1.4.3 Bagi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi penguat penelitian lain dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman dan spiritual anak sebelum menjalani
tindakan medis.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan terapi mendengarkan murottal Al-Qur’an pada tingkat cemas anak presirkumsisi di
Rumah Sunatan Bintaro. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Variabel yang akan dikaji dan sampel yang digunakan pada penelitian
ini termasuk dalam ruang lingkup keperawatan anak dengan memperhatikan aspek jiwa anak dalam menghadapi tindakan medis, yaitu kecemasan sebelum
menjalani sirkumsisi.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Al-Qur’an
2.1.1. Definisi Al-Qur’an dan Murottal Al-Qur’an 2.1.1.a Definisi Al-Qur’an
Arti kata Al-Qur’an menurut bahasa berarti bacaan, sedangkan definisi lain Al-Qur’an adalah sebuah kalam ilahi Kurniawan, 2008.
Menurut Al Ghazali 1983 dalam A’la 2006 wahyu ilahi merupakan kalam al nafs yang qadim dan intrinsik dengan dzat-Nya, serta bebas dari
huruf dan bunyi. Dengan demikian Al-Qur’an hadir mempresentasikan wahyu untuk membimbing manusia menuju kehidupan yang bebas dari
muatan pragmatis, sempit, dan sesat A’la, 2006.
2.1.1.b Definisi Murottal Al-Qur’an
Membaca Al-Qur’an adalah suatu kewajiban bagi umat muslim. Seperti yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Muzammil ayat
empat yang berarti “Bacalah Al-Qur’an dengan tartil”
Kata tartil diatas mengandung makna membaca Al-Qur’an dengan memperhatikan panjang pendeknya dan tajwidnya, bukan dengan
menyanyikan dan melagu-lagukannya, tidak berlebih-lebihan, dan bukan berasyik-asyik dalam menyanyikan dan melagukannya Quthb, 2001.
Berbeda dengan metode Qiro’ah yang mengedepankan cara membaca terlebih dahulu daripada pengenalan huruf Mulyono, 2011.
2.1.2 Manfaat Al-Qur’an Bagi Kesehatan
Al-Qur’an memiliki fungsi sebagai penyembuh atau obat.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al Isra ayat 82 yang berarti
“Dan Kami turunkan Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman…”.
Beberapa penelitian mengenai pengaruh Al-Qur’an
terhadap kesehatan dapat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa dan fisik. Al-Qur’an
berpengaruh meningkatkan kesehatan jiwa pada lansia Sooki dkk, 2010 dan mahasiswa keperawatan di Universitas Rafsanjan Kazemi, dkk 2004.
Dimensi kesehatan fisik memang terlihat tidak berpengaruh secara langsung, namun secara jelas diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an
beberapa perintah untuk menguatkan fisik, antara lain shalat dan puasa. Assegaf 2009 dalam bukunya menuliskan manfaat shalat dan puasa
bagi kesehatan fisik. Manfaat shalat yang khusuk, ikhlas, dan merasakan hati sedang berkomunikasi dengan Allah dapat mencegah bahkan
menyembuhkan rematik dan spondiloartrosis radang tulang belakang, mencegah stroke, pikun
dini, serta meningkatkan kreatifitas dan
menentramkan hati. Manfaat puasa yang paling jelas terlihat menurutnya adalah detoksifikasi serta revitalisasi organ-organ utama yaitu hati, kelenjar
pencernaan, dan ginjal.
Penelitian ini lebih berfokus pada pengaruh mendengarkan murottal Al-Qur’an terhadap kecemasan anak presirkumsisi, sehingga pengaruh Al-
Qur’an terhadap kesehatan fisik atau kesehatan jiwa yang lain tidak akan dibahas.
