Pengertian Aktivitas Karakteristik Da’I dan Da’iyyah Yang Ideal

BAB II KERANGKA TEORITIS TENTANG AKTIVITAS Dan DAKWAH ISLAM

A. Pengertian Aktivitas

Aktivitas merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, aktivitas berarti kearifan, atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian. 10 Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali kegiatan atau aktivitas yang dikerjakan oleh manusia. Namun berhasil atau tidaknya kegiatan tersebut tergantung dari individu itu sendiri. Menurut Samuel Soeltoe sebenarnya aktivitas bukan hanya sekedar kegiatan, beliau juga mengatakan bahwa aktivitas dipandang sebagai usaha mencapai atau memenuhi kebutuhan. 11 Seseorang yang ingin mendalami ilmu agama dan ingin membangun serta berinteraksi dengan masyarakat, haruslah melakukan aktivitas-aktivitas yang membantu tercapainya keinginan tersebut. Terwujudnya dakwah bukan sekedar usaha peningkatan dan pemahaman agama dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga sasaran yang luas. Terutama di zaman sekarang ini, dakwah harus lebih berperan untuk mengimplementasikan ajaran Islam secara universal dalam aspek kehidupan. 10 . Ahmadi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Depdiknas, 2000. 11 . Samuel Soeltoe, Psikologi Pendidikan II. Jakarta : FEUI, 1982, h. 52. Sedangkan yang dimaksud dengan aktivitas dakwah Islam adalah salah satu kegiatan keagamaan yang sangat penting dalam ajaran agama Islam. Karena di dalamnya mengandung seruan atau ajakan kepada keinsyafan yang mampu mengubah situasi yang buruk menjadi lebih baik dan sempurna baik terhadap pribadi maupun orang lain.

B. Dakwah Islam

1. Pengertian Dakwah

Secara etimologi kata ”dakwah” berasal dari Bahasa Arab yaitu sebuah isim masdar dari kata da’a, yad’u, da’watan yang berarti “memanggil, menyeru, atau mengajak”. 12 Sedangkan dakwah ditinjau dari segi terminologi mengandung beberapa arti yang beraneka ragam. Dalam hal ini banyak ilmuan dakwah yang memberikan definisi terhadap istilah dakwah, antara lain : Menurut H. M. Arifin, Dakwah adalah suatu ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok, agar timbul dengan sendirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur-unsur paksaan. 13 12 . Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Jakarta : Yayasan Penyelenggaraan Penterjemah Penafsir Al-Qur’an, 1973, cet. ke-1, h. 127. 13 . H. M. Arifin, M. Pd, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Study, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000, Cet. Ke-5, h. 6. Sedangkan pendapat Toha Yahya Umar, “Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang baik dan benar dan sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemashlahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. 14 Amrullah Ahmad menyatakan bahwa, “Dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu system kegiatan manusia beriman, dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur, untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak manusia. Khususnya pada daratan kenyataan individual dan sosio-cultural, dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam sebuah segi kehidupan manusia, dengan menggunakan cara tertentu. Menurut M. Nastir, “Dakwah adalah tugas suci bagi tiap muslim dan muslimah dimanapun mereka berada. Di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW jelas mempertegas bahwa umat Islam berkewajiban untuk berdakwah dengan menyeru atau mengajak juga menyampaikan ajaran Islam bagi saudara-saudara muslim sekalian. 15 Di dalam surat Al- Imran ayat 104 Allah berfirman : ﻡ G ﻡ -ی : 1 :ﻡHی I : ﺏ ی : J K 14 . Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, Jakarta : PT. Wijaya, 1971, Cet. Ke-2, h. 1 15 . M. Nastir, Dakwah dan Pemikirannya, Jakarta : Gema Insani Press, 1999, Cet. Ke-1, h. 63. Artinya : “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung”. Pernyataan datang juga dari Abdullah Syinata, yang menyatakan bahwa dakwah adalah panggilan atau ajakan kepada orang lain ke jalan Allah SWT yang diridhoi. 16 Pendapat dari A. Hasyimi yang menyatakan bahwa dakwah islamiyah adalah mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan akidah dan syari’ah Islam yang lebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri. 17 Sedangkan dakwah pada dasarnya dapat pula diartikan sebagai upaya terus-menerus untuk melakukan perubahan pada diri manusia menyangkut pikiran fikrah, perasaan syu’ur, dan tingkah laku suluk yang membawa mereka kepada jalan Allah SWT, sehingga terbentuk dan terciptanya sebuah masyarakat Islami al-mujtama’ al-islamiyah. Dakwah memiliki dimensi yang luas. Setidaknya ada empat aktivitas utama dakwah, yaitu : a. Mengingatkan orang akan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dengan lisan. b. Mengkonsumsikan prinsip-prinsip Islam melalui karya tulis. c. Memberi contoh keteladan akan perilaku atau akhlak yang baik. d. Bertindak tegas dengan kemampuan fisik, harta, dan jiwanya. 16 . Abdullah Syinata, Dakwah Islamiyah DIRJEN Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1984, h. 4. 17 . A. Hasyim, Loc. Cit, h. 17. Dalam uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dakwah bukan hanya terbatas pada penjelasan dan penyampaiannya saja, melainkan juga menyentuh pada pembinaan dan pembentukan pribadi, keluarga dan masyarakat.

