Keaslian Penelitian Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

D. Manfaat Penelitian

Terjawabnya permasalahan-permasalahan yang dirumuskan serta tercapainya tujuan penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam tataran akademis maupun dalam tataran praktisi, sehingga diharapkan penelitian ini bermanfaat baik dari sisi teoritis maupun dari sisi praktis : a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Hukum yang berkaitan dengan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dalam prespektif Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. b Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Petugas Pemasyarakatan, Hakim dan masyarakat, sehingga dapat ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pembinaan Narapidana.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di Perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan dan untuk menghindari persamaan penelitian terhadap masalah yang sama, maka telah dilakukan pengumpulan data dan juga pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada, diketahui bahwa penelitian tentang akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan pada pelaksanaan pembinaan narapidana belum pernah ada, walaupun ada beberapa penelitian yang membahas tentang pembinaan narapidana namun permasalahan dan pendekatan yang dilakukan adalah berbeda. Jadi penelitian ini merupakan asli dan belum pernah ditulis oleh Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 peneliti lain sebelumnya, sehingga dapat dikatakan secara akademis keilmuan dapat dipertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Akuntabilitas kinerja Tim Pengamat Pengamat Pemasyarakatan TPP sebagai wujud pertanggung-jawaban Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP dalam mencapai tujuan pembinaan narapidana perlu dilaksanakan dan dikembangkan dengan menggunakan sistem pelaporan yang mencakup indikator, metode, mekanisme dan tata cara pelaporan kinerja Tim Pengamat pemasyarakatan TPP pada setiap Unit Pelaksana Tehnis UPT. Hans Kelsen menyebutkan konsep pertanggungjawaban hukum pada dasarnya terkait, namun tidak identik, dengan konsep kewajiban hukum. Seorang individu secara hukum diwajibkan untuk berperilaku dengan cara tertentu, jika perilakunya yang sebaliknya merupakan syarat diberlakukannya tindakan paksa. Tindakan paksa ini tidak mesti ditujukan terhadap individu lain yang terkait dengan individu pertama dengan cara yang ditetapkan oleh tatanan hukum. Individu yang diwajibkan dan yang bertanggung jawab tidaklah identik. Seorang individu diwajibkan atas perilaku yang berhukum, dan dia bertanggung jawab atas perilaku yang tidak berhukum. 22 22 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Bandung : Nusamedia dan Nuansa, 2007, hlm.136. Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 Tim Pengamat Pemasyarakartan TPP bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pembinaan tetapi tidak bertanggungjawab terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana. Tahap-tahap pembinaan yang akan dilalui narapidana diperoleh berdasarkan rekomendasi hasil sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP sehingga narapidana tersebut memiliki kewajiban untuk memperoleh hak dibina melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP. Pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana yang mengakibatkan dicabutnya hak-hak tertentu narapidana bukan merupakan tanggungjawab dari Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP. Chairil Huda mengatakan : dapat dipertanggungjawabkan pembuat dalam hal ini berarti memenuhi syarat untuk dipertanggungjawabkan. Mengingat asas ‘tiada pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan’, maka pembuat dapat dipertanggungjawabkan jika mempunyai kesalahan. Mampu bertanggung jawab adalah syarat kesalahan, sehingga bukan merupakan bagian dari kesalahan itu sendiri. Oleh karena itu, terhadap subjek hukum manusia, mampu bertanggung jawab merupakan unsur pertanggungjawaban pidana, sekaligus syarat adanya kesalahan. 23 Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP selain sebagai pemberi rekomendasi juga menerima keluhan dari Warga Binaan Pemasyarakatan sehingga dapat juga dikatakan sebagai pelaksana administrasi publik. Dalam melaksanakan fungsi administrasi publik berarti harus berlandaskan pada prinsip pemerintahan yang baik Good Governance dengan penegakan hukum atau peraturan perundang-undangan 23 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta : Kencana Prenada Media, 2006, hlm.89. Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 yang memuat prinsip-prinsip yang dapat mendukung pelaksanaan tugas Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP, agar kualitas pengelolaannya dapat mendorong jalannya fungsi utama pemerintah, sekaligus untuk menjaga kepercayaan masyarakat, dimana prinsip-prinsip tersebut harus berdasarkan pada keadilan, keterbukaan, pertanggungjawaban dan tanggungjawab. 