Prinsip-prinsip RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

A. Prinsip-prinsip

Dasar Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan Islam Dalam pendidikan multikultural, prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuannya adalah : Prinsip pengakuan terhadap hak azazi manusia HAM, asusmi dasar dari prinsip ini adalah bahwa proses pendidikan adalah untuk merealisasikan HAM 1 . Penghargaan atas hak asasi manusia didasarkan pada paradigma memandang hakekat manusia, seperti : manusia memiliki sejarah, manusia adalah mahluk dengan segala individualitasnya merupakan masing-masing yang memiliki ciri khas tersendiri berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya, manusia adalah mahluk sosial yang butuh akan sosialisasi di antara mereka, manusia bebas mengolah alam fikiran dan rasa telah menemukan sesuatu yang transendental, manusia ada dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan dan sebagainya. Sementara HAM dalam prespektif pendidikan Islam mendapat posisi yang tinggi. Hal ini terlihat dari prinsip dasarnya sebagai implikasi dari ciri manusia, pendidikan Islam. melihat bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki kebebasan berkehendak. Manusia mempunyai karakteristik kebebasan berkehendak, kemauan untuk memilih dan memutuskan tingkah lakunya sendiri. Kebebasan manusia meliputi berbagai dimensi seperti kebebasan beragama, berbuat, mengeluarkan pendapat, memiliki, berpikir, berkreasi dan lain sebagainya. Firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah : 256 َهاَﺮْﻛِإَﻵ ﻲِﻓ ِﻦﯾﱢﺪﻟا ﺪَﻗ َﻦﱠﯿَﺒﱠﺗ ُﺪْﺷﱡﺮﻟا َﻦِﻣ ﱢﻲَﻐْﻟا ﻦَﻤَﻓ ْﺮُﻔْﻜَﯾ ِتﻮُﻏﺎﱠﻄﻟﺎِﺑ ﻦِﻣْﺆُﯾَو ِﷲﺎِﺑ ِﺪَﻘَﻓ َﻚَﺴْﻤَﺘْﺳا ِةَوْﺮُﻌْﻟﺎِﺑ ﻰَﻘْﺛُﻮْﻟا َﻻ َمﺎَﺼِﻔْﻧا ﺎَﮭَﻟ ُﷲاَو ٌﻊﯿِﻤَﺳ ٌﻢﯿِﻠَﻋ “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam; Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat 1 H.A.R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan; Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia, Jakarta : Grassindo, 2002, cet. Ke-1, hal. 432. yang tidak akan putus. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Penghargaan atas hak asasi manusia didasarkan pada pardigma memandang hakikat manusia, antara lain : manusia memiliki sejarah, manusia adalah mahluk dengan segala inividualitasnya merupakan masing-masing yang memiliki ciri khas tersendiri berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya. Selain itu, manusia adalah juga mahluk sosial yang butuh akan sosialisasi di antara mereka, manusia bebas mengolah alam fikiran dan rasa telah menemukan sesuatu yangang transendental, manusia ada dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan dan sebagainya. Walau manusia diberi kebebasan tetapi kebebasan iu tidak mutlak di mana ia sanggup berbuat semaunya. Kebebasan dalam Islam adalah kebebasan yang terikat oleh rasa tanggungjawab, tidak menghalangi kebebasan orang lain, nilai- nilai agama dan moral yang dianut masyarakat, undang-undang yang berlaku, kebersamaan dan keadilan serta akal logika. Dari keterangan di atas terdapat relevansi antara pendidikan multikultural dengan pendidikan Islam dalam memberikan penghargaan pada HAM, maka sangat salah besar jika menganggap bahwa pendidikan Islam tidak humanis. Justru Islam sangat menghormati hak asasi manusia sebagai mahluk Tuhan dengan pembatasan-pembatasan tertentu untuk menjaga agar manusia tetap terlindungi hak-hak asaasinya secara proporsional karena pendidikan Islam juga tidak meluputkan diri pada satu hal dan mementingkan yang lain. 2 Kemudian pendidikan multikultural mendasarkan acuan pedagogiknya pada prinsip persamaan derajat yang berdasarkan kesetaraan manusia equity paedagogy. Pedagogik kesetaraan bukan hanya mengakui akan HAM, tetapi juga hak kelompok manusia, kelompok suku bangsa, kelompok bangsa untuk hidup 2 Dalam hal ini pendidikan Islam memiliki prinsip keseimbangan Prinsip keseimbangan dapat dijumpai