Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Potensi Wisata Bahari Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN

POTENSI WISATA BAHARI PANTAI CERMIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

OLEH

NARUDDIN DALIMUNTHE

057024039/SP

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 7


(2)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN

POTENSI WISATA BAHARI PANTAI CERMIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan Program Studi Pembangunan

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

NARUDDIN DALIMUNTHE

057024039/SP

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 7


(3)

PERNYATAAN

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN POTENSI WISATA BAHARI PANTAI CERMIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang sepentahuan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2007

Naruddin Dalimunthe 057024039


(4)

ABSTRACT

Lately, Maritime Tourism a lot of signalized by regency governments in Indonesia. This matter is understandable because it is true a lot of regency region owning seaboard. Beside that unanswerable that Maritime Tourism have the potency to be source PAD and resource of stock-exchange of State estimated will very big. Implication into effect of system decentralize have opened opportunity for every area to be optimal every existing resource. Area will be pushed to dig every potency in order to improving original earnings of its area ( PAD). So that, in this time a lot of local government owning area in the form of seaboard, coping to develop Maritime Tourism in its region. This matter conducted by Serdang Bedagei Government triedly lift Maritime Tourism potency exist in its area. The Maritime Tourism Location is Coastal region of Mirror matching with result survey conducted by World Tourism Organization (WTO), Maritime Tourism Object of Mirror Coast can be made as ancol in Jakarta or Nusa Dua Bali Deity Island, thereby Maritime Tourism Object of Pantai Cermin by Serdang Bedagai represent very potential experienced resource to be developed. Pursuant to this matter why the writer interested to check how participation socialize in Maritime Tourism potency development of policy and Pantai Cermin any kind of which have been conducted by local government of Serdang Bedagai for tourism development, specially Coastal object Tourism of Pantai Cermin.

Type of Study used in this research have the character of descriptive with approach qualitative where this research cope to depict participation socialize to development potency of Maritime Tourism Pantai Cermin and how governmental policy in development potency of Maritime Tourism Pantai Cermin. To deepen analysis of data related to policy development of Maritime Tourism Pantai Cermin, hence will be conducted by an interview exhaustively with Informan of key with use of appliance of research verbal, to get data that is needed in this research become complete. Data obtained from field, data of secunder and also primary will be compiled and presented and analysed by using approach qualitative in the form of later explain in analysis as according to research problem.

Result of research show that society caring to take care of and got mixed up with the effort tourism service hence the mentioned have shall be deemed to have participated. In line with from participation that is create condition which condusif or equally that participation socialize in Maritime development Tourism of Serdang Bedagai. From research also can be concluded by a several things that is, maritime potency of Serdang Bedagai represent remarkable asset to development especially in maritime development Tourism have made policy about tourism. In developing area Tourism hence the Serdang Bedagai have released some policy which contents tourism development in Serdang Bedagai. Some object Tourism developed by Serdang Bedagai of Pantai Cermin, Pulau Berhala, Bali Kampong, and others. Follow the example of the Perda Number 12, 2006 about Pulau Berhala management as Area Eco Marine Tourism (Maritime Tourism Base on Environment).

Keywords : Maritime Tourism, Ecotourism, Maritime Culture, People Participation, Sustainable Development


(5)

ABSTRAK

Belakangan ini Wisata Bahari banyak ditonjolkan oleh pemerintah-pemerintah kabupaten / kota di Indonesia. Hal ini dapat dimengerti karena memang banyak wilayah kabupaten / kota yang memiliki daerah pesisir. Implikasi diberlakukannya sistem desentralisasi telah membuka peluang bagi setiap daerah untuk mengoptimalkan setiap sumber daya yang ada. Daerah akan didorong untuk menggali setiap potensi dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerahnya (PAD). Hal inilah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagei dengan mencoba mengangkat potensi Wisata Bahari yang ada di daerahnya. Lokasi Wisata Bahari tersebut adalah wilayah Pantai Cermin yang sesuai dengan hasil survey yang dilakukan oleh World Tourism

