Faktor-faktor berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KONSUMSI BUAH DAN SAYUR PADA REMAJA

DI INDONESIA TAHUN 2007

SKRIPSI

Disusun oleh: IDA FARIDA 106101003712

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M


(2)

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ida Farida

Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 01 Januari 1988

NIM : 106101003712

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia Tahun 2007 Pembimbing : 1. Yuli Amran, SKM, MKM

2. Minsarnawati, SKM, M.Kes

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya saya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Jakarta, 1 Desember 2010


(3)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI MASYARAKAT

Skripsi, Desember 2010

Ida Farida, NIM: 106101003712

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia Tahun 2007

xii+117 halaman, 25 tabel, 3 bagan, 5 lampiran ABSTRAK

Buah dan sayur merupakan bahan makanan yang banyak mengandung nutrisi, tetapi jarang dikonsumsi oleh mayoritas penduduk Indonesia khususnya remaja, padahal Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan buah dan sayur. Apabila terjadi kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur dapat menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat dan tidak seimbangnya asam basa tubuh, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit. Berdasarkan hasi Riskesdas (2007), ditemukan bahwa remaja di Indonesia rata-rata sebesar 93,7% memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang kurang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai September 2010 di Badan JIPP (Jaringan Informasi Publikasi Penelitian) Kementerian Kesehatan RI.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2007 yaitu hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) terkait perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia. Sampel penelitian ini sebanyak 256.383 remaja yang diambil berdasarkan sampling frame dalam Riskesdas 2007 dengan menggunakan teknik two stage sampling.

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja adalah umur (Pvalue 0,000), jenis kelamin (Pvalue 0,000), pendidikan (Pvalue 0,000), tingkat ekonomi keluarga (Pvalue 0,000) dan tempat tinggal (Pvalue 0,000). Adapun variabel yang tidak berhubungan dalam penelitian ini yaitu pekerjaan dan jumlah anggota keluarga. Sedangkan faktor paling dominan adalah tingkat ekonomi keluarga. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada pemerintah Indonesia untuk menggalakkan program wajib belajar 9 tahun dan memperluas lapangan pekerjaan agar status ekonomi masyarakat meningkat. Bagi Kementerian Kesehatan RI diharapkan dapat membuat kebijakan kesehatan terkait upaya peningkatan konsumsi buah dan sayur pada masyarakat Indonesia, khususnya remaja. Sedangkan bagi peneliti lain diharapkan melakukan penelitian dengan disain studi lain dan menggunakan data primer sehingga variabel yang diteliti tidak terbatas pada data sekunder yang ada.


(4)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

Specialisation NUTRITION SOCIETY Skripsi, Decermber 2010

Ida Farida, NIM: 106101003712

Factors Associated with Fruit and Vegetable Consumption Behaviour in Adolescents in Indonesia Year 2007

xii +117 pages, 25 tables, 3 charts, 5 attachments ABSTRACT

Fruits and vegetables are foods that contain lots of nutrients, but rarely consumed by the majority of Indonesia's population, particularly adolescents, whereas Indonesia is a country very rich in fruits and vegetables. If there is a shortage of eating fruits and vegetables can cause the body's nutritional deficiencies such as vitamins, minerals, fiber and acid-base unbalance the body, which can lead to the emergence of various diseases. Based on the result Riskesdas (2007), found that teens in Indonesia by an average of 93.7% has a fruit and vegetable consumption behavior is lacking. Therefore, this study aims to analyze the factors associated with fruit and vegetable consumption behavior. This study was conducted from June to September 2010 in JIPP Agency (Research Publications Information Network) Ministry of Health of Indonesian Republic.

This research is a quantitative research with cross sectional study design. This study uses secondary data from the Ministry of Health of Indonesia in 2007 is the result of basic health research (Riskesdas) related to fruit and vegetable consumption behavior among adolescents in Indonesia. Samples taken as many as 256,383 young people based on sampling frames in Riskesdas 2007 using a two stage sampling technique.

Based on research results, indicate that factors related to fruit and vegetable consumption behavior in adolescents were age (p value 0.000), gender (p value 0.000), education (p value 0.000), family economic level (p value 0.000) and residence (p value 0.000 .) The variables that are not associated in this research work and the number of family members. While the most dominant factor is the level of family income. Based on these results, it is suggested to the Indonesian government to promote the 9-year compulsory education program and expand employment opportunities for community economic status increases. For the Ministry of Health is expected to make health policy related to efforts to increase consumption of fruit and vegetables on the Indonesian people, especially teenagers. As for other researchers are expected to conduct research with another study design and use of primary data so that the variables under study are not limited to the existing secondary data.


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KONSUMSI BUAH DAN SAYUR PADA REMAJA

DI INDONESIA TAHUN 2007

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 21 Desember 2010

Mengetahui

Yuli Amran, SKM, MKM Minsarnawati, SKM, MKes


(6)

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 21 Desember 2010 Penguji I,

(Yuli Amran, SKM, MKN)

Penguji II.

(Minsarnawati, SKM, M.Kes)

Penguji III,


(7)

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

PERSONAL DATA

Nama : Ida Farida

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 01 Januari 1988 Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Madrasah No. 54 RT 02/05 Kalibaru Sukmajaya Kota Depok, 16414

Nomor Telepon/HP : 0852 101 96455

Motto : “Apabila kamu telah selesai melakukan suatu pekerjaan, maka lakukan pekerjaan lain dengan sungguh-sungguh.”

PENDIDIKAN FORMAL

1994 – 2000 : MI An-Nizhomiyah Depok 2000 – 2003 : MTs An-Nizhomiyah Depok 2003 – 2006 : SMA Islam An-Nizhomiyah Depok

2006 – 2010 : Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


(9)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kepada kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan nikmat yang berlimpah, sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan skripsi yang bejudul ”Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia Tahun 2007”. Sholawat dan salam juga dihaturkan kepada Rasulullah saw, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amin.

Peneliti menyadari bahwa laporan ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.

3. Ibu Febrianti, MSi, selaku penanggung jawab peminatan gizi.

4. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM dan Ibu Minsarnawati SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu peneliti dari awal sampai akhir penulisan laporan skripsi ini.

5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan peneliti. 6. Para pegawai/staff di Kementerian Kesehatan RI, yang telah memberikan ijin


(10)

7. Bapak dan umi tersayang, yang tidak hentinya memberikan kasih sayang, nasihat agar tetap semangat dalam menjalani kehidupan dan do’a yang senantiasa dipanjatkan demi kesuksesan peneliti. Terima kasih banyak Bapak, Umi… Love U So Much… 8. Sahabat-sahabat terbaikku di kosan (Nurul, Zum, Liya, Ari, Mayang, Eni, Kaha,

Reni, Nisa, Huda. Liyah, Intan) terima kasih atas dukungan, kebersamaan dan kesetiaan dalam mendengarkan curahan hati peneliti selama membuat laporan skripsi. 9. Sahabat-sahabatku di Prodi Kesehatan Masyarakat angkatan 2006, CSS MORA UIN Jakarta, Mata Pena Writer dan Forum Lingkar Pena Ciputat, tetap semangat dan semoga ukhuah diantara kita senantiasa terjaga sampai kapanpun. Amin.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Thanks All.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih kurang dari sempurna, sehingga peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan dimasa yang akan datang. Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Jakarta, 21 Desember 2010 Peneliti


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL viii DAFTAR BAGAN x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Pertanyaan Penelitian 6 D. Tujuan Penelitian 8

1. Tujuan Umum 8 2. Tujuan Khusus 8 E. Manfaat Penelitian 9 1. Bagi Peneliti 9

2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat 9 3. Bagi Kementerian Kesehatan RI 10


(12)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 A. Perilaku Konsumsi 12

B. Buah dan Sayur 13

1. Penggolongan Buah dan Sayur 13

2. Kandungan Gizi dan Manfaat dalam Buah dan Sayur 15 3. Dampak Kurang Konsumsi Buah dan Sayur 17

4. Kecukupan Konsumsi Buah dan Sayur yang Dianjurkan 21

C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 22

1. Umur 24

2. Jenis Kelamin 25

3. Keyakinan, Nilai dan Norma 26 4. Tingkat Ekonomi Keluarga 27 5. Pekerjaan 29

6. Pendidikan 30

7. Pengetahuan Gizi 31

8. Pengalaman Individu 32 9. Iklan/Media Massa 32

10. Tempat Tinggal 33

11. Lingkungan Sosial dan Budaya 34

12. Jumlah dan Karakteristik Keluarga 35 13. Peran Orang Tua 35


(13)

15. Fast Food/Makanan Cepat Saji 36 16. Food Fads/Mode Makanan 37 17. Kebutuhan Fisiologis Tubuh 37 18. Body Image/Citra Tubuh 38

19. Konsep Diri 38

20. Pemilihan dan Arti Makanan 39 21. Perkembangan Psikososial 40 22. Kesehatan (Riwayat Penyakit) 40 23. Gaya Hidup 41

24. Sosial-Ekonomi-Politik 41 25. Ketersediaan Makanan 42 26. Produksi 42

27. Sistem Distribusi 43 D. Kerangka Teori 43

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 45

A. Kerangka Konsep 45 B. Definisi Operasional 47 C. Hipotesis 50

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 51 A. Desain Penelitian 51

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 51 C. Populasi dan Sampel 51


(14)

