BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Modifikasi hukum Prancis yang dibuat pada tahun 1670 belum dikenal pidana penjara, terkecuali dalam arti tindakan penyanderaan dengan penebusan uang atau
penggantian hukuman mati sebelum ditentukan keringanan hukuman dengan cara lain. Di sekitar abad ke-16 di Inggris terdapat pidana penjara dalam arti tindakan
untuk melatih bekerja di Bridewell yang terkenal dengan nama Thirifless Poor bertempat di bekas istana Raja Edward VI tahun 1522. Kemudian setelah dikeluarkan
Act of 1630 dan Act of 1670 dikenal institusi pidana penjara yang narapidananya dibina The House of Correction
1
. Dari catatan sejarah pertumbuhan pidana yang dikenakan pada badan atau
orang dapat diperoleh gambaran, bahwa pidana penjara diperkirakan dalam tahun- tahun permulaan abad ke-18 mulai tumbuh sebagai pidana baru yang berbentuk
membatasi kebebasan bergerak, merampas kemerdekaan, menghilangkan kemerdekaan yang harus dirasakan sebagai derita selama menjalani pidana penjara
bagi narapidana. Pidana penjara tersebut dijalankan menyangkut masalah stelsel yaitu :
1
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2006, hlm. 87.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
1. Stelsel sel, pertama dilakukan di Philadelphia, di negara bagian Pensylvania Amerika Seikat. Sel adalah kamar kecil untuk seorang, jadi orang-orang
terpenjara dipisahkan satu sama lain untuk menghindarkan penularan pengaruh jahat
2. Auburn Stelsel. Stelsel ini pertama kali dijalankan di Auburn New York. Stelsel ini menimbulkan kesukaran-kesukaran, terutama dalam hal pemberian pekerjaan.
3. Stelsel Progressif. Salah satu pokok pikirannya adalah supaya peralihan dari kemerdekaan kepada pidana penjara itu dirasakan betul-betul oleh terhukum, dan
sebaliknya peralihan dari pidana penjara kepada pembebasan diadakan secara berangsur-angsur, sehingga terhukum dipersiapkan untuk mampu hidup dengan
baik dalam masyarakat. Karena itulah maka menurut stelsel ini pidana penjara itu dimulai dengan suatu periode dikurung dalam sel selama beberapa bulan. Periode
ini disusul oleh suatu periode bekerja bersama-sama di siang hari. Selama periode kedua ini terhukum dapat melalui beberapa tingkatan, berangsur-angsur semakin
baik. Kemajuannya dalam tingkatan-tingkatan itu didapatnya dengan memperbaiki kelakuannya pula. Pada akhirnya dia bisa sampai dilepas dengan
syarat.
2
Perlakuan kepada pelanggar hukum di Indonesia yang disebut dengan sistem kepenjaraan sejak tanggal 27 April 1964 dirubah menjadi sistem pemasyarakatan.
Sistem pemasyarakatan tersebut didahului oleh pidato pengukuhan Saharjo, untuk memperolah gelar Doktor Honoris Causa yang diberikan oleh Universitas Indonesia
2
. Ibid, hlm. 88-89.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
pada tanggal 25 Juli 1963, di Istana Negara dengan judul Pohon Beringin Pengayoman Hukum Pancasila Manipol Usdek,
3
yang intinya adalah : tujuan pidana penjara di samping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena dihilangkan
kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna.
Bertolak dari pandangan Saharjo, tentang
hukum sebagai
pengayoman, hal ini membuka jalan perlakuan terhadap narapidana dengan cara pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara. Konsep pemasyarakatan tersebut
kemudian disempurnakan oleh Keputusan Konferensi Dinas Para Pimpinan Kepenjaraan pada tanggal 27 April 1964 yang memutuskan bahwa pelaksanaan
pidana penjara di Indonesia dilakukan dengan sistem pemasyarakatan. Suatu pernyataan selain sebagai arah tujuan, pidana penjara dapat juga menjadi cara untuk
membimbing dan membina
4
, yang menghasilkan prinsip-prinsip untuk bimbingan dan pembinaan yaitu :
1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai
warga yang baik dan berguna dalam masyarakat. 2.