Organization (WTO), Objek Wisata Bahari Pantai Cermin dapat dijadikan sebagai

ancolnya Jakarta atau Nusa Duanya Pulau Dewata Bali, dengan demikian Objek Wisata Bahari Pantai Cermin yang dimiliki Kabupaten Serdang Bedagai merupakan sumber daya alam yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Jenis studi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif dimana penelitian ini berupaya menggambarkan partisipasi masyarakat terhadap pengembangan potensi Wisata Bahari Pantai Cermin dan bagaimana kebijakan pemerintah dalam pengembangan potensi Wisata Bahari Pantai Cermin. Untuk memperdalam analisis data yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan Pariwisata Bahari Pantai Cermin, maka akan dilakukan wawancara secara mendalam dengan Informan kunci dengan penggunaan alat penelitian verbal (tape recording), untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini menjadi lengkap. Data yang diperoleh dari lapangan, baik data sekunder maupun primer akan disusun dan disajikan dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif berupa pemaparan yang kemudian di analisis dan di narasikan sesuai dengan masalah penelitian.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kepedulian masyarakat untuk menjaga dan terlibat dalam usaha jasa pariwisata maka hal tersebut sudah bisa dianggap telah berpartisipasi. Sesuai dengan tujuan dari partisipasi yaitu menciptakan kondisi yang kondusif atau dengan kata lain bahwa partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata Bahari Serdang Bedagai memang sangat dilibatkan.Dari penelitian ini juga bisa disimpulkan beberapa hal yaitu, potensi bahari Serdang Bedagai merupakan aset yang luar biasa terhadap pembangunan Kabupten khususnya dalam pengembangan wisata bahari telah membuat perda tentang pariwisata. Dalam mengembangkan daerah wisata maka Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang memang isinya sangat konsen terhadap pengembangan pariwisata di Kabupaten Serdang Bedagai. Beberapa objek wisata yang dikembangkan oleh Pemkab Serdang Bedagai seperti Pengembangan Pantai Cermin, Pulau Berhala, Kampung Bali, dan lain-lain. Contoh Perda tersebut adalah Perda Nomor 12 Tahun 2006 tentang pengelolaan pulau Berhala Serdang Bedagai Sebagai Kawasan Eco Marine Tourism (Wisata Bahari Berbasis Lingkungan).

Keywords : Wisata Bahari, Eko Tourism, Budaya Maritim, Partisipasi Masyarakat dan Pembangunan pariwisata berkelanjutan.


(6)

KATA PENGANTAR

Assalamu’allaikum Wr.Wb,

Sembah dan Syukur yang tak terhingga dari penulis kepada Allah SWT-Penguasa alam semesta dan Pemberi kehidupan, yang telah memberikan begitu banyak nikmat dan kebahagiaan serta kelapangan hati kepada penulis sehingga tesis yang berjudul ”Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Potensi Wisata Bahari Pantai Cermin

Kabupaten Serdang Bedagai” dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih yang tak

terhingga kepada Isteri dan anak-anak atas semua pemberian dukungan dan cinta kasih yang tulus kepada penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar saya atas dukungan dan kebersamaannya.

Tulisan ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan dan dorongan yang besar dari banyak pihak. Penulis menghatur terima kasih dan penghargaan kepada Drs. Agus Suriadi,M.Si dan Drs. Gustanto, M.Hum selaku pembimbing yang sabar dalam memberikan banyak arahan kepada penulis sejak dari tahapan proposal sampai penyelesaian tesis ini dan selalu memberikan motivasi, filosofi dan dukungan agar penulis selalu bersemangat menyelesaikan tesis ini. Penghargaan dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Badaruddin dan Drs. Ermansyah, M.Hum selaku Tim Penguji atas kritik dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.


(7)

Ucapan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan juga disampaikan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof.Dr.Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk ikut serta dalam studi di Sekolah Pascasarjana USU.

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.Ir.T.Chairunnisa B,M.Sc.