2. Tujuan Dakwah

Dakwah merupakan usaha memindahkan umat dari situasi negatif ke situasi positif, seperti dari situasi kekufuran kepada keimanan, dari kemelaratan kepada kemakmuran, dari perpecahan kepada persatuan, dari kemaksiatan kepada ketaatan untuk mencapai keridhoan Allah SWT. Untuk memudahkan aktivitas dakwah maka para pelaku dakwah harus memahami terlebih dahulu tujuan dakwah itu sendiri. Dakwah juga adalah aktivitas internalisasi dan transformasi yang berkesinambungan dalam ajaran agama Islam. Dalam proses dakwah banyak melibatkan komponen dakwah seperti : da’I, pesan, metode, media dan sebagainya. Tujuan utama dakwah adalah nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai atau diperoleh dari keseluruhan tindakan dakwah. Untuk tercapainya tujuan utama inilah, penyusunan semua rencana dan tindakan dakwah harus ditujukan dan diarahkan. Menurut Jamaluddin Kafi, “Akhlak seseorang akan membentuk akhlak masyarakat, Negara, dan umat manusia seluruhnya. Maka karenanya bangunan akhlak inilah yang sangat diutamakan di dalam dakwah sebagai tujuan utamanya. 18 18 . Jamaluddin Kafi, Psikologi Dakwah, Indah : Surabaya, 1993, h. 66-67. Tidak ketinggalan pula dakwah bertujuan agar tingkah laku manusia yang berakhlak itu secara eksis dapat tercermin dalam fakta hidup dan lingkungannya serta dapat mempengaruhi jalan pikirannya. Sedangkan tujuan dakwah secara umum, menurut KH. Didin Hafiduddin yaitu : “Mengubah prilaku sasaran dakwah agar menerima dan merealisasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari agar mencapai kehidupan yang penuh keberkahan dunia dan akhirat. 19 Tujuan dakwah dimaksudkan sebagai pemberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah, sebab jika dakwah tanpa tujuan yang jelas seluruh kegiatan dakwah akan sia-sia, maka tujuan dakwah merupakan salah satu unsur yang terpenting sebagai proses dakwah itu sendiri. Salah satu tujuan dakwah dapat ditemukan di dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 108, yang berbunyi : 3 ;L + .M: Nﺏ ﻥ ﻡ ﺕ + ﻡ ﻥ ﻡ P:Q Artinya : “Katakanlah : inilah jalan agama-Ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang- orang musyrik”. Dalam perspektif sosiologi juga dijelaskan bahwa tujuan dakwah adalah membawa masyarakat pada keadaan yang lebih baik dan lebih maju dibandingkan dengan keadaan yang sebelumnya. 20 19 . K. H. Didin Hafiduddin, Dakwah Aktual 20 . Asep Muhyiddin dan Agus Ahmad Syafi’I, Metode Perkembangan Dakwah, Bandung : Pustaka Setia, 2002, Cet. Ke-1, h. 159. Pendapat Bardawi Umar mengenai tujuan dakwah dengan mengacu kepada firman Allah SWT yang tertera di dalam surat Ali-Imran ayat 110 : P : ﺥ . ﻡ 4 :ﺥ F :ﻡHﺕ I : ﺏ ﺕ : ﻡSﺕ + ﺏ ﻡ T U 9: ﺥ ﻡ ﻡS :VP 6 K Artinya : “Kami adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah SWT”. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka : di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” Berdasarkan ayat di atas, umat Islam mendapat perintah dari Allah SWT, untuk melaksanakan dakwah sebaik mungkin. Jika kewajiban ini telah dilaksanakan secara sempurna, maka umat Islam akan menempati kedudukan umat terbaik di permukaan bumi dan dapat menjadi contoh yang baik untuk masyarakat luas. Selain itu untuk melanjutkan tersiarnya syari’at ajaran Islam, dan juga bagian hidup dari umat beragama. Dari penjelasan tujuan dakwah di atas maka penulis mengemukakan bahwa seseorang yang berprofesi sebagai juru dakwah harus berusaha semaksimal mungkin untuk membawa dan menyampaikan dakwahnya sehingga dapat membawa kebaikan bagi manusia, meningkatkan spiritualitas manusia agar manusia itu dapat memotivasi dirinya agar hidup lebih baik lagi, sehingga di ridhoi oleh Allah SWT.