pada tujuan yang ingin dicapai oleh tujuan yang ingin dicapai oleh tujuan pendidikan Islam, yaitu disamping dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat QS. Al-Baqarah : 201; menjadi hamba yang taat beribadah, QS. Al-Dzariat : 56, menjadi khalifah dimuka bumi QS. Al-Baqarah : 30, menjadi hamba Allah yan muttaqin QS. Al-Baqarah : 177; manusia yang berakhlak mulia QS. Al-Qlam : 4, menjadi hamba Allah yang rendah hati QS. Al- Furqan : 63. beradasarkan kebudayaan sendiri. Dengan demikian diakui adanya prinsip kesetaraan individu, antar bangsa, antar budaya, antara agama dan sebagainya. Pedagogik kesetaraan tidak mengakui akan perbedaan-perbedaan artifisial yang telah dibuat oleh manusia di dalam sejarah kehidupannya. Pedagogik kesetaraan berpangkal kepada pandangan mengenai kesetaraan martabat. Sementara dalam prespektif pendidikan Islam, bahwa visi pendidikan Islam berwawasan universal dan global. Islam juga tidak membeda-bedakan manusai berdasarkan asal-usul daerahnya. Barat dan Timur bagi Islam bukan untuk dimasalahkan. Nilai-nilai yang datang dari Barat dan Timur dapat diterima sepanjang memiliki komitmen pada keimanan yang kokoh, kepedulian sosial, hubungan vertikal dengan Tuhan dan hubungan horizontal dengan sesama manusia, berorientasi pada pembentukan akhlak mulia dan kepribadian yang tangguh. Visi ajaran Islam ditujukan untuk menciptakan kedamaian dan rahmat bagi seluruh alam. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam, -sekali lagi tetap humanistik- dengan prinsip implikasi dari ciri manusia yang kerap disebut sebagai fithrah. Fitrah manusia juga diciptakan dalam keberagaman akan tetapi posisi dan keududukannya di hadapan Allah adalah sama dan sederajat, melainkan orang yang bertakwa. Prinsip pendidikan multikultural selanjutnya didasarkan atas prinsip pendidikan sebagai pelestari kebudayaan. Manusia adalah mahluk sosial yang dinamis, maka dalam konteks ini, pendidikan memfungsikan dirinya sebagai wacana interaktif antara manusia dan masyarakat serta lingkungannya. Wacana tentang manusia semacam itulah acuan pengembangan pendidikan berprespektif multikultural. Manusia dan kebudayaan tidak terpisahkan, maka pendidikan harus selalu berpegang pada dasar-dasar : 1 Masyarakat tidak ada dengan sendirinya. Masyarakat adalah ekstensi yang hidup, dinamis, dan selalu berkembang. 2 Masyarakat bergantung pada upaya setiap individu untuk memenuhi kebutuhan melalui hubungan dengan individu lain yang berupaya memenuhi kebutuhan. 3 Individu-individu, di dalam berinteraksi dan berupaya bersama guna memenuhi kebutuhan, melakukan penataan terhadap upaya tersebut dengan jalan apa yang disebut tantangan sosial. 4 Setiap masyarakat bertanggung jawab atas pembentukan pola tingkah laku antara individu dan komunitas yang membentuk masyarakat. 5 Pertumbuhan individu di dalam komunitas, keterikatan dengannya, dan perkembangannya di dalam bingkai yang menuntunya untuk bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya. 3 Adapun prinsip pendidikan Islam adalah sangat mengakomodir kepentingan dan kebutuhan manusia. Hal ini dapat ditelusuri dari prinsip-prinsip dasarnya seperti prinsip dari implikasi ciri-ciri manusia menurut Islam, prinsip pendidikan integral dan terpadu, prinsip pendidikan yang seimbang maupun prinsip menghargai perbedaan sesungguhnya pijakan utama implementasi pendidikan Islam, yang tidak lain bertujuan mewujudkan pendidikan sebagai pelestari sebagai agen of culture yang berdasarkan al-Qur’an, hadits dan ijma. Tentunya fungsi ini sangat disadari oleh pendidikan Islam, bahkan pendidikan Islam akan sangat dinamis dan terbuka dengan kebudayaan masyarakat sebagai bekal manusia menjadi khalifah fil ardh dan membentuk manusia yang paripurna sebagai cikal pembentukan masyarakat yang madani mutamaddun. Pendidikan Islam diarahkan pada upaya mewujudkan tujuan dari kehadiran Islam maqashid al-syari’ah itu sendiri yaitu memelihara, membina, membimbing, dan memenuhi kebutuhan manusia dalam bidang agama, akal, jiwa, harta dan keturunan. Dengan demikian komonen-komponen penunjang pendidikan harus berpedoman pada prinsip keseimbangan, keterbukaan, dinamis, fleksibel, situasional dan kondsisonal, egaliter, demokratis, manusiawi, rasional professional dan kualitaif. 