas tentang istilah makna, ada baiknya dikemukakan batasan makna.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 2005:619) kata makna diartikan: (i) arti: ia memperhatikan makna setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno itu, (ii) maksud pembicara atau penulis, (iii) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.

Telah diketahui bahwa kalau seseorang memperkatakan sesuatu, terdapat tiga hal yang oleh Ullmann (1972:57) diusulkan istilah: name, sense, dan thing. Soal makna terdapat dalam sense, dan ada hubungan timbal balik antara nama dengan pengertian sense. Apabila seseorang mendengar kata tertentu, ia dapat membayangkan bendanya atau sesuatu yang diacu, dan apabila seseorang membayangkan sesuatu, ia segera dapat mengatakan pengertiannya itu. Hubungan antara nama dengan pengertian, itulah yang disebut makna. Acuan tidak disebut-sebut oleh karena menurut Ullmann (1972:57), acuan berada diluar jangkauan linguis.

Jika seseorang menafsirkan makna sebuah lambang, berarti ia memikirkan sebagaimana mestinya tentang lambang tersebut; yakni suatu keinginan untuk menghasilkan jawaban tertentu dengan kondisi-kondisi tertentu pula. Dengan


(28)

mengetahui makna kata, baik pembicara, pendengar, penulis, maupun pembaca yang menggunakan, mendengar atau membaca lambang-lambang berdasarkan sistem bahasa tertentu, percaya tentang apa yang dibicarakan, didengar, atau dibaca. (Stevenson dalam Chaer,2003:52)

Menurut Sutedi (2003:103) menyatakan bahwa dalam tata bahasa Jepang, makna sebagai objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna (go no imi kankei) antar satu kata dengan kata yang lainnya, makna frase dalam suatu idiom (ka no imi) dan makna kalimat (bun no imi).

2.2 Jenis-jenis Makna dalam Semantik

Menurut Chaer (2003:289) karena bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat maka makna bahasa itupu n menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi dan pandangan yang berbeda. Selanjutnya menurut Chaer (2003:294) bahwa setiap kata atau leksem memiliki makna. Awalnya makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif, dan makna koseptual. Namun dalam penggunaannya makna kata itu baru jelas kalau kita sudah berada dalam kalimatnya atau konteks situasinya.

Menurut Chaer (2003:289) pembagian tipe makna berdasarkan beberapa kriterianya antara lain:

a. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem, dapat dibedakan menjadi makna referensial da makna non referensial.


(29)

b. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem, dapat dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif.

c. Berdasarkan ketepatan maknanya, makna dapat dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah.

d. Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain, dibedakan menjadi makna asosiatif, idiomatik, kolokatif dan sebagainya.

1. Makna Leksikal

Menurut Chaer (1995:59) disamping pembagian makna di atas masih ada lagi 2 tipe makna berdasarkan jenis semantiknya, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Menurut Chaer (1995:59) makna leksikal adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, yang sesuai dengan referennya, seperti yang dapat dibaca dalam kamus bahasa tertentu.

Kemudian, Djajasudarma berpendapat (1999:13) makna leksikal (lexical

meaning, semantic meaning, external meaning) adalah makna unsur bahasa

sebagai lambang benda, peristiwa da lain-lain. Sejalan dengan itu, menurut Sutedi (2003:106) bahwa makna leksikal adalah makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indera dan terlepas dari unsur gramatikalnya. Makna leksikal dalam bahasa Jepang disebut dengan jishoteki-imi atau goiteki-imi. Dalam bahasa Jepang contohnya kata neko dan kata uchi memiliki makna leksikal ’kucing’ dan ’rumah’. Dari makna tersebut kata neko dan uchi mengacu pada makna tertentu. Yang diacu dinamai ’referen’ yakni


(30)

hewan berkaki empat berkumis dan suka mencuri ikan dan bangunan tempat tinggal. Sudah jelas bahwa referensi adalah berhubungan erat dengan makna, jadi referensi merupakan salah satu sifat makna leksikal.

1. Makna Gramatikal

Menurut Chaer (1995:60) makna gramatikal (gramatical meaning), makna fungsional (fungsional meaning; structural meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam kalimat. Dan menurut Sutedi (2003:107) makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut ’bunpoo teki imi’.

Sedangkan menurut Djadjasudarma (1999:13) makna gramatikal adalah makna yang menyangkut hubungan intrabahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam kalimat.

Makna gramatikal timbul karena terjadi proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Kata mata mengandung makna leksikal alat atau indra yang terdapat dikepala yang berfungsi untuk melihat. Namun setelah kata mata ditempatkan dalam kalimat, misalnya, ”Hei, mana matamu?” Kata mata tidak mengacu lagi pada makna alat untuk melihat atau tidak menunjuk pada indra untuk melihat, tetapi menunjuk pada cara bekerja, cara bekerja yang hasilnya kotor, tidak baik. Belum lagi kata mata digabungkan dengan kata lain yang menghasilkan urutan kata: air mata, mata air, mata duitan, mata keranjang, mata pisau, telur mata sapi, yang semuanya mengandung makna yang sudah lain dengan makna kata mata. Dengan contoh ini


(31)

terlihat bahwa maksud kata mata bergeser. Makna inilah yang disebut makna gramatikal.

Dalam gramatika bahasa Jepang, ’joshi’ dan ’jodoshi’ tidak memiliki makna leksikal, tetapi memiliki makna gramatikal, sebab baru jelas maknanya jika digunakan dalam kalimat. Sedangkan verba dan adjektiva memiliki kedua jenis makna tersebut. Contoh pada kata isogashii dan taberu bermakna leksikal ’sibuk’ dan ’makan’. Sedangka partikel ’de’ secara leksikal tidak jelas maknanya, tetapi baru jelas kalau digunaka dalam kalimat, misalnya ’byooki de gakko o yasumimashita’ (karena sakit tidak masuk sekolah).

2.3 Relasi Makna

Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya (Chaer, 2003:297). Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi), dan sebagainya.


(32)

Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satuan ujaran dengan satuan ujaran lainya. (Chaer,2003:297)

Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu

onoma berarti ’nama’ dan syn yang berarti ’dengan’. Maka arti harfiah dari sinonim berarti ’nama lain untuk benda atau hal yang sama’.

Pada definisi di atas ada dikatakan ”maknanya kurang lebih sama” Ini berarti, dua buah kata yang bersinonim itu; kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja, kesamaannya tidak bersifat mutlak (Ullman 1972:141). Ada prinsip umum semantik yang mengatakan apabila bentuk berbeda maka makna pun akan berbeda, walaupun perbedaannya hanya sedikit. Demikian juga kata-kata yang bersinonim; karena bentuknya berbeda maka maknanya pun tidak persis sama.

2.3.2. Antonim

Antonim adalah hubungan semantik antara dua buah ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan atau kontras antara satu dengan yang lainnya (Chaer,2003:299)

Kata antonim berasal dari kata Yunani kuno, yaitu onoma yang artinya

’nama’, dan anti yang artinya ’melawan’. Maka secara harfiah antonim berarti ’nama lain untuk benda lain pula’. Secara semantik didefinisikan sebagai: ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain.


(33)

Hubungan makna antara dua buah kata yang berantonim bersifat dua arah. Jadi, kalau kata bagus berantonim dengan kata buruk, maka kata buruk juga berantonim dengan kata bagus. Sama halnya dengan sinonim, antonim pun tidak bersifat mutlak. Verhaar menyatakan ”...yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain”. Jadi, hanya dianggap kebalikan. Bukan mutlak berlawanan.