3. Karakteristik Dakwah

Salah satu komitmen seorang muslim terhadap keislamannya adalah menyerukan, menyebarkan dan menyampaikan Islam kepada orang lain. Al-Qur’an sebagai rujukan dakwah mempunyai watak atau karakteristik yang khas. Dari berbagai ekspresi di dalam al-Qur’an tersebut, diturunkan beberapa pesan moral al-Qur’an tentang penyampaian dakwah, antara lain : a. Dengan cara yang lebih baik. b. Dengan penuh kasih sayang. c. Tidak muncul dari rasa kebencian. d. Tidak dengan kekerasan. Jadi, inti sasaran utamanya adalah kesadaran pribadi. Untuk itu, pendekatan dan watak karakteristik dari kegiatan dakwah adalah melalui cara pencerahan fikiran, penyejukan jiwa tanpa harus menggunakan cara kekerasan dan kekuatan. Dengan demikian idiom-idiom yang harus muncul dan dibangun dalam kegiatan dakwah adalah idiom perdamaian, persahabatan,pemaafan, pertolongan, pembebasaan, dan sebagainya. Bukan idiom-idiom kekerasan, cacian, penghinaan, penghujatan, provokasi, dan fitnah. Dakwah islamiyah juga memiliki beberapa karakter yang membedakan dengan dakwah yang lainnya. Yaitu : a. Rabaniyah , artinya bersumber dari wahyu Allah SWT. b. Washatiya , artinya tengah-tengah atau seimbang. c. Ijabiyah , artinya positif dalam memandang sekalian alam. d. Waqi’iyah , artinya realistis dalam memperlakukan individu dan masyarakat. e. Ahlaqiyah , artinya syarat dengan nilai kebenaran, baik dalam sarana maupun tujuannya. f. Syumuliyah , artinya utuh dan menyeluruh dalam manhajnya. g. Alamiyah, bersifat mendunia. h. Syuriyah , artinya berpijak diatas prinsip musyawarah dalam menentukan sesuatunya. i. Jihadiyah , artinya terus memerangi siapa saja yang berani menghalang-halangi Islam, dan mencegah tersebarnya dakwah Islam. j. Salafiyah , artinya menjaga orisinalitas dalam pemahaman dan akidah. Inilah dakwah Islam dengan berbagai karakternya yang membedakan antara dakwah Islam dengan dakwah yang lainnya. Ini adalah dakwah Allah. Sesuai dengan pedoman al-Qur’an dan Hadist. 21