Penjatuhan pidana adalah bukan tindakan balas dendam dari negara. 3.
Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan. 4.
Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum ia masuk lembaga.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak narapidana harus dikenalkan kepada
masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
3
Simanjuntak, Politik dan Praktek Pemasyarakatan, Jakarta : Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia R.I Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Pegawai, 2004, hlm. 96.
4
Ibid hlm. 97.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu
atau hanya diperuntukan bagi kepentingan lembaga atau negara saja, pekerjaan yang diberikan harus ditunjukan untuk pembangunan negara.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasar azas Pancasila.
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia
telah tersesat tidak boleh ditujukan kepada narapidana bahwa itu penjahat. 9.
Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan. 10.
Sarana fisik bangunan lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan.
5
Sistem Pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik dan juga bertujuan untuk melindungi
masyarakat terhadap kemungkinan diulangnya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tak terpisahkan dari
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sistem pemasyarakatan Indonesia lebih ditekankan pada aspek pembinaan narapidana, anak didik pemasyarakatan yang
mempunyai ciri-ciri preventif, kuratif, rehabitatif dan edukatif. Pembinaan narapidana adalah sebuah sistem, sebagai suatu sistem, maka pembinaan narapidana
mempunyai beberapa kompenen yang bekerja saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan. Sedikitnya ada empat belas kompenen yaitu : falsafah, dasar hukum, tujuan,
pendekatan sistem, klasifikasi, pendekatan klasifikasi, perlakuan terhadap narapidana, orientasi pembinaan, sifat pembinaan, remisi, bentuk bangunan, narapidana, keluarga
narapidana dan pembinapemerintah.
6
5
Ibid, hlm. 98.
6
Harsono HS, Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta : Djambatan, 1995, hlm. 5, menjelaskan adanya prinsip-prinsip dasar pembinaan yang terdiri dari empat komponen penting yaitu
:1 Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri, 2 Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga dekat, 3 Masyarakat, adalah orang-orang yang berada disekeliling narapidana pada saat masih diluar
Lembaga PemasyarakatanRutan, dapat masyarakat biasa, pemuka masyarakat, atau pejabat setempat,
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Dalam sistem pemasyarakatan, narapidana, anak didik pemasyarakatan berhak mendapatkan pendidikan rohani dan jasmani serta dijamin hak-hak mereka untuk
menjalankan ibadahnya, berhubungan dengan pihak luar baik keluarga maupun pihak lain, memperoleh informasi baik melalui media cetak maupun elektronik,
memperoleh pendidikan yang layak dan lain sebagainya, untuk melaksanakan sistem pemasyarakatan tersebut, diperlukan juga keikutsertaan masyarakat, baik dengan
mengadakan kerja sama dalam pembinaan maupun dengan sikap bersedia menerima kembali Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah selesai menjalani pidananya.
Pemasyarakatan sebagai suatu sistem pembinaan narapidana pada hakekatnya memandang narapidana sesuai fitrahnya, baik sebagai pribadi, anggota masyarakat,
maupun sebagai makhluk Tuhan. Narapidana bukan semata-mata alat produksi atau means of production yang dikaryakan untuk tujuan-tujuan komersial yang bersifat
profit oriented.