1. Populasi 51 2. Sampel 52

D. Instrumen Penelitian 55 E. Pengumpulan Data 61 F. Pengolahan Data 62

1. Pembersihan data (Data Cleaning) 62 2. Transformasi Data/Recode 62

G. Analisis Data 63

1. Analisis Univariat 63 2. Analisis Bivariat 63 3. Analisis Multivariat 64 BAB V HASIL 67

A. Analisis Univariat 67

1. Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 67 2. Umur 67

3. Jenis Kelamin 68

4. Jumlah Anggota Keluarga 68 5. Pendidikan 69

6. Pekerjaan 69

7. Tingkat Ekonomi 70 8. Tempat Tinggal 71 B. Analisis Bivariat 71


(15)

dan Sayur 72

2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 73

3. Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 74

4. Hubungan antara Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 75

5. Hubungan antara Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 76

6. Hubungan antara Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 77

7. Hubungan antara Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 78

C. Analisis Multivariat 79

1. Pemilihan Variabel Kandidat yang akan Masuk Model 79 2. Pembuatan Model Prediksi Penentu Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 80

3. Uji Interaksi 81

4. Penyusunan Model Akhir 81 BAB VI PEMBAHASAN 84

A. Keterbatasan penelitian 84


(16)

C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 88

1. Hubungan Umur dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 88 2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah dan

Sayur 92

3. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 94

4. Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 98

5. Hubungan Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 100

6. Hubungan Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 102

7. Hubungan Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 107

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 110 A. Kesimpulan 110

B. Saran 111

1. Bagi Peneliti Lain 111 2. Bagi Orang Tua 111 3. Bagi Pemerintah RI 111 DAFTAR PUSTAKA 113 LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian 47

4.1 Daftar Variabel dan Kuesioner dalam Rislesdas 2007 55 4.2 Kode Variabel Pendidikan dalam Riskesdas 2007 58 4.3 Kode Variabel Pekerjaan dalam Riskesdas 2007 60

5.1 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur di Indonesia tahun 2007 67

5.2 Distribusi Frkuensi Remaja Berdasarkan Kelompok Umur di Indonesia tahun 2007 68

5.3 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin di Indonesia tahun 2007 68

5.4 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Indonesia tahun 2007 69

5.5 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Indonesia tahun 2007 69

5.6 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Status Pekerjaan di Indonesia tahun 2007 70

5.7 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tingkat Ekonomi Keluarga di Indonesia tahun 2007 70

5.8 Distribusi Frekuensi Remaja Berdasarkan Tempat Tinggal di Indonesia tahun 2007 71


(18)

5.9 Analisis Hubungan antara Umur dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 72

5.10 Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 73

5.11 Analisis Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 74

5.12 Analisis Hubungan antara Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 75

5.13 Analisis Hubungan antara Pekerjaan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 76

5.14 Analisis Hubungan antara Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 77

5.15 Analisis Hubungan antara Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di Indonesia tahun 2007 78

5.16 Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Independen dan Dependen 80 5.17 Tahap Pemodelan Prediksi Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur 81 5.18 Hasil Uji Interaksi 82


(19)

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman 2.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Individu 23 2.2 Kerangka Teori 44


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Pengambilan Data Skripsi di Kepmenkes RI

Lampiran 2. Daftar Kuesioner Riskesdas 2007 (Variabel Independen dan Dependen) Lampiran 3. Kartu Peraga Konsumsi Buah dan Sayur dalam Riskesdas 2007

Lampiran 4. Indikator Penentuan Kelurahan termasuk Perkotaan atau Pedesaan Lampran 5. Hasil Pengolahan Data


(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan makanan untuk melangsungkan kehidupannya agar selalu sehat sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan selama hidupnya. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai jenis makanan yang mengandung zat gizi yang cukup dan memilih makanan yang akan dikonsumsi karena akan berpengaruh terhadap kesehatan (Rahmawati, 2000).

Secara umum, makanan adalah bahan alamiah yang menjadi sumber kalori atau bahan-bahan yang diperlukan untuk berlangsungnya proses kehidupan. Selain menyehatkan, makanan juga berfungsi untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh serta meningkatkan kekebalan tubuh. Pentingnya bahan makanan bagi tubuh membuat seseorang harus benar-benar memperhatikan pola makan sehari-hari agar tetap sehat dan terhindar dari berbagai macam penyakit (Sekarindah, 2008).

Salah satu masalah yang berkaitan dengan perilaku makan adalah kurangnya konsumsi buah dan sayur. Apabila terjadi kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur akan menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat dan tidak seimbangnya asam basa tubuh, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit (Sekarindah, 2008).


(22)

Selain itu, menurut Ruwaidah (2009), kurangnya konsumsi buah dan sayur dapat mengakibatkan berbagai dampak yaitu menurunnya imunitas/kekebalan tubuh seperti mudah terkena flu, mudah mengalami stres atau depresi, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan seperti sembelit, gusi berdarah, sariawan, gangguan mata, kulit keriput, arthritis, osteoporosis, jerawat, kelebihan kolesterol darah dan kanker. Dampak lain disebutkan dalam laporan WHO (2003) ditemukan bahwa sebanyak 31% penyakit jantung dan 11% penyakit stroke di seluruh dunia disebabkan oleh kurangnya asupan buah dan sayur di dalam tubuh.

Rekomendasi kecukupan konsumsi buah dan sayur menurut WHO (2003) yaitu sebanyak 400 gram per hari atau sebanyak 3-5 porsi sehari. Selain itu, Piramida Petunjuk Makanan (USDA dan HNIS, 1992) dalam Rahmawati (2000) merekomendasikan untuk menyajikan buah sebanyak 2-4 kali dan sayuran sebanyak 3-5 kali dalam sehari.

Salah satu kelompok usia yang paling rentan jika kurang konsumsi buah dan sayur yaitu remaja karena masa remaja merupakan periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia. Pada periode ini merupakan saat yang tepat untuk membangun tubuh dan menanam kebiasaan pola makan yang sehat, karena jika sejak remaja pola makan seseorang sudah tidak sehat, maka hal tersebut akan berdampak pada kesehatan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, membiasakan pola makan sehat pada remaja menjadi penting sebagai upaya untuk mencegah munculnya masalah-masalah kesehatan pada masa dewasa dan tua nanti (Riyadi, 2001 dalam Wulansari, 2009).


(23)

Beberapa penelitian di dunia menunjukkan bahwa mayoritas penduduk dunia kurang mengonsumsi buah dan sayur. Penelitian Yangve et al (2005) dalam Bahria (2009) di 9 Negara Eropa menunjukkan bahwa jumlah konsumsi buah dan sayur per hari pada masyarakat jauh dari yang direkomendasikan baik level nasional maupun internasional yaitu minimal 5 porsi/hari. Penelitian yang dilakukan Anderson et al (1994) dalam Rahmawati (2000) di Skotlandia Barat terhadap masyarakat umur menengah, ditemukan rata-rata konsumsi buah dan sayur adalah 10,1 porsi/minggu atau 1,4 porsi/hari.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di berbagai wilayah Indonesia juga diperoleh hasil bahwa konsumsi buah dan sayur pada penduduk Indonesia relatif masih kurang, padahal Indonesia adalah Negara yang sangat kaya akan buah dan sayur. Berdasarkan hasil survei perilaku konsumsi buah dan sayur di Indonesia terjadi peningkatan angka kurang konsumsi buah dan sayur. Hal ini berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004 ditemukan bahwa rata-rata 83,6% rermaja di Indonesia kurang mengonsumsi buah dan sayur, hanya 16,4% yang mengonsumsi buah dan sayur sesuai standar WHO (2003) yaitu 5 porsi buah dan sayur sehari.

Kemudian berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan RI tahun 2007 ditemukan bahwa rata-rata 93,7% remaja di Indonesia berumur 10 – 24 tahun kurang konsumsi buah dan sayur. Konsumsi buah dan sayur paling rendah terdapat di Provinsi Riau (97,9%) dan Sumatera Barat (97,8%) penduduk memiliki perilaku kurang konsumsi buah dan sayur. Sedangkan yang berada di bawah rata-rata angka nasional adalah Provinsi Gorontalo (83,5%), DI


(24)

Yogyakarta (86,1%) dan Lampung (87,7%) penduduk yang memiliki perilaku kurang konsumsi buah dan sayur. Dalam Riskesdas, penduduk dikategorikan kurang konsumsi buah dan sayur jika konsumsi buah dan sayur kurang dari 5 porsi/hari (WHO, 2003).

Konsumsi buah dan sayur sangat penting dalan kehidupan sehari-hari karena berfungsi sebagai zat pengatur, mengandung zat gizi seperti vitamin dan mineral, memiliki kadar air tinggi, sumber serat makanan, antioksidan dan dapat menyeimbangkan kadar asam basa tubuh. Berbagai manfaat tersebut dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit (Sekarindah, 2008).

Berbagai penelitian mengenai konsumsi buah dan sayur menunjukkan bahwa kurang konsumsi buah dan sayur dapat berisiko dalam memicu perkembangan penyakit degeneratif seperti obesitas, PJK (Penyakit Jantung Koroner), diabetes, hipertensi dan kanker (WHO, 2003). Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hung et al (2004) dalam Bahria (2009) terhadap 110.000 pria dan wanita selama 14 tahun (Harvard-based Nurses’ Health study and Health Professionals

Follw-up Study) menunjukkan bahwa rata-rata orang yang mengonsumsi tinggi buah

dan sayur dapat menurunkan perkembangan penyakit kardiovaskuler.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi buah dan sayur pada masyarakat. Penelitian yang dilakukan Story (2002) ditemukan bahwa konsumsi buah dan sayur pada masyarakat dapat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu faktor individu (pengetahuan dan alasan seseorang mengonsumsi buah dan sayur), faktor lingkungan sosial (keluarga dan teman sebaya), faktor lingkungan fisik dan faktor media massa (pemasaran).


