B. Landasan Hukum Sulh
Dasar tentang konsep sulh banyak terdapat dalam Al-Qur’an, al-Hadits dan Ijma’. Di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Dasar dari Al-Qur’an al-Karim
Oleh karena sulh merupakan suatu konsep dan jalan untuk menyelesaikan permusuhan yang sangat dianjurkan dalam syariat Islam,
terdapat banyak ayat-ayat suci Al-Qur’an yang berkaitan dengan konsep persoalan ini.
Firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 128 :
ﻡ ﻡ 2 1ی
+ ,-. 0 +1
2 3 5
6 7 8
9 :;6
26 =
?
Artinya : “Dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau bersikap tidak acuh, maka keduanya dapat mengadakan perdamaian
yang sebenarnya, dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka walaupun manusia menurut tabiatnya itu kikir. Dan jika kamu
memperbaiki pergaulan dengan istrimu dan memelihara dirimu dari nusyuz dan sikap acuh tak acuh, maka sungguh, Allah
Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
” QS. An-Nisa’ , 4:128
Firman Allah SWT :
NV ﻡ NDAW1 ﻡ ﻡ X L ﻡ N Y7 Q
V 8
ﻡ = Z; [ \ M-ی ﻡ ] N 3
8 6_ =
?
Artinya : “Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh orang
bersedekah, atau berbuat kebaikan atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barang siapa berbuat demikian karena
mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.
” QS. An-Nisa’, 4:114 Firman Allah SWT :
Z 9
2 3. ;;A ﻡ_
ﻡ ;-` a
ﻡ B =Q-6 B; QZ56 Q; 6 : b . B X W
S A HW 2 3. =
9 8 +c2ی 8
S : L2
de ?
e
Artinya : “Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya
berbuat zalim terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali kepada perintah Allah, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil,
dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
” QS. Al-Hujurat, 49:9 2.
Dasar dari al-Hadits Rasulullah SAW merupakan utusan Allah yang menjadi contoh dan
teladan dalam semua perkara. Selain menyampaikan risalah, baginda juga mempunyai peran untuk menerangkan lebih terperinci tentang perintah atau
kehendak syariat Islam itu sendiri. Oleh karena itu, kita dapat menemukan beberapa buah hadis yang menerangkan tentang sulh.
Sabda Rasulullah SAW :
H ﺱC 8 B C BFf
NV N
H A ﺱ 8 B3
? 2 3
f` +1 ﻡ
M GF
R a ﺵ B
ﻡ_ ﻡ
M G
a= ﺵ R
bgﻡ ; h C
9 Artinya : “Dari Amr bin ‘Auf al-Muzanni; Bahwasanya Rasulullah SAW
bersabda: Perdamaian itu diperbolehkan antara sesama muslim, kecuali perdamaian yang mengharamkan perkara halal atau
menghalalkan perkara yang haram. Orang muslim selalu diikutkan
persyaratannya, kecuali
persyaratan yang
mengharamkan perkara yang halal atau menghalalkan perkara yang haram.
” HR. at-Tirmizi Hadits ini dikatakan termasuk dalam hadits hasan shahih. Pengertian
di atas secara jelas menerangkan tentang keharusan sulh yang berdasarkan pada batas-batas ketentuan syara’.
10
Sabda Rasulullah SAW:
A Wیfی = ﺱ ?
8 B 3
H ﺱC H A ﺱ
? Nijﺙ B l mgJ +M2یl
? 86 ﻡ M iFW2ی
K m 2 B mgJ
K 1 mgJ
] R
h C bgﻡ ;
11 Artinya : “Dari Asma’ binti Yazid berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
‘Tidak halal berdusta kecuali dalam tiga perkara yaitu seorang bercerita kepada istrinya untuk menyenangkannya, berdusta dalam
peperangan dan berdusta untuk mendamaikan antara orang yang bertikai.
” HR. at-Tirmizi
9
Muhammad ibn Isma`il al-San`ani, Subul al-salam : sharh Bulugh al-maram min jam` al- ahkam
, Qahirah: Maktabah ‘Atif, 1979, Juz III, h. 883.
10
Imam al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surah al-Termizi, Sunan al-Termizi, Terjemahan Moh. Zuhri, Semarang : CV Asy Syifa’, 1992, Jil II, h. 703.
11
Ibid., Jil III, h. 464.
Semua hadits di atas adalah sebagian hadits yang menerangkan tentang keharusan dan anjuran pelaksanaan sulh. Selama berada dalam batas-
batas syara’, Rasulullah SAW menjelaskan betapa pentingnya sulh ini sehingga Allah SWT tidak menganggap dosa mereka yang berdusta semata-
mata untuk tujuan tersebut.
3. Dasar dari Ijma’
Jumhur ulama telah sepakat tentang pensyariatan sulh karena tergolong akad yang dapat mendatangkan faedah kepada seluruh masyarakat.
Ijma’ ini adalah berdasarkan pada dalil-dalil dari nas-nas seperti yang dikemukakan tadi.
12
Di samping itu para ulama’ juga berpedoman kepada amalan-amalan yang telah dilakukan oleh para sahabat khususnya sahabat-sahabat besar
baginda Rasulullah SAW pada zaman Khulafa Al-Rasyidin. Sebagai contoh, Sayyidina Umar Al-Khattab r.a pernah menegaskan : “Sulh adalah harus.
Hakim hendaklah memberi peluang kepada pihak-pihak yang bermusuhan mengadakan sulh. Namun demikian hendaklah dipahami bahwa sulh tidak
12
al-Zuhayli, Wahbah, al-Fiqh al-Islami wa-adillatuhu : al-shamil lil-adillah al-shar`iyah wa-al-ara al-madhhabiyah wa-ahamm al-nazariyah al-fiqhiyah wa-tahqiq al-Ahadith al-Nabawiyah
wa-takhrijuha , Beirut : Dar al-Fikr, 1989, Juz V, h. 294.
boleh dilakukan untuk menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
”
13
Beliau juga pernah berkata : “Kembalikanlah persengketaan sehingga mereka berdamai karena sesungguhnya yang diputuskan di mahkamah
pengadilan akan menimbulkan dendam. ”
14
C. Rukun Sulh