C. HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF WORK LIFE DENGAN KETERLIBATAN KERJA
Berhasil tidaknya suatu perusahaan menghadapi persaingan yang ketat sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang ada di dalamnya Kreitner
Kinicki, 2003. Oleh karena itu, sumber daya manusia harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi Hariandja, 2009. Salah
satu aspek perilaku manusia dalam bekerja yang diketahui dapat menentukan efektivitas organisasi dan produktivitas dalam organisasi atau perusahaan adalah
keterlibatan kerja Brown, 1996. Lodahl dan Kejner dalam Cohen, 2003 mendefinisikan keterlibatan kerja
sebagai internalisasi nilai-nilai tentang kebaikan pekerjaan atau pentingnya pekerjaan bagi keberhargaan seseorang. Keterlibatan kerja sebagai tingkat sejauh
mana performansi kerja seseorang mempengaruhi harga dirinya dan tingkat sejauh mana seseorang secara psikologis mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya
atau pentingnya pekerjaan dalam gambaran diri totalnya. Robbins 2001 menambahkan bahwa keterlibatan kerja mengukur tingkat sejauh mana individu
secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang memiliki
tingkat keterlibatan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan.
Lodahl dan Kejner dalam Cohen, 2003 mengatakan bahwa individu yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi adalah orang yang memandang pekerjaan
sebagai bagian yang sangat penting dalam kehidupannya dan orang yang sangat 24
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi secara personal oleh situasi kerjanya. Patchen dalam Srivastava, 2005 menambahkan bahwa seseorang yang memiliki keterlibatan kerja yang
tinggi akan menunjukkan perasaan solidaritas yang tinggi terhadap perusahaan dan mempunyai motivasi kerja internal yang tinggi.
Lodahl dan Kejner dalam Cohen, 2003 mengatakan bahwa individu dengan keterlibatan kerja yang rendah tidak memandang pekerjaan sebagai bagian
yang penting dalam kehidupan psikologisnya. Minatnya tidak terletak pada pekerjaan yang ia miliki dan ia juga tidak terpengaruh oleh jenis pekerjaan apa
yang sedang ia lakukan ataupun seberapa baik ia melakukan pekerjaan tersebut. Patchen dalam Srivastava, 2005 menambahkan bahwa seseorang yang
keterlibatan kerjanya rendah memiliki motivasi kerja yang rendah, dan merasa menyesal dengan pekerjaannya. Artinya, individu dengan keterlibatan kerja yang
rendah adalah individu yang memandang pekerjaan sebagai bagian yang tidak penting dalam hidupnya, merasa kurang bangga dengan perusahaannya, kurang
berpartisipasi dan kurang puas dengan pekerjaannya. Selanjutnya, Patchen dalam Srivastava, 2005 mengatakan bahwa keterlibatan kerja yang rendah akan
berhubungan negatif dengan kondisi yang negatif individu sebagai karyawan, yaitu rendahnya semangat kerja, prestasi kerja, kuantitas dan kualitas kerja, serta
bertambahnya tingkat absensi dan turnover. Keterlibatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor, salah satunya adalah faktor
situasional yang terdiri dari faktor pekerjaan, organisasi, dan lingkungan sosial budaya. Seperti yang telah dikemukan sebelumnya bahwa beberapa hasil
penelitian yang dilakukan mengenai keterlibatan kerja ditemukan bahwa 25
Universitas Sumatera Utara
keterlibatan kerja dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti status karyawan, gaji, dukungan organisasi, continuous improvement, persepsi terhadap penyelia,
dan karakteristik pekerjaan. Faktor-faktor tersebut merupakan aspek-aspek yang membentuk quality of work life seorang karyawan Kossen, 1987.
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya bahwa salah satu usaha yang dilakukan oleh pihak perusahaan dalam meningkatkan keterlibatan kerja
karyawannya adalah melalui quality of work life. Schuler 1987 mengatakan bahwa quality of work life bertujuan untuk
menghasilkan keterlibatan kerja yang lebih baik pada karyawan. Dubin dalam Kondalkar, 2009 menekankan bahwa keterlibatan kerja individu ketika bekerja
merupakan petunjuk yang baik dari quality of work life yang dialami di tempat kerja. Winardi 2001 menambahkan bahwa kualitas kehidupan kerja quality of
work life seorang individu telah dikaitkan dengan banyak macam perilaku di tempat kerja. Perbaikan-perbaikan dalam kualitas kehidupan kerja dapat
menyebabkan timbulnya perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri penghargaan diri meningkat, terhadap pekerjaan yang dilaksanakan
meningkatnya kepuasan kerja dan keterlibatan, dan terhadap organisasi komitmen lebih kuat terhadap tujuan-tujuan organisasi. Kossen 1987 juga
menambahkan bahwa quality of work life mencakup seberapa efektif lingkungan kerja mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai personal karyawan
ketika ia bekerja. Quality of work life dapat dilihat melalui pengalaman-pengalaman
karyawan di dalam organisasi berdasarkan faktor-faktor pembentuknya. Faktor- 26
Universitas Sumatera Utara
faktor pembentuk tersebut mencakup kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan untuk berkembang dan
menggunakan kapasitas manusia, kesempatan untuk pertumbuhan berkelanjutan dan rasa aman, perasaan memiliki, hak-hak karyawan, pekerjaan dan ruang hidup
total, dan tanggung jawab sosial dalam kehidupan kerja Walton dalam Kossen, 1987.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap quality of work life ditemukan bahwa meningkatnya quality of work life memiliki dampak yang
positif terhadap meningkatnya performansi dan efektivitas suatu organisasi, dan terhadap perilaku karyawan ketika bekerja. Jadi melalui persepsinya, individu
akan melihat jika quality of work life baik dan cenderung dapat memenuhi kebutuhan dan kesejahteraannya ketika bekerja maka ia akan meningkatkan
keterlibatannya dalam pekerjaannya. Individu akan melarutkan dirinya pada pekerjaannya dan umpan balik dari perilaku kerjanya akan menimbulkan suatu
kepercayaan bahwa pekerjaan adalah bagian terpenting dan utama bagi dirinya.
D. HIPOTESIS PENELITIAN