2.2. Konsep Cemas 2.2.1 Definisi Cemas
Cemas atau dalam istilah kesehatan sering dikenal dengan ansietas dapat terjadi pada setiap individu. Corey 2005 dalam Asmadi 2008
menyatakan bahwa cemas dapat menjadi suatu kekuatan motivasi untuk pertumbuhan dan perkembangan pada individu yang bersangkutan. Definisi
cemas menurut May 1967 dalam Semium 2006 adalah kekhawatiran yang disebabkan oleh suatu ancaman terhadap nilai yang dianggap individu
sangat penting bagi eksistensinya. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa
masalah petaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi, sehingga cemas merupakan peringatan internal yang
memberikan tanda bahaya kepada individu Videbeck, 2008. Menurut Videbeck 2008 dalam bukunya menyatakan bahwa cemas
dan takut tidak dapat dibedakan, karena respon prilaku, fisiologis, dan emosional mengalami respon prilaku yang sama. Menurutnya perbedaan
antara cemas dan takut hanya terdapat satu perbedaan saja, yaitu bahwa rasa takut timbul sebgaia respon terhadap objek mengancam yang dapat
didefinisikan dan spesifik, sedangkan ansietas atau cemas adalah emosi yang ditimbulkan oleh rasa takut.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Asmadi 2008 faktor-faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang merasa cemas dapat berasal dari diri sendiri faktor internal dan
faktor dari luar dirinya eksternal. Faktor internal yaitu faktor usia, temperamen,tindakan medis sebelumnya, kedekatan dan kualitas hubungan
anak dengan orang tua Ahmed, 2011. Sedangkan dari luar dirinya faktor eksternal yaitu ancaman terhadap integritas fisik dan ancaman terhadap
self-esteem Stuart dan Sudden, 1998 dalam Iriana, 2014. Asmadi 2008 mengelompokkan pencetus cemas menjadi dua kategori, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari guna pemenuhan
terhadap kebutuhan dasarnya. 2. Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat
mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan status atau perasaan diri, dan hubungan interpersonal.
Banyak teori yang membahas mengenai kecemasan, penyebabnya, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Teori tersebut antara lain :
a. Teori Interpersonal Menurut teori interpersonal Sullivan 1952 dalam Videbeck
2008 ansietas timbul dari masalah-masalah dalam hubungan interpersonal. Cemas yang ditunjukkan oleh bayi atau anak
mengakibatkan disfungsi, misalnya kegagalan untuk mencapai tugas perkembangan yang sesuai dengan usia.
b. Teori Biologi Teori ini membahas mengenai penyebab cemas yang berbeda
dengan penyebab psikologis. Menurut teori biologis individu yang mengalami sikap bermusuhan, iritabilitas, prilaku sosial, dan perasaan
mendadak bahwa sesuatu tidak nyata dapat menunjukkan gangguan panik.
c. Teori Genetik Teori ini menyatakan bahwa cemas memiliki komponen yang
dapat diwariskan. Horwath dan Weissman 2000 dalam Viedebeck 2008 menjelaskan suatu kemungkinan “sindrom kromosom 13”
yang dimungkinkan terlibat dalam hubungan genetik pada gangguan panik, sakit kepala hebat, masalah ginjal, kandung kemih, hipertiroid,
atau prolaps katup mitral. d.Teori Prilaku
Ahli teori ini memandang cemas sebagai suatu yang dipelajari melalui pengalaman individu.
2.2.3 Cemas pada Anak Presirkumsisi
Usia anak sekolah sudah mulai mengikuti kegiatan di luar rumah. Umumnya anak usia sekolah mempunyai hubungan yang cukup baik dengan
petugas perawatan kesehatan yang mereka andalkan dari pengalaman masa lalu untuk menuntun mereka. Seringkali mereka mungkin merasa takut
terluka atau merasa malu Wong, 2008. Penentraman hati dan pembicaraan
orang ketiga sangat membantu dalam menghilangkan rasa takut dan kecemasan serta memungkinkan anak mengungkapkan rasa sakit Joyce,
2008. Yavuz 2011 mengatakan bahwa secara historikal sirkumsisi
merupakan interfensi bedah tertua. Proses pembedahan akan menimbulkan perasaan yang mengganggu dan tidak nyaman pada anak atau keluarga
Ghabeli dkk, 2014. Ahmed 2011 membagi faktor yang mempengaruhi cemas pada anak preoperatif menjadi tiga, yaitu faktor anak, orang tua dan
lingkungan. Faktor anak meliputi usia, anak yang usianya semakin besar akan mudah untuk mengungkapkan cemas, temperamen, medikasi
sebelumnya, dan hubungan anak dengan orang tua. Faktor orang tua meliputi pengaruh kecemasan anak, gender orang tua yang menemani Kain
dkk, 2009. Sedangkan aspek lingkungan meliputi induksi anestesi, ingatan yang negatif mengenai rumah sakit, dan orang tua yang tidak mempraktikan
aspek keagamaan Wollin, 2003 dalam Ahmed, 2011.
