xxxvii Agama mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik dan menolak kaidah yang
buruk untuk ditinggalkan, agama juga memberi sangsi yang harus dijatuhkan kepada orang yang melanggarnya.
Yang keempat adalah fungsi memupuk persaudaraan, melalui agama perdamaian dibumi yang didambakan oleh setiap manusia bisa terwujud dengan memupuk tali persaudaraan
yang erat antar umat beragama. Yang kelima adalah fungsi transformatif, yaitu mengubah kehidupan masyarakat lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang baik dan dapat
bermanfaat untuk kepentingan yang lebih luas.
32
Dari kelima fungsi-fungsi agama yang telah disebutkan diatas, fungsi agama yang paling tepat dalam pluralisme agama adalah fungsi memupuk tali persaudaraan. Karena,
dengan fungsi tersebuut perdamaian antar umat beragama yang didambakan manusia bisa terwujud dengan memupuk tali persaudaraan yang erat.
3. Dimensi-Dimensi Agama
Dimensi-dimensi agama terbagi menjadi lima bagian, yaitu: keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi-konsekuensi.
Dimensi keyakinan. Dimensi ini berisikan pengaharapan-pengharapan di mana seseorang yang religius berpengaruh teguh pada pandangan teologis tertentu,
mengakui kebenaran
doktrin-doktrin agama
tersebut. Setiap
agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan
taat. Walaupun demikian, isi dan keyakinan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi
agama yang sama.
32
Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 55-56
xxxviii Dimensi praktek agama. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan
hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktek keagamaan ini terdiri dari ritual dan ketaatan ritual mengacu
kepada tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua agama mengharapkan pada penganutnya untuk melaksanakannya. Ketaatan dan ritual
bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga
mempunyai perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal dan khas pribadi.
Dimensi pengalaman. Dimensi ini memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat dikatakan jika
dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir bahwa
ia akan mencapai suatu keadaan kontak dengan perantara supernatural. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi,
sensasi-sensasi yang dialami seorang pelaku atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan yang melihat komunikasi, walaupun kecil dengan suatu esensi
ketuhanan, yakni dengan Tuhan, dengan kenyataan terakhir, dan dengan otoriti
transendental.
xxxix Dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini mengacu pada harapan bahwa orang-
orang yang beragama paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai dasar-
dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.
Dimensi konsekuensi. Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi yang sudah dibicarakan di atas. Dimensi ini mengacu kepada identifikasi
akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.
33
Dari keterangan berbagai dimensi-dimensi diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap agama memiliki semua dimensi-dimensi
tersebut, namun didalam prakteknya berbeda antara satu dengan yang lainnya.
C. Pluralisme Agama