24 Dalam sistem Pemerintahan yang baik Good Gavernance menurut Grup Penasehat Bisnis Sektor Organization for Economic Coperation and Development OECD menetapkan empat prinsip umum good corporate governance, yaitu prinsip keadilan fairness, keterbukaan transparency, tanggungjawab accountability dan pertanggungjawaban responsibility. 25 Keadilan fairness adalah salah satu ukuran normatif yang sering dikaitkan dengan Good Governance. Untuk dapat menciptakan keadilan diperlukan beberapa prasyarat yang saling terkait dan satu sama lain saling mempengaruhi, diantaranya adalah : a. Transparansi transparency b. Akuntabilitas accountability c. Kepastian predictability 24 Bismar Nasution, Peranan Birokrasi Dalam Mengupayakan Good Gavernance : Suatu Kajian Dari Pandangan Hukum dan Moral, Makalah disampaikan pada Diseminasi Policy Paper Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia ”Reformasi Hukum di Indonesia Melalui Prinsip-prinsip Good Gavernance”, yang diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia bekerjasama dengan Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumateara Utara, tanggal 1-2 Oktober 2003, Medan, Sumatera Utara. 25 Bismar Nasution, Penerapan Good Corporate Gavernance Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Kredit, Makalah, Disampaikan pada “Seminar Hukum Perkreditan,” PT. Bank Rakyat Indonesia, Medan, tanggal 12-13 Maret 2002. Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 d. Partisipasi participation. 26 Tujuan hukum untuk melindungi kepentingan manusia dalam mempertahankan hak dan kewajibannya 27 . Hukum adalah tatanan yang sengaja dibuat oleh manusia dan secara sengaja pula dibebankan padanya 28 . Manusia ingin diikat dan ikatan itu dibuatnya sendiri, namun pada waktu yang sama ia berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan yang dibuatnya sendiri itu, manakala dirasakan tidak cocok lagi. Sepanjang sejarahnya menusia meninggalkan jejak-jejak yang demikian, yaitu membangun dan mematuhi hukum making the law dan merobohkan hukum breaking the law, kendati hukum itu dibuatnya sendiri, ternyata tidak mudah untuk hidup dengan hukum tersebut. Sejak hukum itu selesai dibuat, kehidupan tidak serta berjalan mulus, tetapi tetap penuh dengan gejolak dan patahan 29 . Bekerjanya hukum tidak dapat dilepaskan dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, hukum tidak bekerja menurut ukuran dan pertimbangannya sendiri melainkan dengan memikirkan dan mempertimbangkan apa yang baik dilakukan bagi masyarakat, sehingga muncul persoalan bagaimana membuat keputusan yang pada akhirnya bisa memberikan sumbangan terhadap efesiensi produksi masyarakatnya 30 , untuk menjalankan pekerjaan seperti itu, hukum membutuhkan suatu kekuatan pendorong. Hukum membutuhkan kekuasaan, 26 Adrian Sutedi, loc.cit. 27 Sudikno Mertokusumo, MetodePenemuan Hukum, Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti dan Berkeadilan, Yogyakarta : UII Press, 2006, hlm. 2. 28 Satjipto Raharjo, Biarkan Hukum Mengalir, Catatan Kritis Tentang Pergaulan Manusia dan Hukum Jakarta : Kompas, 2007, hlm. 7. 29 Ibid, hlm. 8. 30 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 146. Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 kekuasaan memberikan kekuatan kepadanya untuk menjalan fungsi hukum, seperti misalnya sebagai kekuatan pengintregrasi atau pengkoordinasi proses-proses dalam masyarakat. Dapat dikatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan akan tinggal sebagai keinginan-keinginan atau ide-ide belaka. Hukum membutuhkan kekuasaan, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan kekuasaan itu menunggangi hukum 31 . Situasi konflik yang utama antara keduanya oleh karena kekuasaan dalam bentuknya yang paling murni tidak bisa menerima pembatasan-pembatasan, sebaliknya justru hukum itu bekerja dengan cara memberikan patokan-patokan tingkah laku dan karena itu memberikan pembatasan-pembatasan 32 . Hubungan hukum dengan kekuasaan dapat dirumuskan secara singkat oleh Muchtar Kusumaatmaja : “ Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman” 33 . Banyak negara berkembang yang mencantumkan gagasan ideal negara hukum, The Rule of Law pada konstitusi yang dibuatnya, namun hal tersebut tidak menjadi jaminan. Di dalam pelaksanaannya ternyata banyak pihak yang tidak tunduk dan taat terhadap hukum.Seperti yang dikemukakan Jan Michiel Otto bahwa hanya ada sedikit “Kepastian hukum yang nyata” di negara-negara berkembang karena terdapat ketidaksesuaian aturan hukum dengan pelaksanaannya 34 . Ketiadaan hukum yang efektif untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat di negara berkembang, menimbulkan sikap frustasi, bahkan tidak sedikit 31 Ibid 32 Ibid 33 Ditulis kembali oleh Lili Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung : Mandar Maju, 2002, hlm. 70. 