3. Ketua Program Studi Pembangunan, Bapak Dr.Subhilhar, MA yang telah memberikan kesempatan untuk penulis bisa menimba ilmu di Program Studi Pembangunan serta diskusi-diskusinya yang sangat bermanfaat.

4. Seluruh Dosen-Dosen pada Program Studi Pembangunan USU atas perhatian dan bimbingan selama perkuliahan.

5. Bapak Gubernur Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang S2.

6. Bapak Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan ijin untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2.

7. Teman-teman kuliah yang tidak dapat disebutkan satu persatu, khususnya mahasiswa Program Studi Pembangunan Angkatan 2005 yang telah memberikan dorongan, semangat sekaligus teman diskusi, saling membantu dan berbagi rasa.

8. Para Staf dan Pegawai Program Studi Pembangunan yang telah membantu penulis selama proses perkuliahan hingga selesai.


(8)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada kesempatan ini yang telah memberikan dukungan untuk bisa segera menyelesaikan kuliah ini. Semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda. Amiin.

Wassalam.Wr.Wb

Medan, September 2007 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ………. vi

ABSTRAK ……… vi

KATA PENGANTAR ………. vi

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR GAMBAR ………... vi

DAFTAR TABEL ………... vi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Rumusan Masalah ………... 8

1.3. Tujuan Penelitian ………... 8

1.4. Manfaat Penelitian ………... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 10

2.1. Pariwisata ……….…... 10

2.2. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Pariwisata …... 13

2.3 Industri Parawisata ... 18

2.4. Sosiologis Kepariwisataan ... 19

2.5. Pariwisata dan Ekonomi Daerah ... 21

2.6 Konsep Pariwisata Bahari ……… 27

2.7. Konsep Ruang dan Pengembangan Kepariwisataan ... 30

2.8. Filosofi Pariwisata Bahari berkelanjutan berbasis Masyarakat ... 32

2.9. Strategi Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari Sebagai Sumber Pendapatan ... 39 2.10. Konsep Pembangunan dan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan.. 44

2.11. Partisipasi Masyarakat ... 50

2.12. Objek Bahari Wisata Pantai Cermin ... 54


(10)

2.14. Bentuk Kepariwisataan ... 58

2.15. Pendekatan Pariwisata ... 60

2.16. Ruang Lingkup Objek dan Daya Tarik Wisata ………. 64

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 66

3.1 Jenis Penelitian ... 66

3.2. Definisi Konsep ... 66

3.3. Lokasi Penelitian ... 67

3.4. Informan Kunci ……… 67

3. 5. Teknik Pengumpulan Data ……… 68

3.6. Teknik Analisis Data ... 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

4.1. Kondisi Geografis ... 70

4.2. Aspek Kepariwisataan ... 74

4.3. Pengunjung Objek Wisata Pantai Cermin ... 77

4.4. Faktor-faktor Penggunaan Lahan ... 81

4.5. Perhotelan beserta Penunjangnya ………... 82

4.6. Pertumbuhan dan Perkembangan Kepariwisataan ... 82

4.7. Sarana dan Prasarana ……….. 89

4.8. Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengembangan Potensi Wisata Bahari Kawasan Objek Wisata Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai ... 98

4.9.Kebijakan Pemerintah Daerah Serdang Bedagai dalam Pengembangan Potensi Wisata Bahari di Serdang Bedagai ... 110 BAB V KESIMPULAN ……… 125


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema konsep ecotourism Bahari ……… 28

Gambar 2.2 Komponen Fungsi dari Sisi Persediaan ... 37

Gambar 2.3. Pengaruh luar sistem Pariwisata ... 37

Gambar 2.4 Tipe Pariwisata & Ragamnya ……… 46

Gambar 4.2. Peta tata guna lahan di kawasan objek wisata Pantai Cermin ... 75

Gambar 4.3. Grafik kunjungan wisatawan ke objek wisata Pantai Cermin... 85

Gambar 4.4. Grafik perbandingan kunjungan wisatawan ke Sumatera Utara dan Pantai Cermin... 86