2.3.3. Homonim

Homonim adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya kebetulan sama,maknanya berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan (Chaer,2003:302).

Kata homonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onama yang artinya ’nama’ dan homo yang artinya sama. Secara harfiah homonim dapat diartikan sebagai ”nama sama untuk benda atau hal lain”. Secara semantik, didefinisikan homonim sebagai ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama. Umpamanya antara kata bisa yang berarti ’racun ular’ dan kata bisa yang berarti ’sanggup, dapat’.

Ada dua kemungkinan sebab terjadinya homonim ini.

Pertama, bentuk-bentuk yang berhomonim itu berasal dari bahasa atau

dialek yang berlainan. Misalnya kata asal yang berarti ’pangkal, permulaan’ berasal dari bahasa Melayu, sedangkan kata asal yang berarti ’kalau’ berasal dari dialek Jakarta.


(34)

Kedua, bentuk-bentuk yang berhomonim itu terjadi sebagai hasil proses

morfologi. Umpamanya kata mengukur dalam kalimat Ibu sedang mengukur

kelapa di dapur adalah berhomonim dengan kata mengukur dalam kalimat petugas agraria itu mengukur luasnya kebun kami. Jelas, kata mengukur yang

pertama terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me- pada kata kukur (me+kukur=mengukur); sedangkan kata mengukur yang kedua terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me- pada kata ukur (me+ukur=mengukur).

Sama halnya dengan sinonim dan antonim, homonim ini pun dapat terjadi pada tataran morfem, tataran kata, tataran frase, dan tataran kalimat.

2.3.4. Hiponim

Hiponim adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain (Chaer,2003:305)

Kata hiponim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma bararti ’nama’ dan hypo berarti ’di bawah’. Jadi, secara harfiah berarti ’nama yang termasuk di bawah nama lain’. Secara semantik Verhaar (1981:137) menyatakan hiponim adalah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi kiranya dapat juga berupa frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain. Umpamanya kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan sebab makna tongkol berada atau termasuk dalam makna kata ikan. Tongkol memang ikan tetapi ikan bukan hanya tongkol melainkan juga termasuk bandeng,


(35)

Kalau relasi antara dua buah kata yang bersinonim, berantonim, dan berhomonim bersifat dua arah, maka relasi antara dua buah kata yang berhiponim ini adalah searah. Jadi kata tongkol berhiponim terhadap kata ikan; tetapi kata

ikan tidak berhiponim terhadap kata tongkol, sebab makna ikan meliputi seluruh

jenis ikan. Dalam hal ini relasi antara ikan dengan tongkol (atau jenis ikan lainnya) disebut hipernim. Jadi, kalau tongkol berhiponim terhadap ikan, maka ikan berhipernim terhadap tongkol.

2.3.5. Polisemi

Polisemi diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu (Chaer,2003:301)

Umpamanya, kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1) bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan; (2) bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan dan merupakan hal penting seperti pada kepala meja dan kepala kereta api; (3) bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala paku dan kepala jarum; (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah dan kepala kantor; (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat, setiap kepala menerima bantuan Rp 50.000; dan (6) akal budi seperti dalam kalimat, badannya besar tetapi kepalanya kosong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam bahasa Indonesia kata kepala setidaknya mengacu kepada enam buah konsep/makna. Padahal menurut pembicaraan terdahulu setiap kata hanya memiliki satu makna, yakni yang disebut makna leksikal atau makna yang sesuai dengan referennya. Umpamanya


(36)

makna leksikal kata kepala di atas adalah ’bagian tubuh manusia atau hewan dari leher ke atas’. Makna leksikal ini yang sesuai dengan referennya (lazim disebut orang makna asal, atau makna sebenarnya) mempunyai banyak unsur atau komponen makna. Kata kepala di atas, antara lain memiliki komponen makna:

• Terletak di sebelah atas atau depan

• Merupakan bagian yang penting (tanpa kepala manusia tidak bisa hidup, tetapi tanpa kaki atau lengan masih bisa hidup)

• Berbentuk bulat

2.3.6. Ambiguitas

Ambiguitas atau ketaksaan diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti (Chaer,2003:308).

Kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar dari kata, yaitu frase atau kalimat, dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang yang berbeda. Umpamanya, frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan sebagai (1) buku sejarah itu baru terbit, atau (2) buku itu berisi sejarah zaman baru. Ambiguitas hanya terjadi pada satuan frase dan kalimat saja, tidak dapat terjadi pada semua satuan gramatikal.

2.3.7. Redundansi

Redundansi diartikan sebagai ’berlebih-lebihan pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran’ (Chaer,2003:310).


(37)

Umpamanya kalimat Bola ditendang Si Udin, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh Si Udin. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang berlebih-lebihan, dan yang sebenarnya tidak perlu.

Secara semantik masalah redundansi sebetulnya tidak ada, sebab salah satu prinsip dasar semantik adalah bila bentuk berbeda maka makna pun akan berbeda. Jadi, kalimat Bola ditendang Si Udin berbeda maknanya dengan kalimat Bola ditendang Oleh Si Udin. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua akan lebih menonjolkan makna pelaku (agentif) daripada kalimat pertama yang tanpa kata oleh.

Sesungguhnya pernyataan yang mengatakan pemakaian kata oleh pada kalimat kedua adalah sesuatu yang redundans, karena makna kalimat itu tidak berbeda dengan kalimat yang pertama, adalah pernyataan yang mengelirukan atau mengacaukan pengertian makna dan informasi. Makna adalah suatu fenomena dalam ujaran (utterance-internal) sedangkan informasi adalah sesuatu yang luar ujaran (utterence-external). Jadi yang sama antara kalimat pertama dan kalimat kedua di atas bukan maknanya melainkan informasinya.

2.4 Asal Usul (Etimologi) Kata dan Makna

Berdasarkan asal usulnya, kosakata bahasa Jepang dapat dibagi menjadi tiga macam yakni wago, kango, dan gairaigo. Namun selain ketiga macam kosakata tersebut ada sebuah jenis kosakata yang disebut konshugo yaitu kata-kata yang merupakan gabungan dari beberapa kata-kata dari sumber yang berbeda


(38)

misalnya gabungan wago dengan kango, wago dengan gairaigo, atau kango dengan gairaigo. Klasifikasi kata berdasarkan asal-usulnya seperti ini disebut

goshu (Iwabuchi dalam Sudjianto,2007:99). 1. Wago

Wago adalah kata-kata bahasa Jepang asli yang sudah ada sebelum kango

dan gaikokugo (bahasa asing) masuk ke Jepang (Sudjianto, 2007:99). Semua

joshi dan jodooshi, dan sebagian besar adjektiva, konjungsi, dan interjeksi adalah wago. Namun diantara kata-kata yang tergolong wago, ada juga wago yang

berasal dari bahasa lain. Misalnya kata uma, saga, zeni berasal dari bahasa Cina, kata tera, kasa, dan mura berasal dari bahasa Korea. Selain itu, kata ama,

kawara, dan sebagainya berasal dari bahasa India klasik. Saito Michiaki (dalam

Sudjianto, 2007:100) mengatakan bahwa wago mengacu pada bahasa Jepang asli yaitu bahasa yang dibuat di Jepang yang biasa disebut juga yamato kotoba. Di dalamnya terdapat juga kata-kata yang dikatakan pada zaman dulu masuk ke dalam bahasa Jepang yang berasal dari bahasa Cina atau dari bahasa Korea. Tetapi karena kurangnya bukti-bukti dan hampir tidak ada kesadaran bahwa kata-kata itu sebagai kata-kata serapan, maka pada umumnya dianggap termasuk pada wago.

