Proses ta’widh yang berjalan di PT. Bank Syariah Bukopin

B. Penerapan ta’widh pada Proses Pembiayaan Murabahah

1. Proses ta’widh yang berjalan di PT. Bank Syariah Bukopin

☺ ☺ ☺ ☺ Artinya : “ ... maka,barangsiapa melakukan aniaya kerugian kepadamu, balaslah ia, seimbang dengan kerugian yang telah ia timpakan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” Al Baqarah : 194 Dari penggalan ayat di atas menunjukkan bahwa seseorang harus mengganti atas kerugian yang telah dialami oleh orang lain atas dirinya dan besaran kerugian itu pun sesuai dengan kerugian yang riil. Dalam dunia perbankan proses ini dikenal dengan ta’widh yakni menutup kerugian yang terjadi akibat pelanggaran atau kerugian. Hal ini pula Bank Syariah Bukopin BSB menerapkan prinsip – prinsip syariah di atas. Dalam praktiknya BSB selain memberikan sanksi atau denda kepada nasabah yang melakukan penundaan, padahal debitur mampu membayarnya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pendisiplinan nasabah agar mendapatkan efek jera. Selain itu BSB juga memberikan ta’widh atas penundaan dan perpanjangan masa pembayaran apabila belum dilunasi ketika jatuh tempo, hal ini sebagai bentuk mekanisme perbankan untuk mewaspadai kerugian pada pihak bank. Apabila perpanjangan pembayaran atas jatuh tempo terjadi, hal ini akan berdampak kepada penurunan kolektibilitas, sehingga pencadangan penghapusan aktiva produktif akan meningkat. Ini dapat mengurangi perhitungan keuntungan bagi lembaga keuangan syariah. Oleh karena itu bank syariah selain mengenakan sanksi atau ta’zir kepada nasabah, memberlakukan pula ta’widh atau ganti rugi atas kerugian secara riil yang dialami oleh bank syariah selama masa perpanjangan itu. Jika tidak, akan terjadi kezaliman terhadap salah satu pihak. Dalam proses pengenaan ta’zir atau denda dana yang diterima masuk ke dalam dana kebajikan bukan pendapatan bank syariah, adapun dengan ta’widh masuk ke dalam dana pendapatan bank syariah sesuai dengan kerugian yang telah dikeluarkan. Hal inilah yang membedakan antara ta’zir dengan ta’widh, ta’zir telah ditentukan besaran presentasenya sejak awal akad dibuat sedangkan ta’widh tidak ditentukan di awal karena disesuaikan dengan besaran nominal yang telah dikeluakan oleh pihak bank syariah. Ketentuan ta’widh yang harus diperhatikan adalah ; a. Ganti rugi ta`widh hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain. b. Besar ganti rugi ta`widh adalah sesuai dengan nilai kerugian riil real loss yang pasti dialami fixed cost dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi potential loss karena adanya peluang yang hilang opportunity loss atau al-furshah al-dha-i’ah. c. Besarnya ganti rugi yang dapat diakui sebagai pendapatan bank adalah sesesuai dengan nilai kerugian real loss yang berkaitan dengan upaya bank untuk memperoleh pembayaran dari nasabah dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi potensial loss. d. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak. e. Ganti rugi ta`widh hanya boleh dikenakan pada transaksi akad yang menimbulkan utang piutang dain, seperti salam, istishna’ serta murabahah dan ijarah. Dalam proses ta’widh ini sudah dijelaskan pada fatwa DSN No.43DSN- MUIVII2004 tentang ta’widh dan menjadi sumber kekuatan hukum tertentu yang ditegaskan atau dikuatkan lagi pada Peraturan Bank Indonesia No. 746PBI2005 tentang Akad Perhimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Dengan peraturan dan fatwa di atas menunjukkan bahwa bank khususnya Bank Syariah Bukopin diperbolehkan untuk menerapkan ta’widh terhadap nasabah yang lalai sehingga terjadi kerugian. Kerugian yang dimaksud adalah kerugian secara real akibat logis dari perpanjangan pembayaran yang telah jatuh tempo, seperti biaya administrasi, biaya perpanjangan, overhead, dan biaya monitoring penagihan, survey, pengawasan. Adapun besaranya tidak bisa ditetapkan oleh nominal tertentu, karena berdasarkan kepada besaran dana yang dikeluarkan dalam proses ini. Dana ta’widh ini diberikan diakhir masa perpanjangan ditambah dengan sisa pembayaran yang belum dilunasi.

2. Proses Perhitungan ta’widh pada Bank Syariah Bukopin