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah pengunjung wisatawan ke objek wisata Pantai Cermin… 55 Tabel 4.1. Jarak dari Kandor Desa ke Ibu Kota Kecamatan dan Ibu Kota Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai ……… 71

Tabel 4.2. Luas Desa dan persentasenya terhadap luas Kecamatan Pantai Cermin... 72

Tabel 4.3. Jumlah Dusun, RT dan RW tiap desa di Kecamatan Pantai Cermin ... 73

Tabel 4.4. Jumlah penduduk menurut kewarganegaraan ... 74

Tabel 4.5. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Pantai Cermin... 77

Tabel 4.6. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Sumatera Utara.... 83

Tabel 4.7. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Sumatera Utara melalui pintu masuk ………..……… 83

Tabel 4.8. Jumlah kunjungan wisatawan ke objek Wisata Pantai Cermin….. 84

Tabel 4.9. Perbandingan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Sumatera Utara dan ke objek Wisata Pantai Cermin... 85

Tabel 4.10. Tanggapan responden tentang penataan lahan pantai... 103

Tabel 4.11. Tanggapan masyarakat tentang dampak positif perkembangan pariwisata ... 120


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi perhatian besar dari para ahli dan perencana pembangunan. Penafsiran yang multi dimensional atas fenomena ini menjadikan pariwisata didefenisikan dengan luas dan rumit. Konsep-konsep baru ditawarkan dengan penonjolan perspektif tertentu. Demikianlah misalnya pariwisata sering disamakan sebagai suatu industri karena fenomena ini terkait dengan proses-proses produksi barang dan jasa dengan menggunakan tehnologi tertentu. Dalam perspektif geografi pariwisata terkait dengan fenomena mobilitas pnduduk secara spasial yang terjadi karena perbedaan fungsi-fungsi ruang (dan isinya) bagi kehidupan komunitas masyarakat (Opperman:1980). Keterkaitan antara berbagai fenomena kehidupan masyarakat dalam pariwisata menyebabkan pariwisata ini hanya dapat dipahami dengan baik apabila didasarkan pada pendekatan inter disiplin dan transdisiplin.

Menurut Chadwick (1994) ada tiga konsep penting yang digunakan secara

simultan untuk mendefenisikan pariwisata, yakni, pertama, pergerakan (spasial) penduduk; kedua, sektor ekonomi atau aktivitas yang memproduksi dan me-reproduksi barang dan jasa; ketiga, suatu sitem yang menjalin interaksi manusia, kebutuhannya untuk bepergian keluar komunitasnya dan jasa-jasa dalam produk


(13)

Ketiga konsep dasar ini harus terpadu untuk menciptakan fenomena pariwisata (Stephen, 1998). Dengan demikian pariwisata mencakup baik aktivitas wisata yang dilakukan oleh manusia maupun kegiatan yang memfasilitasi kegiatan itu dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya.

Bisnis pariwisata sudah menjadi sektor andalan di banyak negara. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Naisbitt (1997) yang menyatakan pariwisata merupakan penghasil uang terbesar dan sektor terkuat dalam perekonomian global. Pariwisata telah mampu mempekerjakan sebanyak 204 juta orang di seluruh dunia menghasilkan 10,6 persen Produk Nasional Bruto dunia; memberikan kontribusi pajak sebesar 655 juta dollar, sehingga tidak mengherankan apabila banyak negara berlomba-lomba menjadikan negaranya sebagai objek yang kaya akan daya tarik kepariwisataan. Seperti di Indonesia, sebelum terjadinya lembaran hitam dalam sejarah dunia kepariwisataan di Indonesia, berupa peristiwa buruk dengan peledakan bom yang dilakukan oleh teroris di Legian Kuta Bali, 12 oktober 2002 yang lalu, Pariwisata merupakan penghasil devisa terbesar ke tiga setelah tekstil dan migas. Ini meng-isyaratkan bahwa industri jasa bidang pariwisata memilik potensi yang cukup besar untuk menjadi tulang punggung perekonomian nasional di masa mendatang (Sutowo, 2002).