Wago memiliki karakteristik sebagai berikut (Ishida, dalam Sudjianto, 2007:100).

1. Banyak kata yang terdiri dari satu atau dua mora.

2. Terlihat adanya perubahan bunyi pada kata yang digabungkan, seperti :


(39)

ki kodachi sake sakamori

3. Tidak ada kata yang memiliki silabel dakuon dan ragyoo’on (bunyi silabel ra, ri, ru, re, ro) pada awal katanya.

4. Banyak kata-kata yang secara simbolik mengambil tiruan bunyi terutama gitaigo seperti ussura, honnori, daraari, dan sebagainya. 5. Tersebar pada semua kelas kata, terutama kelas kata verba sebagian

besar wago.

6. Banyak kata yang menyatakan benda konkrit, sedangkan kata-kata abstrak sedikit.

7. Banyak kata-kata yang menyatakan hujan, tumbuhan, binatang, serangga, dan sebagainya.

8. Merupakan kata-kata yang biasa dipakai sehari-hari.

9. Tidak mempunyai kekuatan untuk menyatakan sesuatu secara tepat. Oleh karena itu ada kata-kata yang memiliki cara baca yang sama tetapi mempunyai bentuk kanji yang berbeda.

2. Kango

Kango merupakan kata-kata yang menyerap secara mendalam di dalam kehidupan orang Jepang dengan melewati waktu yang panjang (Sudjianto, 2007:101). Di dalam ragam tulisan, kango ditulis dengan huruf kanji (yang dibaca dengan cara on’yomi) atau dengan huruf hiragana. Tanimitsu (dalam Sudjianto, 2007:101) menyebutkan bahwa pada mulanya kango disampaikan dari


(40)

Cina, lalu bangsa Jepang memakainya sebagai bahasanya sendiri, namun tidak jelas pada zaman apa itu terjadi. Tetapi diketahui bahwa pada zaman Nara kango sudah dipakai, pada zaman Heian banyak kango yang terlihat pada karya-karya sastra seperti monogatari ’cerita’. Dengan demikian, kango merupakan kata-kata yang menyerap secara mendalam di dalam kehidupan orang Jepang dengan melewati waktu yang panjang.

Apabila melihat asal-usulnya, kango tampaknya tidak berbeda dengan

gairaigo karena sama-sama berasal dari bahasa asing. Tetapi karena kango

memiliki karakteristik tertentu yang berbeda dengan gairaigo maka kango menjadi jenis kosakata tersendiri. Ishida Toshiko (dalam Sudjianto, 2007:103) menyebutkan karakteristik kango sebagai berikut.

1. Kango adalah kata-kata yang dibaca dengan cara on’yomi yang terdiri dari satu buah huruf kanji atau yang merupakan gabungan dua buah huruf kanji atau lebih.

2. Oleh karena di dalam cara membaca on’yomi juga ada go’on (cara pelafalan pada waktu dinasti Wu), kan’on (cara pelafalan pada waktu dinasti Han), dan too’on (cara pelafalan pada waktu dinasti Tang), maka terdapat berbagai macam cara baca.

3. Pada awal kata banyak yang memakai silabel dakuon, namun tidak ada yang memakai silabel handakuon.

4. Banyak bunyi yoo’on dan choo’on.

5. Dapat membuat kata-kata panjang dengan cara menggabungkan berbagai kango. Sebaliknya kata yang terlalu panjang dapat disingkat.


(41)

6. Banyak kelas kata nomina terutama kata-kata mengenai aktifitas manusia dan nomina abstrak.

7.Bersifat bunshoogo ’bahasa tulisan/sastra’. 7. Dipakai secara rinci atau detail berdasarkan objek. 8. Banyak doo’ongo dan ruigigo.

9. Bertambah secara drastis setelah zaman Meiji.

3. Gairaigo

Sudjianto (2007:104) menyatakan bahwa Gairaigo adalah kata-kata yang berasal dari bahasa asing (gaikokugo) lalu dipakai sebagai bahasa nasional (kokugo). Kata-kata yang termasuk gairaigo bahasa Jepang pada umumnya adalah kata-kata yang berasal dari bahasa negara-negara Eropa tidak termasuk

kango yang terlebih dahulu dipakai dalam bahasa Jepang sejak zaman dahulu

kala. Oleh karena gairaigo sudah dijepangkan, maka kata-kata yang termasuk gairaigo berbeda dengan gaikokugo (bahasa asing). Kata-kata yang diambil dari bahasa asing yang sudah dimasukkan ke dalam sistem bahasa Jepang disebut

gairaigo atau shakuyoogo. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gairaigo

adalah salah satu jenis kosakata bahasa Jepang yang berasal dari bahasa asing yang telah disesuaikan dengan aturan-aturan dalam bahasa Jepang.

Banyak hal yang menjadi ciri khas gairaigo yang membedakannya dengan wago, kango, dan konshugo. Ciri-ciri khusus tersebut antara lain (1) gairaigo ditulis dengan huruf katakana, (2) terlihat kecenderungan pamakaian gairaigo pada bidang dan lapisan masyarakat yang cukup terbatas, frekuensi


(42)

pemakaiannya juga rendah, (3) nomina konkrit relatif banyak, (4) ada juga gairaigo buatan Jepang, (5) banyak kata yang dimulai dengan bunyi dakuon (Ishida, dalam Sudjianto, 2007:105).

4. Konshugo

Konshugo adalah kelompok kosakata yang terbentuk sebagai gabungan dari dua buah kata yang memiliki asal-usul yang berbeda (Sudjianto, 2007:108). Pada dasarnya konshugo terdiri atas tiga macam gabungan sebagai berikut.

1. Wago dengan kango

Misalnya :Nimotsu, fumidai, mizu shoobai, bangumi, honbako 2. Kango dengan gairaigo

Misalnya :Ikamera, gyaku koosu, tennen gasu Taunshi, 3. Wago dengan gairaigo

Misalnya :Uchigeba, tsukiroketto, oogata purejekuto

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kata komu dan termasuk ke dalam kosakata jenis wago. Sesuai dengan karakteristik wago, kata

komu adalah kata yang terdiri dari dua mora, tidak termasuk kata yang memiliki

silabel dakuon dan ragyoo’on pada awal katanya, dibaca dengan cara kun’yomi, dan merupakan kata-kata yang biasa dipakai sehari-hari. Sedangkan kata man’in,

konzatsu, dan ippai termasuk ke dalam kosakata jenis kango. Sesuai dengan

aturan-aturan dan karakteristik kango, kata man’in, konzatsu, dan ippai adalah kata-kata yang dibaca dengan cara on’yomi yang merupakan gabungan dua buah


(43)

huruf kanji, pada awal kata tidak memakai silabel handakuon, dan termasuk kelas kata nomina mengenai aktifitas manusia.