4. Metode Dakwah

Problemantika dakwah dalam situasi kini terus-menerus berubah secara cepat, dengan implikasi pergeseran nilai-nilai yang berskala global, regional maupun lokal perlu mendapatkan perhatian yang serius, betapa tidak pergeseran nilai-nilai tersebut telah terjadi di seluruh aspek kehidupan manusia. 22 21 . Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah, Solo, Era Intermedia : 2005, Cet, Ke-1, h. 46 22 . M. Yunan Yusuf, Problematika Dakwah : Agenda dan Solusi, Jurnal Simbol Edisi 3- juli-1999, h. 67. Dalam penyajian materi dakwah Islam, al-Qur’an terlebih dahulu meletakan prinsipnya bahwa manusia yang dihadapi mad’u adalah makhluk yang terdiri atas unsur jasmani, akal, dan jiwa, sehingga harus dilihat dan diperlakukan dengan keseluruhan. Menurut Quraish Shihab, materi-materi dakwah yang disajikan oleh al-Qur’an dibuktikan kebenarannya dengan argumentasi yang dipaparkan atau yang dapat dibuktikan manusia melalui penalaran akalnya. Adakalanya al-Qur’an menuntun manusia dengan redaksi-redaksi yang sangat jelas dan dengan tahapan-tahapan pemikiran yang sistematis, sehingga manusia menemukan sendiri kebenaran yang dikehendakinya. Metode ini digunakan agar manusia merasa bahwa ia ikut berperan dalam menentukan suatu kebenaran. Banyak ayat al-Qur’an yang mengungkapkan masalah dakwah. Namun, dari sekian banyak ayat itu, yang dapat dijadika acuan utama dalam prinsip metode dakwah secara umum adalah surat an-Nahl ayat 125 yang berbunyi : ﺏ ﺏ ﺏ ﺡ ﺏ ﺏ + ی- ﺏ Artinya : “Serulah manusia kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dijalan-Nya dan dialah yang mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Metode dakwah sangat penting bagi proses dan perkembangan dakwah Islam, tanpa metode dakwah yang sesuai dengan al-Qur’an, ayat ini menjelaskan pesan tentang kewajiban dan metode dakwah Islam bagi manusia. Dari pernyataan surat an-Nahl ayat 125 tersebut dapat dijelaskan dan disimpulkan bahwa seruan dan ajakan menuju jalan Allah itu harus menggunakan metode-metode dakwah seperti : Bil hikmah, mau’idzah hasanah , dan mujadalah bi al-lati hiya ahsan.

a. Metode Dakwah bil Hikmah

Kata hikmah menurut Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi adalah sesuatu yang akurat dan berfaedah untuk penetapan akidah atau keyakinan. Al-Zamakhsyari memberikan makna bi al-hikmah adalah perkataan yang pasti benar, yakni dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kesamaran. Sedangkan dakwah bil hikmah berarti dakwah yang bijak, mempunyai makna selalu memperhatikan suasana, situasi, dan kondisi mad’u. Hal ini berarti menggunakan metode yang relevan dan realistis sebagaimana tantangan dan kebutuhan, dengan selalu memperhatikan kadar pemikiran dan intelektual, suasana psikologis, dan situasi social cultural mad’u. Prinsip-prinsip metode dakwah bi al-hikmah ini ditujukan terhadap mad’u yang kapasitas intelektual pemikiranya terkatagorikan khawas , cendekiawan, dan ilmuan. Menurut Sayyid Quthub, dakwah dengan metode hikmah akan terwujud apabila tiga factor berikut diperhatikan, yaitu : 1 Keadaan dan situasi orang-orang yang didakwahi. 2 Kadar atau ukuran materi dakwah yang disampaikan agar mereka merasa tidak keberatan dengan beban materi tersebut. 3 Metode penyampaian materi dakwah dengan membuat variasi sedemikian rupa yang sesuai dengan kondisi pada saat itu. 23 Dari kutipan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa metode hikmah dalam dakwah adalah metode yang berlandaskan kemampuan intelektual, baik subjek dakwah da’I dan da’iyyah ataupun objek dakwah mad’u. Dengan demikian metode dakwah bil hikmah ini adalah upaya mengajak manusia kejalan Allah dengan penuh semangat, kelemah lembutan, sabar, tabah, dan lapang dada.