7
Selanjutnya untuk menjamin terselenggaranya hak-hak narapidana tersebut, selain diadakan Unit Pelaksana Teknis yaitu Lembaga Pemasyarakatan yang secara
langsung melaksanakan pembinaan, diadakan pula Balai Pertimbangan Pemasyarakatan yang memberi saran dan pertimbangan kepada Menteri mengenai
pelaksanaan sistem pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan memberi
4 Petugas, dapat berupa Kepolisian, Pengacara, Petugas keagamaam, Petugas social, Petugas PemasyarakatanRutan, Balai Bispa, Hakim Wasmat dan lain sebagainya
7
Bambang Margono, Bimbingan Karier dan Pekerjaan Warga Binaan Pemasyarakatan, Jakarta : Modul Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, Akademi Ilmu Pemasyarakatan, 2004, hlm. 1.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
saran mengenai program pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di setiap Unit Pelaksana Teknis yang berhubungan dengan :
1. Mapenaling Masa Pengamatan, Penelitian dan Pengenalan lingkungan 2. Pembinaan Tahap awal
3. Pembinaan Tahap lanjutan 4. Pembinaan Tahap akhir
5. Kepentingan lain misalnya pemindahan narapidana ke Lembaga
Pemasyarakatan lain. 6. Hukuman disiplin bagi narapidana.
8
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, merupakan landasan hukum yang menggantikan ketentuan-ketentuan lama dan perundang-
undangan yang masih mendasarkan pada sistem kepenjaraan. Bab IV Pasal 45 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 menyebutkan :
1 Menteri membentuk Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat
Pemasyarakatan. 2
Balai Pertimbangan Pemasyarakatan bertugas memberi saran dan atau pertimbangan kepada Menteri.
3 Balai Pertimbangan Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2
terdiri para ahli di bidang pemasyarakatan yang merupakan wakil instansi pemerintah terkait, badan non pemerintah dan perorangan lainnya.
4 Tim Pengamat Pemasyarakatan yang terdiri dari pejabat-pejabat
LAPAS,BAPAS atau pejabat terkait lainnya bertugas : a.
Memberi saran mengenai bentuk dan program pembinaan dan pembimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan;
b. Membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan dan
pembimbingan; dan c.
Menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan Pemasyarakatan.
8
S.Simanjuntak, Tata Usaha pemasyarakatan, Jakarta : Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2004, hlm. 9.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Betapa pentingnya pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan BPP yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri mengenai
pelaksanaan sistem Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP di setiap Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan dalam proses pembinaan, karena di
dalam Balai Pertimbangan Pemasyarakat BPP dan Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP terdapat keikutsertaan masyarakat dan instansi terkait lainnya misalnya :
Lembaga Swadaya Masyarakat dan Hakim Pengawas dan Pengamat yang ikut membahas dan mengevaluasi pelaksanaan proses pembinaan. Hal ini diatur dengan
Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakat
Dan Tim Pengamat Pemasyarakatan. Pasal 13 , 14 dan 15 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan
Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Dan Tim Pengamat Pemasyarakatan menyebutkan
tugas pokok dan fungsi Tim Pengamat Pemasyarakan antara lain yaitu : a.
Memberikan saran mengenai bentuk, dan program pembinaan, pengamanan dan pembimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan.
b. Membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan, pengamanan dan
pembimbingan; dan c.
Menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan Pemasyarakatan. Untuk melaksanakan tugas tersebut Tim Pengamat Pemasyarakatan
mempunyai fungsi : a.
Merencanakan dan melakukan persidangan-persidangan b.
Melakukan administrasi persidangan, inventarisasi dan dokumentasi c.
Membuat rekomendasi kepada :
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
1 Direktur Jenderal Pemasyarakatan bagi TPP Pusat 2 Kepala Kantor Wilayah bagi TPP Wilayah; dan
3 Kepala Unit Pelaksana Tehnis bagi TPP daerah
d. Melakukan pemantauan pelaksanaan pembinaan, pengamanan dan
pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan atau perawatan tahanan. Susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP di Lembaga Pemasyarakatan,
terdiri dari dari : a.
Seorang Ketua, biasanya dijabat Kabid PembinaanKasi Binadik b.
Seorang Sekretaris, biasanya Kasi BimkemasKasubsi Bimkemas c.
Anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP , biasanya 5lima orang atau 7 Tujuh orang, atau 9 sembilan orang atau 11 sembelas orang tergantung
kepada luas tidaknya lingkup pekerjaan di Lembaga Pemasyarakatan yang bersangkutan. Jumlah Anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP harus
selalu ganjil, sebab sewaktu pengambilan putusan sidang harus pemungutan suara voting. Anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP juga diambil
dari Kepala Balai Pemasyarakatan BAPAS yang diwakili seorang Penilik Kemasyarakatan PK dan seorang Hakim Pengawas dan Pengamat.
9
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kalapas tidak diperkenankan menjadi ketua atau anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP. Sidang Tim Pengamat
Pemasyarakatan TPP di Lembaga Pemasyarakatan sah, apabila dihadiri paling sedikit 23 dari jumlah anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP.
10
9
Pasal 282 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan jika dipandang perlu demi pendayagunaan pegamatan, hakim pengawas dan pengamat dapat membicarakan dengan Kepala
Lembaga Pemasyarakatan tentang cara pembinaan narapidana tertentu.
10
S.Simanjuntak, op. cit., hlm. 96.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP merupakan Tim yang sangat penting dan berperan dalam proses Pemasyarakatan Warga Binaan Pemasyarakatan termasuk
Narapidana untuk kembali dan berintegrasi dengan masyarakat, karena di dalam Tim Pengamat Pemasyarakatan dapat dilihat adanya kerja sama antara masyarakat dan
petugas Pemasyarakatan. Bila Tim Pengamat Pemasyarakatan telah melaksanakan tugas dan fungsinya maka masalah dalam proses pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatnya tidak terjadi paling tidak dapat diminimalisirkan, karena pada pelaksanaannya saat ini Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP sangat minim
melaksanakan tugasnya dalam mempersiapkan program pembinaan, kecuali ada hal- hal khusus yang menguntungkan,
11
termasuk susunan keanggotaan yang tidak sesuai dengan perundangan-undangan.
12
Hal ini dapat dilihat antara lain dari susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia Sumatera Utara, Lembaga Pemasyarakatan Kls II A Wanita Medan dan Lembaga Pemasyarakatan II B Lubuk Pakam. terlampir
11
S.Simanjuntak, loc. cit, hlm. 32-33, bahwa dalam pelaksanaan pembinaan peranan Bapas, terutama dalam pembuatan LITMAS. Dan penyusunan program pembinaan kurang dimanfaatkan.
Disiplin Petugas Pemasyarakatan secara umum merosot, yang memunculkan akses buruk dalam praktek-praktek Pemasyarakatan. Tim Pengamat Pemasyarakatan, sangat minim melaksanakan
tugasnya dalam mempersiapkan program pembinaan, kecuali ada hal-hal khusus yang menguntungkan dirinya.
12
Lihat, Keputusan menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor.M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentag Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Dan Tim Pengamat
Pemasyarakatan Pasal 16 ayat 3 Huruf c yang menyebutkan TPP Lembaga Pemasyarakatan Klas II B, terdiri dari :-Ketua Merangkap anggota adalah Kepala Seksi Bimbingan NarapidanaAnak Didik
dan Kegiatan Kerja; - Sekretaris merangkap anggota adalah Kepala Seksi Registrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan; - Anggota adalah : 1 Kepala Kesatuan Keamanan Lapas ; 2 Kepala Seksi
Administrasi Keamanan dan Tata Tertib ; 3Kepala Sub seksi Perawatan; 4 Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja; 5 Kepala Sub Seksi Keamanan; 6Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Balai
Pemasyarakatan; 7 Hakim Pengawas dan Pengamat; 8 Instansi terkait dengan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan; 9 Wali WBP; 10 Badan Perorangan yang berminat terhadap pembinaan.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Data pada lampiran tersebut menunjukkan bahwa pembentukan Tim Pengamat Pemasyarakatan di Tingkat Kantor Wilayah dan beberapa Lembaga
Pemasyarakatan belum sesuai dengan Pasal 16 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999
tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Dan Tim Pengamat Pemasyarakatan yang menyebutkan :
Susunan Keanggotaan TPP Wilayah, yaitu : TPP Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Perundang-undangan tipe A
terdiri dari : 1. Ketua merangkap anggota adalah Koordinator Urusan Pemasyarakatan
2. Sekretaris merangkap anggota adalah Kepala Bidang Pemasyarakatan 3. Anggota adalah :
a. Kepala Seksi Balai Pemasyarakatan
b. Kepala Seksi Bindalapas
c. Kepala Balai Pemasyarakatan di tempat kedudukan Kantor Wilayah
d. Instansi terkait yang oleh Kepala Wilayah dipandang perlu dan perorangan
atau badan yang berminat dalam bidang kemasyarakatan.