2.5 Teori-teori Tentang Pemakaian Kata Komu, Konzatsu, Man-in, dan Ippai 2.5.1 Komu

a. Dalam buku Effective Japanese Usage Dictionary, Shoji dan Hirotase mengatakan bahwa :

込む:店、建物、電車などある公の場所が、自由に動けない

ほどいっぱいになることです。[道(道路)が込む]のように車

に乗っているときにも使います。

Komu adalah keadaan penuh sesak hingga tidak dapat bergerak dengan bebas seperti di tempat-tempat umum, pertokoan, kereta api dan lain-lain. Digunakan juga ketika menggambarkan situasi jalan yang penuh olah kendaraan (2001:304).

Contoh : 休みあけの銀行は込む

Bank-bank akan penuh sesak setelah hari-hari libur.

b. Izuhara Shoji dalam buku Ruigigo Tsukaiwake Jiten, mengatakan bahwa komu adalah :

限 ら れ た 空 間 に 、 人 、車 な ど が 多 すぎ て 、動 き の と ら な い ほどの状態.


(44)

Situasi penuh sesak ketika seolah-olah tidak ada tempat untuk bergerak dan terlalu banyak orang, kendaraan, dan sebagainya di ruang yang terbatas (2001:347).

contoh:混雑したホムに込んだ

Di stasiun kereta api, saat-saat dimulainya kekacauan adalah ketika kereta api yang penuh sesak masuk ke peron yang telah dipenuhi oleh orang-orang.

電車が入って,駅の構内は混乱はじめ

た.

c. Nomoto dalam Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar edisi Bahasa

Indonesia, mengatakan bahwa komu adalah hal yang menyatakan keadaan

penuh sesak sehingga tidak dapat bergerak secara bebas;tinggi derajat kepadatannya (ttg barang);[penuh] <ragam lisan> (1988:585)

Contoh : 電車がきょうも込んでいる

Kereta api hari ini pun penuh sesak.

d. Seiichiro dalam Dictionary of Basic Japanese Usage menyatakan bahwa komu adalah:

建物や乗り物などの中に人がたくさん集まる.こみあう.

Di dalam bangunan, kendaraan, dan lain-lain berkumpul banyak orang. Penuh sesak.(1950:302)


(45)

Kalau pergi ke pameran pada hari minggu, tidak dapat melihat-lihat dengan leluasa, karena sangat penuh sesak oleh pengunjung lain.

2.5.2 Konzatsu

a. Dalam buku Effective Japanese Usage Dictionary, Shoji dan Hirotase mengatakan bahwa konzatsu adalah:

ある公の場所に、自由に動けないほどたくさんひとが集まって

ようすを表します。こむよりも、せいぜんとしていない。こ

うせいや秩序がとれない状態です。こむと同様に車も使いま

す.

Situasi yang menyatakan bahwa ada banyak orang berkumpul di tempat umum yang tidak memungkinkan untuk bergerak bebas. Mirip artinya dengan komu tapi situasinya dianggap lebih buruk.seperti komu, konzatsu boleh digunakan ketika membicarakan tentang kendaraan.(2001:305)

Contoh:駅 の 改 札口 は 混 雑 す る

Tempat pengguntingan karcis di stasiun kereta api yang penuh sesak, bukan tempat yang cocok untuk bertemu seseorang.

か ら、 待 ち合わ せ な い は向 か な

い。

b. Nomoto dalam Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar edisi Bahasa


(46)

bergerak dengan sekehendak hati karena orang, kendaraan dan sebagainya berkumpul di suatu tempat keterbitan. (kekacauan, kerusuhan, keruwetan). (1988:591)

Contoh : 朝タのラッシュ時は道路の混雑

Pada jam sibuk pagi dan sore kemacetan jalan sangat hebat.

が激しい。

c. Shotaku dalam Kokugo Jiten Shinteiban menyatakan bahwa konzatsu adalah:

Hal penuh sesak dan berkumpulnya orang dan barang pada suatu tempat dengan tidak teratur. Hal mendapat bermacam kesukaran. (1988:502)

Contoh : depaato no omochauriba no konzatsu no naka de, kodomo to

hagurete taihendatta.

Sangat menyedihkan, aku terpisah dengan anakku di tengah penuh sesaknya di bagian penjualan boneka.

d. Ichiharuko dalam Kokugo Dai Jiten menyatakan bahwa konzatsu adalah:

多くの人や物がしつじ ょなくいりまじっ てこ みあうこと. ごっ

たがえすこと.

Hal yang menyatakan bahwa orang-orang banyak dan benda, penuh sesak berkumpul dengan tidak teratur. (1978:725)


(47)

Contoh:幕間に散歩する人達で帝国劇場のろかはどこもかしこも

押合うような混雑.

lobi teater kekaisaran penuh sesak oleh orang-orang yang berjalan-jalan pada selang waktu dua adegan.

2.5.3 Man-in

a. Nomoto dalam Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar edisi Bahasa

Indonesia, mengatakan bahwa man-in adalah keadaan suatu tempat

atau kendaraan yang sudah penuh, sehingga lebih dari itu orang tidak bisa masuk lagi. (1988:685)

contoh : この電車は満員だから次のにしよう.

Karena trem ini telah penuh mari kita naik yang berikutnya.

b. Seiichiro dalam Dictionary of Basic Japanese Usage menyatakan bahwa:

乗 り 物や 会場 など に人 がい っ ぱい はい って,そ れ 以上 はい れ な

いこと

Hal yang menyatakan bahwa di dalam ruangan, kendaraan, dan lain-lain telah dipenuhi oleh orang-orang, lebih dari itu tidak dapat masuk. (1950:967)

Contoh :バスが来たが, 満員でのれませんでした.

Busnya telah datang, tetapi tidak dapat naik karena telah penuh sesak.


(48)

c. Ishiguro dan Nakazawa dalam buku Shogaku Kokugo menyatakan bahwa man-in adalah:

決められた定員になること.

Hal tentang jumlah orang atau anggota yang telah ditetapkan. Contoh:席は満員です.

Kursinya sudah penuh.

2.5.4 Ippai

a. Nomoto dalam Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar edisi Bahasa

Indonesia menyatakan ippai adalah keadaan penuh, sampai batasnya.

(bahasa santai atau kanak-kanak).(1988:380)

contoh : びんの口までいっぱいに水を入れる。

Bin no kuchi made ippai ni mizu o ireru.

Mengisikan air ke dalam botol sampai penuh.

b. Izuhara Shoji dalam buku Ruigigo Tsukaiwake Jiten, mengatakan bahwa ippai adalah keadaan dimana benda padat , cair, atau gas yang memenuhi suatu tempat. Benda atau materi yang tak terkira banyaknya.(2001:94)

Contoh :図書館に行けば読みたい本がいっぱいある.


(49)

c. Seiichiro dalam Dictionary of Basic Japanese Usage menyatakan bahwa ippai adalah:

ある物の中にとてもたくさん何かがあること.この意味のとき漢

字は使わない.

Hal tentang ada sesuatu yang sangat banyak di dalam suatu barang atau tempat.(1950:78)

Contoh: この本には漢字がいっぱいあるから,なかなか読めませ

ん.

Dalam buku ini ada banyak huruf kanji, hampir-hampir tidak dapat di baca.

