Konsep pendidikan multikultural yang normatif, kita tidak bisa Pendidikan multikultural Merupakan suatu rekontruksi sosial, suatu Pendidikan multikultural di Indonesia memerlukan pedagogik baru.

pemeliharaan dan pengembangan konsep negara-bangsa yaitu negara kesatuan republik indonesia yang didasarkan kepada kekayaan kebudayaan dari berbagai suku bangsa di Indonesia.

3. Konsep pendidikan multikultural yang normatif, kita tidak bisa

menerima konsep pendidikan multikultural yang deskriftif yaitu hanya sekedar mengakakui pluralitas budaya dari suku-suku bangsa di Indonesia. Di samping pengakuan akan pluralitas budaya kita juga harus mampu mewujudkan kebudayaan Indonesia yang dimiliki oleh suatu negara- bangsa. Adapun konsep pendidikan multikultural normatif adalah konsep yang dapat kita gunakan untuk mewujdkan cita-cita tersebut. Untuk mewujdkan semuanya jangan sampai konsep pendidikan multikultural normatif sebagai suatu paksaan yang menghilangkan keanekaragaman budaya-budaya lokal. Akan tetapi konsep pendidikan multikultural normatif harus mampu memperkuat identiatas suatu suku yang kemudian dapat menyumbangkan bagi terwujudnya suatu kebudayaan Indonesia yang dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia.

4. Pendidikan multikultural Merupakan suatu rekontruksi sosial, suatu

rekontruksi sosial artinya, upaya untuk melihat kembali kehidupan sosial yang ada dewasa ini. Salah satu masalah yang timbul akibat berkembangnya rasa kedaerahan, identitas kesukuan, dari perorangan maupun suatu suku bangsa Indonesia, telah menimbulkan rasa kelompok yang berlebihan. Ini semua akan menyebabkan pergeseran-pergeseran horizontal yang tidak dikenal sebelumnya.

