Alur Penelitian Analisis Data

Gambar 3.2. Skema kontraksi otot polos pada pemberian carbachol Otot polos yang telah diistirahatkan selama 60 menit diinduksi kembali dengan carbachol 1 µM. Setelah kontraksi otot polos stabil, ekstrak daun Orthosiphon aristatus ditambahkan ke dalam chamber dengan berbagai konsentrasi yaitu 10 -6 , 10 -5 , 10 -4 , 10 -3 , dan 10 -2 secara kumulatif. Besar kontraksi yang dipengaruhi oleh Orthosiphon aristatus dengan berbagai konsentrasi tersebut dihitung dalam persen terhadap kontraksi yang ditimbulkan oleh carbachol kontraksi relatif. Gambar 3.3. Skema kontraksi otot polos pada pemberian ekstrak Orthosiphon aristatus Selain itu, dilakukan juga pengujian dengan pelarut saja yaitu DMSO. Besar kontraksi yang dipengaruhi oleh pemberian Orthosiphon aristatus KK 10 -4 KK 10 -3 carbachol carbachol Carbachol 1 µM Carbachol 1 µM 100 µM 10 µM 1 µM 0,1 µM 0,01 µM KK 10 -6 KK 10 -2 KK 10 -5 dibandingkan dengan besar kontraksi yang dipengaruhi oleh pemberian pelarut saja DMSO. Perbedaan antara kedua kontraksi tersebut dianalisis dengan menggunakan statistik. Gambar 3.4. Skema kontraksi otot polos pada pemberian DMSO

3.7. Analisis Data

Hasil yang telah terekam di program LabChart v7.1 diambil dan dihitung persentase kontraksi relatifnya dengan program Microsoft Office Excel 2007. Efek kontraksi yang diinduksi carbachol 1 µM dinilai sebagai 100 dari kontraksi otot polos, sedangkan tegangan atau kontraksi setelah pemberian carbachol secara kumulatif serta setelah pemberian ekstrak Orthosiphon aristatus ataupun DMSO dinilai sebagai kontraksi relatif terhadap 100 kontraksi tersebut. Selanjutnya data-data yang didapat dicari reratanya dan dianalisis dengan program SPSS 16.0. Normalitas data rerata dari kontraksi relatif tersebut dicari dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Perbedaan rerata kontraksi antara strip otot polos yang diberikan Orthosiphon aristatus dan DMSO dibandingkan dengan menggunakan uji statistik Independent-Samples t Test apabila distribusi sampel dan kelompok normal, serta analisis Mann-Whitney apabila distribusi sampel dan kelompok tidak normal. Carbachol 1 µM Carbachol 1 µM DMSO DMSO DMSO DMSO DMSO BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan guinea pig dengan rerata berat badan sebesar 587,62 ± 14,525 gram.

4.1 Kontraksi Otot Polos Vesika Urinaria yang Diinduksi

Carbachol Carbachol merupakan agonis kuat yang bekerja pada reseptor muskarinik otot polos vesika urinaria. Schneider, dkk menyatakan bahwa kontraksi otot polos vesika urinaria yang diinduksi oleh carbachol dimediasi oleh influks Ca 2+ melalui kanal tipe L yang bergantung pada voltase dan aktivasi rho kinase. Proses kontraksi yang diinduksi carbachol tersebut tidak melibatkan aktivasi PLC dan PKC. 21 Efek kontraksi yang diinduksi oleh carbachol 1 µM dinilai sebagai 100 dari kontraksi strip otot polos vesika urinaria dan didapatkan rerata persentase kontraksi otot polos dengan konsentrasi carbachol 0,01 µM, 0,1 µM, 1 µM, 10 µM, dan 100 µM sebesar 0,81 ± 0,47 , 10,56 ± 6,09 , 102,39 ± 5,47 , 112,63 ± 10,55 , dan 65,32 ± 9,89 . Pada penelitian ini terlihat bahwa pemberian carbachol pada strip otot polos dapat menimbulkan kontraksi. Kontraksi strip otot polos akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi carbachol yang diberikan sampai konsentrasi 10 µM. Kontraksi paling tinggi atau kontraksi maksimal didapatkan pada konsentrasi 10 µM. Pemberian carbachol dengan konsentrasi 100 µM hanya menimbulkan efek kontraksi sebesar 65,32 . Hal itu disebabkan oleh efek yang dihasilkan sudah mencapai titik jenuh sehingga tidak memberikan kontraksi yang lebih tinggi daripada 10 µM. Berdasarkan karakteristik kontraksi otot polos yang diinduksi oleh agonis muskarinik carbachol secara kumulatif tersebut, maka peneliti menggunakan dosis carbachol sebesar 1 µM sebagai konsentrasi carbachol yang dipakai untuk menginduksi kontraksi otot polos sebelum pengujian oleh bahan uji. 22