34 Newsletter KHN, Pembangunan Hukum di Negara Berkembang, Edisi Mei 2003, hlm. 31. Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 yang kemudian bersikap apriori terhadap hukum. Kondisi ini telah diungkapkan oleh Jan Michiel Otto, bahwa hukum menjadi tidak efektif karena faktor-faktor secara yuridik dan non yuridik. Misalnya saja para penegak hukum negara-negara berkembang seringkali kesulitan dalam mencari dan menemukan aturan hukum mana yang berlaku dalam menghadapi situasi konkrit, begitupun dengan penerapan interprestasi yang digunakan. Faktor non-yuridik menjadi cukup penting untuk dipertimbangkan. Akibatnya, tidak ada kepastian hukum dalam aspek formil- yuridik 35 . Setidaknya ada tiga jenis faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepastian hukum nyata, yaitu : 1. Aturan-aturan hukum itu sendiri 2. Instansi-Instansi yang membentuk dan menerapkan hukum 3. Lingkungan sosial yang lebih luas yaitu politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Hal pertama yang dibutuhkan untuk memahami daya pratikal dari hukum adalah pengetahuan hukum, penguasaan bahasa dan budaya yang besangkutan dan penguasaan atas ilmu pemerintahan dan politik. Pembentukan hukum di negara berkembang dihadapkan pada suatu pilihan yang cukup sulit. Meskipun seolah-olah ada “kontrak sosial” disetiap pembentukan hukum, namun dalam kenyataannya seringkali partisipasi masyarakat sangat minim 36 . Dalam sistem Pemasyarakatan Indonesia terdapat 3 tiga pilar utama di dalam “Membangun Manusia Mandiri”. Ketiga pilar tersebut adalah: 35 Ibid 36 Ibid Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 1. Masyarakat 2. Petugas Pemasyarakatan 3. Narapidana Ketiga pilar tersebut harus saling terkait dan saling menjaga keseimbangan didalam memecahkan suatu permasalahan yang ada khususnya dalam melaksanakan pembinaan untuk membentuk “Manusia Mandiri” di Lembaga Pemasyarakatan. “The more integral, balanced and interdependent the three are the better it is for the society” 37 . Sistem pemasyarakatan berasumsi bahwa Warga Binaan Pemasyarakatan salah satunya narapidana bukan saja obyek melainkan subyek. Sebagai manusia yang tidak berbeda dari manusia lainnya maka sewaktu-waktu ia dapat melakukan kesalahan atau kehilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana, oleh sebab itu eksistensi pemidanaan sebagai upaya untuk menyadarkan narapidana agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keaagamaan, sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai. 38 37 Adi Sujatno, Pencerahan Dibalik Penjara, Jakarta : Warta Pemasyarakatan No.25 Tahun VIII-, Juni 2007, hlm. 26. 38 Ibid Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 Sistem Pemasyarakatan juga beranggapan bahwa pada hakekatnya perbuatan pelanggaran hukum narapidana adalah cerminan dari adanya keretakan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan antara yang bersangkutan dengan masyarakat di sekitarnya. Hal ini berarti faktor penyebab terjadinya perbuatan melanggar hukum bertumpu kepada 3 aspek tersebut. Aspek hidup diartikan sebagai hubungan antara manusia dengan Pencipta-nya. Aspek kehidupan diartikan sebagai hubungan antara sesama manusia, sedangkan aspek penghidupan diartikan hubungan manusia dengan alamlingkungannya. Oleh sebab itu tujuan Pemasyarakatan adalah pemulihan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan. 39 Untuk mencapai tujuan tersebut maka dilaksanakanlah pembinaan narapidana, agar pembinaan tersebut dapat bermanfaat dan memiliki kepastian hukum, Tim Pengamat PemasyarakatanTPP adalah tim yang membantu membantu pelaksanaan pembinaan dalam hal pengawasan dan pengamatan Warga Binaan Pemasyarakatan dalam Lembaga Pemasyarakatan

2. Landasan Konsepsional

Dokumen yang terkait

Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

1 82 146

Pembinaan Narapidana di Lembaga :Pemasyarakatan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,(Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan)

0 32 344

Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995

1 64 118

Pelaksanaan Pembinaan Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai)

1 41 122

PERANAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN (TPP) DALAM PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA

4 19 55

PEMBINAAN NARAPIDANA LAKI LAKI DAN WANITA DALAM SATU LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA YOGYAKARTA DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

0 7 79

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 3 12

PENDAHULUAN PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 4 12

PENUTUP PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 4 6

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA LANJUT USIA DIHUBUNGKAN DENGAN TUJUAN SISTEM PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN.

0 0 1