Hubungan antara Quality of Work Life dengan Keterlibatan Kerja Pada Karyawan

(1)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

OLEH:

INGRID BEATRIX SIAHAAN (061301046)

FAKULTAS PSIKOLOGI


(2)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan antara Quality of Work Life dengan Keterlibatan Kerja Pada Karyawan

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Maret 2011

INGRID BEATRIX SIAHAAN NIM : 061301046


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara quality of work

life dengan keterlibatan kerja. Keterlibatan kerja didefinisikan sebagai tingkat

sampai sejauh mana performansi kerja seseorang mempengaruhi harga dirinya dan tingkat sampai sejauh mana seseorang secara psikologis mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan dalam gambaran diri totalnya. Keterlibatan kerja dapat ditingkatkan dengan terpenuhinya quality of work life.

Quality of work life adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan, suasana dan

pengalaman di tempat mereka bekerja yang mengacu pada bagaimana lingkungan pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pekerja seefektif mungkin.

Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 60 orang pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah convenience sampling (accidental sampling). Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisa koefisien korelasi pearson product

moment. Alat ukur yang digunakan adalah skala keterlibatan kerja (α = 0.937) dan

skala quality of work life (α = 0.914). Berdasarkan hasil analisa data diperoleh nilai rxy = 0.395, R-square = 0.156 (p < 0.05) yang berarti bahwa quality of work

life terbukti memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap keterlibatan kerja

dan memberikan kontribusi sebesar 15,6% terhadap peningkatan keterlibatan kerja pada subjek penelitian. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa mayoritas subjek penelitan memiliki tingkat quality of work life dan keterlibatan kerja yang tergolong dalam kategori sedang.


(4)

Ingrid Beatrix Siahaan and Gustiarti Leila

ABSTRACT

This research aim to find the relationship between quality of work life with job involvement. Job involvement defined as the degree to which job performance affected a person’s self-esteem and the extent to which a person identifies psychologically with his or her work or the importance of work in the total self image. Job involvement can increased by meeting his or her quality of work life. Quality of work life is a worker’s perception about their well-being, condition and experience in the workplace that refers to how the work environment meet their needs as effective as possible.

This research involved 60 employee of Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Polonia. Sampling technique used was convenience sampling (accidental sampling). The data obtained processed by using pearson product moment correlation coefficient analysis. The measurement scales used are job involvement scale (α = 0.937) and quality of work life scale (α = 0.914). The data analysis result is rxy = 0.395, R-square = 0.156 (p < 0.05), indicate that there are significant positive relationship between quality of work life and job involvement and contribute to improvement of job involvement for 15,6%. This research shows that majority of the subject have medium level of quality of work life and job involvement.


(5)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Allah Penyelamatku yang selalu ada buat penulis, memberikan kekuatan, kesehatan, kemampuan dan semangat kepada penulis untuk bisa menyelesaikan proposal skripsi ini walau banyak tantangan yang harus dihadapi. Hanya karena berkat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan antara Quality of Work Life dengan Keterlibatan Kerja pada Karyawan”

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, bimbingan, serta saran selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Gustiarti Leila, M.Si., M.Kes., psikolog, selaku dosen pembimbing. Terima kasih bu atas bimbingan dan masukan-masukan yang telah ibu berikan kepada penulis. Terima kasih juga karena meskipun ibu sibuk tapi ibu selalu menyediakan waktu untuk membimbing saya. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan ibu.

3. Ibu Eka Ervika, M.Si, psikolog selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas bimbingan akademik yang telah ibu berikan selama ini.


(6)

pegawai yang telah ikut serta dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Orang tua penulis, Jupiter Siahaan, S.E. dan Reni Tampubolon, S.E., terima kasih yang tak terhingga buat bapak dan ibunda yang selalu memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis. Terima kasih sudah mencintai dan mendidik penulis hingga saat ini. Terima kasih juga buat semangat dan doa-doa yang terus kalian panjatkan untuk penulis. Bapak dan Ibu adalah karunia terindah yang Tuhan berikan kepada penulis. Maaf jika hingga saat ini penulis masih belum dapat memenuhi cita-cita dan harapan kalian. Terutama untuk Ibunda tercinta yang saat ini berjuang sendirian untuk kami anak-anakmu. Terima kasih karena sudah mau mengorbankan waktu, keringat, tenaga dan cita-citamu untuk kami anak-anakmu.

6. Buat kedua abang dan adikku, Moses, Marthin, Gomgom, dan Vien terima kasih buat semangat dan dukungan yang selalu kalian berikan untukku. Terima kasih sudah mau mendengar keluh kesahku, dan terima kasih sudah mau menegur aku jika aku berbuat salah. Kalian adalah saudara terbaik yang Tuhan dapat berikan untukku. Tetaplah menjadi saudara dan teman bagiku. Semoga Tuhan selalu melindungi dan memberkati kalian.

7. Buat sahabat penulis, Prinst, Yenni, Wira, Helva, Mitha, Natalia, Junita, Mutiara dan sahabat-sahabatku yang lain yang tidak tertulis namanya. Terima kasih atas semangat, masukan, dan dorongan yang kalian berikan selama ini.


(7)

8. Seluruh dosen dan Staff di Fakultas Psikologi. Terima kasih untuk ilmu yang sudah bapak dan ibu berikan buat penulis.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu.

Akhir kata, penulis mohon maaf bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Penulis Medan, Maret 2011

Ingrid Beatrix Siahaan


(8)

COVER DALAM

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

HALAMAN ABSTRAK ... i

HALAMAN ABSTRAK INGGRIS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. PERUMUSAN MASALAH ... 8

C. TUJUAN PENELITIAN ... 8

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis ... 8

2. Manfaat Praktis ... 9

E. SISTEMATIKA PENULISAN ... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN KERJA 1. Definisi Keterlibatan Kerja ... 11


(9)

B. QUALITY OF WORK LIFE

1. Definisi Quality of Work Life ... 21 2. Komponen Quality of Work Life ... 22 C. HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF WORK LIFE

DENGAN KETERLIBATAN KERJA ... 24 D. HIPOTESA PENELITIAN ... 27 BAB III METODE PENELITIAN

A. IDENTIFIKASI VARIABEL ... 28 B. DEFINISI OPERASIONAL

1. Keterlibatan Kerja ... 28 2. Quality of Work Life ... 29

C. POPULASI, SAMPEL, DAN TEKNIK PENGAMBILAN

SAMPEL

1. Populasi Penelitian ... 30 2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 30 3. Jumlah Sampel Penelitian ... 31

D. METODE PENGUMPULAN DATA

1. Skala Keterlibatan Kerja ... 32 2. Skala Quality of Work Life ... 33 E. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR


(10)

F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR

1. Hasil Uji Coba Skala Keterlibatan Kerja ... 38

2. Hasil Uji Coba Skala Quality of Work Life ... 39

G. PROSEDUR PENELITIAN ... 42

H. METODE ANALISA DATA 1. Uji Normalitas ... 45

2. Uji Linearitas ... 45

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN 1. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 46

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 48

B. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Uji Asumsi a. Uji normalitas ... 49

b. Uji linearitas ... 50

2. Hasil Utama Penelitian ... 51

3. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik ... 52

4. Kategorisasi Data Penelitian ... 54


(11)

B. SARAN ... 63 DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN


(12)

Tabel 1. Laporan Penerimaan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan

Polonia Tahun 2009 dan 2010 (dalam jutaan rupiah) ... 7

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Keterlibatan Kerja ... 33

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Quality of Work Life ... 35

Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Keterlibatan Kerja Setelah Uji Coba ... 39

Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Keterlibatan Kerja Untuk Penelitian ... 39

Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Quality of Work Life Setelah Uji Coba ... 40

Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Quality of Work Life Untuk Penelitian ... 41

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 47

Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

Tabel 10. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 48

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas ... 49

Tabel 12. Hasil Uji Linearitas ... 50

Tabel 13. Korelasi antara Quality of Work Life dengan Keterlibatan Kerja .... 51

Tabel 14. Hasil Uji Determinasi ... 52

Tabel 15. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Keterlibatan Kerja ... 53

Tabel 16. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Quality of Work Life ... 54

Tabel 17. Norma Kategorisasi Keterlibatan Kerja ... 54

Tabel 18. Kategorisasi Keterlibatan Kerja ... 55

Tabel 19. Norma Kategorisasi Quality of Work Life ... 55

Tabel 20. Kategorisasi Quality of Work Life ... 56

Tabel 21. Matriks Kategorisasi Quality of Work Life dan Keterlibatan Kerja ... 56


(13)

Lampiran 1. Data Mentah Hasil Uji Coba, Hasil Uji Coba Skala Keterlibatan Kerja, Hasil Uji Coba Skala Quality of Work Life

Lampiran 2. Skala Penelitian, Data Mentah Skala Penelitian, Gambaran Subjek Penelitian

Lampiran 3. Skor Total dan Tabel Kategorisasi, Hasil Utama Penelitian Lampiran 4. Struktur Organisasi, Surat Izin Pengambilan Data


(14)

Ingrid Beatrix Siahaan dan Gustiarti Leila ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara quality of work

life dengan keterlibatan kerja. Keterlibatan kerja didefinisikan sebagai tingkat

sampai sejauh mana performansi kerja seseorang mempengaruhi harga dirinya dan tingkat sampai sejauh mana seseorang secara psikologis mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan dalam gambaran diri totalnya. Keterlibatan kerja dapat ditingkatkan dengan terpenuhinya quality of work life.

Quality of work life adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan, suasana dan

pengalaman di tempat mereka bekerja yang mengacu pada bagaimana lingkungan pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pekerja seefektif mungkin.

Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 60 orang pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah convenience sampling (accidental sampling). Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisa koefisien korelasi pearson product

moment. Alat ukur yang digunakan adalah skala keterlibatan kerja (α = 0.937) dan

skala quality of work life (α = 0.914). Berdasarkan hasil analisa data diperoleh nilai rxy = 0.395, R-square = 0.156 (p < 0.05) yang berarti bahwa quality of work

life terbukti memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap keterlibatan kerja

dan memberikan kontribusi sebesar 15,6% terhadap peningkatan keterlibatan kerja pada subjek penelitian. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa mayoritas subjek penelitan memiliki tingkat quality of work life dan keterlibatan kerja yang tergolong dalam kategori sedang.


(15)

ABSTRACT

This research aim to find the relationship between quality of work life with job involvement. Job involvement defined as the degree to which job performance affected a person’s self-esteem and the extent to which a person identifies psychologically with his or her work or the importance of work in the total self image. Job involvement can increased by meeting his or her quality of work life. Quality of work life is a worker’s perception about their well-being, condition and experience in the workplace that refers to how the work environment meet their needs as effective as possible.

This research involved 60 employee of Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Polonia. Sampling technique used was convenience sampling (accidental sampling). The data obtained processed by using pearson product moment correlation coefficient analysis. The measurement scales used are job involvement scale (α = 0.937) and quality of work life scale (α = 0.914). The data analysis result is rxy = 0.395, R-square = 0.156 (p < 0.05), indicate that there are significant positive relationship between quality of work life and job involvement and contribute to improvement of job involvement for 15,6%. This research shows that majority of the subject have medium level of quality of work life and job involvement.


(16)

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Di jaman perkembangan industri yang semakin pesat sekarang ini, telah banyak perusahaan yang saling bersaing dalam meningkatkan produk dan jasanya kepada pelanggan. Terlebih lagi, sekarang ini terdapat isu bahwa akan ada penyatuan negara-negara ASEAN salah satunya adalah dalam hal ekonomi. Hal ini akan semakin meningkatkan persaingan antara perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia dengan perusahaan yang ada di luar Indonesia (Darmawan, 2009).

Berhasil tidaknya suatu perusahaan menghadapi persaingan yang ketat tersebut sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang ada di dalamnya, perencanaan, teknologi, dan keuangan (Kreitner & Kinicki, 2003). Turner (2002) menambahkan bahwa pengembangan sumber daya manusia tersebut menjadi keunggulan daya saing utama dan faktor pertumbuhan dari suatu perusahaan. Oleh karena itu, sumber daya manusia harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi (Hariandja, 2009). Sims (2002) menambahkan bahwa manajemen sumber daya manusia yang efektif dalam suatu perusahaan merupakan sumber utama dari keunggulan kompetitif dan bahkan menjadi satu-satunya penentu yang paling utama dari performansi perusahaan untuk jangka waktu yang lama.

Salah satu faktor yang tampak mendapatkan perhatian yang lebih daripada faktor-faktor lainnya dalam meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan


(17)

adalah orang-orang yang bekerja dalam suatu organisasi (Sims, 2002). Salah satu aspek perilaku manusia dalam bekerja yang diketahui juga dapat menentukan efektivitas organisasi dan produktivitas dalam organisasi atau perusahaan adalah keterlibatan kerja (Brown, 1996).

H. dan Wongso (2006) berdasarkan hasil survei mereka menyatakan bahwa keterlibatan kerja yang rendah terjadi pada karyawan bagian penjualan dan servis Astra Internasional BMW HR. Muhammad Surabaya. Hal ini terlihat dari respon mereka terhadap pekerjaan dimana dalam melakukan pekerjaan hanya disesuaikan dengan perintah atasan atau tidak didasarkan atas inisiatif mereka sendiri. Menurut mereka, hal ini disebabkan karena karyawan bagian penjualan dan servis merasa bahwa masalah-masalah yang mereka hadapi menjadi tantangan berat dalam melakukan pekerjaan mereka sehari-hari, masalah-masalah tersebut adalah pada bagian penjualan, karyawan dituntut untuk masuk tepat waktu, memberikan pelayanan yang ramah, dan pada bagian servis diharuskan tepat waktu pada jam masuk kerja, teliti dalam memperbaiki mesin atau dalam melakukan servis.

Widianto dan Sulistio (2007) menemukan bahwa keterlibatan kerja yang rendah terjadi pada karyawan La Partie Event Organizer, sebuah perusahaan

event organizer yang cukup besar di Surabaya. Sebagian besar karyawan

perusahaan ini kurang terlibat sepenuhnya dalam pekerjaannya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya rasa memiliki karyawan terhadap perusahaan yang dapat terlihat dari tidak adanya inisiatif dari karyawan untuk memajukan


(18)

perusahaan, tingginya tingkat turnover karyawan, kelambanan kerja, serta berkurangnya jam kerja karyawan.

Fenomena lainnya juga terjadi pada pegawai Direktorat Jenderal Pajak Yogyakarta, dimana keterlibatan kerja mereka mulai menurun disebabkan karena beban tugas yang berat dan jam kerja yang cukup tinggi untuk ukuran pegawai negeri sipil tidak diimbangi dengan imbalan kesejahteraan bagi pegawainya (Wathon & Yamit, 2005). Beban kerja yang cukup berat yang harus mereka lakukan agar dapat mencapai target penerimaan pajak hanya diberikan imbalan yang tergolong kecil, akibatnya muncul isu-isu tentang adanya kebocoran pajak dan pemerasan terhadap wajib pajak yang dilakukan oleh oknum yang bekerja di kantor pelayanan pajak.

Dari fenomena-fenomena di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat keterlibatan kerja karyawan yang rendah dan menurunnya keterlibatan kerja pegawai dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti karyawan merasa bahwa aturan jam kerja yang ketat adalah masalah yang berat, kurangnya rasa memiliki terhadap perusahaan serta imbalan atas kinerja yang tidak sesuai dengan prestasi yang telah dicapai.

Keterlibatan kerja merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia, yang secara positif diserap dalam aspek fundamental dari pekerjaan individu (Kanungo dalam Wyk, Boshoff, & Cilliers, 2003). Keterlibatan kerja memiliki implikasi organisasi yang positif, mempengaruhi tingkat dimana individu mendukung tujuan organisasi, dan meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerjanya. Keterlibatan kerja yang meningkat juga dapat meningkatkan efektivitas


(19)

organisasi dan produktivitas dengan melibatkan karyawan sepenuhnya dalam pekerjaan mereka dan dengan membuat pekerjaan menjadi pengalaman yang penuh makna bagi karyawan (Brown, 1996). Lodahl dan Kejner (dalam Cohen, 2003) mendefinisikan keterlibatan kerja sebagai internalisasi nilai-nilai tentang kebaikan pekerjaan atau pentingnya pekerjaan bagi keberhargaan seseorang. Keterlibatan kerja sebagai tingkat sejauh mana seseorang secara psikologis mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan dalam gambaran diri totalnya.

Kanungo (dalam Brown, 1996) mengatakan bahwa keterlibatan kerja individu yang diperlihatkan dalam pekerjaannya merupakan fungsi dari kebutuhan-kebutuhan yang menonjol atau penting. Kebutuhan tersebut cenderung akan menjadi perhatian pokok dalam kehidupan individu dan individu akan mencari jalan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Dengan bekerja, individu berusaha untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Dari usahanya tersebut, individu akan melihat seberapa jauh kebutuhan dan harapannya dapat terpuaskan. Kossen (1987) mengatakan bahwa kebutuhan dan nilai-nilai personal dari karyawan dapat dipenuhi oleh quality of work life yang efektif.

Schuler (1987) mengatakan bahwa quality of work life bertujuan untuk menghasilkan keterlibatan kerja yang lebih baik pada karyawan. Schuler dan Youngblood (1986) menambahkan bahwa keterlibatan kerja karyawan yang meningkat mengindikasikan level quality of work life yang tinggi. Igbaria, Parasuraman, dan Badawy (1994) juga menambahkan bahwa keterlibatan kerja dianggap sebagai hasil sikap dari ”kebaikan” quality of work life. Keterlibatan


(20)

kerja berhubungan secara positif dengan kebutuhan untuk prestasi dan pertumbuhan, kepuasan kerja, performansi, dan komitmen organisasi.

Winardi (2001) mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja (quality of

work life) seorang individu telah dikaitkan dengan banyak macam perilaku di

tempat kerja. Perbaikan-perbaikan dalam kualitas kehidupan kerja dapat menyebabkan timbulnya perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri (penghargaan diri meningkat), terhadap pekerjaan yang dilaksanakan (meningkatnya kepuasan kerja dan keterlibatan), dan terhadap organisasi (komitmen lebih kuat terhadap tujuan-tujuan organisasi).

Quality of work life dapat dilihat melalui pengalaman-pengalaman

karyawan di dalam organisasi berdasarkan faktor-faktor pembentuknya. Faktor-faktor pembentuk tersebut mencakup kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan untuk berkembang dan menggunakan kapasitas manusia, kesempatan untuk pertumbuhan berkelanjutan dan rasa aman, perasaan memiliki, hak-hak karyawan, pekerjaan dan ruang hidup total, dan tanggung jawab sosial dalam kehidupan kerja (Walton dalam Kossen, 1987).

Dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap quality of work life ditemukan bahwa meningkatnya quality of work life memiliki dampak yang positif terhadap meningkatnya performansi dan efektivitas suatu organisasi, dan terhadap perilaku karyawan ketika bekerja. Jadi melalui persepsinya, individu akan melihat jika quality of work life baik dan cenderung dapat memenuhi kebutuhan dan kesejahteraannya ketika bekerja maka ia akan meningkatkan


(21)

keterlibatannya dalam pekerjaannya. Individu akan melarutkan dirinya pada pekerjaannya dan umpan balik dari perilaku kerjanya akan menimbulkan suatu kepercayaan bahwa pekerjaan adalah bagian terpenting dan utama bagi dirinya.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia merupakan suatu instansi pemerintah yang bernaung di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia bagian Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas mengadakan penyuluhan, melaksanakan pelayanan, pengolahan data, pengawasan dan konsultasi Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak tidak langsung lainnya. Instansi ini melaksanakan tugas-tugas tersebut untuk mengumpulkan penerimaan pajak baik yang berasal dari individu maupun perusahaan. Dalam mengumpulkan penerimaan pajak tersebut, pihak KPP menentukan target pajak yang harus mereka capai tiap tahunnya. Pencapaian target tersebut dapat terealisasi dengan optimal apabila ada partisipasi yang aktif dan kepedulian pegawai terhadap target yang ingin dicapai tersebut. Dapat diartikan juga bahwa target yang telah ditentukan dapat dicapai apabila pegawai memiliki keterlibatan kerja yang tinggi sehingga mereka mampu bekerja dengan optimal.


(22)

Tabel 1. Laporan Penerimaan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia Tahun 2009 dan 2010 (dalam jutaan rupiah)

No Jenis Pajak

2009 2010

Target Realisasi

Persen-tase Target Realisasi

Persen-tase 1 Pajak

Penghasilan 302.259.10 292.719.07 96,8% 530.828.27 383.588.38 72.26%

2 PPN dan

PPnBM 156.540.70 180.970.23 115,6% 65.762.40 240.870.33 366,27% 3

Pendapatan atas PL dan PIB

410.68 612.10 149,0% 283.29 200.15 70,65%

4 PBB dan

BPHTB 137.380.05 161.698.56 117,7% 145.973.11 178.008.06 121,94% Total 596.590.53 635.999.96 106,6% 742.847.08 802.666.93 108,05% Sumber: Seksi Pengolahan Data dan Informasi KPP Pratama Medan Polonia

Tabel 1 menunjukkan bahwa KPP Pratama Medan Polonia mampu melebihi total target yang direncanakan selama 2 tahun terakhir secara keseluruhan, meskipun pencapaiannya belum optimal untuk masing-masing jenis pajak. Hal ini mengindikasikan bahwa para pegawai pada instansi ini telah memiliki produktivitas dan performansi kerja yang cukup tinggi. Produktivitas dan performansi kerja memiliki hubungan yang erat dengan keterlibatan kerja, dimana orang yang terlibat dengan pekerjaannya akan memiliki produktivitas dan performansi kerja yang lebih baik (Giap, 1996).

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa keterlibatan kerja seseorang ketika bekerja dapat lebih ditingkatkan dengan terpenuhinya quality of

work life mereka, karena tujuan dari quality of work life salah satunya adalah

untuk meningkatkan keterlibatan kerja seorang karyawan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah quality

of work life memiliki hubungan dengan keterlibatan kerja. Peneliti ingin


(23)

work life yang positif akan memprediksikan peningkatan keterlibatan kerja pada

karyawan tersebut.

B. PERUMUSAN MASALAH

Adapun masalah yang hendak diteliti oleh peneliti adalah mengenai apakah ada hubungan yang positif antara quality of work life dengan keterlibatan kerja.

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang diadakannya penelitian ini adalah untuk melihat hubungan yang positif antara quality of work life dengan keterlibatan kerja pada karyawan.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. untuk semakin memperkaya penelitian-penelitian psikologi yang telah ada. b. untuk dapat dipergunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya dalam


(24)

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

a. bagi mahasiswa, penelitian ini dapat semakin memperkaya pengetahuan mahasiswa dalam ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi industri dan organisasi mengenai topik quality of work life dan keterlibatan kerja.

b. bagi organisasi, penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana hubungan antara quality of work life dengan keterlibatan kerja seorang karyawan sehingga dapat menjadi referensi bagi perusahaan untuk melaksanakan program yang mampu meningkatkan quality of work life agar keterlibatan kerja karyawannya semakin meningkat sehingga mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan skripsi penelitian merupakan gambaran mengenai garis besar keseluruhan isi skripsi serta merupakan susunan permasalahan yang akan dikaji dengan langkah-langkah pembahasan yang tersusun dalam bab-bab. Sistematika penulisan skripsi disusun untuk memberikan gambaran yang menyeluruh dan memudahkan dalam memahami isi skripsi. Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.


(25)

Bab II Landasan Teori

Bab ini berisi teori-teori yang mendasari pelaksanaan penelitian yang meliputi quality of work life, keterlibatan kerja, hubungan teoritik antara

quality of work life dengan keterlibatan kerja, dan hipotesis penelitian.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini berisi identifikasi variabel, definisi operasional dari masing-masing variabel, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur penelitian, dan metode analisis data.

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang uraian tentang gambaran subjek penelitian, hasil analisa data utama penelitian, dan pembahasan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan saran peneliti terhadap penelitian.


(26)

LANDASAN TEORI

A. KETERLIBATAN KERJA

1. Definisi Keterlibatan Kerja

Lodahl dan Kejner (dalam Cohen, 2003) mendefinisikan keterlibatan kerja sebagai internalisasi nilai-nilai tentang kebaikan pekerjaan atau pentingnya pekerjaan bagi keberhargaan seseorang. Keterlibatan kerja sebagai tingkat sampai sejauh mana performansi kerja seseorang mempengaruhi harga dirinya dan tingkat sampai sejauh mana seseorang secara psikologis mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan dalam gambaran diri totalnya. Individu yang memiliki keterlibatan yang tinggi lebih mengidentifikasikan dirinya pada pekerjaannya dan menganggap pekerjaan sebagai hal yang sangat penting dalam kehidupannya.

Rabinowitz dan Hall (dalam Kanungo, 1982) mendefinisikan keterlibatan keja ke dalam dua kategori. Pertama, keterlibatan kerja dipandang sebagai suatu “performance self-esteem contingency,” dimana menurut definisi ini, keterlibatan kerja adalah tingkat sampai sejauh mana harga diri (self-esteem) individu dipengaruhi oleh tingkat performansinya ketika bekerja. Sehingga, keterlibatan kerja yang lebih rendah atau yang lebih tinggi menunjukkan harga diri yang lebih rendah atau yang lebih tinggi yang diperoleh ketika bekerja. Kedua, keterlibatan kerja sebagai suatu identifikasi psikologis dengan pekerjaan seseorang. Menurut Lawler dan Hall (dalam Kanungo, 1982), keterlibatan kerja merujuk pada


(27)

identifikasi psikologis dengan pekerjaan seseorang atau tingkat dimana situasi kerja merupakan pusat dari identitasnya.

Brown (dalam Muchinsky, 2003) mengatakan bahwa keterlibatan kerja merujuk pada tingkat dimana seseorang secara psikologis memihak kepada organisasinya dan pentingnya pekerjaan bagi gambaran dirinya. Ia menegaskan bahwa seseorang yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi dapat terstimulasi oleh pekerjaannya dan tenggelam dalam pekerjaannya.

Robbins (2001) menambahkan bahwa karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Seseorang yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi akan melebur dalam pekerjaan yang sedang ia lakukan. Tingkat keterlibatan kerja yang tinggi berhubungan dengan organizational citizenship behavior dan performansi kerja. Sebagai tambahan, tingkat keterlibatan kerja yang tinggi dapat menurunkan jumlah ketidakhadiran karyawan (Robbins, 2009).

Hiriyappa (2009) mendefinisikan keterlibatan kerja sebagai tingkat sampai sejauh mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan pekerjaannya, secara aktif berpartisipasi di dalamnya, dan menganggap performansi yang dilakukannya penting untuk keberhargaan dirinya. Tingkat keterlibatan kerja yang tinggi akan menurunkan tingkat ketidakhadiran dan pengunduran diri karyawan dalam suatu organisasi. Sedangkan tingkat keterlibatan kerja yang rendah akan meningkatkan ketidakhadiran dan angka pengunduran diri yang lebih tinggi dalam suatu organisasi.


(28)

Saleh dan Hosek (dalam Kanungo, 1982) mengatakan bahwa orang-orang akan terlibat dengan pekerjaannya; 1) ketika baginya pekerjaan adalah pusat hidupnya, 2) ketika ia secara aktif berpartisipasi dalam pekerjaannya, 3) ketika ia mempersepsikan performansi yang ia tunjukkan sebagai pusat dari harga dirinya, dan 4) ketika ia mempersepsikan bahwa performansinya konsisten dengan konsep dirinya.

Patchen (dalam Srivastava, 2005) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi akan menunjukkan perasaan solidaritas yang tinggi terhadap perusahaan dan mempunyai motivasi kerja internal yang tinggi. Individu akan memiliki keterlibatan kerja yang rendah jika ia memiliki motivasi kerja yang rendah dan merasa menyesal dengan pekerjaannya. Artinya, individu yang memiliki keterlibatan kerja yang rendah adalah individu yang memandang pekerjaan sebagai bagian yang tidak penting dalam hidupnya, memiliki rasa kurang bangga terhadap perusahaan, dan kurang berpartisipasi dan kurang puas dengan pekerjaannya.

Berdasarkan dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa keterlibatan kerja merupakan komitmen seorang karyawan terhadap pekerjaannya yang ditandai dengan karyawan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pekerjaan, adanya perasaan terikat secara psikologis terhadap pekerjaan yang ia lakukan, dan keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan.


