mengakibatkan disfungsi, misalnya kegagalan untuk mencapai tugas perkembangan yang sesuai dengan usia.
b. Teori Biologi Teori ini membahas mengenai penyebab cemas yang berbeda
dengan penyebab psikologis. Menurut teori biologis individu yang mengalami sikap bermusuhan, iritabilitas, prilaku sosial, dan perasaan
mendadak bahwa sesuatu tidak nyata dapat menunjukkan gangguan panik.
c. Teori Genetik Teori ini menyatakan bahwa cemas memiliki komponen yang
dapat diwariskan. Horwath dan Weissman 2000 dalam Viedebeck 2008 menjelaskan suatu kemungkinan “sindrom kromosom 13”
yang dimungkinkan terlibat dalam hubungan genetik pada gangguan panik, sakit kepala hebat, masalah ginjal, kandung kemih, hipertiroid,
atau prolaps katup mitral. d.Teori Prilaku
Ahli teori ini memandang cemas sebagai suatu yang dipelajari melalui pengalaman individu.
2.2.3 Cemas pada Anak Presirkumsisi
Usia anak sekolah sudah mulai mengikuti kegiatan di luar rumah. Umumnya anak usia sekolah mempunyai hubungan yang cukup baik dengan
petugas perawatan kesehatan yang mereka andalkan dari pengalaman masa lalu untuk menuntun mereka. Seringkali mereka mungkin merasa takut
terluka atau merasa malu Wong, 2008. Penentraman hati dan pembicaraan
orang ketiga sangat membantu dalam menghilangkan rasa takut dan kecemasan serta memungkinkan anak mengungkapkan rasa sakit Joyce,
2008. Yavuz 2011 mengatakan bahwa secara historikal sirkumsisi
merupakan interfensi bedah tertua. Proses pembedahan akan menimbulkan perasaan yang mengganggu dan tidak nyaman pada anak atau keluarga
Ghabeli dkk, 2014. Ahmed 2011 membagi faktor yang mempengaruhi cemas pada anak preoperatif menjadi tiga, yaitu faktor anak, orang tua dan
lingkungan. Faktor anak meliputi usia, anak yang usianya semakin besar akan mudah untuk mengungkapkan cemas, temperamen, medikasi
sebelumnya, dan hubungan anak dengan orang tua. Faktor orang tua meliputi pengaruh kecemasan anak, gender orang tua yang menemani Kain
dkk, 2009. Sedangkan aspek lingkungan meliputi induksi anestesi, ingatan yang negatif mengenai rumah sakit, dan orang tua yang tidak mempraktikan
aspek keagamaan Wollin, 2003 dalam Ahmed, 2011.
2.2.4 Mekanisme Cemas
Cemas atau ansietas diperantarai oleh suatu sistem kompleks yang melibatkan sedikitnya sistem limbik amigdala, hipokampus, talamus,
korteks frontal secara otomatis dan norepinefrin lokus seruleus, serotonin nukleus rafe dorsal dan GABA reseptor GABA
A
berpasangan dengan reseptor benzodiazepine pada sistem neurokimia Tomb, 2003.
Teori mekanisme cemas seperti di atas merupakan teori neurokimia. Menurut Videbeck 2008 asam gama-aminobutirat GABA merupakan
neurotransmiter asam amino yang diyakini tidak berfungsi pada gangguan
panik. Individu dengan cemas ringan dan sedang dapat memproses informasi, belajar, dan menyelesaikan masalah. Sedangkan pada individu
yang mengakami cemas berat dan panik memiliki keterampilan bertahan yang lebih sederhana, respon defensive, dan keterampilan kognitif
menurun. Respon cemas dapat diukur menggunakan instrumen pengkajian cemas untuk menentukan skala cemas.
Beberapa instrumen cemas dapat digunakan untuk mengkaji tingkat kecemasan individu. Instrument tersebut antara lain:
a. Self Report Diagnose and Statistic Manual of mental health DSM-IV,
memberikan gambaran tentang masalah cemas, yang di dalamnya sudah mencakup agrofobia, fobia sosial, fobia sederhana,
obsessive compulsive disorder OCD, post traumatic stres disorder PTSD, dan cemas secara umum. Self report berfungsi
untuk mengkaji cemas secara umum Han, 2009 b. Revised Child Anxiety and Depression Scale RCADS
Kuisioner ini terdiri dari 47 item pertanyaan, yang mencakup fobia social, gangguan cemas umum, gangguan panik,
OCD, dan gangguan depresi mayor Chorpita, 2011. c. Severity Measure for Social Anniety Disorder fobia sosial
Kuisioner ini digunakan untuk mengukur tingkat fobia sosial pada individu dengan rentang usia 18 tahun ke atas Craske dkk,
2013.
d. Beck Anxiety Disorder BAI Pengkajian untuk mengukur gejala cemas somatik, yang
membedakan antara cemas dengan depresi Beck dkk, 1988 dalam Julian, 2011. Pengkajian ini terdiri dari 21 poin yang
mengkaji tingkat gugup, kesulitan untuk tenang, dan lain-lain Julian, 2011.
e. Hospital Anxiety and Depression Scale-Anxiety HADS-A HADS-A digunakan untuk mengkaji gejala umum pada
cemas dan takut. Tujuan pembentukan instrumen ini adalah untuk melihat gejala cemas dan depresi pada pasien yang di rumah sakit.
HADS memiliki 7 poin pengkajian yang mengkaji ketegangan, kekhawatiran, takut, panik, kesulitan untuk tenang, dan kesulitan
beristirahat Julian, 2011. f.