2.6 Pilihan Bahasa

Pilihan bahasa merupakan suatu perwujudan dari penggunaan sebuah bahasa tertentu oleh seorang dwibahasawan setelah ia memutuskan untuk memilih salah satu bahasa untuk menanggapi kejadian tertentu. Dalam Pemilihan bahasa, banyak faktor yang mempengaruhinya. Beberapa diantaranya adalah faktor partisipan, situasi, domain, topik pembicaraan, tempat, bahasa yang dikuasai, bentuk bahasa dan lain-lain. Jika seseorang menggunakan lebih dari satu bahasa saat berkomunikasi dengan lainnya, mereka selalu memilih salah satu bahasa untuk tujuan-tujuan tertentu, orang tertentu dan menggunakan bahasa yang lain untuk tujuan lain, tempat lain dan orang lain.

Dalam menjelaskan perilaku pemilihan bahasa pada masyarakat bilingual, Siregar (1998:50) mengemukakan beberapa hal seperti bahasa apa yang selalu


(50)

digunakan dalam interaksi keluarga, atau interaksi intra kelompok etnik sendiri. Kemudian bahasa yang mana digunakan dalam interaksi inter kelompok etnik yang berbeda, lalu ciri apa yang dapat digunakan untuk menentukan pemilihan bahasa dalam situasi dan menentukan pemilihan bahasa dalam situasi lainnya. Fissman (1968) seperti yang diuraikan oleh Appel (1988:23) mengatakan :

“When speakers use two languages, they will obviously not use both inculturasi all

circumstances : in certain situations they will use one, in others, the other.”

Maksudnya : Bila orang dapat menggunakan dua bahasa pada kenyataannya

mereka tidak menggunakan kedua-dua bahasa itu dalam semua situasi. Pada situasi-situasi tertentu mereka akan menggunakan bahasa yang satu dan menggunakan yang satu lagi pada situasi yang lain.

Untuk batasan pemilihan bahasa ini Fishman merangkai sebuah pertanyaan : “Siapa yang berbicara, bahasa apa, kepada siapa dan kapan?”. Dengan demikian bahwa pemilihan bahasa ini sangat bergantung kepada situasi, tempat, pembicara, mitra bicara, status sosial, jenis kelamin, dan latar belakang etnis.

Menurut Rusyana (1989:34) banyak faktor yang mempengaruhi pemilihan bahasa dalam masyarakat bilingual yaitu partisipan, situasi, isi pembicaraan dan fungsi serta tujuan interaksi.

Berdasarkan konsep dari pilihan bahasa di atas, bahwa kaitannya penulis membahas pemakaian kata komu,konzatsu, man’in, dan ippai yang merupakan


(51)

salah satu kata yang termasuk ke dalam pilihan bahasa terutama dalam pemilihan katanya yang sesuai dengan kontekstualnya.


(52)

BAB III

ANALISIS PEMAKAIAN SINONIM KATA KOMU, KONZATSU, MAN-IN, IPPAI

Sebelumnya penulis telah memaparkan kata komu, konzatsu, man-in, dan ippai pada bab II. Maka pada bab III ini penulis mencoba menganalisa pemakaian kata komu, konzatsu, man-in, dan ippai yang terdapat pada The Nihongo Journal dan buku-buku teks berbahasa Jepang, sesuai dengan beberapa pendapat dari beberapa ahli linguistik yang telah dipaparkan sebelumnya.

3.1 KOMU

Contoh :

(1)都会からふるさとへ帰る人々で交通機関や道路が非常に込む.

Tokai kara furusato e kaeru hito bito de , kootsukikan ya dooro ga hijoo ni komu. (日本語

ジャーナルno.8,2003:13)

Jalan dan fasilitas transportasi benar-benar penuh sesak oleh orang-orang yang pulang ke kampong halaman dari kota.

Analisis :

Pada contoh (I), kalimat di atas di ambil dari wacana yang berjudul “Hatsu Haru”. Pemakaian kata komu di atas sudah tepat. Kalimat di atas memiliki makna bahwa jalan-jaln dan fasilitas transportasi penuh sesak oleh orang-orang, namun sebenarnya masih ada ruang atau kesempatan bagi orang lain untuk menggunakan jalan dan fasilitas transportasi tersebut. Ini sesuai dengan teori (Shoji dan Hirotase, 2001:304) yang mengatakan bahwa komu dipakai ketika ada perasaan


(53)

bahwa di tempat tersebut ada banyak orang sehingga sulit untuk bergerak dengan leluasa.

Contoh :

(2) A:新幹線に間に合いましたか

B:いいえ道が込んで

(minna no nihongo II,2006:26)

いましたからおくれてしまいました

A: shinkansen ni maniaimashitaka

B: iie, michi ga konde imashita kara okurete shimaimashita

A: Apakah dapat mengejar untuk naik shinkansen?

B: tidak, sayang sekali saya ketinggalan shinkansen karena jalanan penuh sesak. Analisis :

Pada contoh (II), pemakaian kata komu sudah tepat. Kalimat di atas memiliki makna bahwa jalan yang ia lalui penuh sesak, namun ia masih dapat melewatinya, meskipun akhirnya ia terlambat. Ini sesuai dengan teori (Nomoto, 1988:585) yang menyatakan bahwa komu adalah hal yang menyatakan keadaan penuh sesak sehingga tidak dapat bergerak secara bebas.

Contoh :

(3)どこへ行ってもいつでもすごく込んで

Doko e ittemo itsu demo sugoku konde iru node seikatsu ga shinikuidesu.

いるので生活がしにくいです. (

日本語中級, 1987:78)

Karena kapanpun dan pergi kemanapun bukan main penuh sesaknya hidup menjadi sulit.


(54)

Pada contoh (III) pemakaian kata komu kurang tepat. Kalimat di atas memilki makna bahwa situasi daerah yang ia tinggali penuh sesak atau semrawut sehingga hidupnya menjadi sulit. Kata yang cocok pada kalimat di atas adalah konzatsu. Ini sesuai dengan teori (Shotaku,1998:502) yang mengatakan bahwa konzatsu adalah berkumpulnya orang-orang dan barang dengan tidak teratur. Dan hal mendapat bermacam kesukaran.

3.2 KONZATSU

Contoh :

(1)その点、地下鉄は地上の 混雑

Sono ten, chikatetsu chijou no konzatsu ni eikyousarenaikara, isogu hito niwa benri dearu.

に影響されないから、急ぐ人には便利で

ある。(日本語中級, 1987:26)

Karena kereta api bawah tanah tidak dipengaruhi oleh penuh sesaknya daratan, hal itu sangat bermanfaat bagi orang yang terburu-buru.

Analisis :

Pada contoh (1) kalimat di atas di ambil dari wacana yang berjudul “地下鉄”.

Pemakaian kata konzatsu di atas sudah tepat. Kalimat di atas memiliki makna bahwa kereta api bawah tanah tidak dipengaruhi oleh keramaian yang ada di daratan sehingga itu praktis bagi orang-orang yang sering terburu-buru. Ini sesuai dengan teori ( Shoji dan Hirotase, 2001:305) yang menyatakan bahwa konzatsu adalah situasi yang menyatakan bahwa ada banyak orang berkumpul di tempat umum yang tidak memungkinkan untuk bergerak bebas.


(55)

Contoh :

(2)特に午前中は、学校案内を持った入場者で会場は大混雑した

Toku ni gozenchuu wa, gakkouannai o motta nyuujoosha de kaijoo wa daikonzatsushita.

。(日本語

ジャーナル No.12,1997:23)

Khususnya pagi hari, balai pertemuan penuh sesak oleh pengunjung yang membawa undangan sekolah.

