KAJIAN EMPIRIS KAJIAN PUSTAKA

2.2 KAJIAN EMPIRIS

Di bawah ini disajikan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian pendukung yang dimaksud antara lain: a. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Geske, Andrejs dan Antra Ozola pada tahun 2008 yang berjudul ―Factor Influencing Readning Literacy at The Primary School Level ‖, membuktikan fakta-fakta tentang perbedaan membaca keaksaraan antara anak lai-laki dan perempuan dan masalah keaksaraan yang terkenal di sekolah pedesaan. Anak perempuan selalu memiliki hasil yang lebih baik dalam membaca keaksaraan. Pada grup A terdapat sekitar dua kali lebih banyak anak perempuan daripada anak laki-laki 65 perempuan dan 35 laki-laki, proporsi berlawanan digrup Z dimana ada 37 perempuan dan 63 laki-laki. 50 siswa dari grup Z pergi keskolah pedesaan dan orang-orang kecil kota-kota, tetapi dalam penelitian hanya 20 yang belajar di ibukota. 6 dari grup A belajar di sekolah pedesaan, sementara 58 di ibukota. Hal tersebut dikarenakan posisi sosial ekonomi keluarga mempengaruhi prestasi literasi membaca siswa dimana kondisi keluarga yang memiliki pendidikan yang baik memiliki prestasi yang lebih baik dalam membaca keaksaraan. Literasi membaca siswa dipengaruhi oleh kolaborasi dari orang tua dan anak-anak pada usia pra-sekolah, kolaborasi di usia 10 tahun tidak begitu penting, kecuali adanya kunjungan rutin ke perpustakaan atau toko buku. Membaca komik di kelas 4 tidak dapat dicirikan faktor memfasilitasi literasi membaca. Peneliti menyarankan pada orang tua untuk memperhatikan tambahan referensi untuk pengembangan awal keasksaraan membaca anak dan guru diharapkan merangsang siswa membaca teks karya sastra yang sesuai untuk tingkat sekolah dasar. b. Penelitian yang dilakukan oleh Suryaman, Maman pada tahun 2015 yang berjudul ―Analisis Hasil Belajar Peserta Didik Dalam Literasi Membaca Melalui Studi Internasional PIRLS 2011‖ yang menyatakan bahwa kemampuan membaca siswa Indonesia dibandingkan dengan siswa-siswa di dunia internasional masih belum memadai yang disebabkan belum adanya keseriusan dalam menangani masalah kemampuan membaca baik level mikro pendidikan maupun makro pendidikan. Kemampuan siswa memecahkan butir soal sastra dan nonsastra masih di bawah rata-rata internasional dan dalam menjawab soal ujian nasional masih cenderung berdasarkan tebakan. c. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widariyanto, Benny dan Erika Afiani dengan judul ―Studi Internasional Keterbacaan Pogress in International Reading Literacy Study PIRLS 2010‖. Hasil dari penelitian ini digunakan untuk mengukur kemampuan membaca siswa kelas empat yang akan deibandingkan dengan negara lain peserta PIRLS 2011 dengan hasil analisis rata-rata tingkat kesukran tes membaca cerita sastra sebesar 0,03, sedangkan rata-rata tingkat kesukaran tes membaca teks informasi sebesar 0,37. Menurut bentuk soal rata-rata tingkat kesukaran soal pilihan ganda sebesar 0,54, sedangkan rata-rata kesulitan soal isian sebesar 0,63. d. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Romafi dan Tadkiroatun Musfiroh pada tahun 2015 yang berjudul ―Hubungan Minat Membaca, Fasilitas Orang Tua, Dan Pemberian Tugas Membaca Dengan Kem ampuan Membaca Pemahaman Siswa‖. Hasil penelitian ini membuktikan ada hubungan positif dan signifikan antara minat membaca siswa dan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VIII SMP negeri di Kabupaten Brebes jika dikontrol dengan fasilitas orang tua dan pemberian tugas membaca di sekolahdengan r=0,294 dengan ρ 0,0001. Kontribusi variabel X1 minat membaca terhadap Y kemampuan membaca pemahaman sebesar 10,6 yang artinya 10,6 variasi skor kemampuan membaca pemahaman ditentukan oleh minat membaca dan 89,4 variasi skor ditentukan oleh variabel lain. e. Penelitian yang dilakukan oleh Bayat, Seher pada tahun 2016 dengan judul ―A Study of Primary Fourth Grade Students’ Reading Comprehension Achieve ment Levels and Attitudes Toward Reading”. Hasil penelitian ini dilakukan untuk memeriksa pencapaian tingkat membaca pemahaman siswa kelas 4 dan sikap mereka terhadap membaca menunjukkan pencapaian membaca pemahaman siswa tinggi dan memiliki sikap yang positif. Tingkat pencapaian tes membaca pemahaman memiliki rata-rata 21,23 yang dapat dikatakan baik, sedangkan untuk sikap membaca memiliki rata-rata sebesar 4,66 yang berarti tinggi. Hal ini disebabkan perbedaan kondisi sosial ekonomi antara masyarakat kota dan pedesaan, dimana keberhasilan akademik siswa pedesaan dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah lebih rendah daripada siswa yang tinggal diperkotaan yang memiliki kondisi sosial ekonomi tinggi. f. Penelitian yang dilakukan oleh Veenendaal, Nathalie J. pada tahun 2015 dengan judul “The Contribution of Segmental and Suprasegmental Phonology t o Reading Comprehension”. Penelitian ini bertujuan menguji hubungan antara decoding dan segmental dan fonologi suprasegmental, dan kontribusi mereka terhadap membaca pemahaman dikelas tinggi. Efisiensi decoding sebagai penilaian umum membaca diperiksa dan pemodelan jalur struktural menunjukkan relasi antara efisiensi decoding dan kedua langkah fonologi dari kelas empat ke kelas lima searah. Hubungan decoding pada membaca pemahaman kelas 4, 5 di kelas 6 menjadi tidak langsung ketika segmental dan fonologi suprasegmental ditambahkan. g. Penelitian yang dilakukan oleh Hardanti, Erizkha pada tahun 2015 dengan judul “The Implementation of Guessing Meaning From Context In Improving Students’ Reading Skill”. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan pencapaian pemahaman membaca menggunakan strategi guessing meaning from context dengan nilai signifikan 2-tailed sebesar 0,000. Strategi guessing meaning from context dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam membaca disemua aspek. h. Ratri, Safitri Yosita 2016 dengan judul “School Factors Influencing Indonesia Student Reading Literacy Based on PIRLS Data 2006 and 2011” yang menunjukkan sektor letak sekolah mempengaruhi membaca keaksaraan selama lima tahun penilaian, pemberian petunjuk dipengaruhi oleh komputer dan audio visual yang berbeda, ketersediaan sumber daya perpustakaan dan laboraturium tidak mempengaruhi membaca keaksaraan, kolaborasi guru mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.

2.3 KERANGKA BERPIKIR