(25)

Selain itu, menurut Worthington (2000), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi individu yang dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kebutuhan fisiologis tubuh, body image, konsep diri, keyakinan/kepercayaan individu, pemilihan dan arti makanan, perkembangan psikososial dan kesehatan individu. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari jumlah anggota keluarga, peran orang tua, teman sebaya, sosial budaya, nilai/norma, media massa, fast food (makanan cepat saji), food fads (mode makanan), pengetahuan gizi dan pengalaman individu.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bagian Jaringan Informasi dan Publikasi Penelitian (JIPP) ditemukan data terkait perilaku konsumsi buah dan sayur di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti menggunakan data sekunder tersebut untuk melakukan analisis lebih lanjut. Data yang telah didapatkan kemudian dilakukan proses pembersihan data/data cleaning dan pengkodean ulang/recode sesuai kebutuhan penelitian.

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa mayoritas penduduk memiliki perilaku kurang konsumsi buah dan sayur serta dengan melihat berbagai dampak yang ditimbulkan akibat kurang konsumsi buah dan sayur, maka dinilai perlu untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007”.


(26)

Buah dan sayur merupakan bahan makanan yang banyak mengandung nutrisi, tetapi jarang dikonsumsi oleh mayoritas penduduk Indonesia khususnya remaja, padahal Indonesia adalah Negara yang sangat kaya dengan buah dan sayur. Apabila terjadi kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur dapat menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat dan tidak seimbangnya asam basa tubuh, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit. Berdasarkan hasi Riskesdas tahun 2007, ditemukan bahwa remaja di Indonesia rata-rata sebesar 93,7% kurang konsumsi buah dan sayur. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis lebih mendalam terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia serta dengan melihat dampak dan tingginya angka kurang konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007”.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007?

2. Bagaimana gambaran karakteristik remaja (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga) di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007?

3. Bagaimana gambaran karakteristik sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan tingkat ekonomi keluarga) pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007?


(27)

4. Bagaimana gambaran tempat tinggal (desa/kota) remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007?

5. Apakah ada hubungan antara karakteristik (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007?

6. Apakah ada hubungan antara karakteristik sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan tingkat ekonomi keluarga) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007?

7. Apakah ada hubungan antara tempat tinggal (desa/kota) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007?

8. Apakah faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia tahun 2007.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.

b. Diketahuinya gambaran karakteristik remaja (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga) di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.


(28)

c. Diketahuinya gambaran karakteristik sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan tingkat ekonomi keluarga) pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.

d. Diketahuinya gambaran tempat tinggal remaja (desa/kota) di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.

e. Diketahuinya hubungan antara karakteristik (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.

f. Diketahuinya hubungan antara karakteristik sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan tingkat ekonomi keluarga) dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007. g. Diketahuinya hubungan antara tempat tinggal (desa/kota) dengan perilaku

konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.

h. Diketahuinya faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

a. Dapat menambah wawasan terkait perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja di Indonesia serta sebagai media pengembangan kompetensi diri sesuai dengan keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan.


(29)

b. Sebagai pengalaman dan pembelajaran bagi peneliti dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait masalah yang berkaitan dengan gizi masyarakat.

2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

a. Terlaksananya salah satu upaya untuk mengimplementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu akademik, penelitian dan pengabdian masyarakat. b. Sebagai tambahan referensi karya tulis penelitian yang berguna bagi

masyarakat luas di bidang kesehatan masyarakat, khususnya terkait perilaku konsumsi buah dan sayur.

c. Sebagai bahan untuk penelitian lanjutan oleh peneliti lain dalam topik yang sama yaitu terkait perilaku konsumsi buah dan sayur.

3. Bagi Kementrian Kesehatan RI

a. Hasil analisa penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan kesehatan oleh Kementrian Kesehatan RI terkait upaya perbaikan gizi masyarakat dengan peningkatan konsumsi buah dan sayur pada penduduk Indonesia agar tercapai status gizi yang lebih baik. b. Hasil analisa penelitian juga dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam

membuat program promosi kesehatan yang efektif agar masyarakat Indonesia dapat menyadari pentingnya mengonsumsi buah dan sayur serta dapat menerapkan perilaku tersebut dalam kehidupan sehari-hari.


(30)

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross

sectional mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah

dan sayur pada remaja di Indonesia. Penelitian ini dilakukan karena melihat tingginya angka kurang konsumsi buah dan sayur pada remaja yaitu sebesar 93,7%. Penelitian ini dilakukan terhadap remaja yang berumur 10 – 24 tahun yang menjadi sampel dalam riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI tahun 2007.

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan gizi program studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian ini dimaksudkan sebagai bahan masukan yang berguna bagi pengambilan keputusan dalam rangka pencarian solusi untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari bagian Jaringan Informasi dan Publikasi Penelitian (JIPP) Kementerian Kesehatan RI yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2010.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Konsumsi

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, misalnya manusia. Perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi, mengonsumsi makanan dan lain-lain. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah berbagai hal yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

Perilaku berbeda dengan pengetahuan dan sikap. Pengetahuan dan sikap merupakan bentuk perilaku tertutup (covert) yang bersifat pasif, sedangkan perilaku atau tindakan merupakan respon terbuka (overt) yang bersifat aktif dan dapat diamati secara langsung (Rahmawati, 2000).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), konsumsi adalah suatu kegiatan dari individu untuk memenuhi kebutuhan dirinya, baik berupa barang produksi, bahan makanan dan lain-lain. Dalam penelitian ini, konsumsi lebih dititikberatkan pada bahan makanan, khususnya konsumsi buah dan sayur. Jadi, perilaku konsumsi adalah suatu kegiatan atau aktivitas individu untuk memenuhi kebutuhannya akan bahan makanan agar terpenuhi kecukupan gizi individu tersebut.


(32)

B. Buah dan Sayur

Buah dan sayur merupakan kelompok bahan makanan dari bahan nabati (tumbuh-tumbuhan). Buah adalah bagian dari tanaman yang strukturnya mengelilingi biji dimana struktur tersebut berasal dari indung telur atau sebagai

fundamen (bagian) dari bunga itu sendiri. Sedangkan sayur adalah bahan makanan

yang berasal dari tumbuhan. Bagian tumbuhan yang dapat dibuat sayur antara lain daun (sebagian besar sayur adalah daun), batang (wortel adalah umbi batang), bunga (jantung pisang), buah muda (labu), sehingga dapat dikatakan bahwa semua bagian tumbuhan dapat dijadikan bahan makanan sayur (Sediaoetomo, 2004).

Sebagai Negara tropis, Indonesia sangat kaya akan buah dan sayur. Oleh karena itu, patut disayangkan jika konsumsi buah dan sayur masyarakat masih relatif rendah dibandingkan Negara lain yang bukan penghasil buah dan sayur (Astawan, 2008).

1. Penggolongan Buah dan Sayur a. Penggolongan Buah

Menurut Astawan (2008), berdasarkan ketersediaan di pasar, buah-buahan dapat dibedakan menjadi:

1) Buah bersifat musiman seperti durian, mangga, rambutan dan lain-lain. 2) Buah tidak musiman seperti pisang, nanas, alpukat, papaya, semangka dan

lain-lain.

Sedangkan berdasarkan prioritas pengembangan, Astawan (2008) membagi buah-buahan menjadi:


(33)

1) Buah prioritas nasional yang meliputi jeruk, mangga, rambutan, durian dan pisang.

2) Buah prioritas daerah yang meliputi manggis, duku, leci, lengkeng, salak dan markisa.

b. Penggolongan Sayur

Menurut Astawan (2008), berdasarkan bagian tanaman yang dapat dimakan, sayuran dibedakan menjadi:

1) Sayuran daun seperti kangkung, sawi, katuk dan bayam. 2) Sayuran bunga seperti brokoli dan kembang kol.

3) Sayuran buah seperti terong, cabe, ketimun dan tomat. 4) Sayuran biji muda seperti asparagus dan rebung. 5) Sayuran akar seperti wortel dan lobak.

6) Sayuran umbi keperti kentang dan bawang.

Menurut Supariasa, dkk (2002), sayuran digolongkan menjadi dua kelompok berdasarkan kandungan protein dan karbohidrat, yaitu:

1) Sayuran kelompok A

Mengandung sedikit sekali protein dan karbohidrat. Sayuran ini boleh digunakan sekehendak tanpa diperhitungkan banyaknya. Sayuran yang termasuk kelompok ini adalah: baligo, daun bawang, daun kacang panjang, daun koro, daun labu siam, daun waluh, daun lobak, jamur segar, oyong (gambas), kangkung, ketimun, tomat, kecipir muda, kol, kembang kol, labu air, lobak, papaya muda, pecay, rebung, sawi, seledri, selada, tauge, tebu terubuk, terong dan cabe hijau besar.


(34)

2) Sayuran kelompok B

Dalam 1 satuan padanan sayuran kelompok B mengandung 50 kalori, 3 gram protein dan 10 gram karbohidrat. 1 satuan padanan = 100 gram sayuran mentah (sayuran ditimbang bersih dan dipotong biasa seperti di rumah tangga) = 1 gelas setelah direbus dan ditiriskan (sayuran ditakar setelah dimasak dan ditiriskan).