Child Tests Anxiety Scale CTAS Pengkajian ini dikembangkan oleh Saron dkk 1960 dalam
Waren dkk, 2004 dengan 30 poin pengkajian yang mengkaji tingkat cemas anak dengan menggunakan jawaban ya atau tidak.
Pengkajian ini cocok untuk anak usia sekolah. g.
Face Anxiety Scale FAS Instrumen ini dikembangkan oleh McKinley 2004 untuk
mengkaji tingkat cemas pasien di ruang ICU. Instrumen ini dikembangkan dalam bentuk kartu dengan ukuran 11x42 cm 4,3
x 16,5 in. Pasien diinstruksikan menunjuk salah satu dari lima bentuk wajah dengan tingkat cemas tertentu dari masing-masing
wajah. Rentang cemas mulai dari tidak cemas hingga amat sangat cemas.
h. Three- and Five- Face Facial Scale
Instrumen ini dikembangkan oleh Quiles dkk 2013. Instrumen ini terdiri dari delapan skala wajah yang di adaptasi
dari Facial Affective Scale FAS McGrath dkk 1996. Three- and five- Face Facial Scale dibagi menjadi dua bagian, yaitu lima
bagian skala wajah, dan tiga bagian skala wajah. Skala yang digunakan pada lima skala wajah adalah tidak cemas, agak cemas,
cukup cemas, sangat cemas, amat sangat cemas. Sedangkan pada tiga skala wajah adalah tidak cemas, cukup cemas, dan amat
sangat cemas.
2.2.5.b. Strategi Mengontrol Cemas
Pengontrolan cemas diperlukan untuk mengontrol cemas dapat dilakukan dengan terapi dan koping. Menurut Asmadi 2008 strategi
koping dibagai menjadi dua, yaitu STOP Source, Trial and Error, Others, serta Pray and patient.
Source berarti mencari dan mengidentifikasi apa yang menjadi sumber masalah, trial and error berarti mencoba berbagai rencana
pemecahan masalah yang telah disusun, others berarti meminta bantuan pada orang lain bila diri sendiri tidak mampu, pray and patient berarti
berdo’a kepada Tuhan Asmadi, 2008. Strategi koping yang lain, adalah mekanisme pertahanan yang merupakan distorsi kognitif yang digunakan
seseorang untuk mempertahankan rasa terkendali terhadap situasi, rasa tidak nyaman, dan menghadapi situasi penyebab stres.
Selain koping, strategi mengontrol cemas dapat dilakukan dengan mengalihkan perhatian anak dari hal yang membuat cemas yaitu teknik
distraksi Koller dan Goldman, 2011 beberapa terapi dapat dipakai sebagai teknik distraksi, antara lain terapi menggambar Utari, 2007,
terapi suara Tumiran dkk, 2013 dan terapi bermain Sembiring, 2015.
2.3. Pengaruh Murottal Al-Qur’an terhadap Kecemasan
Menurut lireratur riview yang peneliti lakukan, terdapat banyak manfaat bacaan murottal Al-Qur’an sebagi terapi kesehatan, terutama sebagai
terapi pada jiwa. Salah satu metode yang dapat meningkatkan kesehatan jiwa adalah dengan mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Mendengarkan bacaan Al-
Qur’an selama lima belas menit dapat meningkatkan kesehatan jiwa mahasiswa keperawatan, Universitas Rafsanjan Kazemi dkk, 2004.
Allah sendiri menegaskan pengaruh Al-Qur’an, baik membaca maupun mendengarkannya dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 28 yang artinya,
“ yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah Allah, hanya dengan mengingat Allah hati
menjadi tentram” . Mengingat Allah, yang sering dikenal dengan berdzikir adalah selalu
mengingat dan menyebut nama Allah. Berdzikir atau mengingat Allah maka hatipun akan selalu penuh dengan keimanan yang mampu menghilangkan
beragam keresahan dan ketakutan Jazuli, 2006. Menurut penjelasan diatas
salah satu dzikir yang dianjurkan adalah dengan membaca atau mendengarkan bacaan Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah obat istimewa bagi kegundahan hati, kesedihan, keputusasaan, dan kecemasan Pedak, 2009. Pendapat tersebut dikuatkan
dengan beberapa penelitian terkait terapi mendengarkan Al-Qur’an terhadap kecemasan. Mendengarkan Al-Qur’an dapat menurunkan kecemasan terhadap
ibu yang akan menjalani operasi SC Mirbagher dkk, 2010 dalam Haj, 2011 dan pada kecemasan ibu saat kala I aktif Handayani dkk, 2014. Al-Qur’an
mempunyai efek terhadap tingkat depresi, cemas, dan stres pada individu yang mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Tingkat depresi, cemas, dan stres
mahasiswa yang mendengarkan Al-Qur’an lebih rendah dibandingkan tingkat stres mahasiswa yang tidak mendengarkan Al-Qur’an Pouralkhas dkk,
2012. Fungsi pendengaran manusia yang merupakan penerimaan rangsang
auditori atau suara diterangkan oleh Pedak 2009 bahwa rangsangan auditori yang berupa suara diterima oleh telinga sehingga membuatnya bergetar.
Getaran ini akan diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang bertautan antara satu dengan yang lain.
Rangsang fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion natrum menjadi aliran listrik yang melalui saraf Nervus VII vestibule
cokhlearis menuju ke otak, tepatnya di area pendengaran. Setelah mengalami perubahan potensial aksi yang dihasilkan oleh saraf auditorius,
perambatan potensial aksi ke korteks auditorius yang bertanggung jawab untuk menganalisa suara yang kompleks, ingatan jangka pendek,