2.2.4 Mekanisme Cemas
Cemas atau ansietas diperantarai oleh suatu sistem kompleks yang melibatkan sedikitnya sistem limbik amigdala, hipokampus, talamus,
korteks frontal secara otomatis dan norepinefrin lokus seruleus, serotonin nukleus rafe dorsal dan GABA reseptor GABA
A
berpasangan dengan reseptor benzodiazepine pada sistem neurokimia Tomb, 2003.
Teori mekanisme cemas seperti di atas merupakan teori neurokimia. Menurut Videbeck 2008 asam gama-aminobutirat GABA merupakan
neurotransmiter asam amino yang diyakini tidak berfungsi pada gangguan
panik. Individu dengan cemas ringan dan sedang dapat memproses informasi, belajar, dan menyelesaikan masalah. Sedangkan pada individu
yang mengakami cemas berat dan panik memiliki keterampilan bertahan yang lebih sederhana, respon defensive, dan keterampilan kognitif
menurun. Respon cemas dapat diukur menggunakan instrumen pengkajian cemas untuk menentukan skala cemas.
Beberapa instrumen cemas dapat digunakan untuk mengkaji tingkat kecemasan individu. Instrument tersebut antara lain:
a. Self Report Diagnose and Statistic Manual of mental health DSM-IV,
memberikan gambaran tentang masalah cemas, yang di dalamnya sudah mencakup agrofobia, fobia sosial, fobia sederhana,
obsessive compulsive disorder OCD, post traumatic stres disorder PTSD, dan cemas secara umum. Self report berfungsi
untuk mengkaji cemas secara umum Han, 2009 b. Revised Child Anxiety and Depression Scale RCADS
Kuisioner ini terdiri dari 47 item pertanyaan, yang mencakup fobia social, gangguan cemas umum, gangguan panik,
OCD, dan gangguan depresi mayor Chorpita, 2011. c. Severity Measure for Social Anniety Disorder fobia sosial
Kuisioner ini digunakan untuk mengukur tingkat fobia sosial pada individu dengan rentang usia 18 tahun ke atas Craske dkk,
2013.
d. Beck Anxiety Disorder BAI Pengkajian untuk mengukur gejala cemas somatik, yang
membedakan antara cemas dengan depresi Beck dkk, 1988 dalam Julian, 2011. Pengkajian ini terdiri dari 21 poin yang
mengkaji tingkat gugup, kesulitan untuk tenang, dan lain-lain Julian, 2011.
e. Hospital Anxiety and Depression Scale-Anxiety HADS-A HADS-A digunakan untuk mengkaji gejala umum pada
cemas dan takut. Tujuan pembentukan instrumen ini adalah untuk melihat gejala cemas dan depresi pada pasien yang di rumah sakit.
HADS memiliki 7 poin pengkajian yang mengkaji ketegangan, kekhawatiran, takut, panik, kesulitan untuk tenang, dan kesulitan
beristirahat Julian, 2011. f.
Child Tests Anxiety Scale CTAS Pengkajian ini dikembangkan oleh Saron dkk 1960 dalam
Waren dkk, 2004 dengan 30 poin pengkajian yang mengkaji tingkat cemas anak dengan menggunakan jawaban ya atau tidak.
Pengkajian ini cocok untuk anak usia sekolah. g.