Analisis :

Pada contoh (2) kalimat di atas di ambil dari wacana yang berjudul ”大阪と東京

で進学説明会開催”. Pemakaian kata konzatsu di atas kurang tepat. Kalimat di

atas memiliki makna bahwa orang-orang berkumpul di dalam waktu dan tempat yang sama dan juga mempunyai keperluan yang sama, namun situasinya teratur atau tidak semrawut. Kata yang cocok pada kalimat di atas adalah komu. Ini sesuai dengan teori (Izuhara Shoji, 2001:347) yang menyatakan komu adalah Situasi ketika seolah-olah tidak ada tempat untuk bergerak dan terlalu banyak orang, kendaraan, dan sebagainya di ruang yang terbatas.

Contoh :

(3)東京。新宿駅の朝の通勤。通学の様子。平均時間短くなっても、 混雑

Tokyo, shinjukueki no asa no tsukin, tsugaku no yousu, heikin jikan mijikakunattemo konzatsu wa aikawarazuda.


(56)

Tokyo, orang yang pulang pergi kerja pada pagi hari di stasiun Shinjuku, walaupun cuma sebentar tapi seperti biasanya sangat penuh sesak.

Analisis :

Pada contoh (3) kalimat di atas di ambil dari wacana yang berjudul “都心回帰”.

Pemakaian kata konzatsu di atas sudah tepat. Kalimat di atas memiliki makna bahwa orang-orang yang pulang pergi kerja di pagi hari dan yang pergi bersekolah bertemu dan berkumpul di stasiun shinjuku dalam waktu yang sama, walaupun hanya berlangsung sebentar tapi situasinya sangat penuh sesak. Ini sesuai dengan teori (Haruko, 1978:725) yang menyatakan bahwa ada banyak orang bercampur baur dan tidak teratur.

Contoh :

(4) でも、花火大会は帰るときが大変。大勢の人で 混雑して

Demo, hanabi taikai wa kaeru toki ga taihen. Oozei no hito de konzatsushite, nakanaka eki ni hairenai.

、なかなか

駅に入れない。(日本語ジャーナル No.8,2003:13)

Namun, saat pulang dari pertunjukan kembang api sangat sulit. Hampir-hampir tidak bisa masuk ke stasiun kereta api karena penuh sesak oleh orang banyak. Analisis :

Pada contoh (4) kalimat di atas di ambil dari wacana yang berjudul “浴衣美人も

楽 じ ゃ な い”. Pemakaian kata konzatsu di atas sudah tepat. Kalimat di atas

memiliki makna bahwa pertunjukan kembang api sangat penuh sesak oleh orang-orang yang datang melihat-lihat, situasinya benar-benar sulit untuk bergerak,


(57)

(Nomoto,1988:591) yang menyatakan bahwa konzatsu adalah hal menjadi tidak bisa bergerak dengan sekehendak hati karena orang, kendaraan dan sebagainya berkumpul di suatu tempat keterbitan.

3.3 MAN-IN

Contoh :

(1) 会場 は子供た ちで満 員になっ た。.( 日本語 ジャ ーナル

No.12,1997:31)

Kaijoo wa kodomotachi de man’in ni natta.

Ruangan itu sudah penuh sesak dengan anak-anak. Analisis :

Pada contoh (1) kalimat di atas pemakaian kata man’in kurang tepat. Kalimat di atas memiliki makna bahwa ruangan tersebut sudah penuh oleh anak-anak yang jumlahnya tak terbatas atau tidak di tentukan batasnya. Kata yang cocok pada kalimat di atas adalah ippai. Ini sesuai dengan teori (Seiichiro, 1950:78) yang menyatakan ippai adalah hal tentang ada orang yang sangat banyak di dalam suatu barang atau tempat.

Contoh :

(2)日曜日の映画館はどこも満員です。.( 日本語ジャーナル no.11,1991:88)

Nichiyoubi no eigakan wa doko mo man’in desu.

Gedung bioskop pada hari minggu dimana-mana pun penuh. Analisis:


(58)

Pada contoh (2) kalimat di atas pemakaian kata man’in sudah tepat. Kalimat di atas memiliki makna bahwa gedung bioskop telah penuh atau sudah mencapai jumlah yang ditetapkan, sehingga lebih dari itu tidak bisa masuk lagi. Ini sesuai dengan teori (Ishiguro dan Nakazawa) menyatakan bahwa man-in adalah hal tentang jumlah orang atau anggota yang telah ditetapkan.

Contoh :

(3) 老 人や 子供 満員 の乗 り物 に乗 るの はき けん で す。(日本 語ジ ャー ナ ル

no.8,2003:41)

Roujin ya kodomo ga man’in no norimono ni noru nowa kikendesu.

Bagi orang yang sudah tua dan anak-anak, naik kendaran yang penuh sesak sangat berbahaya.

Analisis :

Pada contoh (3) kalimat di atas pemakaian kata man’in sudah tepat. Kalimat di atas memiliki makna bahwa kendaraan tersebut sudah penuh melebihi muatan, sehingga akan berbahaya bagi orang tua dan anak-anak jika di paksa masuk. Ini sesuai dengan teori ( Nomoto, 1988:685) yang menyatakan bahwa keadaan suatu tempat atau kendaraan yang sudah penuh, sehingga lebih dari itu orang tidak bisa masuk lagi.

3.4 IPPAI

Contoh :

(1)こうした通信機器の売り場には、いつも商品を見たり選んだりして


(59)

Kooshita tsukinkiki no uriba ni wa, itsumo shoohin o mitari erandarishite iru hito de ippai da.

Tempat-tempat yang menjual alat komunikasi selalu dipenuhi oleh orang-orang yang melihat-lihat dan memilih barang.

Analisis :

Pada contoh (1) kalimat di atas di ambil dari wacana yang berjudul “中間意識を

持っていたい若者”. Pemakaian kata ippai dalam kalimat di atas sudah tepat.

Kalimat di atas memiliki makna bahwa Tempat-tempat yang menjual alat komunikasi selalu dipenuhi oleh orang-orang yang melihat-lihat dan memilih barang, yang jumlahnya tak terbatas. Ini sesuai dengan teori (Izuhara Shoji, 2001:94) yang mengatakan bahwa ippai adalah keadaan dimana benda padat , cair, atau gas yang memenuhi suatu tempat. Benda atau materi yang tak terkira banyaknya.

Contoh :

(2)町角のドラックストアはいつも若者でいっぱい,

Machikado no dorakkusutoa wa itsumo wakamono de ippai,joosei bakari dansei mo biyoo gussu o kaimotomeru.

女性ばかりか男性もグ ッズを買い求める(日本語ジャーナルno. 12,1997:9)

Di pojok toko selalu di penuhi oleh anak-anak muda, tidak hanya wanita, pria pun mencari peralatan kecantikan.

Analisis :

Pada contoh (2) kalimat di atas, Pemakaian kata ippai dalam kalimat di atas sudah tepat. Kalimat di atas memiliki makna bahwa di dalam toko tersebut selalu


(60)

dipenuhi oleh anak-anak muda yang tak terbatas banyaknya. Ini sesuai dengan teori (Seiichiro,1950:78) yang menyatakan bahwa ippai adalah hal tentang ada sesuatu yang sangat banyak di dalam suatu barang atau tempat.

3.4 Analisis Perbedaan Pemakaian kata komu, konzatsu, man’in, dan ippai Analisis 1 :

(1)どこへ行 ってもい つでもす ごく 込 んで

(2)特に午前中は、学校案内を持った入場者で会場は

い るので生活 がしにく いです.