4.2 Pengaruh Ekstrak Daun

Orthosiphon aristatus Pada penelitian ini, peneliti menggunakan DMSO dimetil sulfoksida sebagai pelarut pada larutan ekstrak daun Orthosiphon aristatus. Oleh karena itu efek Orthosiphon aristatus terhadap kontraktilitias otot polos vesika urinaria dibandingkan dengan efek pelarutnya. Kontraktilitas strip otot polos vesika urinaria guinea pig yang diberikan bahan uji yaitu ekstrak daun Orthosiphon aristatus dengan berbagai kadar, mulai dari 10 -6 , 10 -5 , 10 -4 , 10 -3 , dan 10 -2 dapat dilihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1. Kontraksi otot polos vesika urinaria guinea pig dengan pemberian ekstrak Orthosiphon aristatus Pada pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus pertama dengan kadar 10 -6 didapatkan rerata kontraksi strip otot polos sebesar 59,46 ± 2,98 . Perlakuan kedua dengan memberikan ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10 -5 memberikan rerata kontraksi strip otot polos sebesar 41,57 ± 2,02 . Lalu ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10 -4 menghasilkan rerata kontraksi strip otot polos sebesar 37,56 ± 1,60 . Selanjutnya pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus yang keempat dengan kadar 10 -3 didapatkan rerata kontraksi strip otot polos sebesar 41,57 ± 2,02 . Terakhir, pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10 -2 memberikan rerata kontraksi strip otot polos sebesar 33,62 ± 1,66 . Hasil kontraksi strip otot polos vesika urinaria guinea pig yang diberikan DMSO pelarut untuk masing-masing konsentrasi zat aktif dapat dilihat pada gambar 4.2. Gambar 4.2. Kontraksi otot polos vesika urinaria guinea pig dengan pemberian DMSO Rerata kontraksi strip otot polos vesika urinaria guinea pig yang telah diinduksi oleh carbachol pada pemberian DMSO pelarut sebagai kontrol untuk masing-masing konsentrasi zat aktif adalah 83,86 ± 2,20 , 59,08 ± 2,67 , 51,09 ± 2,47 , 45,18 ± 3,22 , dan 40,91 ± 3,26 . Perbedaan antara rerata persentase kontraksi kelompok perlakuan yaitu dengan pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus yang dilarutkan dalam DMSO dan kelompok kontrol yaitu dengan pemberian pelarut DMSO saja dapat dilihat pada gambar 4.3. Gambar 4.3. Grafik perbandingan persentase kontraksi strip otot polos kelompok kontrol DMSO dan kelompok perlakuan ekstrak Orthosiphon aristatus Terdapat perbedaan yang bermakna p0,05 antara kontaksi relatif otot polos yang diinduksi oleh Orthosiphon aristatus dengan konsentrasi 10 -6 , 10 -5 , 10 -4 , dan 10 -3 dibandingkan dengan kontraksi relatif otot polos yang 20 40 60 80 100 120 Karbakol Kontraksi strip otot polos vesika urinaria DMSO Ekstrak Orthosiphon aristatus p 0,05 Ko n tra ksi Konsentrasi ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10 -6 10 -5 10 -4 10 -3 10 -2 hanya diinduksi oleh DMSO pelarut. Hal tersebut menunjukkan pemberian ekstrak Orthosiphon aristatus dapat memberikan efek relaksasi pada otot polos vesika urinaria dengan konsentrasi larutan antara 10 -6 hingga 10 -3 . Efek relaksasi dari ekstrak Orthosiphon aristatus terhadap otot polos vesika urinaria ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Ohashi, dkk yang menyatakan kandungan ekstrak Orthosiphon aristatus yaitu Neoorthosiphol A, Neoorthosiphol B, Orthosiphol A, Orthosiphol B, Orthosiphonone A, Orthosiphonone B, Methylripariochromene a, Acerovanillochromene, Orthochromene A, Tethemethylscutellarein, dan Sinensetin dapat menekan efek kontraksi otot polos aorta torakalis yang diinduksi oleh ion K + . 20 Selain itu, Methylripariochromene A MRC yang merupakan kandungan dari daun Orthosiphon aristatus juga berperan dalam aktivitas anti hipertensi. Hal ini disebabkan oleh beberapa mekanisme. Pertama MRC menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik dan denyut nadi setelah dimasukkan secara subkutan. Kedua, MRC menekan kontraksi otot polos aorta torakalis tikus yang diinduksi oleh high K + , l-phenyephrine, atau prostaglandin dengan menghambat influks Ca 2+ . Lalu ketiga, MRC dapat menurunkan kontraksi kedua atrium jantung guinea pig tanpa mengurangi rerata denyutnya. Terakhir, MRC meningkatkan volume urin dan eksresi Na + , K + , dan Cl - dalam tiga jam setelah administrasi oral pada tikus. 7, 22 Efek vasodilatasi yang diakibatkan oleh Orthosiphon aristatus juga diperkuat dengan adanya perubahan pada aktivitas reseptor α1-adrenergik dan reseptor AT1 yang disebabkan oleh endothelium-derived nitric oxide EDNO. 23 Beberapa tanaman dari kelas Lamiaceae seperti Satureja obovata dan Salvia scutellarioides juga memiliki efek vasodilatasi terhadap otot polos vaskular. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan zat aktif yang sama antara beberapa spesies tersebut. 24 Penelitian ini tidak dapat sepenuhnya mencerminkan proses fisiologis yang terjadi pada tubuh karena terdapat beberapa kondisi yang berbeda. Selain itu diperlukan adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme yang menyebabkan terjadinya relaksasi pada otot polos vesika urinaria yang disebabkan oleh ekstrak daun Orthosiphon aristatus.