Sayuran yang termasuk kelompok ini adalah: bayam, biet, buncis, daun bluntas, daun ketela rambat, daun kecipir, daun leunca, daun lompong, daun mangkokan, daun melinjo, daun pakis, daun singkong, daun papaya, jagung muda, jantung pisang, genjer, kacang panjang, kacang kapri, katuk, kucai, labu siam, labu waluh, nangka muda, pare, tekokak dan wortel.

2. Kandungan Gizi dan Manfaat Buah dan Sayur

Buah dan sayur merupakan sumber serat, vitamin A, vitamin C, vitamin B khususnya asam folat, berbagai mineral seperti magnesium, kalium, kalsium dan Fe, namun tidak mengandung lemak maupun kolesterol. Setiap buah dan sayur mempunyai kandungan vitamin dan mineral yang berbeda. Misalnya belimbing, durian, jambu, jeruk, mangga, melon, papaya, rambutan, sawo dan sirsak merupakan contoh buah yang mengandung vitamin C relatif tinggi dibandingkan buah lainnya. Sedangkan jambu biji, merah garut, mangga matang, pisang raja dan nangka merupakan sumber provitamin A yang sangat tinggi (Astawan, 2008).

Menurut Sekarindah (2008), kandungan vitamin dan mineral pada buah dan sayur memang berbeda-beda, tidak saja diantara berbagai spesies dan varietas,


(35)

namun juga di dalam varietas sendiri yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang berbeda, iklim, macam tanah dan pupuk, semuanya berpengaruh terhadap kandungan vitamin dan mineral dalam produk buah dan sayur yang dihasilkan.

Menurut Khomsan, dkk (2008), buah dan sayur mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. Ada dua alasan utama yang membuat konsumsi buah dan sayur penting untuk kesehatan, yaitu:

a. Buah dan sayur sangat kaya akan kandungan vitamin, mineral dan zat gizi lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tanpa mengonsumsi buah dan sayur, maka kebutuhan gizi seperti vitamin C, vitamin A, potassium dan folat kurang terpenuhi. Oleh karena itu, buah dan sayur merupakan sumber makanan yang baik dan menyehatkan.

b. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi tinggi buah dan sayur dapat menurunkan insiden terkena penyakit kronis. Salah satu studi epidemiologi yang mengkaji secara umum terhadap perilaku sekelompok masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat Cina, Jepang dan Korea lebih sedikit terkena kanker dan penyakit jantung koroner dibandingkan masyarakat Eropa dan Amerika. Hal ini disebabkan karena masyarakat Korea, Jepang dan Cina dikenal sangat suka mengonsumsi sayuran dan buah-buahan lebih banyak dari Negara Eropa dan Amerika.

Buah-buahan dan sayuran segar juga mengandung enzim aktif yang dapat mempercepat reaksi-reaksi kimia di dalam tubuh. Komponen gizi dan komponen aktif non-nutrisi yang terkandung dalam buah dan sayur berguna sebagai antioksidan untuk menertalkan radikal bebas, antikanker dan menetralkan


(36)

kolesterol jahat. Selain itu, dalam sayuran dan buah terdapat dua jenis serat yang bermanfaat bagi kesehatan pencernaan dan mikroflora usus, yaitu serat larut air dan tidak larut air. Serat larut air dapat memperbaiki performa mikroflora usus sehingga jumlah bakteri baik dapat tumbuh dengan sempurna. Sedangkan, serat tidak larut air akan menghambat pertumbuhan bakteri jahat sebagai pencetus berbagai macam penyakit (Khomsan, dkk, 2008).

3. Dampak Kurang Konsumsi Buah dan Sayur

Beberapa dampak apabila seseorang kurang konsumsi buah dan sayur menurut Ruwaidah (2007), antara lain:

a. Meningkatkan Kolesterol Darah

Jika tubuh kurang konsumsi buah dan sayur yang kaya akan serat, maka dapat mengakibatkan tubuh kelebihan kolesterol darah, karena kandungan serat dalam buah dan sayur mampu menjerat lemak dalam usus, sehingga mencegah penyerapan lemak oleh tubuh. Dengan demikian, serat membantu mengurangi kadar kolesterol dalam darah.

Serat tidak larut (lignin) dan serat larut (pectin, β-glucans) mempunyai efek mengikat zat-zat organik seperti asam empedu dan kolesterol sehingga menurunkan jumlah asam lemak di dalam saluran pencernaan. Pengikatan empedu oleh serat juga menyebabkan asam empedu keluar dari siklus

enterohepatic, karena asam empedu yang disekresi ke usus tidak dapat

diabsorpsi, tetapi terbuang ke dalam feses.

Penurunan jumlah asam empedu menyebabkan hepar harus menggunakan kolesterol sebagai bahan untuk membentuk asam empedu. Hal inilah yang


(37)

menyebabkan serat dapat menurunkan kadar kolesterol (Nainggolan dan Adimunca, 2005). Jika konsumsi serat kurang, maka proses tersebut tidak terjadi dan akan menyebabkan kolesterol darah meningkat.

b. Gangguan Penglihatan/Mata

Gangguan pada mata dapat diakibatkan karena tubuh kekurangan gizi yang berupa betakaroten. Gangguan mata dapat diatasi dengan banyak mengonsumsi wortel, selada air, dan buah-buahan lainnya (Ruwaidah, 2007).

Kandungan vitamin A dalam buah dan sayur penting untuk pertumbuhan, penglihatan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi. Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Kecepatan mata beradapatasi setelah terkena cahaya terang berhubungan langsung dengan vitamin A yang tersedia di dalam darah untuk membentuk rodopsin yang membantu proses melihat (Almatsier, 2004).

c. Menurunkan Kekebalan Tubuh

Buah dan sayur sangat kaya dengan kandungan vitamin C yang merupakan antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas. Vitamin C juga meningkatkan kerja sistem imunitas sehingga mampu mencegah berbagai penyakit infeksi bahkan dapat menghancurkan sel kanker (Silalahi, 2006). Jika tubuh kekurangan asupan buah dan sayur, maka imunitas/kekebalan tubuh akan menurun.

d. Meningkatkan Risiko Kegemukan

Kurang konsumsi buah dan sayur dapat meningkatkan risiko kegemukan dan diabetes pada seseorang (WHO, 2003). Buah berperan sebagai sumber


(38)

vitamin dan mineral yang penting dalam proses pertumbuhan. Buah juga bisa menjadi alternatif cemilan (snack) yang sehat dibandingkan dengan makanan jajanan lainnya, karena gula yang terdapat dalam buah tidak membuat seseorang menjadi gemuk namun dapat memberikan energi yang cukup (Khomsan, dkk, 2009).

Sayuran juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan individu. Seseorang yang mengonsumsi cukup sayuran dengan jenis yang bervariasi akan mendapatkan kecukupan sebagian besar mkineral mikro dan serat yang dapat mencegah terjadinya kegemukan. Selain itu, sayuran juga berperan dalam upaya pencegahan penyakit degeneratif seperti PJK (Penyakit Jantung Koroner), kanker, diabetes dan obesitas (Khomsan, dkk, 2009).

e. Meningkatkan Risiko Kanker Kolon

Diet tinggi lemak dan rendah serat (buah dan sayur) dapat meningkatkan risiko kanker kolon. Penelitian epidemiologis menunjukkan perbedaan insiden kanker kolorektal di Negara maju seperti Amerika, Eropa dan di Negara berkembang seperti Asia dan Afrika. Hal itu dikarenakan perbedaan jenis makanan di Negara maju dan Negara berkembang tersebut, dimana masyarakat di Negara maju lebih banyak mengonsumsi lemak daripada di Negara berkembang (Puspitasari, 2006).

Serat dapat menekan risiko kanker karena serat makanan diketahui memperlambat penyerapan dan pencernaan karbohidrat, juga membatasi insulin yang dilepas ke pembuluh darah. Terlalu banyak insulin (hormon


(39)

pengatur kadar gula darah) akan menghasilkan protein dalam darah yang menambah risiko munculnya kanker, yang disebut insulin growth faktor (IGF). Serat dapat melekat pada partikel penyebab kanker lalu membawanya keluar dari dalam tubuh (Puspitasari, 2006).

f. Meningkatkan Risiko Sembelit (Konstipasi)

Konsumsi serat makanan dari buah dan sayur, khususnya serat tak larut (tak dapat dicerna dan tak larut air) menghasilkan tinja yang lunak. Sehingga diperlukan kontraksi otot minimal untuk mengeluarkan feses dengan lancar. Sehingga mengurangi konstipasi (sulit buang air besar). Diet tinggi serat juga dimaksudkan untuk merangsang gerakan peristaltik usus agar defekasi (pembuangan tinja) dapat berjalan normal. Kekurangan serat akan menyebabkan tinja mengeras sehingga memerlukan kontraksi otot yang besar untuk mengeluarkannya atau perlu mengejan lebih kuat. Hal inilah yang sering menyebabkan konstipasi. Oleh karena itu, diperlukan konsumsi serat yang cukup khususnya yang berasal dari buah dan sayur (Puspitasari, 2006).