(29)

2. Karakteristik Keterlibatan Kerja

Ada beberapa karakteristik dari karyawan yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi dan yang rendah, antara lain:

a. Karakteristik karyawan yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi: 1) Menghabiskan waktu untuk bekerja

2) Memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pekerjaan dan perusahaan 3) Puas dengan pekerjaannya

4) Memiliki komitmen yang tinggi terhadap karier, profesi, dan organisasi 5) Memberikan usaha-usaha yang terbaik untuk perusahaan

6) Tingkat absen dan intensi turnover rendah 7) Memiliki motivasi yang tinggi

b. Karakteristik karyawan yang memiliki keterlibatan kerja yang rendah: 1) Tidak mau berusaha keras untuk kemajuan perusahaan

2) Tidak peduli dengan pekerjaan maupun perusahaan 3) Tidak puas dengan pekerjaan

4) Tidak memiliki komitmen terhadap pekerjaan maupun perusahaan 5) Tingkat absen dan intensi turnover tinggi

6) Memiliki motivasi kerja yang rendah 7) Tingkat pengunduran diri yang tinggi


(30)

3. Dimensi Keterlibatan Kerja

Menurut Lodahl dan Kejner (dalam Cohen, 2003), keterlibatan kerja memiliki dua dimensi, yaitu:

a. Performance self-esteem contingency

Keterlibatan kerja merefleksikan tingkat dimana rasa harga diri seseorang dipengaruhi oleh performansi kerjanya. Aspek ini mencakup tentang seberapa jauh hasil kerja seorang karyawan (performance) dapat mempengaruhi harga dirinya (self-esteem). Vroom (dalam Kanungo, 1982) mengatakan bahwa keterlibatan kerja muncul ketika performansi yang baik meningkatkan harga diri seseorang. Harga diri didefinisikan sebagai suatu indikasi dari tingkat dimana individu mempercayai dirinya mampu, cukup, dan berharga (Harris & Hartman, 2002).

b. Pentingnya pekerjaan bagi gambaran diri total individu

Dimensi ini merujuk pada tingkat sejauh mana seseorang mengidentifikasikan dirinya secara psikologis pada pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan bagi gambaran diri totalnya (Lodahl & Kejner dalam Kanungo, 1982). Dubin (dalam Kanungo, 1982) mengatakan bahwa orang yang memiliki keterlibatan kerja adalah orang yang menganggap pekerjaan sebagai bagian yang paling penting dalam hidupnya. Ini berarti bahwa dengan bekerja, ia dapat mengekspresikan diri dan menganggap bahwa pekerjaan merupakan aktivitas yang menjadi pusat kehidupannya. Karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan (Robbins, 2009).


(31)

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan Kerja

Keterlibatan kerja dapat dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu variabel personal dan variabel situasional (Kanungo, 1982).

a. Variabel personal

Variabel personal yang dapat mempengaruhi keterlibatan kerja meliputi variabel demografi dan psikologis. Variabel demografi mencakup usia, pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan, jabatan, dan senioritas.

Cherrington (dalam Kanungo, 1982) mengatakan bahwa karyawan yang usianya lebih tua cenderung untuk memiliki keterlibatan kerja lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan yang umurnya lebih muda. Moynihan dan Pandey (2007) juga menemukan bahwa usia memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan keterlibatan kerja, dimana karyawan yang usianya lebih tua cenderung lebih puas dan terlibat dengan pekerjaan mereka, sedangkan karyawan yang usianya lebih muda kurang tertarik dan puas dengan pekerjaan mereka. Siegal dan Ruh (dalam Kanungo, 1982) menemukan bahwa karyawan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi menunjukkan keterlibatan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Selanjutnya, pria menunjukkan keterlibatan kerja yang lebih tinggi dibandingkan wanita.

Hickling (2001) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengukur pengaruh variabel demografi dan status karyawan (part-time atau full-time) menemukan bahwa variabel demografi dan status karyawan memiliki hubungan dengan keterlibatan kerja. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa karyawan


(32)

full-time dan part-time berbeda dalam karakteristik demografi, dimana wanita

memiliki tingkat absen yang lebih tinggi daripada pria, yang mengindikasikan bahwa wanita memiliki keterlibatan kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan pria. ia juga menemukan bahwa karyawan yang bekerja full-time lebih terlibat dalam pekerjaannya dibandingkan dengan karyawan yang bekerja part-time. Westhuizen (2008) dalam penelitiannya menambahkan bahwa variabel-variabel demografi lainnya seperti gaji memiliki hubungan dengan keterlibatan kerja.

Sedangkan variabel psikologis mencakup intrinsic/extrinsic need strength, nilai-nilai kerja, locus of control, kepuasan terhadap karakteristik/hasil kerja, usaha kerja, performansi kerja, absensi, dan intensi turnover.

Yaktiningsih (1994) dalam studinya mengenai makna bekerja dan hubungan antara makna bekerja dengan keterlibatan kerja pada karyawan perusahaan industri, konstruksi, dan manufaktur milik negara di lini manajerial dan lini nonmanajerial menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari makna bekerja dengan keterlibatan kerja seseorang.

Bazionelos (2004) dalam penelitiannya mengenai hubungan antara trait kepribadian dengan keterlibatan kerja pada manajer menemukan bahwa ada hubungan antara trait kepribadian dengan keterlibatan kerja ditinjau dari teori 5 Faktor, dimana tipe kepribadian extraversion, openness, agreeableness berhubungan dengan keterlibatan kerja. Ia menemukan bahwa manajer yang memiliki karakteristik aggreableness yang rendah menunjukka n keterlibatan kerja yang tinggi. Selain itu, ia juga menemukan bahwa ada hubungan yang negatif antara extraversion dan openness dengan keterlibatan kerja.


(33)

b. Variabel situasional

Variabel situasional yang dapat mempengaruhi keterlibatan kerja mencakup pekerjaan, organisasi, dan lingkungan sosial budaya. Variabel pekerjaan mencakup karakteristik/hasil kerja, variasi, otonomi, identitas tugas,

feedback, level pekerjaan (status formal dalam organisasi), level gaji, kondisi

pekerjaan (work condition), job security, supervisi, dan iklim interpersonal. Mehta (dalam Srivastava, 2005) mengatakan bahwa faktor-faktor seperti otonomi, hubungan pertemanan, perilaku pengawas, kepercayaan, dan dukungan menuntun pada keterlibatan kerja yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.

Dollah (1994) dalam penelitiannya mengenai keterlibatan kerja pegawai sektor awam menemukan bahwa karakteristik pekerjaan dapat mempengaruhi keterlibatan kerja seseorang, dimana pekerjaan yang memberikan otonomi bagi karyawannya dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut akan meningkatkan keterlibatan kerja pegawai.

Dollah (1994) juga menemukan bahwa persepsi terhadap penyelia memiliki hubungan yang positif dengan keterlibatan kerja, dimana semakin positif persepsinya terhadap penyelia, semakin tinggi keterlibatan kerjanya. Irawan (2010) dalam penelitiannya tentang hubungan antara gaya kepemimpinan demokratis dengan keterlibatan kerja juga menemukan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan demokratis dengan keterlibatan kerja. Artinya, apabila persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan demokratis positif, maka keterlibatan kerja karyawan tinggi.


(34)

Variabel organisasi mencakup iklim organisasi (partisipatif/mekanistik), ukuran organisasi (besar/kecil), struktur organisasi (tall/flat), dan sistem kontrol organisasi (jelas/tidak jelas).

Karia dan Asaari (2003) mengatakan bahwa praktek continuous

improvement dan pencegahan terhadap masalah secara signifikan berkorelasi

positif dengan keterlibatan kerja, kepuasan kerja, kepuasan karier, dan komitmen organisasi.

Hao, Jung, dan Yenhui (2009) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor penting dari keterlibatan kerja personil layanan finansial menemukan bahwa dukungan sosial dan hubungan teman sebaya memiliki hubungan langsung yang signifikan dengan keterlibatan kerja. Mishra dan Shyam (2005) dalam penelitiannya mengenai hubungan antara tipe-tipe dukungan sosial dengan keterlibatan kerja pada sipir penjara juga menemukan bahwa ketiga tipe dukungan sosial yang diukur (appraisal, tangible, dan belonging support) berhubungan positif dengan keterlibatan kerja.

Variabel lingkungan sosial budaya mencakup ukuran komunitas, rural/urban, budaya etnis, dan agama.

Kaur dan Chadha (dalam Srivastava, 2005) menemukan bahwa bagi pekerja white-collar, stres yang tinggi menuntun pada keterlibatan kerja yang rendah, sedangkan bagi pekerja blue-collar, stres yang tinggi menuntun pada keterlibatan kerja yang tinggi.


(35)

Dollah (1994) menemukan bahwa konflik peran berpengaruh terhadap keterlibatan kerja, dimana semakin tinggi konflik peran semakin tinggi pula keterlibatan kerjanya.

Ada beberapa penelitian lainnya yang dilakukan mengenai keterlibatan kerja. Penelitian mengenai kepuasan kerja dan keterlibatan kerja menunjukkan hubungan positif antara keduanya. Makvana (2008) menemukan bahwa karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan kerja yang tinggi menunjukkan tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Brown (dalam Mantler & Murphy, 2005) juga menambahkan bahwa orang-orang dengan keterlibatan kerja yang tinggi cenderung puas dengan pekerjaannya dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap karier, profesi, dan organisasi mereka.

Menurut Brown (1996), keterlibatan kerja dapat lebih dipengaruhi oleh faktor personal (etika kerja, motivasi internal, dan harga diri) daripada faktor situasional (kepuasan gaji, supervisor, promosi, dan kepuasan terhadap rekan kerja). Ia juga mengatakan bahwa terdapat perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan kerja karyawan yang bekerja di organisasi swasta dan negeri, dimana karyawan yang bekerja di perusahaan swasta lebih sensitif terhadap karakteristik pekerjaan dan situasional yang memfasilitasi performansi mereka, dengan kata lain bahwa keterlibatan mereka lebih dipengaruhi oleh faktor situasional dibandingkan dengan karyawan yang bekerja di organisasi negeri.