Sejarah membuktikan bahwa kemajuan teknologi ikut mengakselerasi pergerakan manusia secara spasial. Modal struktur yang mengakomodasi gerakan tersebut juga berkembang lebih cepat. Penggunaan pesawat terbang berbadan lebar yang mampu mengangkut ratusan penumpang sekaligus, yang kemudian diikuti oleh penurunan tarif yang sangat drastis, mendorong jutaan penduduk


(14)

mulai masuk ke dalam pasar wisatawan, baik lokal, nasional, maupun internasional. Hal itulah sesungguhnya yang terjadi apabila kita mengamati peningkatan jumlah wisatawan internasional dari sekitar 25 juta pada tahun 1950 menjadi sekitar 676 juta pada tahun 2002 yang lalu. Menjelang dasawarsa pertama abad-21 ini diperkirakan jumlah wisatawan global akan mencapai satu millyar. Peningkatan yang drastis ini diikuti pula oleh kenaikan sumbangannya pada PDB dunia dari hanya 1,2 persen menjadi sekitar 12,1 persen pada periode yang sama (WTO, 2004). Bahkan sebelumnya Naisbitt (1997) sudah memprediksi bahwa dengan kontribusi ekonominya (dalam bentuk pajak, kesempatan kerja, belanja negara, dan investasi modal) yang amat besar, pariwisata merupakan industri terbesar pada abad ini.

Apabila diamati lebih dekat tampak bahwa arus utama wacana perkembangan pariwisata ini lebih terfokus pada pariwisata internasional, dalam arti berbagai indikator pertumbuhan arus perjalanan wisata yang melampaui batas-batas teritorial suatu negara. Apabila merujuk pada data kepariwisataan secara global, maka hampir semuanya menunjukkan indikator perkembangan pariwisata internasional tadi. Padahal, sebenarnya perkembangan pariwisata internasional tidak terlepas dari perkembangan pariwisata domestik (Schlenke dan Stewig,

dikutip Damanik, 2001). Banyak ahli, termasuk dari kalangan badan pariwisata

internasional mengakui bahwa jumlah wisatawan domestik ini tidak dapat diabaikan dalam spektrum perkembangan pariwisata di setiap negara. Artinya secara umum dapat dikatakan bahwa pariwisata domestik menjadi salah satu basis


(15)

Pembangunan pariwisata di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perkembangan pariwisata dunia yang berlangsung sangat pesat sekali pada tahun-tahun terakhir ini. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi yang saling berhubungan dengan sedemikian cepatnya, disertai dengan peningkatan pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat yang lebih mendukung kemampuan akan pemenuhan kebutuhan untuk berlibur dengan melakukan kunjungan wisata.

Perkembangan arus wisata yang semakin pesat merupakan salah satu bagian utama dalam pertumbuhan kepariwisataan, sehingga pengembangan periwisata perlu lebih mendapat perhatian khusus, untuk dikemas dan di manage se-sempurna mungkin dalam menjawab tantangan dari laju arus kunjungan wisatawan yang akan datang, yang akan membutuhkan dan menggunakan sarana dan prasarana wisata, yang merupakan fasilitas dari Industri jasa Pariwisata yang tersedia. Dengan kata lain bahwa, perkembangan pariwisata tersebut sangat ditentukan oleh baik atau tidak baiknya keadaan sarana dan prasarana yang merupakan faktor penunjang kepariwisataan.

Daya tarik Wisata Bahari di kawasan pesisir dan lautan Indonesia, merupakan anugrah yang dimiliki Bangsa Indonesia yang tidak semua negara di dunia memiliki kekayaan alam yang indah seperti ini, demikian keragaman flora dan fauna dengan potensi yang demikian sempurna. Dengan demikian agar pengembangan Pariwisata, termasuk Wisata Bahari dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pembangunan, maka dalam pelaksanaannya dibutuhkan strategi yang terencana dan sistematis bagi masyarakat lokal. Keterlibatan atau partisipasi masyarakat lokal menjadi penting pula termasuk dalam kaitannya


(16)

dengan upaya keberlanjutan pariwisata itu sendiri yang mencakup perlindungan terhadap lingkungan maupun manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat. Hal inilah yang menjadi faktor utama dalam perspektif pengembangan pariwisata daerah.