4. Kecukupan Konsumsi Buah dan Sayur yang Dianjurkan

Sejak tahun 1990, telah dicanangkan dalam Dietary for Americans bahwa rekomendasi minimal untuk mengonsumsi buah adalah 2 porsi/hari dan 3 porsi/hari untuk konsumsi sayur atau setara dengan konsumsi buah dan sayur 5 porsi/hari. Menurut WHO/FAO (2003), yang dimaksud dengan 1 porsi sayur adalah 1 mangkok sayur segar atau ½ mangkok sayur masak dan 1 porsi buah adalah 1 potongan sedang atau 2 potongan kecil buah atau 1 mangkok buah irisan.


(40)

Konsumsi buah dan sayur dianggap ‘cukup’ apabila asupan buah dan sayur 5 porsi atau lebih per hari. Sedangkan yang dianggap ‘kurang’ apabila asupan buah dan sayur kurang dari 5 porsi sehari.

Di Indonesia, konsumsi buah yang dianjurkan yaitu sebanyak 200-300 gram atau 2-3 potong sehari berupa papaya atau buah lain sedangkan porsi sayuran dalam bentuk tercampur seperti sayuran daun, kacang-kacangan dan sayuran berwarna jingga yang dianjurkan sebanyak 150-200 gram atau 1 ½ - 2 mangkok sehari (Almatsier, 2003).

Konsumsi buah dan sayur harus cukup, tidak boleh kurang ataupun berlebihan sebab jika kekurangan ataupun kelebihan depat menimbulkan efek negatif bagi tubuh. Kekurangan buah dan sayur dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat-zat gizi seperti vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat dan dibutuhkan tubuh. Sedangkan kelebihan buah dan sayur dapat berakibat membebani kerja dan fungsi ginjal. Walaupun vitamin dan mineral diperlukan tubuh, tetapi jika ginjal tidak mampu mencerna akibat asupan yang berlebihan dapat menyebabkan seseorang terkena gagal ginjal (Khomsan, 2003).

C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Menurut Lastariwati dan Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga (2008), menyatakan bahwa perilaku konsumsi makanan dan minuman dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu :


(41)

1. Faktor intrinsik yang terdiri dari: umur, jenis kelamin dan keyakinan.

2. Faktor ekstrinsik yang terdiri dari: tingkat ekonomi, pendidikan, pengalaman, iklan, tempat tinggal, lingkungan sosial dan kebudayaan.

Sedangkan menurut Warthington (2000), perilaku konsumsi individu dipengaruhi oleh faktor langsung yaitu gaya hidup. Gaya hidup tersebut dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kebutuhan fisiologis tubuh, body image, konsep diri, keyakinan/kepercayaan individu, pemilihan dan arti makanan, perkembangan psikososial dan kesehatan individu. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari jumlah anggota keluarga, peran orang tua, teman sebaya, sosial budaya, nilai/norma, media massa, fast food (makanan cepat saji), food fads (mode makanan), pengetahuan gizi dan pengalaman individu. Hal ini dapat dilihat pada bagan 2.1 berikut ini.


(42)

Bagan 2.1

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Individu

Sumber: Warthington (2000)

Perilaku konsumsi dan pemilihan makanan pada seseorang sangat kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai interaksi faktor. Beberapa faktor diatas merupakan faktor yang diduga berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur di Indonesia. Penjelasan dari masing-masing variabel tersebut, yaitu:

Sosial-ekonomi-politik, ketersediaan makanan, produksi, sistem distribusi

Faktor internal:

- Kebutuhan fisiologis tubuh

- Body image/citra diri

- Konsep diri

- Keyakinan dan individu - Pemilihan dan arti

makanan - Perkembangan

psikososial - kesehatan

Faktor eksternal:

- Jumlah anggota keluarga - Peran orang tua

- Teman sebaya - Sosial budaya - Nilai dan norma - Media massa

- Fast food/makanan cepat saji

- Food fads/modemakanan

- Pengetahuan gizi - Pengalaman individu

Gaya Hidup

Perilaku Konsumsi Individu


(43)

1. Umur

Menurut Depkes (2008), umur adalah masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun yang terakhir. Umur mempunyai peran penting dalam menentukan pemilihan makanan. Pada masa bayi, seseorang tidak mempunyai pilihan terhadap apa yang mereka makan, sedangkan saat dewasa, seseorang mulai mempunyai kontrol terhadap apa yang mereka makan. Proses tersebut sudah dimulai saat masa kanak-kanak, mereka mulai memiliki kesukaan terhadap makanan tertentu. Saat seseorang tumbuh menjadi remaja dan dewasa, pengaruh terhadap kebiasaan makan mereka sangat kompleks (Worthington, 2000).

Menurut WHO (1971) dalam Ruwaidah (2006), penggolongan umur dikategorikan menjadi 4, yaitu anak-anak (< 10 tahun), remaja (10-24 tahun), dewasa (25-59 tahun) dan lanjut usia (>60 tahun). Untuk golongan anak-anak dan remaja, kebutuhan gizinya harus lebih diperhatikan karena masa anak-anak dan remaja merupakan masa pertumbuhan sehingga kecukupan gizinya harus tercukupi agar mencapai pertumbuhan optimal dan sebagai upaya pencegahan timbulnya berbagai penyakit di masa yang akan datang (Wulansari, 2009). Namun, kebutuhan gizi untuk kelompok umur dewasa dan lansia juga harus tetap diperhatikan agar tubuh tetap sehat.

Kebutuhan remaja terkait konsumsi buah dan sayur sebaiknya tercukupi, karena buah dan sayur sangat penting sebagai sumber vitamin dan mineral serta sebagai penetral kadar kolesterol darah terutama yang berasal dari pangan hewani. Dengan mengonsumsi buah dan sayur, kadar kolesterol dapat terkontrol. Oleh


(44)

karena itu, semua golongan umur membutuhkan konsumsi buah dan sayur dalam jumlah yang cukup, khususnya remaja.

Dalam penelitian Moore (1997), ditemukan bahwa usia remaja lebih sering bertumpu pada makanan fast food yang mempunyai menu terbatas dan sering menekankan pada makanan tinggi kalori, lemak, dan natrium sehingga sedikit sekali mengonsumsi buah dan sayur. Semakin dewasa usia seseorang cenderung mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak, terutama pada golongan lanjut usia.

Dalam penelitian Rita (2002), ditemukan bahwa umur berpengaruh terhadap kecepatan seseorang untuk menerima dan merespon informasi yang diterima dan merupakan salah satu faktor yang berhubungan preferensi/kesukaan terhadap konsumsi pangan, termasuk terkait perilaku konsumsi buah dan sayur.

Berdasarkan penelitian NHANES dari tahun 2001-2006 dalam Bahria (2009) ditemukan bahwa umur tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Dalam penelitian ini diketahui bahwa antara orang Amerika yang berumur ≥40 tahun hanya 42% yang memenuhi rekomendasi minimum mengonsumsi 5 porsi buah dan sayur per hari, sedangkan penduduk umur < 40 tahun sebesar 45% yang berperilaku cukup konsumsi buah dan sayur. 2. Jenis Kelamin

Menurut Depkes (2008), jenis kelamin adalah perbedaan seks yang didapat sejak lahir yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang karena pertumbuhan dan perkembangan individu sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan.


(45)

Dalam keluarga biasanya anak laki-laki mendapat prioritas yang lebih tinggi dalam distribusi makanan daripada anak perempuan.

Untuk menopang pertumbuhan seseorang, baik perempuan maupun laki-laki membutuhkan energi, protein dan zat-zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral. Laki-laki umumnya lebih aktif dalam berolah raga dan kegiatan fisik serta intensitas tumbuh yang lebih besar. Oleh karena itu membutuhkan energi dan protein lebih banyak, sebaliknya perempuan membutuhkan zat besi lebih banyak untuk mengganti darah yang hilang saat menstruasi (Worthington, 2000).

Dalam studi di Augusta Georgia ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi buah dan sayur (Domel, 1996). Sedangkan survei lain yang dilakukan oleh Reynold (1999) pada orang muda

American-Indian dan Alaska-Native ditemukan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap

konsumsi buah dan sayur dan diketahui bahwa tingkat konsumsi buah dan sayur pada perempuan lebih rendah dibanding laki-laki.

Kemudian pada penelitian Milligan et al (1998) yang dilakukan di Australia menyebutkan bahwa masyarakat yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi (4,1%) mengonsumsi 2 buah/hari dan sayuran 5 kali/hari dibandingkan dengan laki-laki (2,5%).

3. Keyakinan, Nilai dan Norma

Pada masyarakat tertentu, terdapat suatu pameo yaitu semakin tinggi tingkat keprihatian seseorang makan akan semakin bahagia dan bertambah tinggi taraf sosial yang dapat dicapainya. Keprihatian ini dapat dicapai dengan “tirakat” yaitu


(46)

suatu kepercayaan melakukan kegiatan fisik dan mengurangi tidur, makan dan minum atau berpantang melakukan sesuatu (Suhardjo, 2006).

Selain itu, terdapat pula upacara keagamaan atau kegiatan selamatan yang merupakan bagian dari bentuk keyakinan dan norma di masyarakat, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Dalam penelitian Suhardjo (2006), ditemukan bahwa keyakinan dan norma yang berlaku di masyarakat dapat mempengaruhi perilaku konsumsi masyarakat (Suhardjo, 2006).

4. Tingkat Ekonomi Keluarga

Dalam bererapa penelitian, tingkat ekonomi atau pendapatan seringkali didekati dari tingkat pengeluaran rumah tangga. Hal ini dilakukan karena biasanya untuk mendapatkan informasi tentang pendapatan sulit dilakukan karena adanya hambatan dalam wawancara yaitu responden tidak mau mengungkapkan jumlah nominal pendapatan yang diperoleh (Bahria, 2000).

