Hambatan Yuridis Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN KINERJA TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN TPP DAN UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM MENANGGULANGINYA

A. Hambatan-Hambatan Kinerja Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP Dalam Pelaksanaan Pembinaan

Lahirnya Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pada dasarnya telah memberikan landasan berpijak yang cukup kuat bagi Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP berperan dalam melaksanakan pembinaan. Serta dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan. Namun pada kenyataannya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Tim Pengamat Pemasyarakatan banyak mendapat hambatan. Hambatan-hambatan yang dirasa Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yaitu :

1. Hambatan Yuridis

a. Susunan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan Susunan keanggotaan Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP telah diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan dalam Pasal 16 tetapi pada Pasal 18 disebutkan : 1 Ketua, sekretaris dan anggota TPP Pusat ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan Menteri. 2 Ketua, sekretaris dan anggota TPP Wilayah ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan masing-masing Kepala Kantor Wilayah 3 Ketua, sekretaris dan anggota TPP Daerah ditunjuk dan diangkat berdasarkan Keputusan Kepala UPT Pemasyarakatan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa dengan adanya Pasal 18 tersebut menunjukan adanya ketidakkonsistenan dari Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan tersebut. Ketidakkonsistenan tersebut dapat menimbulkan celah sehingga Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP yang dibentuk tidak sesuai dengan Pasal 16. Dapat juga terjadi Kepala Lembaga Pemasyarakatan membuat susunan Tim Pengamat Pemasyarakkatan TPP berdasarkan kehendaknya.Hasil keputusan tetap dinyatakan sah karena sidang dihadiri oleh 23 dua pertiga dari jumlah anggota yaitu terpenuhinya Pasal 21 ayat 1 Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan yang berbunyi : Sidang TPP dapat dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 23 dua pertiga dari jumlah anggota dan dalam pelaksanaan sidang, baik sidang rutin maupun sidang khusus harus diadakan notulen serta dicatat secara jelas setiap usul-usul dari setiap anggota yang hadir. Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 Susunan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP yang hanya diatur dalam Keputusan Menteri juga merupakan suatu kelemahan sehingga anggota lain diluar dari petugas pemasyarakatan kurang memahami bahkan tidak merasa memiliki peran yang harus dilaksanakan dalam proses pembinaan narapidana. Adapun anggota lain di luar petugas pemasyarakatan dimaksud adalah : 1. Hakim Pengawas dan Pengamat, yang disingkat dengan Hakim Wasmat. Selama ini Hakim Wasmat tidak pernah melaksanakan tugas pengawasan dan pengamatan dalam Lembaga Pemasyarakatan khususnya pada Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam 138 seperti apa yang diamanatkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP dalam Pasal 277 sampai dengan Pasal 283. Dengan tidak melaksanakan tugasnya tersebut membuat Hakim Wasmat tidak mengetahui bahwa dalam Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan Pasal 16 disebutkan bahwa Hakim Wasmat juga merupakan anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP yang tentunya juga berhak memberi saran dan pendapat baik dalam rangka pelaksanaan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan maupun dalam rangka pengamatan untuk bahan penelitian 138 Wawancara dengan Kasi Binadik dan Giatja, Sinarta Tarigan, selaku Ketua Tim Pengamat Pengamat Pemmasyarakatan TPP Lembaga Pemasyarakatan Lubuk Pakam Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan. Tidak aktifnya Hakim Wasmat tersebut membuat pihak Lembaga Pemasyarakatan tidak mencantumkan Hakim Wasmat sebagai anggota dalam pembuatan Surat Keputusan Tim Pengamat Pemasyarakatan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan Abdul Khaliq tentang penyebab kegagalan Lembaga Pemasyarakatan sebagai sub sistem keempat dalam sistem peradilan pidana dikarenakan : ”Adanya mis perception diantara sub sistem dalam CJS mengenai tugas dan tanggung jawab pembinaan seorang yang sedang tersesat perilakunya karena suatu tindakan pidana, artinya baik kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan pada umumnya berpendapat bahwa urusan pembinaan pelaku tindak pidana adalah merupakan tugas dan tanggung jawab Lembaga Pemasyarakatan semata.” 139 Ketidakterpaduan antara pengadilan dengan Lembaga Pemasyarakatan dapat menambah ketidak percayaan masyarakat pada hukum sebab eks narapidana gagal berintegrasi kembali dengan masyarakat. 140 2. Instansi lain terkait dengan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan. Sampai saat ini sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP baik di tingkat Wilayah maupun daerah lebih berorientasi pada pembahasan tentang pemberian program pembinaan integritas yaitu Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Cuti Mengunjungi Keluarga dan Cuti Bersyarat yang tidak berhubungan dengan Instansi terkait. Walaupun ada 139 Dalam Mahmud Mulyadi, Ham dan Criminal Justice System, Bahan Kuliah Kelas Hukum dan Ham Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, 20072008 140 Ibid. Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 pembahasan tentang program pembinaan yang berkaitan dengan Instansi lain tetapi dalam persidangan tidak mengundang Instansi lain. 3. Badan atau perorangan yang berminat terhadap pembinaan. Upaya untuk meningkatkan pelaksanaan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan adalah meningkatkan kerja sama antara Petugas Pemasyarakatan, masyarakat dan narapidana, untuk mendapatkan badan atau perorangan yang berminat terhadap pembinaan bukanlah sesuatu yang mudah.