Pengembangan pariwisata ini sudah tentu mempunyai kaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat baik dari segi ekonomi maupun dari segi sosial budaya. Apabila dilihat dari segi ekonomi bahwa pariwisata sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), antara lain berupa pajak, retribusi dan sumber Devisa bagi Negara. Disamping itu Industri Pariwisata sebagai Industri padat karya akan membuka lapangan kerja yang begitu besar bagi penduduk dimana obyek wisata itu berada, sekaligus akan membuka peluang bagi Home Industri bagi masyarakat sekitar dalam bentuk karya seni kerajinan tangan, Souvenier, Snack khas daerah, jasa Guide, Jasa transportasi darat dan laut, Restaurant dll. Yang akan menambah pendapatan bagi masyarakat setempat.

Belakangan ini Wisata Bahari banyak ditonjolkan oleh pemerintah-pemerintah kabupaten / kota di Indonesia. Hal ini dapat dimengerti karena memang banyak wilayah kabupaten / kota yang memiliki daerah pesisir. Disamping itu tidak dapat disangkal bahwa Wisata Bahari sangat berpotensi untuk dijadikan sebgai sumber PAD dan sumber Devisa Negara yang diperkirakan akan sangat besar. Wisata bahari pada hakekatnya adalah mengembangkan dan memanfaatkan obyek serta daya. Soekarno dari LIPI menyebutkan bahwa apabila kondisi sosial politik Indonesia berada dalam keadaan aman, jumlah wisatawan mancanegara yang akan berkunjung ke Indonesia diprediksi akan mencapai


(17)

sekitar 5,1 juta orang / tahun. Dengan jumlah pengeluaran sekitar US.$ 5 milyar, dengan asumsi mereka menginap (Long Stay) selama 10 hari dengan pengeluaran rata-rata US.$ 958 / hari. (Soekarno, 2001).

Melihat arus mobilitas manusia saat ini dan kedepan, apalagi dalam memasuki abad 21, sejalan dengan kemajuan teknologi, kebutuhan kepariwisataan bagi penduduk dunia menjadi sangat penting, bahkan telah ber-evolusi menjadi kebutuhan Primier, sehingga tidak terpisahkan dari kebutuhan kehidupan manusia. Dengan demikian Industri Pariwisata ditinjau dari aspek ekonomi merupakan potensi yang sangat prospektif dan menjanjikan. Akan tetapi harus dikemas, digali dikembangkan dan dipublikasikan melalui proses promosi kepada dunia. Potensi pariwisata dari sisi industri yang mengandalkan setiap atraksi, dan merupakan modal untuk menarik dan menahan setiap wisatawan yang datang. Sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap berbagai aspek, baik kepada masyarakat lokal, maupun sumbangsihnya terhadap peningkatan ekonomi daerah. Namun sehebat apapun perkembangan suatu objek wisata tidaklah ada artinya bagi masyarakat jika masyarakat tidak ikut menikmati hasil dari aktivitas pariwisata yang ada. Hal ini akan sangat penting dan merupakan faktor penentu karena masyarakat terutama penduduk lokal, adalah salah satu komponen penting dalam pengembangan pariwisata, apalagi jika pariwisata diposisikan pula sebagai program dalam upaya untuk mengembangkan dan memakmurkan masyarakat.

