Pernyataan tersebut mendukung kriteria inklusi pada penelitian ini bahwa anak yang akan diberikan intervensi dapat kooperatif dengan peneliti.
Hasil diatas sejalan dengan penelitian Rinduwati dan Yulipurwanti 2006 bahwa kecemasan anak yang akan menjalani sirkumsisi berada
dalam rentang kecemasan ringan sampai sedang. Penelitian ini tidak sepenuhnya sejalan dengan penelitian Arifin 2014 bahwa kecemasan
anak yang akan menjalani sirkumsisi berada pada rentang kecemasan ringan sampai panik dengan mayoritas anak mengalami kecemasan berat.
Kecemasan anak akibat tindakan bedah atau tindakan medis tertenu dapat menjadikannya trauma atau memunculkan kecemasan berikutnya,
sehingga menunjukkan bahwa perlu adanya terapi baik farmakologi maupun non farmakologi. Terapi farmakologi biasanya memakai obat-obat
sedatif, sedangkan terapi non farmakologi antara lain kehadiran atau dukungan orang tua Parjanto, 2009, terapi suara antara lain terapi musik
Wright dkk 2007 dan terapi mendengarkan Al-Qur’an Zahrofi, 2013, terapi menggambar Utari, 2007, dan terapi bermain dengan story telling
Edisaputra dkk, 2012.
6.1.3 Pengaruh Terapi Mendengarkan Murottal Al-Qur’an Kecemasan Presirkumsisi
Penelitian ini menggunakan bacaan murottal Al-Quran yang diperdengarkan pada anak 10 menit sebelum dilakukan sirkumsisi. Terapi
mendengarkan murottal Al-Qur’an merupakan terapi suara yang dapat menimbulkan efek terapi dan relaksasi pada individu baik yang mengerti
bahasa Al-Qur’an atau tidak Al-Qur’an karena Al-Qur’an memiliki suara yang indah bila didengarkan, pendengarnya akan merasakan hipnosis
emosional dan efek yang baik bagi individu Nakhavali dkk, 2013. Ghafar dan Ningsih 2008 menyebutkan bahwa terapi bermain
lebih efektif menurunkan cemas anak dibandingkan dengan terapi mendengarkan murottal Al-Qur’an. Penelitian diatas tidak sepenuhnya
dapat diselaraskan dengan penelitian ini, dikarenakan rentang usia anak dan perbandingan terapi yang dipakai. Rentang usia anak yang dijadikan
responden pada penelitian tersebut berada pada rentang usia toddler dan memiliki perbandingan terapi. Namun pada penelitian ini tidak ada
pembanding atau subjek terapi lain. Pilihan surat yang dipakai sebagai terapi bervariatif antara lain surat Ar-Rahmah Aziz dkk, 2015; Safitri,
2013, dan surat-surat di Juz 30 Zahrofi, 2013; Maryani, 2013. Hal yang sama dari penelitian diatas dengan penelitian ini adalah
menggunakan juz 30 dengan alasan lebih familiar dan mengandung surat- surat pendek Handayani dkk, 2014; Sodikin, 2012; Zahrofi dkk, 2013.
Terapi mendengarkan murottal Al-Qur’an yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan selama 10 menit dengan memperhatikan waktu
menjalankan sirkumsisi yaitu sekitar 10-20 menit dan kondisi di Rumah Sunatan dimana pergantian satu pasien ke pasien berikutnya cepat. Setelah
dilakukan intervensi, evaluasi kecemasan anak dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi mendengarkan murottal Al-Qur’an. Durasi
dan pemilihan surat pada penelitian menggunakan terapi suara, yaitu
terapi musik dan murottal Al-Qur’an bervariatf. Durasi yang dipakai berkisar 5-30 menit Aziz, Purwati, 2010; Chen, 2013.
Mendengarkan Al-Qur’an terbukti meningkatkan gelombang alpha yang merupakan gelombang yang berhubungan dengan kedamaian atau
ketenangan internal individu, misalnya saat meditasi Zulkurnaini dkk, 2012. Selain itu Al-Qur’an menjadi kebutuhan bagi umat muslim
Tumiran dkk, 2013 tidak hanya untuk terapi saja namun sebagi dzikir. Allah berfirman dalam salah satu ayat-Nya.
“ yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah Allah, hanya dengan
mengingat Allah hati menjadi tentram” . Ar-Ra’d : 28 Al-Qur’an yang diperdengarkan dalam bentuk suara masuk
menjadi rangsang auditori yang diterima oleh telinga yang akan mengakibatkan getaran yang akan diteruskan ke tulang-tulang
pendengaran kemudian dipancarkan ke saraf melalui Nervus VII vestibule choclearis ke otak kemudian dilanjutkan ke lobus temporal untuk
diteruskan ke amigdala sebagai pusat emosi yang berperan penting dari salah satu sistem limbik Pedak, 2009 dan Sherwood, 2011. Setelah
masuk ke pusat limbik maka otak mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengaran kemudian mempengaruhi metabolisme
tubuh manusia sehingga prosesnya berlangsung dengan lebih baik Satiadarma dan Zahra, 2004 dalam Zahrofi, 2013.