Marsetyo (2003) mengatakan bahwa pengeluaran uang untuk keperluan rumah tangga harus dibagi-bagi untuk berbagai keperluan seperti keperluan untuk bahan pangan, sewa tingggal (sewa atau cicilan rumah), air, penerangan, pendidikan anak, kesehatan/pengobatan dan transportasi.

Di negara-negara berkembang, penduduk yang berpenghasilan rendah hampir membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk membeli makanan. Pada daerah miskin di India 80% pendapatan yang diperoleh digunakan untuk membeli makanan, sedangkan di negara maju hanya 45% untuk membeli makanan (Hidayati, 2004).


(47)

Tingkat pengeluaran rumah tangga dihitung dengan mengukur pengeluaran rumah-tangga untuk makanan dan non-makanan. Diasumsikan bahwa semakin tinggi proporsi uang yang dikeluarkan untuk makanan, maka semakin rendah daya beli rumah-tangga tersebut untuk kebutuhan lainnya atau dengan kata lain tingkat ekonomi semakin rendah (Hidayati, 2004).

Di perkotaan, kelompok penduduk termiskin mengeluarkan 66% pengeluaran rumah-tangganya untuk makanan. Sedangkan penduduk terkaya hanya mengeluarkan 44% saja. Kecenderungan serupa juga dijumpai di perdesaan. Secara umum, 69% pengeluaran rumah tangga digunakan untuk makanan (Hidayati, 2004).

Menurut BPS (2002) dalam Hidayati (2004) menyatakan tingginya proporsi pengeluaran makanan jika proporsi >50% dari pengeluaran total keluarga sedangkan rendahnya proporsi pengeluaran makanan jika jika proporsi ≤50% dari pengeluaran total keluarga. Presentase pengeluaran untuk makanan menurun jika jumlah pendapatan bertambah. Jadi, semakin besar tingkat pengeluaran keluarga untuk makanan, maka semakin rendah tingkat ekonomi keluarga tersebut.

Mayoritas masyarakat yang konsumsi makannya kurang optimal tertutama yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah. Karena keluarga dengan pendapatan terbatas, besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya sejumlah yang diperlukan tubuh. Setidaknya keanekaragaman bahan makanan kurang terjamin, karena dengan uang terbatas itu tidak akan banyak pilihan (Suhardjo, 2006).


(48)

Dalam penelitian Zenk (2005) ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat ekonomi dan perilaku konsumsi individu, yaitu seseorang yang memiliki pendapatan dan status ekonomi tinggi cenderung akan mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak. Pada penelitian MacFarlane (2007) ditemukan bahwa masyarakat yang status ekonominya tinggi selalu tersedia sayuran saat makan malam dan buah di rumah.

Kemudian dalam penelitian Utsman (2009), berdasarkan uji statistik ditemukan bahwa tingkat ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi. Hal ini menunjukkan orang yang memiliki daya beli yang baik maka bisa memenuhi kebutuhannya terhadap bahan makanan.

5. Pekerjaan

Menurut Depkes (2008), pekerjaan adalah jenis kegiatan yang menggunakan waktu terbanyak responden atau yang memberikan penghasilan terbesar. Sedangkan menurut Arikunto (2002) dalam Bahria (2009), pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang setiap hari dalam kehidupan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pekerjaan berhubungan langsung dengan tingkat pendapatan. Selain itu, pekerjaan juga dapat berpengaruh terhadap besar-kecilnya perhatian seseorang terhadap makanan yang akan dikonsumsinya. Jika seseorang terlalu sibuk bekerja, seringkali ia lalai dalam memenuhi kebutuhan gizinya dan lebih memilih mengonsumsi makanan cepat saji.

Jenis pekerjaan yang dilakukan dapat menggambarkan dan mempengaruhi besar kecilnya imbalan yang diperoleh. Keluarga yang memiliki pendapatan


(49)

tinggi biasanya mempunyai akses dan daya jangkau cukup dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan sebaliknya (Mukson, 1996 dalam Zulaeha, 1999).

Dalam penelitian Rita (2002), ditemukan bahwa pekerjaan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, karena jenis pekerjaan akan berpengaruh langsung terhadap jumlah pendapatan yang akan diterima oleh seseorang.

Namun, dalam penelitian Wulansari (2009), ditemukan bahwa pekerjaan tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur individu. Hal ini berarti konsumsi buah dan sayur tidak terlalu dipengaruhi oleh status pekerjaan, dan diduga terdapat factor lain yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur.

6. Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang secara intelektual dan emosional. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu usaha sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Sedangkan menurut Depkes (2008), pendidikan merupakan tingkat pendidikan formal tertinggi yang telah dicapai oleh seseorang.

Menurut Azwar (1996) dalam Rita (2002), pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat, salah satunya yaitu dalam perilaku mengonsumsi buah dan sayur.


(50)

Pendidikan formal dan keikutsertaan dalam pendidikan non formal sangat penting dalam menentukan status kesehatan. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap kualitas bahan makanan yang dikonsumsi. semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin positif sikap seseorang terhadap gizi makanan sehingga semakin baik pula konsumsi bahan makanan sayur dan buah dalam keluarga (Zulaeha, 2006).

Dalam penelitian Zenk (2005) dan Roos (2001) ditemukan bahwa pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur, yaitu seseorang yang memiliki pendidikan lebih tinggi cenderung akan mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak.

7. Pengetahuan Gizi

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang dilakukan berdasarkan pada pengetahuan akan bertahan lebih lama dan kemungkinan menjadi perilaku yang melekat pada seseorang dibandingkan jika tidak berdasarkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan gizi menjadi landasan dalam menentukan konsumsi pangan individu. Selain itu, pengetahuan gizi dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam menerapkan pengetahuan gizinya dalam memilih maupun mengolah bahan makanan sehingga kebutuhan gizi tercukupi (Khomsan, 2009).

Penelitian Van Duyn (2001), ditemukan bahwa pengetahuan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur, yaitu diketahui bahwa pengetahuan gizi dapat meningkatkan 22% konsumsi buah dan sayur.


(51)

8. Pengalaman Individu

Dalam perjalanan hidup manusia, terjadi berbagai macam pengalaman, salah satunya adalah pengalaman dalam mengonsumsi makanan. Seseorang tentu memiliki penilaian tersendiri terhadap jenis makanan tertentu, ada yang suka dan tidak suka/pantang mengonsumsi makanan tertentu dengan alasan yang bermacam-macam, seperti seseorang tidak mau mengonsumsi makanan tertentu karena berdasarkan pengalaman pribadi bahwa makanan tersebut menimbulkan alergi atau memiliki rasa yang kerang enak dan lain-lain (Suhardjo, 2006).

9. Iklan/Media Massa

Menurut Fisher dan Diane (2003) dalam Bahria (2009), media bisa berpengaruh positif maupun negatif dalam mempromosikan berbagai macam informasi. Perkembangan teknologi dan media massa juga mempunyai peran dalam mempromosikan pemilihan makanan.

Media massa sebagai salah satu sarana komunikasi berpengaruh besar membentuk opini dan kepercaan seseorang. Dalam penyampaian informasi, media massa membawa pesan dan sugesti yang mengarahkan opini seseorang. (Suhardjo, 2006). Dalam penelitian Srimaryani (2010), ditemukan bahwa iklan/media massa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu.

10. Tempat Tinggal

Menurut Depkes (2008), tempat tinggal adalah lokasi rumah seseorang yang dibedakan menjadi perkotaan dan pedesaan. Untuk menentukan suatu kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan, digunakan suatu indikator


(52)

komposit (indikator gabungan) yang skor atau nilainya didasarkan pada tiga variabel, yaitu: kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian dan akses fasilitas umum (BPS, 2007).

Adapun range (batasan) nilai dari masing-masing indikator, yaitu kepadatan penduduk, batasan nilainya antara 1-8, persentase rumah tangga pertanian batasannya antara 1-8 dan akses fasilitas umum batasannya antara 0-10. Jadi nilai minimum dari skor gabungan ketiga indikator tersebut yaitu 2 dan nilai maksimumnya 26. Jumlah skor dari ketiga indikator tersebut digunakan untuk menentukan suatu kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan. Jika skor gabungan berjumlah <10, maka kelurahan termasuk pedesaan dan jika skor gabungan ≥10, maka kelurahan termasuk perkotaan (BPS, 2007).

Berdasarkan klasifikasi tersebut, dapat dibagi menjadi skor indikator kepadatan penduduk untuk pedesaan antara 1-3 dan skor untuk perkotaan antara 4-8. Kemudian klasifikasi skor indikator persentase rumah tangga pertanian untuk pedesaan antara 1-3 dan perkotaan antara 4-8. Dan klasifikasi skor akses fasilitas umum untuk pedesaan dengan skor 0 dan untuk perkotaan dengan skor 1 (BPS, 2007).

Letak tempat tinggal dapat berpengaruh terhadap perilaku konsumsi individu. Sebagai contoh, seorang petani yang tinggal di desa dan dekat dengan areal pertanian akan lebih mudah dalam mendapatkan bahan makanan segar dan alami, seperti buah dan sayur. Namun, seseorang yang tinggal di daerah perkotaan akan lebih sedikit akses untuk mendapatkan bahan makanan segar tersebut, karena di daerah perkotaan lebih banyak tersedia berbagai makanan


(53)

cepat saji, walaupun tidak menutup kemungkinan, terdapat penduduk perkotaan yang mengonsumsi buah dan sayur (Suhardjo, 2006).