b. Metode Maw’izhah Hasanah

Al-Maw’izhah Hasanah , menurut Absul Hanid Al-Bilahi, adalah merupakan salah satu manhaj metode dalam dakwah untuk mengajak seseorang ke jalan Allah SWT dengan memberikan bimbingan atau nasihat yang baik dengan lemah lembut agar mereka dapat berubah menjadi lebih baik. 24 “Sedangkan yang di maksud dengan metode maw’izhah hasanah adalah memberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, berupa petunjuk-petunjuk kearah kebaikan dengan bahasa yang baik yang dapat mengubah hati, agar nasihat tersebut dapat diterima, berkenan di hati, enak di 23 . Moh. Sayyid Quthub, Tafsir Fi Dzilal Al-Qur’an, h. 122. 24 . Abdul Hamid Al-bilali, Op. Cit. Hal. 260. dengar, menyentuh perasaan, lurus pikiran, menghindari sikap kasar dan tidak boleh mencaci atau menyebut kesalahan audience sehingga objek dakwah dengan rela hati dan atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subyek dakwah.” 25 Dari dua pengertian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa metode maw’izhah hasanah adalah cara menyampaikan pesan dakwah Islam berupa pemberian nasihat baik kepada mad’u, dengan tutur bahasa yang lemah lembut dan menyentuh perasaan sehingga dapat mengambil hati para mad’unya.

c. Metode Mujadalah Diskusi Dengan Cara Yang Baik

Dakwah bertujuan untuk mengajak sekaligus memperbaiki kondisi masyarakat agar mengikuti ajaran agama Islam. Sedangkan dakwah dengan metode ini adalah suatu upaya atau tujuan seorang da’I dan da’iyyah yang terakhir dalam menjalankan dakwahnya. Bila mana dua metode sebelumnya tidak lagi efektif untuk mencapai tujuan dakwah, maka metode inilah yang lazim digunakan untuk orang yang lebih berfikir kritis dan berwawasan luas. Ada tiga macam jidal diskusi dalam berdakwah, yaitu : 1 Jidal yang buruk, adalah dakwah yang disampaikan dengan sikap yang kasar, yang mampu mengundang kemarahan lawan diskusinya serta menggunakan dalih-dalih yang tidak benar. 25 . Siti Muriah, ibid. Hal. xv. 2 Jidal yang baik, adalah dakwah yang disampaikan dengan lemah lembut, penuh kesopanan dan menggunakan pedoman al-Qur’an dan Hadist. 3 Jidal yang lebih baik, adalah dakwah yang disampaikan dengan argumentasi yang jelas, baik dan benar. 26 Berdasarkan pendapat-pendapat sebelumnya, penulis menyimpulkan bahwa seorang da’I dan da’iyyah tidak hanya harus berada di atas mimbar untuk menyampaikan pesan dakwaknya. Melainkan juga seorang da’I dan da’iyyah dapat menyampaikan materi dakwahnya melalui proses diskusi yang berakhir pada tanya-jawab, atau memulai dengan argumentasi yang berbeda-beda sehingga timbullah pemahaman dari diri mereka.