(36)

B. QUALITY OF WORK LIFE 1. Definisi Quality of Work Life

Quality of work life merujuk pada seberapa efektif lingkungan kerja dapat

memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai personal dari karyawan (Kossen, 1987). Walton (dalam Walker, 1980) mengatakan bahwa quality of work life mencakup seberapa efektif lingkungan kerja mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai personal karyawan ketika ia bekerja, yaitu tingkat dimana anggota dari suatu organisasi kerja mampu untuk memuaskan kebutuhan personal mereka yang penting melalui pengalaman mereka dalam suatu organisasi.

Quality of work life karyawan merupakan salah satu tujuan penting dalam

memenuhi kebutuhan dan keinginan pegawai (Cascio, 1986). Cascio (1986) mengatakan bahwa quality of work life dapat didefinisikan sebagai persepsi karyawan tentang kesejahteraan mental dan fisiknya ketika bekerja. Ada dua pandangan mengenai maksud dari quality of work life. Pertama, quality of work

life adalah sejumlah keadaan dan praktek dari organisasi (contoh: pengayaan

penyelia yang demokratis, keterlibatan pekerja, dan kondisi kerja yang aman). Sementara yang kedua, quality of work life adalah persepsi karyawan bahwa mereka ingin rasa aman, mereka merasa puas, dan mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebagai layaknya manusia (Cascio, 1986).

Berdasarkan defenisi yang telah diuraikan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa quality of work life adalah persepsi seorang karyawan mengenai kesejahteraan, suasana dan pengalamannya di tempat kerja, yang ditandai dengan


(37)

kemampuan lingkungan kerja dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadinya di tempat kerja.

2. Komponen Quality Of Work Life

Menurut Walton (dalam Kossen, 1987), quality of work life memiliki 8 kategori, antara lain:

a. Kompensasi yang mencukupi dan adil

Mencakup apakah gaji karyawan cukup untuk mempertahankan standard kehidupannya dan apakah gaji yang diterimanya sebanding dengan jumlah gaji karyawan lain yang memiliki jabatan yang sama.

b. Kondisi kerja yang aman dan sehat

Mencakup apakah lingkungan kerja bebas dari bahaya yang dapat melukai dan membuat karyawan menjadi sakit.

c. Kesempatan untuk berkembang dan menggunakan kapasitas manusia

Mencakup bagaimana pekerjaan berhubungan dengan harga diri karyawan, apakah pekerjaan mengizinkan karyawan untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya, dan apakah karyawan merasa terlibat dan tertantang oleh pekerjaannya.

d. Kesempatan untuk pertumbuhan berkelanjutan dan rasa aman

Mencakup apakah ada kesempatan untuk promosi atau kenaikan pangkat, atau apakah pekerjaan dipandang sebagai suatu jalan buntu, dan apakah pekerjaan menyediakan rasa aman pada karyawan dan pendapatannya.


(38)

e. Perasaan memiliki (sense of belonging)

Mencakup apakah karyawan merasa sebagai bagian dari kelompok atau terisolasi dari kelompok, apakah rekan kerja saling bersifat suportif atau sedang berada dalam situasi konflik berkepanjangan, dan apakah lingkungan kerja bebas dari prasangka yang merusak (destruktif).

f. Hak-hak karyawan

Mencakup apa hak-hak yang karyawan miliki, apa saja standard dari privasi personal, sikap terhadap ketidaksepakatan, persamaan dalam pemberian reward, dan akses terhadap prosedur keluhan.

g. Pekerjaan dan ruang hidup total

Mencakup bagaimana pekerjaan mempengaruhi peran karyawan dalam kehidupan personalnya, dan apakah tuntutan lembur, dinas keluar kota, dan pemindahan tugas dianggap sebagai sesuatu yang berlebihan.

h. Tanggung jawab sosial dalam kehidupan kerja

Mencakup apakah karyawan memandang bahwa organisasi bertanggung jawab secara sosial, apakah organisasi menghasilkan produk atau layanan yang berkontribusi pada rasa harga diri atau kebanggaan karyawan, apakah karyawan terlibat dalam aktivitas yang tidak etis, dan apa-apa saja praktek kerja organisasi.


(39)

C. HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF WORK LIFE DENGAN KETERLIBATAN KERJA

Berhasil tidaknya suatu perusahaan menghadapi persaingan yang ketat sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang ada di dalamnya (Kreitner & Kinicki, 2003). Oleh karena itu, sumber daya manusia harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi (Hariandja, 2009). Salah satu aspek perilaku manusia dalam bekerja yang diketahui dapat menentukan efektivitas organisasi dan produktivitas dalam organisasi atau perusahaan adalah keterlibatan kerja (Brown, 1996).

Lodahl dan Kejner (dalam Cohen, 2003) mendefinisikan keterlibatan kerja sebagai internalisasi nilai-nilai tentang kebaikan pekerjaan atau pentingnya pekerjaan bagi keberhargaan seseorang. Keterlibatan kerja sebagai tingkat sejauh mana performansi kerja seseorang mempengaruhi harga dirinya dan tingkat sejauh mana seseorang secara psikologis mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan dalam gambaran diri totalnya. Robbins (2001) menambahkan bahwa keterlibatan kerja mengukur tingkat sejauh mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan.

Lodahl dan Kejner (dalam Cohen, 2003) mengatakan bahwa individu yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi adalah orang yang memandang pekerjaan sebagai bagian yang sangat penting dalam kehidupannya dan orang yang sangat


(40)

dipengaruhi secara personal oleh situasi kerjanya. Patchen (dalam Srivastava, 2005) menambahkan bahwa seseorang yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi akan menunjukkan perasaan solidaritas yang tinggi terhadap perusahaan dan mempunyai motivasi kerja internal yang tinggi.

Lodahl dan Kejner (dalam Cohen, 2003) mengatakan bahwa individu dengan keterlibatan kerja yang rendah tidak memandang pekerjaan sebagai bagian yang penting dalam kehidupan psikologisnya. Minatnya tidak terletak pada pekerjaan yang ia miliki dan ia juga tidak terpengaruh oleh jenis pekerjaan apa yang sedang ia lakukan ataupun seberapa baik ia melakukan pekerjaan tersebut. Patchen (dalam Srivastava, 2005) menambahkan bahwa seseorang yang keterlibatan kerjanya rendah memiliki motivasi kerja yang rendah, dan merasa menyesal dengan pekerjaannya. Artinya, individu dengan keterlibatan kerja yang rendah adalah individu yang memandang pekerjaan sebagai bagian yang tidak penting dalam hidupnya, merasa kurang bangga dengan perusahaannya, kurang berpartisipasi dan kurang puas dengan pekerjaannya. Selanjutnya, Patchen (dalam Srivastava, 2005) mengatakan bahwa keterlibatan kerja yang rendah akan berhubungan negatif dengan kondisi yang negatif individu sebagai karyawan, yaitu rendahnya semangat kerja, prestasi kerja, kuantitas dan kualitas kerja, serta bertambahnya tingkat absensi dan turnover.

Keterlibatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor, salah satunya adalah faktor situasional yang terdiri dari faktor pekerjaan, organisasi, dan lingkungan sosial budaya. Seperti yang telah dikemukan sebelumnya bahwa beberapa hasil penelitian yang dilakukan mengenai keterlibatan kerja ditemukan bahwa


(41)

keterlibatan kerja dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti status karyawan, gaji, dukungan organisasi, continuous improvement, persepsi terhadap penyelia, dan karakteristik pekerjaan. Faktor-faktor tersebut merupakan aspek-aspek yang membentuk quality of work life seorang karyawan (Kossen, 1987).

Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya bahwa salah satu usaha yang dilakukan oleh pihak perusahaan dalam meningkatkan keterlibatan kerja karyawannya adalah melalui quality of work life.

Schuler (1987) mengatakan bahwa quality of work life bertujuan untuk menghasilkan keterlibatan kerja yang lebih baik pada karyawan. Dubin (dalam Kondalkar, 2009) menekankan bahwa keterlibatan kerja individu ketika bekerja merupakan petunjuk yang baik dari quality of work life yang dialami di tempat kerja. Winardi (2001) menambahkan bahwa kualitas kehidupan kerja (quality of

work life) seorang individu telah dikaitkan dengan banyak macam perilaku di

tempat kerja. Perbaikan-perbaikan dalam kualitas kehidupan kerja dapat menyebabkan timbulnya perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri (penghargaan diri meningkat), terhadap pekerjaan yang dilaksanakan (meningkatnya kepuasan kerja dan keterlibatan), dan terhadap organisasi (komitmen lebih kuat terhadap tujuan-tujuan organisasi). Kossen (1987) juga menambahkan bahwa quality of work life mencakup seberapa efektif lingkungan kerja mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai personal karyawan ketika ia bekerja.

Quality of work life dapat dilihat melalui pengalaman-pengalaman


(42)

Faktor-faktor pembentuk tersebut mencakup kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan untuk berkembang dan menggunakan kapasitas manusia, kesempatan untuk pertumbuhan berkelanjutan dan rasa aman, perasaan memiliki, hak-hak karyawan, pekerjaan dan ruang hidup total, dan tanggung jawab sosial dalam kehidupan kerja (Walton dalam Kossen, 1987).

Dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap quality of work life ditemukan bahwa meningkatnya quality of work life memiliki dampak yang positif terhadap meningkatnya performansi dan efektivitas suatu organisasi, dan terhadap perilaku karyawan ketika bekerja. Jadi melalui persepsinya, individu akan melihat jika quality of work life baik dan cenderung dapat memenuhi kebutuhan dan kesejahteraannya ketika bekerja maka ia akan meningkatkan keterlibatannya dalam pekerjaannya. Individu akan melarutkan dirinya pada pekerjaannya dan umpan balik dari perilaku kerjanya akan menimbulkan suatu kepercayaan bahwa pekerjaan adalah bagian terpenting dan utama bagi dirinya.