Dalam penelitian Sutiah (2006), berdasarkan hasil uji statistik ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal baik di desa maupun di kota terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur, yaitu terdapat perbedaan antara tingkat frekuensi konsumsi penduduk yang tinggal di pedesaan dan perkotaan.

11. Lingkungan Sosial dan Budaya

Unsur sosial dan budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang bertentangan dengan prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda terhadap pangan atau makanan. Misalnya bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dianggap tabu untuk dikonsumsi karena alasan-alasan tertentu, sehingga akan berpengaruh terhadap perilaku konsumsi individu tersebut (Suhardjo, 2006). Dalam penelitian Sutiah (2006), ditemukan bahwa lingkungan sosial budaya atau suku bangsa berpengaruh terhadap pola konsumsi seseorang.

12. Jumlah Anggota Keluarga

Menurut Depkes (2008), jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota rumah tangga yang bertempat tinggal di rumah tangga tersebut. Keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak amat dekat akan menimbulkan masalah (Sediaoetama, 2004). Dalam hal ini, jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pola pengalokasian pangan pada rumah tangga,


(54)

sehingga semakin besar jumlah anggota keluarga, maka alokasi pangan untuk tiap individu akan semakin berkurang (Suhardjo, 2006).

Dalam penelitian Pratiwi (2006) dan Wulansari (2009), berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara keluarga kecil dan besar terhadap perilaku konsumsi individu. Namun, berdasarkan penelitian Srimaryani (2010), diketahui bahwa jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi individu menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini menunjukkan semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan semakin besar pangan yang dikonsumsi dan pembagian makanan dalam keluarga tersebut akan lebih sedikit dibanding keluarga dengan jumlah sedikit.

13. Peran Orang Tua

Selama masa anak-anak, orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sikap tentang makanan, pemilihan makanan dan pola makan, tetapi ketika sudah menginjak masa remaja mereka menunjukkan kemandirian. Remaja dan orang dewasa lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Oleh karena itu pengaruh keluarga terhadap perilaku makan mulai berkurang (Khomsan, 2003).

Pada era modern seperti saat ini, orang tua memang telah menjadi manusia sibuk karena urusan di luar rumah tangga. Oleh karena itu, peran oreng tua saat ini sangat penting dalam mendorong kebiasaan makan sehat bagi anak-anaknya (Khomsan, 2003). Karena pola kebiasaan makan anak berawal dari keluarga (Worthington, 2000).


(55)

14. Teman Sebaya

Pengaruh rekan atau kelompok sebaya sangat kuat. Ketika anak mulai sekolah tekanan teman sebaya mulai mempengaruhi pemilihan makanan yang menyebabkan pengabaian terhadap kebutuhan gizi. Remaja mulai peduli terhadap penampilan fisik dan perilaku sosial, serta berusaha untuk mendapatkan penerimaan dari teman sebayanya. Pemilihan makanan menjadi penting supaya mereka diterima oleh teman sebayanya (Barker, 2002).

Dalam penelitian Savitri (2009), ditemukan bahwa teman sebaya berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, yaitu dalam memilih jenis makanan. seseorang akan mengikuti teman sebayanya.

15. Fast Food/Makanan Cepat Saji

Berbagai alasan seseorang memilih makanan cepat saji/fast food yaitu karena praktis, rasanya enak, mudah didapat dan tingkat kesibukan yang tinggi sehingga tidak sempat menyiapkan makanan yang sehat dan alami. Padahal, konsumsi makanan tersebut secara terus menerus tanpa diimbangi buah dan sayur dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus, kanker dan kegemukan (Sekarindah, 2008).

Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VI (1998), makanan-makanan modern seperti fast food, dan makanan jepang telah menjadi bagian dari kebiasaan makanan masyarakat di sejumlah kota besar.

Penelitian Verr et al (1999), ditemukan orang yang konsumsi buah dan sayurnya rendah (kurang dari 1,5 kali/hari) serta lebih sering mengonsumsi fast


(56)

food/makanan cepat saji berisiko 30% lebih tinggi terkena penyakit jantung atau stroke dibandingkan dengan orang yang mengonsumsi 8 kali/hari atau lebih. 16. Food Fads/Mode Makanan

Menurut KBBI (2007), mode adalah ragam, cara atau bentuk yang terbaru pada suatu waktu tertentu, seperti pakaian, potongan rambut, corak hiasan, jenis makanan dan sebagainya. Mode makanan ini juga berpengaruh terhadap perilaku konsumsi individu, karena biasanya masyarakat senang mencoba hal-hal yang baru, salah satunya adalah melakukan wisata kuliner terhadap jenis makanan baru yang belum pernah dicoba oleh seseorang tersebut. Oleh karena itu, mode makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi individu (Warthington, 2000).

17. Kebutuhan Fisiologis Tubuh

Setiap individu memiliki kebutuhan fisiologis tubuh yang berbeda, hal ini menyebabkan tingkat kebutuhan gizi setiap individu berbeda. Sebagai contoh, kebutuhan fisiologis tubuh ibu hamil, ibu menyusui, anak balita dan orang yang sedang sakit akan berbeda kebutuhan gizinya dengan orang yang sehat. Oleh karena itu, kebutuhan fisiologis tubuh berperan dalam menentukan perilaku konsumsi individu dan pemilihan makanan apa saja yang harus dikonsumsi (Suhardjo, 2006).

18. Body Image/Citra Tubuh

Citra tubuh didefinisikan sebagai pandangan seseorang tentang tubuhnya, suatu gambaran mental seseorang yang mencakup pikiran, perpsepsi, perasaaan, emosi, imajinasi, penilaian, sensasi fisik, keadaaan dan perilaku mengenai


(57)

penampilan dan bentuk tubuhnya dipengaruhi oleh idealisasi pencitraan tubuh di masyarakat dan interaksi sosial seseorang dalam lingkungannya dan dapat mengalami perubahan (Rice, 2001 dalam Melliana, 2006).

Salah satu contoh yaitu pada wanita, citra tubuh sangat penting sehingga banyak dari mereka yang menunda makan bahkan mengurangi porsi makannya dari yang dianjurkan agar tampak sempurna postur tubuhnya. Namun, hal tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan jika dilakukan secara terus menerus (Barker, 2002). Penelitian Handayani (2009), ditemukan bahwa citra tubuh berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu.

19. Konsep Diri

Konsep diri seseorang dapat memengaruhi besarnya kepuasan citra tubuh yang dirasakan individu. Aspek lain dari konsep diri yang tak kalah penting adalah kepercayaan diri dan harga diri (Thomson, 1998 dalam Handayani, 2009). Yayasan peduli proriasis Indonesia (2006) dalam Handayani (2009) menyatakan bahwa konsep diri akan mempengaruhi penilaian terhadap diri sendiri. Bila seseorang menilai diri sendiri posistif, maka seseorang akan memasuki dunia dengan harga diri yang positif dan penuh percaya diri. Bila terjadi distorsi atau perubahan dalam citra tubuh seseorang, maka konsep dirinya pun akan berubah dan akan mempengaruhi perilaku konsumsi individu tersebut. Penelitian Handayani (2009), ditemukan bahwa konsep diri berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, yaitu dengan semakin baik konsep diri seseorang, maka akan semakin baik perilaku konsumsi orang tersebut.


(58)

20. Pemilihan dan Arti Makanan

Kesukaan terhadap makanan dianggap sebagai faktor penentu dalam mengonsumsi makanan termasuk buah dan sayur. Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Van Duyn et al (2001), ditemukan bahwa suka atau tidaknya seseorang terhadap makanan tergantung dari rasa. Karena rasa merupakan suatu faktor penting dalam pemilihan pangan yang meliputi tekstur dan suhu.

Kesukaan terhadap makanan mampunyai pengaruh terhadap pemilihan makanan dan arti makanan bagi individu tersebut (Suhardjo, 2006). Penelitian Van Duyn et al (2001), ditemukan bahwa kesukaan terhadap makanan berpengaruh positif terhadap perilaku konsumsi individu.

21. Perkembangan Psikososial

Menurut Chaplin (2004), perkembangan psikososial merupakan berbagai kejadian yang berkaitan dengan relasi sosial atau hubungan kemasyarakatan dan mencakup faktor-faktor psikologis dari seseorang. Keadaan psikososial individu akan berpengaruh terhadap perilaku individu tersebut, salah satunya adalah perilaku konsumsi. Seseorang dengan kondisi psikososial yang baik, akan cenderung lebih teratur dalam mengonsumsi dan memilih makanan, demikian pula sebaliknya.

22. Kesehatan (Riwayat Penyakit)

Definisi sehat menurut WHO (1990) dalam Almatsier (2004) yaitu keadaan sejahtera secara fisik, mental, dan sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan. Sedangkan berdasarkan UU no. 23 tahun 1992, kesehatan


(59)

didefinisikan sebagai keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Kondisi kesehatan seseorang akan berpengaruh langsung terhadap perilaku konsumsi individu tersebut. Sebagai contoh, seseorang yang menderita penyakit diabetes mellitus, orang tersebut akan mengurangi konsumsi makanan yang tinggi kandungan gula demi menjaga kesehatan tubuhnya (Sekarindah, 2008).