5. Sasaran Dakwah

Sasaran dakwah atau objek dakwah adalah umat manusia. Baik individu atau berkelompok. Pengertian mengenai manusia itu beragam. Bidang sosiologi berpendapat bahwa manusia mempunyai struktur dan mengalami perubahan-perubahan. Manusia juga di sebut mad’u, dan mad’u adalah seluruh umat Islam. Dalam surat As-Saba ayat : 28 Allah SWT berfirman mengenai objek dakwah yaitu : ﻡ W 9 = P F 9: Qﺏ 9:یLﻥ :VP F ی 26 . Quraish Shihab, ibid, h. 389 Artinya : “ Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”

6. Media Dakwah

Media berawal dari kata “median” yang berasal dari bahasa latin yang artinya perantara. Pengertian media secara istilah adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat perantara untuk mencapai tujuan tertentu. 27 Dalam kamus istilah telekomunikasi, media dalah sarana yang digunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan suatu pesan kepada komunikan apabila komunikan jauh tempatnya. 28 Media dakwah Islam adalah sarana atau prasarana yang membantu subjek dakwah atau da’I dan da’iyyah dalam memberikan dan menyampaikan pesan dakwahnya secara efektif dan efisien. Dengan demikian media dakwah sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa orang, materi, tempat kondisi tertentu dan sebagainya. Sedangkan fungsi media massa dalam dakwah adalah untuk memberikan informasi, pendidikan, hiburan, dan mempengaruhi para mad’u. Media dakwah juga merupakan hal yang sangat penting dalam proses dakwah, untuk menentukan keberhasilan dakwah itu sendiri kepada masyarakat. 27 . Ahmad Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, h. 165. 28 . Ghazali Syahdar, Kamus Istilah Komunikasi, Bandung : Djembatan,1992, h. 227. Media sebagai salah satu indikator terpenting dalam mengembangkan dakwah saat ini. Dengan berbentuk media cetak atau elektronik. walaupun instrumen berupa podium atau mimbar masih banyak digunakan untuk menyampaikan pesan dakwah, akan tetapi kemajuan pesat industri komunikasi serta media massa telah memberikan kemungkinan-kemungkinan media dakwah yang sangat luas dan berteknologi canggih. Sebagaimana diutarakan oleh M. Yunan yusus senagai berikut: “ Kemajuan pesat industri komunikasi serta media massa telah menyodorkan media dakwah yanbg sangat luas dan canggih, pemanfaatan lat-alat komunikasi tersebut, menjadi tuntutan yang tidak boleh ditawar lagi seperti : radio, televise, film, dan internet. Itu semua merupakan media-media yang harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pemberdayaan dakwah itu sendiri.” 29 Dari keterangan di atas penulis menyimpulkan bahwa media dakwah adalah sarana dakwah yang mampu membantu da’I dan da’iyyah atau juru dakwah dalam menyampaikan pesan dakwahnya agar diterima oleh mad’unya.