D. HIPOTESIS PENELITIAN

Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara quality of work life dengan keterlibatan kerja. Artinya, semakin tinggi tingkat quality of work life maka semakin tinggi pula keterlibatan kerja seorang karyawan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat quality


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan penelitian serta dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional adalah untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2007).

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang melibatkan dua variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Yang menjadi variabel bebas maupun variabel tergantung adalah:

Variabel tergantung : keterlibatan kerja Variabel bebas : quality of work life

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Keterlibatan Kerja


(44)

terhadap pekerjaan, adanya perasaan terikat secara psikologis terhadap pekerjaan yang ia lakukan, dan keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan. Alat ukur keterlibatan kerja dikembangkan berdasarkan dimensi-dimensi dari keterlibatan kerja menurut Lodahl dan Kejner (dalam Cohen, 2003), yaitu performance self-esteem contingency dan pentingnya pekerjaan bagi gambaran diri total individu.

Tingkat keterlibatan kerja dapat dilihat skor rata-rata yang diperoleh subjek dalam memberikan respon pada setiap aitem dari alat ukur keterlibatan kerja. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi pula tingkat keterlibatan kerja subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin rendah pula keterlibatan kerja subjek.

2. Quality of Work Life

Quality of work life adalah persepsi seorang pegawai mengenai

kesejahteraan, suasana dan pengalamannya di tempat kerja, yang ditandai dengan kemampuan lingkungan kerja dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadinya di tempat kerja.

Alat ukur quality of work life dikembangkan berdasarkan komponen-komponen dari quality of work life yang mencakup kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan untuk berkembang dan menggunakan kapasitas manusia, kesempatan untuk pertumbuhan berkelanjutan dan rasa aman, perasaan memiliki, hak-hak karyawan, pekerjaan dan ruang hidup


(45)

total, dan tanggung jawab sosial dalam kehidupan kerja (Walton dalam Kossen, 1987).

Tingkat quality of work life dapat dilihat dari skor rata-rata yang diperoleh subjek dalam alat ukur quality of work life. Semakin tinggi skor, maka semakin tinggi tingkat quality of work life. Sebaliknya, semakin rendah skor, semakin rendah pula tingkat quality of work life subjek tersebut.

C. POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh objek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi adalah objek, gejala atau kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu akan digeneralisasikan (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pegawai yang bekerja di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia yang berjumlah 91 orang. Adapun yang menjadi karakteristik dalam populasi ini adalah pegawai tetap, semua jabatan, dan telah bekerja setidaknya selama 2 tahun dengan asumsi bahwa pegawai telah cukup memahami aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada dalam organisasi.

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih melalui cara tertentu yang mewakili karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang dianggap mewakili populasi. Sampel yang baik harus memenuhi dua syarat, yaitu representatif dan


(46)

memadai. Sampel dikatakan representatif jika ciri-ciri sampel yang berkaitan dengan tujuan penelitian sama atau hampir sama dengan ciri-ciri populasinya. Sampel dikatakan memadai jika ukuran sampel cukup untuk meyakinkan kestabilan ciri-cirinya (Arifin, 2008).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengambilan sampel probabilitas (probability sampling). Salah satu jenis teknik pengambilan sampel ini adalah convenience sampling (accidental

sampling), dimana peneliti memilih individu terdekat untuk dijadikan sebagai

sampel penelitian sampai ukuran sampel yang diinginkan tercapai dan memilih individu yang ada di tempat dan dapat diakses selama waktu penelitian (Cohen, Manion, & Morrison, 2007).

3. Jumlah Sampel Penelitian

Tidak ada jawaban yang jelas mengenai ukuran sampel yang benar. Ukuran sampel dapat bergantung pada sifat populasi penelitian, jenis analisa yang digunakan, taraf signifikansi, dan jenis penelitian. Borg dan Gall (dalam Cohen dkk., 2007) menyatakan bahwa penelitian korelasi membutuhkan ukuran sampel tidak kurang dari 30.

Selanjutnya, menurut Istijanto (2010), jumlah sampel yang ditarik dari populasi perlu memperhatikan tingkat homogenitas populasi, dimana semakin homogen populasi, maka jumlah sampel yang digunakan juga dapat diperkecil, sedangkan untuk populasi yang semakin heterogen, jumlah sampel yang diperlukan semakin banyak. Menurut Azwar (2007), secara tradisional, statistika


(47)

menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup. Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang digunakan adalah 60 orang.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala. Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2007). Penelitian ini menggunakan penskalaan adaptasi dari model Likert. Adaptasi penskalaan model Likert ini dikategorikan ke dalam skala interval (Istijanto, 2010).

1. Skala Keterlibatan Kerja

Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui tingkat keterlibatan kerja didasarkan pada dua dimensi keterlibatan kerja yang dikemukakan oleh Lodahl dan Kejner (dalam Cohen, 2003) yang terdiri dari:

a. Performance self-esteem contingency, direpresentasikan melalui sejauh

mana harga diri (rasa bangga) individu dipengaruhi oleh kinerja yang ia tunjukkan.

b. Pentingnya pekerjaan bagi gambaran diri total individu, direpresentasikan melalui sejauh mana pegawai merasa bahwa pekerjaan merupakan aspek penting dalam hidupnya dan merepresentasikan gambaran tentang dirinya.


(48)

Model skala yang digunakan merupakan penskalaan model Likert yang dimodifikasi yang terdiri atas aitem sebelum uji coba dengan menggunakan 4 kategori jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Bentuk pernyataan dari setiap butir terdiri dari aitem yang favourable dan aitem yang unfavourable. Aitem yang favourable adalah aitem yang bersifat mendukung pernyataan, sedangkan aitem unfavourable bersifat kebalikannya. Penilaian yang diberikan kepada masing-masing jawaban responden pada tiap-tiap aitem dalam skala ditentukan oleh sifat aitemnya.

Penilaian aitem yang favourable diberikan untuk tiap jawaban SS adalah 4, untuk jawaban S adalah 3, untuk jawaban TS adalah 2, dan 1 untuk jawaban STS. Sedangkan untuk aitem yang unfavourable, subjek yang menjawab SS adalah 1, jawaban S adalah 2, jawaban TS adalah 3, dan jawaban STS adalah 4.

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Keterlibatan Kerj

No

a Dimensi

Keterlibatan Kerja

Aitem

Total Bobot (%) Favourable Unfavourable

1. Performance self-esteem contingency

1, 6, 10, 15, 18, 22, 25, 30, 35, 37

4, 7, 11, 16, 20, 23, 27, 31, 34, 38

20 50

2. Pentingnya

pekerjaan bagi gambaran diri total individu

2, 8, 9, 14, 17, 24, 29, 32, 36, 40

3, 5, 12, 13, 19, 21, 26, 28, 33, 39

20 50

Total 20 20 40 100

2. Skala Quality Of Work Life

Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui quality of work life didasarkan pada komponen-komponen yang dikemukakan oleh Walton (dalam Kossen, 1987), yaitu:


(49)

a. Kompensasi yang mencukupi dan adil, diindikasikan oleh penghasilan yang diterima cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari dan penghasilan yang diterima sesuai dengan beban tugas (adil).

b. Kondisi kerja yang aman dan sehat, diindikasikan oleh apakah lingkungan kerja bebas dari bahaya yang dapat melukai dan membuat karyawan menjadi sakit.

c. Kesempatan untuk berkembang dan menggunakan kapasitas manusia, diindikasikan oleh bagaimana pekerjaan mengizinkan karyawan untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya, dan karyawan merasa terlibat dan tertantang oleh pekerjaannya.

d. Kesempatan untuk pertumbuhan berkelanjutan dan rasa aman, diindikasikan oleh karyawan mendapatkan kesempatan untuk promosi atau kenaikan pangkat, dan karyawan merasa aman dengan pekerjaan dan pendapatannya. e. Perasaan memiliki (sense of belonging), diindikasikan oleh karyawan merasa

rekan kerjanya saling bersifat suportif atau sedang berada dalam situasi konflik berkepanjangan, dan apakah lingkungan kerja bebas dari prasangka yang merusak (destruktif).

f. Hak-hak karyawan, diindikasikan dengan apa hak-hak yang karyawan miliki, apa saja standard dari privasi personal, sikap terhadap ketidaksepakatan, persamaan dalam pemberian reward, dan akses terhadap prosedur keluhan. g. Pekerjaan dan ruang hidup total, diindikasikan dengan bagaimana pekerjaan


(50)

tuntutan lembur, dinas keluar kota, dan pemindahan tugas dianggap sebagai sesuatu yang berlebihan.

h. Tanggung jawab sosial dalam kehidupan kerja, diindikasikan oleh apakah karyawan memandang bahwa organisasi bertanggung jawab secara sosial dan apakah organisasi menghasilkan produk atau layanan yang berkontribusi pada rasa harga diri atau kebanggaan karyawan terhadap organisasi.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur quality of work life merupakan adaptasi penskalaan model Likert yang dimodifikasi dengan menggunakan 4 kategori jawaban yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Setiap dimensi-dimensi di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan favorabel dan unfavorabel. Penilaian aitem yang

favourable diberikan untuk tiap jawaban SS adalah 4, untuk jawaban S adalah 3,

untuk jawaban TS adalah 2, dan 1 untuk jawaban STS. Sedangkan untuk aitem yang unfavourable, subjek yang menjawab SS adalah 1, jawaban S adalah 2, jawaban TS adalah 3, dan jawaban STS adalah 4.