(日本語中級, 1987:78)

大混雑した

(3)会場は子供たちで

。(日本語

ジャーナル No.12,1997:23)

満員

(4)こうした通信機器の売り場には、いつも商品を見たり選んだりしてい

る人で

になった。.( 日本語ジャーナル

No.12,1997:31)

いっぱい

Berdasarkan dari contoh diatas, penulis akan menganalisis kalimat diatas sebagai berikut :

だ。(日本語ジャーナル/1997/12。9)

Pemakaian kata komu kurang tepat. Kalimat di atas memilki makna bahwa situasi daerah yang ia tinggali penuh sesak atau semrawut sehingga hidupnya menjadi sulit. Kata yang cocok pada kalimat di atas adalah konzatsu.

Komu digunakan ketika tempat-tempat umum seperti pertokoan,


(61)

perasaan bahwa ditempat tersebut ada banyak orang sehingga sulit untuk bergerak

Pemakaian kata konzatsu di atas kurang tepat. Kalimat di atas memiliki makna bahwa orang-orang berkumpul di dalam waktu dan tempat yang sama dan juga mempunyai keperluan yang sama, namun situasinya teratur atau tidak semrawut. Kata yang cocok pada kalimat di atas adalah komu. Ini sesuai dengan teori (Izuhara Shoji, 2001:347) yang menyatakan komu adalah Situasi ketika seolah-olah tidak ada tempat untuk bergerak dan terlalu banyak orang, kendaraan, dan sebagainya di ruang yang terbatas.

Pada kalimat ketiga di atas pemakaian kata man’in kurang tepat. Kalimat tersebut memiliki makna bahwa ruangan tersebut sudah penuh oleh anak-anak yang jumlahnya tak terbatas atau tidak di tentukan batasnya. Kata yang cocok pada kalimat di atas adalah ippai. Ini sesuai dengan teori (Seiichiro, 1950:78) yang menyatakan ippai adalah hal tentang ada orang yang sangat banyak di dalam suatu barang atau tempat.

Pemakaian kata ippai dalam kalimat keempat sudah tepat. Kalimat di atas memiliki makna bahwa tempat-tempat yang menjual alat komunikasi selalu dipenuhi oleh orang-orang yang melihat-lihat dan memilih barang, yang jumlahnya tak terbatas. Ini sesuai dengan teori (Izuhara Shoji, 2001:94) yang mengatakan bahwa ippai adalah keadaan dimana benda padat , cair, atau gas yang memenuhi suatu tempat. Benda atau materi yang tak terkira banyaknya.


(62)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada uraian bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan:

1. Kata komu digunakan ketika menggambarkan situasi tempat-tempat umum seperti pertokoan, bangunan-bangunan, atau kereta api dan lain-lain dipenuhi oleh orang-orang. Di sana ada perasaan bahwa ditempat tersebut ada banyak orang sehingga sulit untuk bergerak.

2. Kata konzatsu digunakan ketika berkumpulnya orang dan barang pada suatu tempat dengan tidak teratur sehingga mendapat bermacam kesukaran.

3. Kata man’in digunakan ketika menyatakan bahwa di dalam ruangan, kendaraan, dan lain-lain telah dipenuhi oleh orang-orang, sehingga lebih dari itu tidak dapat masuk lagi.

4. Kata ippai digunakan ketika tentang sesuatu yang penuh atau sangat banyak di dalam suatu barang atau tempat.

5. Dari ketiga kata kerja tersebut, kalau dilihat dari segi pemakaiannya komu dan ippai dapat digunakan secara lisan dan tulisan, sedangkan kata konzatsu dan man’in tidak dapat digunakan secara lisan, tetapi hanya digunakan secara tulisan.

6. Persamaan dari kata komu, konzatsu, man’in, dan ippai adalah sama-sama menggambarkan situasi yang penuh sesak.


(63)

7. Perbedaannya adalah komu menyatakan suatu tempat yang penuh sesak, subjeknya berupa benda mati, ippai yang menyatakan sesuatu hal yang sangat banyak atau penuh di dalam suatu tempat, hal tersebut dapat berupa benda hidup atau benda mati, kozatsu menyatakan keadaan suatu tempat yang mana berkumpulnya banyak orang dan lain-lain di satu tempat yang sama hingga menjadi penuh sesak dan menimbulkan kesemrawutan. Sedangkan man’in keadaan suatu tempat yang sudah dipenuhi oleh orang-orang sesuai dengan batas yang ditentukan, sehingga lebih dari itu tidak dapat masuk lagi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan diatas maka penulis ingin menyarankan antara lain :

1. Diharapkan para pembelajar bahasa Jepang dapat lebih memahami mengenai kata komu, konzatsu, man’in, dan ippai.

2. Agar tidak terjadi salah pengertian verba-verba tersebut sehingga kita lebih hati-hati dalam menggunakan kata-kata yang mempunyai kemiripan makna, sebab dalam bahasa Jepang banyak kata-kata yang hampir sama pada nuansa makna yang berbeda diantaranya adalah pemahaman tentang kata komu, konzatsu, man’in, dan ippai.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Liguistik Umum. Jakarta : PT. Rineka Cipta

. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Hirotase Masyori, Shoji Kakuku. 2001 . Effektive Japanese Usage Dictionary. Tokyo : Kodansha Ltd.

Ishandi. 2003. Strategi Rencana Penyusunan Penelitian Berdaya Saing Tinggi. Pekan Baru: Universitas Riau

Kashiko. 1999. Kamus Lengkap Jepang-Indonesia Indonesia- Jepang. Surabaya : Kashiko

Kikuo Nomoto.1988 Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar Edisi Bahasa

Indonesia.Tokyo Kokritsu Kokugo Kekyusho

Leech, Geoffrey. 1974. Semantik. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Nomoto, Kikuo.1988. Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar Edisi Bahasa

Indonesia. Tokyo: Kokuritsu Kokugo Kenkyusha.

Sunagawa Yuriko.1998. Nihongo Bunkei Jiten.Tokyo : Kuroshio Shuppun.

Sutedi, Dedi.2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung : Humaniora Utama Press.

Nelson, Andrew N. 2005. Kamus Kanji Modern Jepang Indonesia. Jakarta : Kesain Blanc.

Ichiharugao, Kindai. 1998. Gakuken Kokugodai Jiten. Tokyo.

Mizutani, Nobuko. 1989. Intermediate Japanese an Intregrated Course Japan :Bonjinsha.+


(65)

Seiichirou, Shakudai. 1946. Dictionary of Basic Japanese Usage for Foreigners. Japan.

Dahidi Ahmad, Sudjianto.2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta : Kesaint Blanc.

金木目川頁, 1998. Kuigigo Tsukaikata Jiten. Tokyo : Shoupan Hakkou.

Ullman, Stephen. 1972. Pengantar Semantik. Yokyakarta: Pustaka Belajar

Verhaar, J.W.U. 1981. Pengatar Linguistik I. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press

Lyons, John. 1977. Semantics Vol I. Cambridge : Cambridge University Press Ogden,C.K & I.A.Richards. 1972. The Meaning of Meaning. London : Routledge

Kegan Paul Ltd

Djajasudarma, T.Fatimah. 1999. Analisis Bahasa:Sintaksis da Semantik. Jakarta: Universitas Indonesia

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.