5. Pendidikan multikultural di Indonesia memerlukan pedagogik baru.

Jelas kiranya untuk melaksanakan konsep Pendidikan multikultural di dalam masyarakat pluralitas tapi sekaligus diarahkan kepada terwujdnya masyarakat Indonesia baru, maka pedagogik yang tradisional tidak dapat kita gunakan lagi. Pedagogik tradisional membatasi proses pendidikan didalam ruangan sekolah yang sarat dengan pendidikan intelektualistik. Sedangkan kehidupan sosial-budaya di indonesia menuntut pendidikan hati Pedagogy of hert yaitu diarahkan kepada rasa persatuan dari bangsa Indonesia yang pluralistiks 6. Pendidikan multikultural bertujuan untuk mewujdkan visi Indonesia masa depan serta etika berbangsa. TAPMPR RI Tahun 2001 No.VI dan VII mengenai visi Indonesia masa depan serta etika kehidupan berbangsa perlu dijadikan pedoman yang sangat berharga dalam pengembangan konsep Pendidikan multikultural. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan menghidupkan kembali pendidikan budi pekerti terutama ditingkat pendidikan dasar, melengkapi pendidikan agama yang sudah ditangani dengan UU No. 20 Tahun 2003. 25 Sementara itu, harapan impelementasi pendidikan multikultural dalam pendidikan Islam masih sangat terbuka berdasarkan adanya relevansi dan inherensi pendidikan multikultural yang terdapat dalam pendidikan Islam. Hal ini diperkuat juga oleh beberapa prinsip pokok yang perlu dikemukakan sebelum memperbincangkan tentang pendidikan agama multikultural adalah : 1 Islam adalah agama yang bersifat universal. Islam bukan diperuntukkan bagi salah satu suku bangsa, atau etnis tertentu melaikan sebagai rahmatan lil alamien. 2 Islam menghargai agama dan kepercayaan agama lain. Islam juga mengajarkan tidak ada pemaksanaan dalam beragama; 3 Islam juga merupakan agama yang terbuka untuk diuji kebenarannya; 4 Islam juga menegaskan bahwa keanekaragaman dalam kehidupan umat manusia adalah alamiah, perbedaan itu mulai dari jenis kelamin, suku, bangsa yang beraneka ragam. Perbedaan itu agar terjadi saling mengenal;; 5 Islam memiliki sejarah yang cukup jelas terkait dengan kehidupan yang majemuk sebagaimana yang ditunjukkan oleh rasulullah sendiri tatkala membangun masyarakat madani di madinah. Prinsip-prinsip dasar seperti ini perlu dijadikan rujukan dalam memperbincangkan pendidikan multikultual. Atas dasar beberapa prinsip tersebut di atas maka sesungguhnya Islam sendiri memberikan ruang yang seluas-luas 25 Tilaar, Pendidikan….., hal. 185-190. pada pendidikan multikultural. Bahwa perbedaan-perbedaan itu justru telah dijelaskan sendiri oleh al Qur’an. Oleh karena itu tidak selayaknya ditutup-tutupi, apalagi diingkari. Sebagai ajaran yang terbuka, juga tidak selayaknya para umatnya memiliki rasa takut untuk terpengaruh dari ajaran lain. Ketakutan dapat dimaknai sebagai penyandang mental kalah yang seharusnya tidak dikembangkan oleh umat Islam. Atas dasar keyakinan yang kukuh, maka Islam memberikan kebebasan umatnya bergaul secara bebas dan terbuka dalam pentas pergaulan umat manusia sejagat. Rasulullah, pernah berkirim surat ke raja Heraklius, untuk memperkenalkan ajaran Islam. Oleh karena itu konsep pendidikan agama multikultural bukan harus dijauhi melainkan harus dihadapi secara obyektif dan penuh percaya diri. Pendidikan agama multikultural selain memperkukuh tauhid atau dasar- dasar keyakin an Islam maka perlu pula dikembangkan prinsip-prinsip dasar pergaulan antar sesama manusia menurut ajaran Islam secara lebih mendalam. Bagaimana di tengah-tengah perbedaan di antara sesama manusia sesungguhnya Islam mengajarkan konsep 1 kasih sayang antar sesama, 2 saling mengenal, 3 saling menghargai, 4 saling tolong menolong. Islam melarang merendahkan orang lain, bermusuh-musuhan, apalagi saling membinaakan. Membuat kerusakan di muka bumi, apalagi menghilangkan nyawa dengan alasan yang tidak benar menurut pandangan Islam merupakan dosa besar. Konsep Islam tentang tata pergaulan seperti ini mesti dikedepankan dalam pendidikan agama 19 Dengan demikian, pendidikan Islam menyongsong tentang konsep pendidikan yang berwawasan multikultural disekolah khususnya dilingkungan agama pada dasarnya tidak terlalu masalah sebab konsep itu sendiri bukan sesuatu yang bertentangan dengan konsep dasar Islam yang memang mengatur sistem kehidupan yang multi-etnik, budaya, ras, adat istiadat dan gaya hidup. Bahkan pendidikan Islam sebagai nilai pada hakikatnya adalah nilai yang membawa nilai kemaslahatan dan kesejahteraan bagi seluruh makhluk , demokratis, egalitarian, dan humanis. 