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Quality of Work Lif

No

e Komponen

Quality of Work Life

Aitem

Total Bobot (%) Favourable Unfavourable

1. Kompensasi yang mencukupi dan adil

1, 21, 31, 51 13, 42, 58, 64 8 12,5 2. Kondisi kerja yang aman

dan sehat

2, 17, 26, 41 9, 32, 49, 57 8 12,5 3. Kesempatan untuk

berkembang dan

menggunakan kapasitas manusia

12, 25, 39, 52 3, 23, 45, 60 8 12,5

4. Kesempatan untuk

pertumbuhan berkelanjutan dan rasa aman


(51)

5 Perasaan memiliki 5, 22, 40, 53 14, 34, 48, 61 8 12,5 6 Hak-hak karyawan 10, 29, 46, 62 6, 19, 38, 56 8 12,5 7 Pekerjaan dan ruang hidup

total

16, 28, 35, 63 7, 24, 43, 54 8 12,5 8 Tanggung jawab sosial

dalam kehidupan kerja

8, 15, 30, 50 20, 37, 44, 59 8 12,5

Total 32 32 64 100

E. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR 1. Uji Validitas

Azwar (2007) mendefinisikan validitas tes atau validitas alat ukur adalah sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudkannya untuk diukur, artinya derajat fungsi mengukurnya suatu tes atau derajat kecermatan suatu tes. Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content

validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian

terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment. Validitas isi mengukur sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur atau sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur.

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur (Azwar, 2004). Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dapat dilakukan dengan


(52)

menggunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2004). Uji daya beda aitem ini akan dilakukan pada alat ukur yang dalam penelitian ini adalah skala keterlibatan kerja dan quality of work life. Setiap butir pernyataan pada alat ukur ini akan dikorelasikan dengan skor total alat ukur. Prosedur pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (p<0,05).

Besarnya koefisien korelasi aitem total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi aitem maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2004). Batasan nilai indeks daya beda aitem (rix) dalam penelitian ini adalah 0.3, sehingga setiap aitem yang memiliki nilai rix≥0,3 saja yang akan digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.

3. Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas terhadap hasil skala dilakukan bila aitem-aitem yang terpilih lewat prosedur analisis aitem telah dikompilasi menjadi satu. Sebuah alat ukur dikatakan reliabel ketika skor yang dihasilkan dari alat ukur tersebut bebas dari kesalahan pengukuran (Kaplan & Saccuzzo, 2005). Menurut Anastasi dan Urbina (1997), reliabilitas merupakan konsistensi skor yang dihasilkan seseorang ketika ia kembali mengisi alat ukur yang sama pada waktu yang berbeda, atau dengan alat ukur yang berbeda dengan aitem yang ekivalen, atau di bawah kondisi pengujian variabel yang lain. Suatu alat ukur yang digunakan dalam penelitian dasar sudah dapat dikatakan reliabel dan akurat jika memiliki koefisien α sebesar 0.7 – 0.8 (Kaplan & Saccuzzo, 2005). Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan


(53)

pendekatan Cronbach’s alpha coefficient. Penghitungan koefisien reliabilitas dalam uji coba dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 16.0 For

Windows.

F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR

Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat mengungkap dengan tepat apa yang diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan keadaan sebenarnya (Azwar, 2007). Setelah alat ukur disusun, maka tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan uji coba alat ukur. Uji coba alat ukur penelitian dilakukan terhadap 50 orang subjek penelitian yang dianggap memiliki kesamaan karakteristik dengan subjek yang diinginkan. 1. Hasil Uji Coba Skala Keterlibatan Kerja

Sebelum melakuka n pengambilan data sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba alat ukur penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kualitas masing-masing aitem dalam mengukur keterlibatan kerja. Berdasarkan uji coba skala keterlibatan kerja yang dilakukan menghasilkan 30 dari 40 aitem yang telah memenuhi syarat yaitu memiliki indeks diskriminasi ≥ 0,3.

Pengolahan hasil uji coba skala dilakukan sebanyak dua tahap. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reliabilitas tahap pertama diperoleh nilai α=0,9, dan terdapat 10 aitem yang gugur karena memiliki nilai rix<0,3, nilai rix dari aitem yang memenuhi syarat indeks daya beda aitem bergerak dari 0,343 – 0,739. Kemudian dari hasil tersebut dilakukan tahap estimasi yang kedua. Pada tahap ini diperoleh nilai α=0.937 dan tidak terdapat aitem yang gugur dengan nilai indeks


(54)

diskriminasi aitem bergerak dari batas rix=0.359 hingga rix=0.761. Setelah aitem-aitem yang gugur dibuang diperoleh 30 aitem-aitem yang akan digunakan untuk pengambilan data penelitian. Distribusi aitem setelah uji coba dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Keterlibatan Kerja Setelah Uji Cob

No

a Dimensi

Keterlibatan Kerja

Aitem

Total Bobot (%) Favourable Unfavourable

1. Performance self-esteem contingency

6, 10, 15, 18, 22, 25, 30, 35

4, 7, 16, 23, 27 13 43,3 2. Pentingnya

pekerjaan bagi gambaran diri total individu

2, 8, 9, 14, 17, 24, 29, 32, 40

3, 13, 19, 21, 26, 28, 33, 39

17 56,7

Total 17 13 30 100

Blue print skala keterlibatan kerja yang digunakan dalam penelitian dapat

dilihat pada tabel 5 berikut ini:

Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Keterlibatan Kerja Untuk Penelitia

No

n Dimensi

Keterlibatan Kerja

Aitem

Total Bobot (%) Favourable Unfavourable

1. Performance self-esteem contingency

1, 7, 11, 16, 20, 23, 25, 27

3, 5, 9, 13, 18 13 43,3 2. Pentingnya

pekerjaan bagi gambaran diri total individu

2, 6, 10, 14, 17, 21, 26, 28, 30

4, 8, 12, 15, 19, 22, 24, 29

17 56,7

Total 17 13 30 100

2. Hasil Uji Coba Skala Quality of Work Life

Sebelum melakukan pengambilan data sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba alat ukur penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kualitas masing-masing aitem dalam mengukur quality of work life. Berdasarkan uji coba


(55)

skala quality of work life yang dilakukan menghasilkan 35 dari 64 aitem yang telah memenuhi syarat yaitu memiliki indeks diskriminasi ≥ 0,3.

Pengolahan hasil uji coba skala dilakukan sebanyak empat tahap. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reliabilitas tahap pertama diperoleh nilai α=0,889, dan terdapat 13 aitem yang gugur karena memiliki nilai rix<0,3, nilai rix dari aitem yang memenuhi syarat indeks daya beda aitem bergerak dari rix=0,343 hingga rix=0,739. Kemudian dari hasil tersebut dilakukan tahap estimasi yang kedua. Pada tahap ini diperoleh nilai α=0,914, dan masih terdapat 2 aitem yang gugur dengan nilai indeks diskriminasi aitem bergerak dari rix=0,312 hingga rix=0,672. Kemudian dari hasil tersebut dilakukan tahap estimasi yang ketiga, pada tahap ini diperoleh nilai α=0,914 dan terdapat 1 aitem yang gugur dengan nilai indeks diskriminasi aitem bergerak dari rix=0,325 hingga rix=0,686. Pada tahap estimasi yang keempat, diperoleh nilai α=0,914 dan tidak terdapat aitem yang gugur dengan nilai indeks diskriminasi aitem bergerek dari rix=0,304 hingga rix=0,701. Setelah aitem-aitem yang gugur dibuang diperoleh 35 aitem yang akan digunakan untuk pengambilan data penelitian. Distribusi aitem setelah uji coba dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini:

Tabel 6. Distribusi Skala Quality of Work Life Setelah Uji Cob N

o

a Komponen

Quality of Work Life

Aitem Total Bobot

Favourable Unfavourable (%) 1. Kompensasi yang mencukupi

dan adil

1, 31, 51 42, 64 5 14,28

2. Kondisi kerja yang aman dan sehat

26, 41 57 3 8,57

3. Kesempatan untuk berkembang dan menggunakan kapasitas


(56)

4. Kesempatan untuk

pertumbuhan berkelanjutan dan rasa aman

27, 36, 55 18, 33 5 14,28

5 Perasaan memiliki 22 14, 48, 61 4 11,42

6 Hak-hak karyawan 10, 46 38 3 8,57

7 Pekerjaan dan ruang hidup total

16, 28, 63 24 4 11,42

8 Hubungan sosial dalam kehidupan kerja

30, 50 20, 44, 59 5 14,28

Total 19 16 35 100

Blue print skala quality of work life yang digunakan dalam penelitian dapat

dilihat pada tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Distribusi Skala Quality of Work Life untuk Penelitia No

n Komponen

Quality of Work Life

Aitem

Total Bobot (%) Favourable Unfavourable

1. Kompensasi yang

mencukupi dan adil

12, 25, 35 7, 30 5 14,28

2. Kondisi kerja yang aman dan sehat

6, 24 14 3 8,57

3. Kesempatan untuk berkembang dan menggunakan

kapasitas manusia

2, 9, 22 15, 27, 33 6 17,14

4. Kesempatan untuk pertumbuhan

berkelanjutan dan rasa aman

1, 18, 29 10, 23 5 14,28

5 Perasaan memiliki 8 16, 28, 32 4 11,42

6 Hak-hak karyawan 13, 20 3 3 8,57

7 Pekerjaan dan ruang hidup total

5, 17, 21 31 4 11,42

8 Hubungan sosial

dalam kehidupan kerja

11, 34 4, 19, 26 5 14,28


(57)

G. PROSEDUR PENELITIAN

Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh penelitian, antara lain:

1. Pembuatan Alat Ukur Penelitian

Peneliti menyiapkan alat ukur yang akan digunakan untuk uji coba alat ukur. Alat ukur penelitian terdiri dari dua buah skala yaitu skala keterlibatan kerja dan skala quality of work life. Skala keterlibatan kerja dan skala quality of work

life dibuat dalam bentuk lembaran menggunakan kertas HVS ukuran A4. Skala ini

terdiri dari empat alternatif jawaban sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.