13
TPP Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A, terdiri dari : a. Ketua merangkap anggota adalah Kepala Seksi Bimbingan Narapidana Anak
Didik. b. Sekretaris merangkap anggota adalah Kepala Seksi Bimbingan Kemasyarakatan
dan Perawatan. c. Anggota adalah :
1 Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas 2 Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib
3 Kepala Seksi Kegiatan Kerja 4 Kepala Sub Seksi Registrasi
5 Kepala Sub Seksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil Kerja 6 Kepala Sub Seksi Perawatan
7 Kepala Sub Seksi Keamanan
13
Pasal 16 ayat 2 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan R.I Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim
Pengamat Pemasyarakatan.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
8 Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan 9 Hakim Pengawas dan Pengamat
10 Instansi terkait dengan Pembinaan WBP 11 Wali WBP
12 Badan dan atau perorangan yang berminat terhadap pembinaan.
14
TPP Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B, terdiri dari : a. Ketua merangkap anggota adalah Kepala Seksi Bimbingan NarapidanaAnak
Didik dan Kegiatan Kerja b. Sekretaris merangkap anggota adalah Kepala Seksi Registrasi dan Bimbingan
Kemasyarakatan c. Anggota adalah :
1 Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas 2 Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib
3 Kepala Sub Seksi Perawatan 4 Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja
5 Kepala Sub Seksi Keamanan 6 Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan
7 Hakim Pengawas dan Pengamat 8 Instansi terkait dengan Pembinaan WBP
9 Wali WBP 10 Badan atau perorangan yang berminat terhadap pembinaan.
15
Penunjukan dan pengangkatan Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP diatur sebagai
berikut : 1
Ketua, sekretaris dan anggota TPP Pusat ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan Menteri.
2 Ketua, sekretaris dan anggota TPP Wilayah ditunjuk dan diangkat
berdasarkan Keputusan masing-masing Kepala Kantor Wilayah 3
Ketua, sekretaris dan anggota TPP Daerah ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan Kepala UPT Pemasyarakatan.
16
14
Pasal 16 ayat 3 huruf b Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan R.I Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan
Tim Pengamat Pemasyarakatan.
15
Pasal 16 ayat 3 huruf c Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan R.I Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan
Tim Pengamat Pemasyarakatan.
16
Pasal 18 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan R.I Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat
Pemasyarakatan.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Melihat dari bunyi ketentuan tersebut diatas terlihat bahwa Kepala Unit Pelaksana Teknis UPT Pemasyarakatan dapat membuat Keputusan sendiri tentang susunan
Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP tanpa mempertimbangkan susunan anggota yang telah diatur dalam pasal sebelumnya. Hal ini bisa terjadi karena karena faktor
keadaan urgensi, misalnya Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP tetap harus melaksanakan tugasnya dalam membuat rekemondasikeputusan dalam proses
pembinaan integrasi yaitu pelaksanaan Asimilasi, pemberian Pembebasan Bersyarat PB, Cuti Mengunjungi Keluarga CMK dan Cuti Bersyarat CB. Sehingga dapat
dilihat ketidakkonsistenan dalam Keputusan Menteri ini. Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP sebagai pemberi rekomendasi pada
pelaksanaan pembinaan mempunyai kedudukan yang sangat penting. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya adalah hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban tadi merupakan peranan atau role
17
dalam menjalankan tugas dan fungsinya bagi pembinaan narapidana dalam Lembaga Pemasyarakatan. Dalam rangka menghadapi tuntutan-
tuntutan masyarakat terutama dari narapidana, Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP harus dapat meununjukan gambaran suatu administrasi publik yang bercirikan
kepemerintahan yang baik Good Gavernance yang mana keadilan fairness adalah salah satu ukuran normatifnya. Untuk dapat menciptakan keadilan, diperlukan
17
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm. 20, bahwa suatu peranan tertentu dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur
sebagai berikut: 1. Peranan yang ideal ideal role, 2. Peranan yang seharusnya expected role 3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri perceived role, 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan actual
role
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
beberapa prasyarat yang saling terkait dan satu sama lain saling mempengaruhi, diantaranya adalah transparanasi transparency, akuntabilitas accountability,
kepastian predictability, dan partisipasi participation.