19 Imam Suprayogo, Pendidikan Agama Di Era Multikultural, dalam http:www.imamsuprayogo.com viewd_artikel.php?pg=31 Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan Islam telah lama eksis di bumi nusantara ini sejak masuknya Islam di Indonesia. Pendidikan Islam baik sebagai lembaga, sebagai mata pelajaran dan sebagai nilai cukup berperan dalam mencerdaskan bangsa. Bagi pendidikan agama Islam gagasan multikultural bukanlah sesuatu yang di takuti dan baru, setidaknya ada empat alasan untuk itu. Pertama , bahwa Islam mengajarkan menghormati dan mengakui keberadaan orang lain. Kedua, konsep persaudaraan Islam tidak hanya terbatas pada satu sekte atau golongan saja. Ketiga, dalam pandangan Islam bahwa nilai tertinggi seorang hamba adalah terletak pada integralitas taqwa dan kedekatannya dengan Tuhan. Gagasan dan rancangan memasukan wawasan multikultural di sekolah agama dan madrasah patut disahuti, sepanjang tidak terjadi pengaburan kesejatian idiologi dari pendidikan Islam itu sendiri. Pendidikan Islam memiliki keunikan dan khasnya sendiri sesuai dengan visi dan misinya. Adapun visi dari madrasah dan pendidikan agama Islam adalah terwujudnya manusia yang bertaqwa, berakhlak mulia, berkepribadian, berilmu, terampil dan mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan misinya adalah menciptakan lembaga yang Islami dan berkualitas, menjabarkan kurikulum yang mampu memahami kebutuhan anak didik dan masyarakat, menyediakan tenaga kependidikan yang profesional dan memiliki kompotensi dalam bidangnya dan menyelenggarakan proses pembelajaran yang menghasilkan lulusan yang berprestasi. Seabagaimana dipahami bahwa multikulturalisme adalah makna yang menunjuk pada kenyataan bahwa kita tidak hidup dalam sebuah budaya saja. Budaya dalam arti semua usaha manusia untuk mengungkapkan dan mewujudkan semua usaha manusia untuk mengungkapkan dan mewujudkan semua hal bernilai baik dari kehidupannya. Sebagai idiologi partisipatoris, multikulturalisme mengusung prinsip- prinsip keragaman, kesetaraan, dan penghargaan atas yang lain, sehingga pesan universal pendidikan dapat dirasakan semua pihak. Di sinilah letak urgensi pengajaran multikultural dan multi etnik di dalam pendidikan yakni dengan mendidik siswa agar tidak melakukan tindakan kejahatan terhadap siswa dari suku lain, khususnya di dalam lingkungan pendidikan agama. Demikian pula pengajaran multi etnik itu lebih hetrogen lagi pada sekolah umum. 20 Selanjutnya pendidikan multikultural bisa dimulai dari lingkup keluarga sebagai tempat pendidikan utama. Keluarga sebagai institusi sosial terkecil dalam masyarakat, merupakan media pembelajaran yang paling efektif dalam proses internalisasi dan transformasi nilai, serta sosialisasi terhadap anggota keluarga. Peran orangtua dalam menanamkan nilai-nilai yang lebih responsive multikultural dengan mengedepankan penghormatan dan pengakuan terhadap perbedaan yang ada di sekitar lingkungannya agama, ras, golongan terhadap anak atau anggota keluarga yang lain merupakan cara yang paling efektif dan elegan untuk mendukung terciptanya sistem sosial yang lebih berkeadilan. Kemudian sekolah melalui berbagai instrument dan mekanisme yang mengakomodir multikultural juga didukung oleh lingkungan masyarakatnya. Karena pada dasarnya, antara pendidikan dan masyarakat multikultural terdapat hubungan timbale balik reciprocalrelationship. Artinya bila pada satu sisi pendidikan memiliki peran signifikan guna membangun masyarakat multikultural, maka di sisi lain masyarakat dengan segala karakternya memiliki potensi signifikan untuk mensukseskan fungsi dan peran pendidikan. Itu berarti, penguatan di satu sisi, langsung atau tidak langsung, akan memberi penguatan pada sisi yang lainnya. Implikasinya, dilakukannya penguatan pada kedua sisi secara simultan akan memberi hasil yang optimal, baik dari sisi peran pendidikan maupun pembangunan masyarakat multikultur itu sendiri. Dengan demikian, pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat dimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Dalam pendidikan formal pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam sistem pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi. Sebagai wacana baru, pendidikan multikultural ini tidak harus dirancang khusus sebagai muatan 20 Zainal Arifin Nurdin, Drs. SH, Gagasan dan Rancangan Pendidikan Berwawasan Multikultural di Sekolah Agama dan Madrasah, dalam Jurnal Kerukunan Umat Beragama Edisi No.1 tahun 2005 substansi tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang paling memungkinkan diterapkannya pendidikan multikultural ini. Di Perguruan Tinggi misalnya, dari segi substansi, pendidikan multikultural ini dapat dinitegrasikan dalam kurikulum yang berperspektif multikultural, misalnya melalui mata kuliah umum seperti Kewarganegaraan, ISBD, Agama dan Bahasa. Demikian juga pada tingkat sekolah usia dini dapat diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan misalnya dalam Out Bond Program, dan pada tingkat SD, SLTP maupun sekolah menengah pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam bahan ajar seperti PPKn, Agama, Sosiologi dan Antropologi, dan dapat melalui model pembelajaran yang lain seperti melalui kelompok diskusi, kegiatan ekstrakurikuler dan sebagainya. Begitupun dalam Pendidikan non formal wacana ini dapat disosialisasikan melalui pelatihan-pelatihan dengan model pembelajaran yang responsive multikultural dengan mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan baik ras suku, maupun agama antar anggota masyarakat. 21

3. Kurikulum dan Guru Multikultural dalam Pendidikan Islam