Faktor Sosio-Politis Faktor Keilmuan

xlvi yakini merupakan peristiwa yang sama antar agama, tetapi dengan perbedaan pandangan dari masing-masing agama. Contoh yang paling gamblang adalah seputar konflik sejarah dari kisah penyaliban Isa al-Masih a.s. yang diyakini kebenarannya diantara agama semitik Judaisme, Kristen dan Islam. Namun, dalam peristiwa itu terdapat perbedaan persepsi pandangan masing-masing agama. Dalam hal ini, agama Judaisme dan Kristen meyakini bahwa Isa al-Masih lah yang di salib, namun dilain pihak timbul pertentangan antar kedua agama tersebut seputar masalah yang mengantar Isa al-Masih ke tiang salib. Sedangkan bagi agama Islam mempunyai pandangan yang sangat berbeda, bahwa yang disalib itu bukanlah Isa al-Masih, melainkan orang yang diserupakan dengan Isa al- Masih. Ini merupakan salah satu peristiwa yang menjadikan sebuah pertentangan diantara umat beragama. Namun pada hakikatnya, konflik aqidah yang berkenaan dengan masalah sejarah itu dalam upaya menyelesaikannya tidak akan ada artinya. Sebab, upaya-upaya tersebut bersifat religius atau ilmiah seperti yang dilakukan oleh kaum pluralis. Dan masalah-masalah tersebut merupakan keyakinan dan keimanan dari seseorang.

2.2. Faktor Eksternal

Selain faktor-faktor internal yang sudah dijelaskan diatas, terdapat pula dua faktor eksternal yang sangat kuat dan berperan besar dalam menciptakan berkembanganya teori pluralisme agama. Kedua faktor-faktor tersebut adalah sosio-politis dan faktor ilmiah.

2.2.1. Faktor Sosio-Politis

Diantara faktor yang mendorong adanya teori pluralisme agama yaitu berkembangnya wacana-wacana sosio-politis, demokrasi dan nasionalisme yang telah melahirkan sistem negara dan bangsa, yang kemudian mengarah pada perubahan- xlvii perubahan dewasa ini yang kita kenal dengan “globalisasi”, yang merupakan hasil praktis dari sebuah proses sosial dan politis yang berlangsung sudah lebih dari tiga abad.

2.2.2. Faktor Keilmuan

Pada hakikatnya banyak faktor keilmuan yang berkaitan dengan pembahasan teori pluralisme agama. Namun yang memiliki kaitan langsung dan erat dengan timbulnya teori pluralisme agama adalah maraknya studi-studi ilmiah modern terhadap agama- agama dunia, atau yang juga sering dikenal dengan studi perbandingan agama. 40

D. Pluralisme Agama Dalam Pandangan Majelis Ulama Indonesia MUI

Majelis Ulama Indonesia, dalam munasnya yang ke-7 pada 25-29 juli 2005 di Jakarta mendefinisikan pluralisme agama sebagai berikut : Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh karena itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar, sedangkan agama lain salah. Pluralisme juga mengajarkan semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di dalam surga. Ma’ruf Amin, ketua Komisi Fatwa MUI menyatakan: “Dalam aqidah dan ibadah umat Islam wajib bersikap eksklusif dalam arti haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan ibadah pemeluk agama lain. Namun demikian, bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk lain pluralitas agama dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan 40 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, h 40-43.