b. Peraturan Pelaksana Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Hak-Hak

Narapidana. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia oleh karena sifat tugasnya yang langsung berhubungan dengan kepentingan publik, maka Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia diperbolehkan mengeluarkan produk-produk peraturan tersendiri yang dimaksudkan untuk melaksanakan peraturan-peraturan yang lebih tinggi. Dalam hubungan itu, selama ini, diberlakukan adanya Keputusan Menteri ataupun Peraturan Menteri yang berisi peraturan untuk kepentingan publik. Berkaitan dengan ini memang berkembang pemikiran untuk membedakan antara peraturan yang memuat norma aturan publik dengan penetapan yang bersifat administratif. 141 141 Jimly Assiddiqie, Masa Depan Hukum di Era Teknologi Informasi : Kebutuhan Untuk Komputerisasi Sistem Informasi Administrasi Kenegaraan dan Pemerintahan, httpwww.theceli.comindex.php ? option diakses tanggal 16 Pebruari 2009. Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 Pada pelaksanaannya saat ini tugas Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP lebih berorientasi pada pelaksanaan pemberian hak-hak narapidana yang bersifat integrasi yaitu pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat . Karena untuk mewujudkan tujuan pembinaan salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah dengan melalui pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. Pemberian hak-hak tersebut harus memenuhi persyaratan substantif dan administratif. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat yang pada Pasal 5 disebutkan : Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan dapat diberi Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, apabila telah memenuhi persyaratan substantif dam administratif. Tetapi, sebelumnya ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan pemasyarakatan maka persyaratan substantif bagi Narapidana yang dipidana melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan Hak Asasi Manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009 mengalami perubahan. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah ini sempat tertunda untuk waktu kurang lebih selama 2 dua tahun karena tidak ada kejelasan terhadap klasifikasi terhadap kasus-kasus tersebut. 142 Dalam tenggang waktu kurang lebih 2 dua tahun tersebut Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP bekerja dengan tidak berdasarkan sesuai peraturan yang ada Tidak sesuai aturan hukum dan membingungkan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan yang ingin mendapatkan proses pembinaan integritas tersebut. Namun dengan dikeluarkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : PAS.86.OT.03.01 Tahun 2008 tentang Klasifikasi Kasus-Kasus Tertentu Terkait Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 yang dikeluarkan pada tanggal 10 September 2008 maka Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 mulai diberlakukan kembali. Kemudian pada tanggal 30 Desember 2008 ditetapakan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH.01.PK.05.06 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.01.PK.04.10 tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. 142 Wawancara dengan Kasi Binadik dan Giatja, Sinarta Tarigan SH, selaku Ketua TPP Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam, Pada Tanggal 16 Pebruari 2009. Irmayani : Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan Tpp Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009

2. Hambatan Non Yuridis

Dokumen yang terkait

Perlindungan HUkum Terhadap Petugas Pemasyarakatan Di Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

1 82 146

Pembinaan Narapidana di Lembaga :Pemasyarakatan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,(Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan)

0 32 344

Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995

1 64 118

Pelaksanaan Pembinaan Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai)

1 41 122

PERANAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN (TPP) DALAM PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA

4 19 55

PEMBINAAN NARAPIDANA LAKI LAKI DAN WANITA DALAM SATU LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA YOGYAKARTA DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

0 7 79

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 3 12

PENDAHULUAN PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 4 12

PENUTUP PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 4 6

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA LANJUT USIA DIHUBUNGKAN DENGAN TUJUAN SISTEM PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN.

0 0 1