18
Hal ini dimaksudkan, walaupun hanya sebagai pemberi rekomendasi tetapi rekomendasi tersebut diambil
dengan penuh rasa tanggung jawab dengan mengikuti proses dan tahapan pembinaan yang diatur dalam Pola Pembinaan Narapidana.
19
Transparansi maksudnya proses pembuatan rekomendasi dilakukan secara jelas tanpa ada yang ditutupi. Persidangan
yang dilaksanakan Tim Pengamat Pemasyarakatan harus jelas baik persyaratan administarasi dan persyaratan subtantifnya serta didukung oleh data yang akurat
berdasarkan pengamatan dan penilaian. Diharapkan dengan adanya prinsip keterbukaan Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP dalam melaksanakan tugasnya
memberi kesempatan yang sama kepada seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan untuk dapat ikut dalam tahap-tahap pembinaan dan selanjutnya proses yang
dilaksanakan dalam pembuatan rekomendasi dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum Rule of Law. Untuk menciptakan suatu suasana kehidupan masyarakat
hukum yang mampu menegakkan kepastian hukum dan sekaligus mencerminkan rasa keadilan masyarakat, baik untuk kehidupan dalam Lembaga Pemasyarakatan maka
diperlukan beberapa faktor, yaitu : 1. Adanya suatu perangkat hukum yang demokratis aspiratif
18
Adrian Sutedi, Prinsip Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Restrukturisasi Perusahaan Dan Good Corporate Governance, Jakarta : Cipta Jaya, 2006, hlm.205.
19
Keputusan Menteri Kehakiman R.I nomor M.01-PP.02.01 Tahun 1990 Tanggal 10 April 1990 tentang Pola Pembinaan NarapidanaTahanan.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
2. Adanya struktur birokrasi kelembagaan hukum yang efesien dan efektif serta transparan dan akuntabel.
3. Adanya aparat hukum dan profesi hukum yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi.
4. Adanya budaya yang menghormati, taat dan menjunjung tinggi nilai-nilai hukum dan HAM menegakkan supremasi hukum rule of law.
20
Kondisi Over kapasitas dibeberapa Lembaga Pemasyarakatan yang terjadi dewasa ini membuat Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya tidak berjalan secara maksimum. Persidangan yang dilaksanakan hanya yang bersifat urgensi saja, sehingga hal ini berdampak timbulnya anggapan
bahwa Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP bekerja bagi hal-hal yang menguntungkan salah satu pihak saja.
21
Di sini dibutuhkan Tim Pengamat Pemasyarakatan sebagai Administrasi publik. Administrasi publik yang ditunjukan
tidak hanya dalam hal hasil kerja yaitu yang berhubungan dengan pelaksanaan pembinaan tetapi juga dalam susunan Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP pada
pelaksanaan pembinaan Narapidana dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
20
Muchammad Zaidun, Tantangan dan Kendala Kepastian Hukum di Indonesia,Kapita Selekta, Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta : Prestasi Pustaka, 2006, hlm.120.
21
Wawancara dengan Kepala Devisi Pemasyarakatan Sugihartoyo, selaku Ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
Sumatera Utara, Senin, tanggal 12 Januari 2009.
Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
B. Rumusan Masalah