BAB II Tinjauan Teoritis Mengenai Konsep Murabahah dan Ta’widh
A. Pengertian Murabahah
Salah satu skim fiqh yang paling popular digunakan perbankan syariah adalah skim jual-beli murabahah. Transaksi murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah
Saw dan para sahabatnya. Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya,
seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu
15
. Murabahah
merupakan jenis transaksi dengan dasar kepercayaan, sebab pembeli telah mempercayakan penjual untuk menentukan harga asal yang dibelinya. Oleh
karena itu, ketika bank syariah menawarkan skim pembiayaan murabahah, maka sebenarnya bank syariah menawarkan kepercayaan dan good will yang tinggi kepada
nasabah dan sebaliknya nasabah juga memberikan kepercayaan yang penuh kepada pihak bank syariah.
1. Definisi Murabahah
Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu ْﺮ ا
yang berarti keuntungan, pemasukan atau laba
16
. Sedangkan dalam definisi para
15
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan,Jakarta: Rajawali Press, cet. 3, h. 113
16
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, cet. I, h. 954
Dengan melihat adanya ketentuan diatas “ keuntungan yang disepakati”, maka murabahah
adalah penjual memberi tahu kepada pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut,
baik sebesar satu dinar maupun satu dirham
18
. Misalnya, si Fulan membeli unta 30 dinar, biaya-biaya yang dikeluarkan 5 dinar, maka ketika menawarkan untanya, ia
mengatakan: “ Saya menjual unta ini 50 dinar dengan mengambil keuntungan 15 dinar.”
19
Dalam prakteknya pembiayaan murabahah, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang dengan
kewajiban mengembalikan talangan tersebut seluruhnya ditambah margin keuntungan pada waktu jatuh tempo. Bank memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga
beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah.
20
2. Rukun dan Syarat Murabahah
a. Rukun :
17
Abdullah bin Muhammad bin Abdullah al-’Imraani, al-’Uqud al-Maaliyah al-Murakkabah, Dirasah Fiqhiyah Ta’shiliyah wa Tathbiqiyah, 1427H,h. 257
18
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid Beirut:Daar Al fikri, h. 172
19
Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan,h. 113
20
Wirdyaningsih, dkk, Bank dan Ausransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 20005, h. 106
1 Pihak yang berakad aqidain : a Penjual
b Pembeli 2 Objek yang diadakan ma’qud alaih :
a Barang yang diperjualbelikan b Harga
3 Akad Shighot: a Serah ijab
b Terima qabul
b. Syarat :
1 Syarat yang terkait dengan shighot Ulama
fiqh mengemukakan bahwa syarat ijaba qabul sebagai
berikut:
a Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal
menurut jumhur ulama, dan berakal menurut ulama hanafiah.
b Qabul sesuai dengan ijabnya.
c Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis.
21
2 Syarat yang berakad Para ulama sepakat bahwa yang melakukan akad jual beli harus
memenuhi syarat baligh dan berakal. Oleh sebab itu, jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum berakal dan orang gila,
21
Harun Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, h. 116
hukumnya tidak sah. Adapun anak kecil yang sudah mumayyiz, menurut ulama Hanafiah, hukumnya sah jika yang dilakukan
membawa keuntungan bagi anak kecil tersebut, dan tidak sah jika membawa kerugian.
22
3 Syarat objek yang diadakan Para ulama membedakan al-tsaman dengan al-si’ir. Menurut
mereka al-tsaman adalah harga pasar yang berlaku di tengah- tengah masyarakat secara aktual, sedangkan al-si’ir adalah modal
barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual kepada konsumen. Adapun syarat dari al-tsaman adalah harga yang
disepakati oleh kedua belah pihak harus jelas jumlah dan jenisnya. Sedangkan syarat barang yang diperjual belikan, boleh
diserahkan pada saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.
23
Syarat – syarat murabahah menurut Syafi’i Antonio adalah sebagai berikut :
1 Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah 2 Kontrak pertama harus sah.
3 Kontrak harus bebas dari riba.
22
Nasrun, Fiqh Muamalat, h.117
23
Nasrun, Fiqh Muamalat, h.118
4 Penjual harus menjelaskan setiap cacat yang terjadi sesudah pembelian dan harus membuka semua hal yang berhubungan dengan
cacat. 5 Penjual harus membuka semua ukuran yang berlaku bagi harga
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6 Jika syarat dalam 1, 4 atau 5 tidak dipenuhi, pembeli memiliki
pilihan: a.melanjutkan pembelian seperti apa adanya.
b.kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan. c.membatalkan kontrak
24
.