Face Anxiety Scale FAS Instrumen ini dikembangkan oleh McKinley 2004 untuk
mengkaji tingkat cemas pasien di ruang ICU. Instrumen ini dikembangkan dalam bentuk kartu dengan ukuran 11x42 cm 4,3
x 16,5 in. Pasien diinstruksikan menunjuk salah satu dari lima bentuk wajah dengan tingkat cemas tertentu dari masing-masing
wajah. Rentang cemas mulai dari tidak cemas hingga amat sangat cemas.
h. Three- and Five- Face Facial Scale
Instrumen ini dikembangkan oleh Quiles dkk 2013. Instrumen ini terdiri dari delapan skala wajah yang di adaptasi
dari Facial Affective Scale FAS McGrath dkk 1996. Three- and five- Face Facial Scale dibagi menjadi dua bagian, yaitu lima
bagian skala wajah, dan tiga bagian skala wajah. Skala yang digunakan pada lima skala wajah adalah tidak cemas, agak cemas,
cukup cemas, sangat cemas, amat sangat cemas. Sedangkan pada tiga skala wajah adalah tidak cemas, cukup cemas, dan amat
sangat cemas.
2.2.5.b. Strategi Mengontrol Cemas
Pengontrolan cemas diperlukan untuk mengontrol cemas dapat dilakukan dengan terapi dan koping. Menurut Asmadi 2008 strategi
koping dibagai menjadi dua, yaitu STOP Source, Trial and Error, Others, serta Pray and patient.
Source berarti mencari dan mengidentifikasi apa yang menjadi sumber masalah, trial and error berarti mencoba berbagai rencana
pemecahan masalah yang telah disusun, others berarti meminta bantuan pada orang lain bila diri sendiri tidak mampu, pray and patient berarti
berdo’a kepada Tuhan Asmadi, 2008. Strategi koping yang lain, adalah mekanisme pertahanan yang merupakan distorsi kognitif yang digunakan
seseorang untuk mempertahankan rasa terkendali terhadap situasi, rasa tidak nyaman, dan menghadapi situasi penyebab stres.
Selain koping, strategi mengontrol cemas dapat dilakukan dengan mengalihkan perhatian anak dari hal yang membuat cemas yaitu teknik
distraksi Koller dan Goldman, 2011 beberapa terapi dapat dipakai sebagai teknik distraksi, antara lain terapi menggambar Utari, 2007,
terapi suara Tumiran dkk, 2013 dan terapi bermain Sembiring, 2015.
2.3. Pengaruh Murottal Al-Qur’an terhadap Kecemasan
Menurut lireratur riview yang peneliti lakukan, terdapat banyak manfaat bacaan murottal Al-Qur’an sebagi terapi kesehatan, terutama sebagai
terapi pada jiwa. Salah satu metode yang dapat meningkatkan kesehatan jiwa adalah dengan mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Mendengarkan bacaan Al-
Qur’an selama lima belas menit dapat meningkatkan kesehatan jiwa mahasiswa keperawatan, Universitas Rafsanjan Kazemi dkk, 2004.
Allah sendiri menegaskan pengaruh Al-Qur’an, baik membaca maupun mendengarkannya dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 28 yang artinya,
“ yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah Allah, hanya dengan mengingat Allah hati
menjadi tentram” . Mengingat Allah, yang sering dikenal dengan berdzikir adalah selalu
mengingat dan menyebut nama Allah. Berdzikir atau mengingat Allah maka hatipun akan selalu penuh dengan keimanan yang mampu menghilangkan
beragam keresahan dan ketakutan Jazuli, 2006. Menurut penjelasan diatas
salah satu dzikir yang dianjurkan adalah dengan membaca atau mendengarkan bacaan Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah obat istimewa bagi kegundahan hati, kesedihan, keputusasaan, dan kecemasan Pedak, 2009. Pendapat tersebut dikuatkan
dengan beberapa penelitian terkait terapi mendengarkan Al-Qur’an terhadap kecemasan. Mendengarkan Al-Qur’an dapat menurunkan kecemasan terhadap
ibu yang akan menjalani operasi SC Mirbagher dkk, 2010 dalam Haj, 2011 dan pada kecemasan ibu saat kala I aktif Handayani dkk, 2014. Al-Qur’an
mempunyai efek terhadap tingkat depresi, cemas, dan stres pada individu yang mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Tingkat depresi, cemas, dan stres
mahasiswa yang mendengarkan Al-Qur’an lebih rendah dibandingkan tingkat stres mahasiswa yang tidak mendengarkan Al-Qur’an Pouralkhas dkk,
2012. Fungsi pendengaran manusia yang merupakan penerimaan rangsang
auditori atau suara diterangkan oleh Pedak 2009 bahwa rangsangan auditori yang berupa suara diterima oleh telinga sehingga membuatnya bergetar.