7. Aktivitas Dakwah dan Bentuk-Bentuknya.

Aktivitas dakwah Islam yang dilakukan oleh umat Islam tentunya bermacam-macam. Hingga pada saat ini aktivitas tersebut semakin beragam seiring dengan berkembangnya alur kehidupan. Bahkan sekarang ini bisa dikatakan bahwa segala kegiatan yang dilakukan oleh umat Islam mengandung unsur dakwah. 29 . M. Yunan Yusuf, ibid, h. 68. Menurut para pelaku dakwah, aktivitas dakwah Islam merupakan operasionalisasi yang dilakukan, sehingga ada tiga kategori di dalamnya, yaitu: 30 a. Dakwah bil lisan Dakwah bil lisan, adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan, dapat berupa ceramah, symposium, diskusi, khutbah, brain stroming dan sebagainya. Seperti dalam Q.S Fusilat ayat 33 yang berbunyi : ﻡ ﺡ 9 3 ﻡ + 9 5 2 3 ﻥ ﻡ Artinya : “Dan barang siapa yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal sholeh dan berkata : “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri”. b. Dakwah bil Qalam Dakwah bil Qalam, adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui tulisan, dapat berupa buku, majalah, surat kabar, spanduk, pamphlet, kaligrafi, bulletin dakwah dan lain sebagainya. c. Dakwah bil hal Dakwah bil hal, adalah dakwah melalui perbuatan yang nyata perilaku yang dilakukan atau sopan santun sesuai dengan ajaran Islam, 30 . Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997, hal. 34. memelihara lingkungan, mencari nafkah dengan tekun, sabar, kerjasama, dan saling tolong-menolong sesama manusia. Islam memerintahkan manusia agar dapat mencontoh teladan dari para ahlul fikr orang-orang yang berfikir, ahli kebenaran dan mereka yang berakidah lurus. 31 Sebagai juru dakwah atau da’I dan da’iyyah yang menyampaikan misi ajaran Islam kepada manusia, juru dakwah juga berkewajiban meneladani sifat-sifat dan kepribadian Rasulullah SAW. Pada dasarnya dakwah inilah yang lebih efektif dan mengena pada sasaran dibanding dengan bentuk-bentuk aktivitas dakwah yang lainnya. Tetapi sampai detik ini umat Islam masih kurang memperhatikan efektivitas dari dakwah bil hal ini. Dan masih menganggap bahwa dakwah bil lisan lebih efektif.

C. Karakteristik Da’I dan Da’iyyah Yang Ideal

Bagi orang yang menyampaikan dakwah seperti da’i, atau orang yang mengajak seluruh umat kepada jalan kebaikan dan berusaha untuk mengubah kondisi sekitarnya dengan hal yang positif, maka seorang da’I dan da’iyyah haruslah mempunyai beberapa karakter yang mampu mengajak umatnya untuk bercermin kepada jalan yang lebih terang. Secara individual maupun kelompok, atau sebagai komunikator yang menyampaikan pesan dakwah untuk mengubah diri menjadi lebih baik, 31 . Musthafa Mansur, Teladan Di Medan Dakwah, Solo : Era Intermedia, 2000, h. 42 seorang da’I dan da’iyyah merupakan unsur dakwah yang sangat berpengaruh bagi seluruh umat, karena berhasil atau tidaknya dakwah tersebut tergantung bagaimana da’I dan da’iyyah tersebut menyampaikan pesan dakwahnya. Oleh karena itu karakter yang harus dimiliki seorang da’I dan da’iyyah yang ideal dalam dakwah Islam, yaitu : 1. Sehat jasmani dan rohani, seorang da’I dan da’iyyah memang sudah seharusnya berada ditengah-tengah jama’ah atau masyarakat dan ia juga selalu dibutuhkan kapan saja dan dimana saja. Karena bagi masyarakat seorang da’I dan da’iyyah juru dakwah adalah sosok panutan yang membawa ajaran kebaikan untuk disampaikan kepada umat agar menempuh jalan keridhoan dari Allah SWT. Jika seorang da’I tidak memiliki jasmani dan rohani yang kuat, maka seluruh aktivitas dakwahnya akan terganggu. 2. Keinginan yang kuat, segala pekerjaan yang hebat dan mulia memerlukan kemauan dan keinginan yang kuat bagi pelaksananya, agar supaya pekerjaan itu dapat terlaksana dengan sempurna. 32 Sama halnya dengan da’I dan da’iyyah dalam berdakwah, karena mereka harus teguh dan tegas untuk mempertahankan prinsip akidah dalam menyampaikan pesan dakwah dan menyusun strategi dakwahnya. 3. Mengajak dan memberi motivasi, adapun aspek kebaikan yang bisa dilakukan oleh da’I dan da’iyyah dalam memotivasi mad’unya adalah dengan mengajak mad’u untuk berbuat baik dan mengorbankan dirinya 32 . Toha Yahya Omar, MA., Islam dan Dakwah, Jakarta : PT. AL-MAWARDI PRIMA, 2004, Cet, Ke-1, h. 157. dengan perilakunya di jalan Allah SWT. Dan mereka juga harus menciptakan kedamaian pada mad’u dan keluarga da’I dan da’iyyah tersebut. 33 4. Ilmu Pengetahuan, bagi seorang da’I dan da’iyyah yang selalu bermasyarakat dan memberi nasihat bijak kepada umat, sudah sepatutnya ia harus mempunyai ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas agar aktivitas dakwah yang ia lakukan berjalan efektif dan membawa perubahan baik bagi dirinya juga masyarakat. Tidak hanya itu seorang da’I dan da’iyyah juga adalah panutan bagi para mad’unya. 5. Bersikap dan bertindak adil, sebagai juru dakwah yang membawa amanat dari Allah SWT da’I dan da’iyyah haruslah mempunyai sikap-sikap yang baik diantaranya, yaitu jujur, benar, menyampaikan pesan apa adanya, adil, lemah lembut, sabar, tidak sombong, pemaaf dan selalu dekat dengan Allah SWT. Dengan adanya sikap-sikap tersebut dalam diri seorang da’I, maka pemimpin atau da’I dan da’iyyah tersebut akan berfikir objektif dalam menilai permasalahan yang ada sekaligus menilai individual. Muhammad Ghazali juga menegaskan dalam tulisannya bahwa seorang da’I dan da’iyyah harus mempunyai dua syarat utama diantaranya yaitu : pertama, pengetahuan mendalam tentang ilmu agama Islam, dan kedua, juru dakwah harus mempunyai jiwa kebenaran ruh yang penuh kebenaran, kegiatan, kesadaran, dan kemajuan. 34 33 . DR. Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqih Dakwah Muslimah, Jakarta : RABBANI PRESS, 2003, Cet, Ke-1, H. 421. 34 . A. Hasyimi, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an, Jakarta : Bulan Bintang, 1994, cet. Ke-3. h. 167. Dari penuturan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang da’I atau da’iyyah tidak hanya mampu berbicara, tetapi figure da’I yang ideal itu harus mempunyai rasa sosial yang tinggi, berpengetahuan luas, baik budi pekerti, bijaksana dan tidak sombong. Karena apa yang ia ucapkan dan lakukan akan diikuti oleh mad’unya.