3. Landasan Hukum Murabahah
25
Istidlal
a. Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:
ﺎﻬ أ ْﺬ ا
اْﻮ اْﻮ آْﺄ
ْ ﻜ اﻮْ أ ْ ﻜ ْ
ﺎ ْﺎ إ
ْنأ نْﻮﻜ
ةرﺎ ْ
ضاﺮ ْ ﻜْ
.. ا
ءﺎ :
29 “Hai orang yang beriman Janganlah kalian saling memakan mengambil harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”
Pada ayat di atas menjelaskan akan jual beli yang didasari suka rela dan tidak saling menzholimi satu sama lain. Khususnya pada murabahah dengan akad jual
beli diharuskan adanya kejujuran dalam transaksi tersebut dan tidak ada yang
24
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2004, cet. 1, h. 102
25
Dewan Syariah Nasional-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta: DSN, 2005,h.13
dizholimi satu sama lain, misalnya manipulasi barang, gharar, atau penipuan lainnya.
b. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 275:
…
أو ﷲا
ْ ْا مﺮ و
ﺎ ﺮ ا …
ةﺮ ا :
275
…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…. Disini jelas bahwa Allah telah menghalalkan jual beli yang salah satunya
adalah murabahah dan yang terpenting tidak melakukan transaksi dengan riba. Karena hal ini akan merusak akad yang telah dilakukan dan dapat merugikan
yang lainnya. c.
Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
ﺎﻬ أﺎ ْﺬ ا
اْﻮ اْﻮﻓْوأ
دْﻮ ْﺎ
… ةﺪﺋﺎ ا
: 1
“Hai orang yang beriman Penuhilah akad-akad itu….” Setiap perjanjian atau akad yang telah disepakati bersama haruslah masing-
masing pihak dapat memenuhi hak dan kewajibannya. Khususnya dalam transaksi murabahah
harus dijelaskan masing-masing hak dan kewajiban antara kedua belah pihak, jika ada hal yang dilanggar maka akan dapat merugikan yang lainnya
dan ini termasuk ke dalam zhulm. d.
Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 280:
ْنإو نﺎآ
ةﺮْ ْوذ ةﺮﻈ ﻓ
ﻰ إ ةﺮ ْ
...
ةﺮ ا :
280
“Dan jika orang berhutang itu dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan…”
Dalam setiap transaksi jual beli atau transaksi lainnya, kemungkinan besar ada hal yang tidak dapat diduga seperti terjadinya kepailitan atau bangkrut di salah
satu pihak atau pun terjadinya force majure,. Apabila hal tersebut terjadi dan bukan karena kesengajaan, maka diberikan kelonggaran atau kemudahan adalah
lebih baik, agar dapat menjalankan kewajibannya dalam melunasi akad yang telah disepakati.
e. Hadis Nabi saw.:
ْ ْ أ
ﺪْ ْيرْﺪ ْا
ر ﷲا
نأ لْﻮ ر
ﷲا ﻰ ﺻ
ﷲا ْ
و و
لﺎ :
ﺎ إ ْ ْا
ْ ضاﺮ
، اور
ﻬ ا او
ﺎ ﺻو
ا نﺎ
Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka. HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan
dinilai shahih oleh Ibnu Hibban
26
. Hadis di atas menjelaskan bahwa jual beli harus didasari atas suka sama suka.
Intinya tidak adanya pemaksaan dalam setiap transaksi muamalah, khususnya pada murabahah yang didasari kejujuran dan diantara kedua belah pihak yang
bertransaksi harus pula suka sama suka dengan suka rela tanpa paksaan. f.
Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
نأ ا
ﻰ ﺻ ﷲا
ْ و
و لﺎ
: ث ﺛ
ﻬْﻓ ﺔآﺮ ْا
: ْ ْا
ﻰ إ ، أ
،ﺔ رﺎ ْاو
26
Muhammad Fuad Abdu al Baqi, Sunan al Hafizh Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid al Qazwiny Ibn Majah,
Lebanon: Darul Kutub al Libany, t.th juz 2, hadist ke- 2185, h. 736-737
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah mudharabah, dan mencampur gandum dengan jewawut
untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.’” HR. Ibnu Majah dari Shuhaib
27
. g.
Kaidah fiqh:
ْﺻﻷا ﻰﻓ
ت ﺎ ْا ﺔ ﺎ ﻹْا
إ ْنأ
لﺪ ْ د
ﻰ ﺎﻬ ْﺮْ
28
.
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
4. Jenis-jenis Murabahah