Getaran ini akan diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang bertautan antara satu dengan yang lain.
Rangsang fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion natrum menjadi aliran listrik yang melalui saraf Nervus VII vestibule
cokhlearis menuju ke otak, tepatnya di area pendengaran. Setelah mengalami perubahan potensial aksi yang dihasilkan oleh saraf auditorius,
perambatan potensial aksi ke korteks auditorius yang bertanggung jawab untuk menganalisa suara yang kompleks, ingatan jangka pendek,
perbandingan nada, menghambat respon motorik yang tidak diinginkan, pendengaran yang serius, dan sebagainya diterima oleh lobus temporal otak
untuk mempresepsikan suara Sherwood, 2011. Talamus sebagai pemancar impuls akan meneruskan rangsang ke amigdala tempat penyimpanan memori
emosi yang merupakan bagian penting dari sistem limbik yang mempengaruhi emosi dan perilaku.
Penjelasan tersebut sejalan dengan konsep dan respon cemas yang melibatkan emosi dan perilaku individu yang sedang merasakan cemas dan
mekanisme terapi musik dalam menciptakan perasaan dan ekspresi. Selain penjelasan diatas,
dalam bukunya Pedak 2009 menuturkan alur neurofisiologis mendengarkan Al-Qur’an.
Skema 2 .2. Neurofisiologis Mendengarkan Murottal.
Sumber : Mukjizat Terapi Al-Qur’an untuk Kesuksesan Hidup Pedak, 2009
2.4. Konsep Anak 2.4.1. Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah
Usia sekolah merupakan masa pengembangan kekuatan internal dan tingkat kematangan yang memungkinkan anak bergaul diluar rumah Joyce,
2008. Pengasuh, baik kedua orang tua, keluarga, dan perawat hendaknya Daun telinga
kokhlea Telinga tengah
hipotalamus Amigdala
talamus
hipokampus
mengetahui tumbuh kembang dan tugas perkembangannya. Rentang anak usia sekolah yaitu 6-12 tahun Wong, 2008.
Beberapa karakteristik anak usia sekolah yang dijelaskan oleh Wong 2008 adalah sebagai berikut:
a. Kemandirian anak Pada anak usia pertengahan usia sekolah memperoleh kepuasan
sangat besar dari perilaku mandiri dalam menggali dan memanipulasi lingkungannya dan dari interaksi dengan teman sebyanya. Seringkali
aktifitas ini merupakan pencapain dalam aktifitas sosial. Pencapaian tersebut juga melibatkan untuk bekerjasama, bersaing dengan orang
lain, dan untuk melakukan koping secara efektif dengan masyarakat. Bahaya yang terdapat dalam periode ini adalah terjadinya keadaan
yang dapat mengakibatkan inferioritas. Perasaan inferioritas atau tidak berharga yaitu dapat timbul dari lingkungan maupun dirinya sendiri.
Biasanya hal ini terjadi pada anak dengan keterbatasan fisik atau keterbatasan mental yang mungkin dapat menyebabkan mereka
kesulitan dalam menerima atau melakuakan keterampilan tertentu. b. Perkembangan Spiritual
Anak-anak pada usia ini berpikir dalam batasan yang sangat konkret tetapi merupakan pelajar yang sangant baik dan memiliki
kemauan besar untuk mempelajari Tuhan. Mereka menggambarkan Tuhan memiliki kasih sayang. Konsep agaman harus dijelaskan
dengan benar dan konkret. Mereka juga mulai merasa nyaman dengan berdo’a dan melakukan ritual agama lainnya, dan jika aktifitas ini