BAB III BIOGRAFI USTADZAH Hj. IDA FARIDA A. S.

A. Profil Ustadzah Hj. Ida Farida A. S. Terlahir di Jakarta, pada tanggal 05 Januari tahun 1951, Ustadzah Hj. Ida Farida A. S. adalah putri dari keluarga pasangan Alm. KH. Abdullah Syafi’I dan Almh. Ustadzah Hj. Rogayah Binti KH. Ahmad Muchtar. Ia terlahir dari keluarga yang sangat religius. Ayahnya semasa hidupnya berprofesi sebagai seorang da’I besar, dan beliau di kenal sebagai singa podium. Sedangkan ibunya semasa hidupnya berprofesi sebagai ustadzah yang memimpin sebuah majlis taklim. Ustadzah Hj. Ida Farida adalah da’iyyah dan tokoh masyarakat betawi yang sangat dihormati, Khadimutthalabah perguruan Asy-Syafi’iyah yang kharismatik dan rendah hati.” Posisi sebagai da’iyyah ini, memberikan motivasi tersendiri bagi ustadzah Hj. Ida Farida untuk berkesempatan berdakwah dan mengetahui bagaimana cara mempraktekkan dakwah diberbagai forum, baik di dalam maupun di luar negeri. Ustadzah Hj. Ida Farida A. S. mempunyai beberapa saudara kandung, namun yang ada hingga saat ini hanya dua orang saja. Ia adalah bungsu dari seorang kakak perempuan yaitu Ustadzah Hj. Tuty Alawiyah A. S. dan seorang kakak laki-laki yang bernama KH. Abdur Rasyid. Tidak berbeda dengan kakak-kakaknya, ia juga menekuni dan terjun di bidang dakwah.