(1)

dipenuhi oleh anak-anak muda yang tak terbatas banyaknya. Ini sesuai dengan teori (Seiichiro,1950:78) yang menyatakan bahwa ippai adalah hal tentang ada sesuatu yang sangat banyak di dalam suatu barang atau tempat.

3.4 Analisis Perbedaan Pemakaian kata komu, konzatsu, man’in, dan ippai Analisis 1 :

(1)どこへ行 ってもい つでもす ごく 込 んで

(2)特に午前中は、学校案内を持った入場者で会場は

い るので生活 がしにく いです. (日本語中級, 1987:78)

大混雑した

(3)会場は子供たちで

。(日本語 ジャーナル No.12,1997:23)

満員

(4)こうした通信機器の売り場には、いつも商品を見たり選んだりしてい

る人で

になった。.( 日本語ジャーナル No.12,1997:31)

いっぱい

Berdasarkan dari contoh diatas, penulis akan menganalisis kalimat diatas sebagai berikut :

だ。(日本語ジャーナル/1997/12。9)

Pemakaian kata komu kurang tepat. Kalimat di atas memilki makna bahwa situasi daerah yang ia tinggali penuh sesak atau semrawut sehingga hidupnya menjadi sulit. Kata yang cocok pada kalimat di atas adalah konzatsu. Komu digunakan ketika tempat-tempat umum seperti pertokoan,


(2)

bangunan-perasaan bahwa ditempat tersebut ada banyak orang sehingga sulit untuk bergerak

Pemakaian kata konzatsu di atas kurang tepat. Kalimat di atas memiliki makna bahwa orang-orang berkumpul di dalam waktu dan tempat yang sama dan juga mempunyai keperluan yang sama, namun situasinya teratur atau tidak semrawut. Kata yang cocok pada kalimat di atas adalah komu. Ini sesuai dengan teori (Izuhara Shoji, 2001:347) yang menyatakan komu adalah Situasi ketika seolah-olah tidak ada tempat untuk bergerak dan terlalu banyak orang, kendaraan, dan sebagainya di ruang yang terbatas.

Pada kalimat ketiga di atas pemakaian kata man’in kurang tepat. Kalimat tersebut memiliki makna bahwa ruangan tersebut sudah penuh oleh anak-anak yang jumlahnya tak terbatas atau tidak di tentukan batasnya. Kata yang cocok pada kalimat di atas adalah ippai. Ini sesuai dengan teori (Seiichiro, 1950:78) yang menyatakan ippai adalah hal tentang ada orang yang sangat banyak di dalam suatu barang atau tempat.

Pemakaian kata ippai dalam kalimat keempat sudah tepat. Kalimat di atas memiliki makna bahwa tempat-tempat yang menjual alat komunikasi selalu dipenuhi oleh orang-orang yang melihat-lihat dan memilih barang, yang jumlahnya tak terbatas. Ini sesuai dengan teori (Izuhara Shoji, 2001:94) yang mengatakan bahwa ippai adalah keadaan dimana benda padat , cair, atau gas yang memenuhi suatu tempat. Benda atau materi yang tak terkira banyaknya.


(3)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada uraian bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan:

1. Kata komu digunakan ketika menggambarkan situasi tempat-tempat umum seperti pertokoan, bangunan-bangunan, atau kereta api dan lain-lain dipenuhi oleh orang-orang. Di sana ada perasaan bahwa ditempat tersebut ada banyak orang sehingga sulit untuk bergerak.

2. Kata konzatsu digunakan ketika berkumpulnya orang dan barang pada suatu tempat dengan tidak teratur sehingga mendapat bermacam kesukaran.

3. Kata man’in digunakan ketika menyatakan bahwa di dalam ruangan, kendaraan, dan lain-lain telah dipenuhi oleh orang-orang, sehingga lebih dari itu tidak dapat masuk lagi.

4. Kata ippai digunakan ketika tentang sesuatu yang penuh atau sangat banyak di dalam suatu barang atau tempat.

5. Dari ketiga kata kerja tersebut, kalau dilihat dari segi pemakaiannya komu dan ippai dapat digunakan secara lisan dan tulisan, sedangkan kata konzatsu dan man’in tidak dapat digunakan secara lisan, tetapi hanya digunakan secara tulisan.


(4)

7. Perbedaannya adalah komu menyatakan suatu tempat yang penuh sesak, subjeknya berupa benda mati, ippai yang menyatakan sesuatu hal yang sangat banyak atau penuh di dalam suatu tempat, hal tersebut dapat berupa benda hidup atau benda mati, kozatsu menyatakan keadaan suatu tempat yang mana berkumpulnya banyak orang dan lain-lain di satu tempat yang sama hingga menjadi penuh sesak dan menimbulkan kesemrawutan. Sedangkan man’in keadaan suatu tempat yang sudah dipenuhi oleh orang-orang sesuai dengan batas yang ditentukan, sehingga lebih dari itu tidak dapat masuk lagi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan diatas maka penulis ingin menyarankan antara lain :

1. Diharapkan para pembelajar bahasa Jepang dapat lebih memahami mengenai kata komu, konzatsu, man’in, dan ippai.

2. Agar tidak terjadi salah pengertian verba-verba tersebut sehingga kita lebih hati-hati dalam menggunakan kata-kata yang mempunyai kemiripan makna, sebab dalam bahasa Jepang banyak kata-kata yang hampir sama pada nuansa makna yang berbeda diantaranya adalah pemahaman tentang kata komu, konzatsu, man’in, dan ippai.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Liguistik Umum. Jakarta : PT. Rineka Cipta

. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Hirotase Masyori, Shoji Kakuku. 2001 . Effektive Japanese Usage Dictionary. Tokyo : Kodansha Ltd.

Ishandi. 2003. Strategi Rencana Penyusunan Penelitian Berdaya Saing Tinggi. Pekan Baru: Universitas Riau

Kashiko. 1999. Kamus Lengkap Jepang-Indonesia Indonesia- Jepang. Surabaya : Kashiko

Kikuo Nomoto.1988 Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar Edisi Bahasa Indonesia.Tokyo Kokritsu Kokugo Kekyusho

Leech, Geoffrey. 1974. Semantik. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Nomoto, Kikuo.1988. Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar Edisi Bahasa Indonesia. Tokyo: Kokuritsu Kokugo Kenkyusha.

Sunagawa Yuriko.1998. Nihongo Bunkei Jiten.Tokyo : Kuroshio Shuppun.

Sutedi, Dedi.2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung : Humaniora Utama Press.

Nelson, Andrew N. 2005. Kamus Kanji Modern Jepang Indonesia. Jakarta : Kesain Blanc.


(6)

Seiichirou, Shakudai. 1946. Dictionary of Basic Japanese Usage for Foreigners. Japan.

Dahidi Ahmad, Sudjianto.2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta : Kesaint Blanc.

金木目川頁, 1998. Kuigigo Tsukaikata Jiten. Tokyo : Shoupan Hakkou. Ullman, Stephen. 1972. Pengantar Semantik. Yokyakarta: Pustaka Belajar

Verhaar, J.W.U. 1981. Pengatar Linguistik I. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press

Lyons, John. 1977. Semantics Vol I. Cambridge : Cambridge University Press Ogden,C.K & I.A.Richards. 1972. The Meaning of Meaning. London : Routledge

Kegan Paul Ltd

Djajasudarma, T.Fatimah. 1999. Analisis Bahasa:Sintaksis da Semantik. Jakarta: Universitas Indonesia

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.