Menurut White et al (2004) dalam Bahria (2009), diketahui bahwa kondisi tubuh seseorang yang kurang baik, sedang dalam kondisi sakit atau memiliki keluhan akan kesehatan, akan mendorong seseorang untuk lebih memperhatikan pola konsumsinya, seperti mengurangi makanan yang tinggi lemak, kolesterol, natrium, gula dan memperbanyak asupan bahan makanan alami seperti buah dan sayur.

Namun, dalam penelitian yang dilakukan oleh Puspitarani (2006), ditemukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kesehatan individu dengan perilaku konsumsi, yaitu bahwa walaupun seseorang sedang sakit, terkadang tidak terlalu memperhatikan pola konsumsinya.

23. Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan suatu konsep cara hidup dalam masyarakat yang berasal dari berbagai macam interaksi sosial, budaya dan keadaan lingkungan. Gaya hidup dipengaruhi oleh beragam hal yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga. Dapat dikatakan bahwa keluarga atau rumah tangga merupakan faktor utama dalam pembentukan gaya hidup terkait pola perilaku makan dan juga dalam pembinaan kesehatan keluarga (Suhardjo, 2006).


(60)

Orang dengan gaya hidup modern akan terbiasa mengonsumsi makanan dengan harga yang mahal, sedangkan orang kelas menengah kebawah atau orang miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran yang mahal, karena dipengaruhi oleh gaya hidup sederhana (Suhardjo, 2006). Dalam penelitian Rahmawati (2000), ditemukan bahwa gaya hidup berpengaruh secara signifikan dengan perilaku konsumsi individu.

24. Sosial-Ekonomi-Politik

Sistem sosial-ekonomi-politik dalam suatu Negara merupakan salah satu penyebab yang mendasar yang mempengaruhi perilaku konsumsi di masyarakat. Negara dengan sistem sosial, ekonomi dan politik yang baik, maka jumlah ketersediaan pangan akan tercukupi, namun jika Negara tersebut memiliki masalah dalam sistem sosial, ekonomi dan politik, maka ketersediaan pangan bagi masyarakat akan mengalami gangguan bahkan kekurangan pangan yang dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan (Suhardjo, 2006).

25. Ketersediaan Makanan

Dalam mendukung masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang sehat, maka diperlukan kecukupan ketersediaan makanan dan dapat diakses semua orang. Berdasarkan studi di Amerika (2006) pada remaja non-hispanic black dan

non-hispanic white didapatkan bahwa ketersediaan makanan di rumah tangga

tidak berhubungan signifikan dengan konsumsi buah dan sayur pada remaja dan juga berdampak kecil terhadap kecenderungan dalam mengonsumsi buah dan sayur (Story, 2002).


(61)

26. Produksi

Produksi pangan di Negara berkembang masih tergolong rendah. Rendahnya produksi pangan dapat disebabkan oleh produktivitas lahan yang kurang dan harus ditanggulangi dengan intensifikasi pertanian. Sebab lain yaitu karena petani beralih ke tanaman non pangan atau mengubah lahan pertanian yang ada menjadi lahan untuk industri atau pemukiman. Rendahnya produksi dapat berakibat pada rendahnya ketersediaan pangan bagi penduduk dan mempengaruhi perilaku konsumsi masyarakat (Suhardjo, 2006).

27. Sistem Distribusi

Faktor lain yang mempengaruhi perilaku konsumsi individu yaitu adanya sistem distribusi pangan ke masyarakat. Salah satu contoh kasus yaitu tidak tersedianya makanan terjadi karena persediaan di gudang habis dan tidak ada transportasi di sekitarnya atau sistem distribusi mengalami gangguan. Hal inilah yang menyebabkan malnutrisi, karena penduduk kekurangan bahan pangan untuk dikonsumsi. Di UK, meskipun ketersediaan makanan cukup namun pada beberapa area yang terjadi gangguan transportasi atau terbatasnya pilihan di pasar lokal, mengakibatkan beberapa bahan makanan yang dibutuhkan masyarakat seperti buah dan sayuran segar tidak tersedia (Barker, 2002 dalam Rahmawati, 2000).

D. Kerangka Teori

Berdasarkan teori dan Lastariwati-Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga (2008) dan Worthington (2000) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan


(62)

perilaku konsumsi individu, maka peneliti menyusun kerangka teori seperti dapat dilihat pada bagan 2.2 berikut ini.

Bagan 2.2 Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi teori Lastariwati-Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga (2008) dan Worthington (2000)

Faktor Internal: 1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. Keyakinan

4. Kebutuhan Fisiologis Tubuh

5. Body Image/Citra Diri

6. Konsep Diri

7. Pemilihan dan Arti Makanan 8. Perkembangan Psikososial 9. Kesehatan (Riwayat

Penyakit)

Faktor Eksternal:

1. Tingkat Ekonomi Keluarga 2. Pekerjaan

3. Pendidikan 4. Pengetahuan Gizi 5. Pengalaman Individu 6. Iklan/Media Massa 7. Tempat Tinggal

8. Lingkungan Sosial Budaya 9. Jumlah Anggota Keluarga 10. Peran Orang Tua

11. Teman Sebaya 12. Nilai dan Norma

13. Fast Food/Makanan Cepat

Saji

14. Food Fads/Mode Makanan

Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur


(1)

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 256383 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 256383 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 256383 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted kategori

Percentage Correct

kurang cukup

Step 0 kategori kurang 242346 0 100.0

cukup 14037 0 .0

Overall Percentage 74.5

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -2.849 .009 1.077E5 1 .000 .058

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables kat_umur 121.634 1 .000

Kat_JK 28.039 1 .000

Kat_Didk 439.343 1 .000

Kat_Kerj 15.809 1 .000


(2)

kat_eko 618.861 1 .000

Kat_Kel 11.052 1 .001

Overall Statistics 1.112E3 7 .000

Block 1: Method = Enter

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 107823.752a .354 .357

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a kat_umur .062 .026 5.812 1 .016 1.064 1.012 1.118

Kat_JK .075 .017 18.620 1 .000 1.078 1.042 1.116

Kat_Didk .268 .024 123.100 1 .000 1.308 1.247 1.371

Kat_Kerj -.002 .023 .004 1 .947 .998 .954 1.045

Kat_tgl -.248 .019 170.872 1 .000 .780 .752 .810

kat_eko .356 .023 246.608 1 .000 1.427 1.365 1.492

Kat_Kel .026 .022 1.336 1 .248 1.026 .982 1.072

Constant -2.885 .020 2.187E4 1 .000 .056

a. Variable(s) entered on step 1: kat_umur, Kat_JK, Kat_Didk, Kat_Kerj, Kat_tgl, kat_uang, Kat_Kel.

Logistic Regression

Block 0: Beginning Block


(3)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -2.849 .009 1.077E5 1 .000 .058

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables kat_umur 121.634 1 .000

Kat_JK 28.039 1 .000

Kat_Didk 439.343 1 .000

Kat_tgl 508.393 1 .000

kat_eko 618.861 1 .000

Kat_Kel 11.052 1 .001

Overall Statistics 1.112E3 6 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 1021.582 6 .000

Block 1021.582 6 .000

Model 1021.582 6 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 107823.756a .354 .357

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.


(4)

Classification Tablea

Observed

Predicted kategori

Percentage Correct

kurang cukup

Step 1 kategori kurang 242346 0 100.0

cukup 14037 0 .0

Overall Percentage 74.5

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a kat_umur .061 .022 7.731 1 .005 1.063 1.018 1.109

Kat_JK .075 .017 18.623 1 .000 1.078 1.042 1.116

Kat_Didk .268 .024 123.202 1 .000 1.308 1.247 1.371

Kat_tgl -.248 .019 171.322 1 .000 .780 .752 .810

kat_eko .356 .023 247.643 1 .000 1.428 1.366 1.492

Kat_Kel .026 .022 1.334 1 .248 1.026 .982 1.072

Constant -2.885 .019 2.225E4 1 .000 .056

a. Variable(s) entered on step 1: kat_umur, Kat_JK, Kat_Didk, Kat_tgl, kat_uang, Kat_Kel.

Logistic Regression

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted kategori

Percentage Correct

kurang cukup

Step 0 kategori kurang 242346 0 100.0


(5)

Overall Percentage 74.5 a. Constant is included in the model.

b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -2.849 .009 1.077E5 1 .000 .058

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables kat_umur 121.634 1 .000

Kat_JK 28.039 1 .000

Kat_Didk 439.343 1 .000

Kat_tgl 508.393 1 .000

kat_eko 618.861 1 .000

Overall Statistics 1.110E3 5 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 1020.254 5 .000

Block 1020.254 5 .000

Model 1020.254 5 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 107825.084a .354 .357

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.


(6)

Classification Tablea

Observed

Predicted kategori

Percentage Correct

kurang cukup

Step 1 kategori kurang 242346 0 100.0

cukup 14037 0 .0

Overall Percentage 74.5

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a kat_umur .062 .022 5.800 1 .005 1.067 1.023 1.112

Kat_JK .075 .017 18.644 1 .000 1.079 1.042 1.116

Kat_Didk .268 .024 123.104 1 .000 1.307 1.246 1.370

Kat_tgl -.248 .019 170.873 1 .000 .781 .752 .811

kat_eko .356 .023 246.580 1 .000 1.429 1.366 1.495

Constant -2.882 .019 2.251E4 1 .000 .056