4 Kemudian sebagai konsep yang berkaitan dengan humanisme, pendidikan multikultural menerapkan prinsip pluralisme, sebagai konsekuensi logis bagi hakekat manusia. Artinya manusia selalu bersama dengan segala perbedaan- perbedaan dan keragaman. Pluralisme budaya bukanlah suatu yang “given” tetapi merupakan proses internalisasi nilai-nilai di dalam suatu komunitas. Dalam hal ini pendidikan memiliki peran strategis untuk mengembalikan cara berpikir dan sikap peserta didik ke dalam tataran yang mengerti dan memahami pluralitas 3 Muhaimin El Ma’hady, Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural dalam http:www.cyberschooldps.net - 27 February, 2008, 23:51 4 Abudin Nata, Paradigma Baru Pendidikan Islam di Era Pasar Bebas, dalam Jurnal Didaktika Islamika, Vol. VI, No. 1 Juni 2005, hal 38. bermasyarakat. Pendidikan yang diselenggarakan haruslah pendidikan yang paham betul terhadap problem akut kemanusiaan seperti penindasan, kemiskinan, pembantaian dan sebagainya. Pluralitas bukan dijadikan sebagai potensi kerusuhan, melainkan merupakan potensi untuk diajak bersama melaksanakan ajaran demi kepentingan kemanusiaan. Maka pengembangan sikap toleransi merupakan upaya strategis yang bisa dilakukan, yakni dengan menghormati orang atau golongan lain tanpa kehilangan identitas diri. Maka menghargai perbedaan adalah salah satu sikap yang harus dikembangkan dalam rangka mewujudkan pendidikan multikultural. Oleh karena itu sikap menghargai perbedaan harus ditumbuh kembangkan dalam lingkungan belajar. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat saling menghargai dan biasa berbeda 5 Pendidikan Islam sendiri memandang pluralisme tidak bertentangan dengan Islam, bahkan Islam memberikan kerangka sikap etis dan positif. Sikap etis dan positif Islam dimaksud tercermin dari beberapa ayat al-Qur’an yang secara eksplisit mengakui kenyataan tersebut. Seperti al-Qur’an menyatakan bahwa manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling mengenal dan menghargai QS. Al-Hujurat: 13. Al-qur’an juga menyatakan bahwa perbedaan di antara manusia dalam bahasa dan warna kulit harus diterima sebangai kenyataan positif sebagai satu di antara tanda-tanda kekuasaan Allah QS. Ar-Rum: 22. 6 Dalam ayat lain ditegaskan, tentang kemajemukan pandangan dan cara hidup diantara manusia yang tidak perlu menimbulkan kegusaran, tetapi hendaknya dipahami sebagai pangkal tolak sumber motivasi untuk berlomba-lomba menuju kebaikan, karena hanya Tuhan- lah yang akan menerangkan mengapa manusia berbeda, nanti ketika manusia kembali kepadaNya. 7 5 Moh. Miftahul Choiri, Pendidikan Multikultural…, hal. 33. 6 Ayat-ayat lain yang mendukung antara lain Q.S. Ali Imran: 64, Q.S. al-Maidah: 8, QS. Al- Maidah : 48, QS. Hud : 118-119, QS. al-Syura : 8, QS. al-Maidah : 37, QS. Al-Mumtahanah : 8-9, dan al-Baqarah : 256. 7 Syamsul Arifin dan Ahmad Barizi, Paradigma Pendidikan Berbasis Pluralisme dan Demokrasi, Malang: UMM Press, 2001, cet. 1, hal. 2. Ayat-ayat lain yang senada al-Maidah: 48, al-Syura: 8, Hud: 118-119, dsb. Dengan kata lebih tegas pendidikan Islam tidak “anti realitas”. Sebaliknya pendidikan Islam memiliki kaitan hubungan dengan konteks yang melingkupinya, salah satunya adalah keanekaragaman jenis kelamin, ras, agama, budaya dan lain Jadi prinsip pendidikan Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan hadits tidak menafikan perbedaan keragaman, justru pendidikan Islam melihat sebagai sebuah “rahmat” yang bisa bernilai positif.

B. Tujuan Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan Islam ;