2. Permohonan Izin

Pada tahap ini, peneliti mengurus beberapa persyaratan administrasi berupa surat izin penelitian yang diberikan kepada pihak Kantor Wilayah Dirjen Pajak Medan. Kemudian pihak kantor wilayah menetapkan salah satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang ada di kota Medan, yaitu KPP Pratama Medan Polonia yang berlokasi di Jalan Diponegoro No. 30 Medan, yang dijadikan sebagai tempat mendapatkan data penelitian. Informasi mengenai instansi diperoleh melalui wawancara informal terhadap seorang karyawan dan kepala subbagian.


(58)

3. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba ini dilakukan untuk melihat apakah aitem-aitem yang peneliti buat telah mengukur apa yang ingin peneliti ukur. Uji coba dilaksanakan pada tanggal 24 Januari 2011 hingga 4 Febuari 2011 kepada pegawai kantor pajak. Total skala yang disebar berjumlah 54 eksemplar dan yang kembali dan terisi dengan lengkap berjumlah 50 eksemplar.

4. Revisi Alat Ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada 50 subjek, peneliti menguji reliabilitas skala keterlibatan kerja dan quality of work

life dengan menggunakan koefisien reliabilitas alpha cronbach dengan bantuan

aplikasi program SPSS 16.0 for windows. Setelah diketahui aitem–aitem yang reliabel, peneliti kemudian menjadikan aitem-aitem tersebut sebagai skala yang akan digunakan untuk mengambil data penelitian.

5. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan di KPP Pratama Medan Polonia, yang dilaksanakan pada tanggal 14 Febuari 2011 sampai dengan 23 Febuari 2011. Total skala yang disebar berjumlah 60 eksemplar kepada 60 orang pegawai yang diberikan oleh peneliti kepada setiap subjek.


(59)

6. Tahap Pengolahan Data

Setelah skala terkumpul, maka data hasil penelitian dari skor skala keterlibatan kerja dan quality of work life kemudian diolah dan dianalisis dengan bantuan program aplikasi SPSS 16.0 for windows.

H. METODE ANALISA DATA

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisa dengan analisa statistik. Pertimbangan penggunaan statistika dalam penelitian ini adalah (Hadi, 2000);

1. Statistika bekerja dengan angka 2. Statistika bersifat objektif

3. Statistika bersifat universal, artinya dapat digunakan hampir pada semua bidang penelitian.

Azwar (2007) menyatakan bahwa pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh dimaksudkan sebagai suatu cara mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga dapat dibaca (readable) dan dapat ditafsirkan (interpretabel).

Metode analisa data yang digunakan untuk melakukan uji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan metode analisis koefisien korelasi pearson product

moment yang bertujuan untuk melihat korelasi atau hubungan antara variabel

independen (quality of work life) dan variabel dependen (keterlibatan kerja). Analisa data dilakukan dengan menggunakan bantuan aplikasi program SPSS 16.0

for windows. Sebelum melakukan uji hipotesis dilakukan uji asumsi yang meliputi


(60)

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian untuk mengetahui apakah skor variabel yang diteliti mengikuti distribusi normal atau tidak (Hadi, 2000). Kaidah yang dipakai adalah jika p>0,05 sebaran normal, sebaliknya jika p≤0,01 sebaran tidak normal. Uji normalitas menggunakan uji z dari one sample kolmogorov-smirnov. Uji normalitas dilakuka n dengan menggunakan bantuan aplikasi program SPSS

16.0 for windows.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas ini digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Uji linieritas dilakukan terhadap variabel quality of work life dengan variabel keterlibatan kerja. Untuk mengetahui kedua variabel linier atau tidak, maka digunakan uji linieritas dengan uji F. Kaidahnya dengan melihat p pada tabel linieritas, dimana jika p≤0,05 untuk

linierity dan jika p>0,05 untuk deviation for linierity maka dikatakan kedua

variabel memiliki hubungan yang linier. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan bantuan aplikasi program SPSS 16.0 for windows.


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan penelitian serta dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional adalah untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2007).

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang melibatkan dua variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Yang menjadi variabel bebas maupun variabel tergantung adalah:

Variabel tergantung : keterlibatan kerja Variabel bebas : quality of work life

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Keterlibatan Kerja


(62)

terhadap pekerjaan, adanya perasaan terikat secara psikologis terhadap pekerjaan yang ia lakukan, dan keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan. Alat ukur keterlibatan kerja dikembangkan berdasarkan dimensi-dimensi dari keterlibatan kerja menurut Lodahl dan Kejner (dalam Cohen, 2003), yaitu performance self-esteem contingency dan pentingnya pekerjaan bagi gambaran diri total individu.

Tingkat keterlibatan kerja dapat dilihat skor rata-rata yang diperoleh subjek dalam memberikan respon pada setiap aitem dari alat ukur keterlibatan kerja. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi pula tingkat keterlibatan kerja subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin rendah pula keterlibatan kerja subjek.

2. Quality of Work Life

Quality of work life adalah persepsi seorang pegawai mengenai

kesejahteraan, suasana dan pengalamannya di tempat kerja, yang ditandai dengan kemampuan lingkungan kerja dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadinya di tempat kerja.

Alat ukur quality of work life dikembangkan berdasarkan komponen-komponen dari quality of work life yang mencakup kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan untuk berkembang dan menggunakan kapasitas manusia, kesempatan untuk pertumbuhan berkelanjutan dan rasa aman, perasaan memiliki, hak-hak karyawan, pekerjaan dan ruang hidup


(63)

total, dan tanggung jawab sosial dalam kehidupan kerja (Walton dalam Kossen, 1987).

Tingkat quality of work life dapat dilihat dari skor rata-rata yang diperoleh subjek dalam alat ukur quality of work life. Semakin tinggi skor, maka semakin tinggi tingkat quality of work life. Sebaliknya, semakin rendah skor, semakin rendah pula tingkat quality of work life subjek tersebut.

C. POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh objek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi adalah objek, gejala atau kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu akan digeneralisasikan (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pegawai yang bekerja di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia yang berjumlah 91 orang. Adapun yang menjadi karakteristik dalam populasi ini adalah pegawai tetap, semua jabatan, dan telah bekerja setidaknya selama 2 tahun dengan asumsi bahwa pegawai telah cukup memahami aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada dalam organisasi.

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih melalui cara tertentu yang mewakili karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang dianggap mewakili populasi. Sampel yang baik harus memenuhi dua syarat, yaitu representatif dan


(1)

HASIL UTAMA PENELITIAN

1) UJI NORMALITAS

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

KK 60 84.23 5.238 72 97

QWL 60 99.87 5.685 89 120

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

KK QWL

N 60 60

Normal Parametersa Mean 84.23 99.87

Std. Deviation 5.238 5.685 Most Extreme Differences Absolute .075 .126

Positive .075 .126

Negative -.074 -.066

Kolmogorov-Smirnov Z .582 .978

Asymp. Sig. (2-tailed) .887 .294


(2)

2) UJI LINEARITAS

Case Processing Summary Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

KK * QWL 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Report KK

QWL Mean N Std. Deviation

89 77.00 1 .

91 81.50 2 4.950

92 72.00 1 .

93 85.50 2 .707

94 83.00 5 3.082

95 82.00 1 .

96 81.80 5 2.168

97 81.44 9 5.812

98 88.00 1 .

99 85.25 4 4.573

100 89.00 7 4.865

101 83.00 1 .

102 81.00 1 .

103 82.00 2 9.899

104 85.00 5 3.162

105 84.33 3 7.371

106 84.50 2 6.364


(3)

ANOVA Table Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig. KK *

QWL

Between Groups

(Combined) 693.461 20 34.673 1.461 .152 Linearity 252.474 1 252.474 10.642 .002 Deviation from

Linearity 440.987 19 23.210 .978 .504

Within Groups 925.272 39 23.725

Total 1618.733 59

Nilai Koefisien determinasi

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared

KK * QWL .395 .156 .655 .428

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation

KK 60 72 97 84.23 5.238

QWL 60 89 120 99.87 5.685


(4)

3) UJI HIPOTESIS

Descriptive Statistics Mean

Std.

Deviation N

KK 84.23 5.238 60

QWL 99.87 5.685 60

Correlations

KK QWL

KK Pearson Correlation 1 .395**

Sig. (1-tailed) .001

N 60 60

QWL Pearson Correlation .395** 1 Sig. (1-tailed) .001

N 60 60


(5)

LAMPIRAN 4

A.

STRUKTUR ORGANISASI


(6)

STRUKTUR ORGANISASI KPP PRATAMA MEDAN POLONIA

Seksi Pengawasan &

Konsultasi I

Ka. KPP Pratama Medan Polonia

Seksi Pengawasan & Konsultasi II Seksi Pengawasan & Konsultasi III Seksi Pelayanan Kelompok Jabatan Fungsional Seksi Penagihan Seksi Pemeriksaan Seksi Ekstensifikasi Perpajakan Seksi Pengawasan & Konsultasi IV Seksi Pengolahan Data & Informasi Subbagian Umum Ka. Subag Kepala Seksi Kepala Seksi Kepala Seksi Kepala Seksi Kepala Seksi Kepala Seksi Kepala Seksi Kepala Seksi Kepala Seksi Bendahara

Sekretaris PDI I

PDI II Pelayanan I Pelayanan II Staf Penagihan Staf Pemeriksaan Staf Ekstensifikasi AR I AR II AR I AR II AR I AR II AR I AR II Supervisor I Supervisor II Fungsional I Fungsional II