Implikasi diberlakukannya sistem desentralisasi telah membuka peluang bagi setiap daerah untuk mengoptimalkan setiap sumber daya yang ada. Daerah


(18)

akan didorong untuk menggali setiap potensi dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerahnya (PAD). Sehingga saat ini banyak pemerintah daerah yang memiliki kawasan berupa daerah pesisir, berupaya mengembangkan Wisata Bahari di wilayahnya. Hal inilah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagei dengan mencoba mengangkat potensi Wisata Bahari yang ada di daerahnya. Lokasi Wisata Bahari tersebut adalah wilayah Pantai Cermin yang sesuai dengan hasil survey yang dilakukan oleh World Tourism Organization (WTO), Objek Wisata Bahari Pantai Cermin dapat dijadikan sebagai ancolnya Jakarta atau Nusa Duanya Pulau Dewata Bali, dengan demikian Objek Wisata Bahari Pantai Cermin yang dimiliki Kabupaten Serdang Bedagai merupakan sumber daya alam yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Kawasan Pantai Cermin terkenal dengan keindahan pantai dengan pasir putih yang landai, potensi laut yang baik untuk pemandian dan diving (melihat panorama keindahan alam dibawah air), makanan laut (Sea Food) yang melimpah, adanya beberapa pantai dan pulau sebagai objek Wisata Bahari yang berdampingan seperti Pantai Putri, Pantai Kelang dan Pantai Sialang buah, Namun objek wisata ini belum sepenuhnya dimanfaatkan dan dikelola secara professional sebagai objek wisata bagi wisatawan mancanegara, maupun wisatawan domestik. Sebab sesungguhnya yang disebut dengan objek wisata adalah “perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, sejarah

bangsa dan tempat serta keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk kunjungan wisata”. (Undang-undang RI No.9 Thn 1990). Agar pembangunan Wisata Bahari terlaksana secara optimal, berkelanjutan dan handal, maka salah


(19)

satu aspek yang sangat penting adalah aspek sosial, ekonomi dan budaya. Aspek ini mensyaratkan bahwa, masyarakat sekitar yang akan bertindak sebagai pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan wisata bahari harus mendapatkan manfaat terbesar dari kegiatan pembangunan tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini dibutuhkan peran pemerintah dalam merumuskan suatu kebijakan yang tepat dan efektif guna meningkatkan manfaat potensi tersebut bagi masyarakat sekitar, pendapatan daerah (PAD) dan juga sebagai sumber Devisa bagi negara.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengembangan potensi Wisata Bahari Pantai Cermin?

2. Bagaimana kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah Serdang Bedagai dalam pengembangan potensi wisata bahari di Serdang Bedagai?

1.3. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengembangan potensi Wisata Bahari Pantai Cermin.

2. Untuk mengetahui kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah Serdang Bedagai dalam pengembangan potensi Wisata Pantai Cermin.


(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan dalam pengembangan potensi pariwisata.

b. Bagi Program Studi Magister Studi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, akan melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa dan dapat menambah bahan bacaan dan referensi bahan bacaan dari suatu karya ilmiah.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pariwisata

Perkataan pariwisata berasal dari bahasa sansekerta dengan rangkaian suku kata “pari”= banyak, ditambah dengan “ wis” = melihat, dan “ ata” = tempat. Jadi, Pariwisata merupakan terjemahan dari “melihat banyak tempat” .

Indonesia pada awalnya mengenal pariwisata dengan mempergunakan bahasa asing yaitu “ tourism”. Perubahan istilah “tourism” menjadi “pariwisata” dipopulerkan ketika dilangsungkan Musyawarah Nasional.

Pengertian pariwisata secara lengkap dapat dilihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan dalam Pasal 1 menyatakan :

Ü Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.

Ü Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

Ü Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusaha obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

Ü Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata.


(22)

Ü Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut.

Ü Obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.

Ü Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

Menurut pandangan ahli, pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorang atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial budaya, alam dan ilmu (Kodhyat dalam Spillane, 1994:21). Sedangkan menurut Wahab dalam Pemasaran Pariwisata (1992:5) berpendapat : dari definisi yang dikemukakan para pakar tersebut dapat diambil unsur-unsur dari pariwisata adalah:

1. Adanya kegiatan mengunjungi suatu tempat 2. Bersifat sementara

3. Ada sesuatu yang ingin dilihat atau dinikmati 4. Dilakukan perseorangan atau sekelompok orang 5. Mencari kesenangan/ kebahagiaan


(23)

Menurut Oka A. Yoeti (1997) industri pariwisata akan menyumbangkan devisa melalui:

1) Penerimaan visa-fee sewaktu wisatawan akan berangkat ke Indonesia pada

kedutaan/perwakilan Indonesia di luar negeri;

2) Hasil penjualan tiket pesawat udara atau kapal laut (bila pesawat udara atau kapal laut yang digunakan adalah pesawat atau kapal yang merupakan milik bangsa Indonesia)

3) Biaya taxi/coach bus untuk transfer dari lapangan udara ke hotel dan sebaliknya

4) Sewa kamar hotel selama menginap pada beberapa kota yang dikunjungi;

5) Biaya makanan dan minuman pada Bar dan Restoran, dalam maupun di luar hotel;

6) Biaya tours dan sight seeing serta excursion pada kota-kota yang dikunjungi;

7) Biaya taxi untuk transportasi lokal untuk keperluan berbelanja (shopping) dan keperluan pribadi lainnya

8) Pengeluaran untuk membeli barang-barang souvenir serta barang-barang lainnya, yang dibeli pada beberapa kota yang dikunjunginya

9) Fee perpanjangan visa di tempat atau kota yang dikunjunginya (bila diperlukan).


(24)

2.2 Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Pariwisata

Pariwisata Indonesia berkembang dengan pesat dapat dijadikan andalan atau penyumbang paling tinggi untuk peningkatan perekonomian masyarakat suatru daerah, hal ini sesuai dengan GBHN 1993, Bab IV yang merumuskan hal-hal sebagai berikut, antara lain :

a. Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan sektor lain yang terkait, sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat, daerah dan negara serta penerimaan devisa meningkat melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan potensi kepariwisataan nasional.

b. Dalam pembangunan kepariwisataan harus dijaga tetap terpeliharanya kepribadian serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup. Kepariwisataan perlu ditata secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan sektor yang terkait dalam suatu keutuhan usaha kepariwisataan yang saling menunjang dan saling menguntungkan baik yang berskala kecil, menengah maupun besar.

c. Pengembangan pariwisata nusantara dilakukan sejalan dengan upaya memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa serta menanamkan jiwa semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, terutama dalam bentuk penggalakan


(25)

pariwisata remaja dan pemuda dengan lebih meningkatkan kemudahan dalam memperoleh pelayanan kepariwisataan. Daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan wisata mancanegara perlu ditingkatkan melalui upaya pemeliharaan benda dan khazanah bersejarah yang menggambarkan ketinggian budaya dan kebesaran bangsa serta didukung dengan promosi memikat.

d. Upaya pengembangan objek dan daya tarik wisata serta kegiatan promosi dan pemasarannya, baik di dalam maupun di luar negeri terus ditingkatkan secara terencana, terarah, terpadu dan efektif, antara lain dengan memanfaatkan secara optimal kerjasama kepariwisataan regional dan global guna meningkatkan hubungan antar bangsa.

Pemerintah telah menerapkan sejumlah kebijakan sebagai pemandu dalam setiap perencanaan pembangunan dan pengembangan kepariwisataan sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan khususnya pada Pasal 2, Pasal 3 huruf (d), dan Pasal 30.

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 67 Tahun 1996 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan; khususnya pada Pasal 2, 105, 106, dan 107.


(26)

4. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.5/UM.209/MPPT-89 Tanggal 18 Januari 1989 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sapta Pesona; khususnya pada Pasal 3, 4, 5, dan 7.

5. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.98/PW.102/MPPT-87 Tanggal 23 Desember 1987 Tentang Ketentuan Usaha Obyek Wisata.

6. Keputusan Direktur Jenderal Pariwisata Nomor KEP-18/U/II/88 Tanggal 25 Pebruari 1990 Tentang Pelaksanaan Ketentuan Usaha Objek Wisata.

7. Instruksi Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor IM.16/KS.001/MPPT-88 Tanggal 17 September 1988 Tentang Peningkatan Kerjasama Antar Instansi Pusat di Bidang Pengembangan dan Pemanfaatan Objek Wisata Alam dan Objek Wi ata Budaya.

8. Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Pariwisata dan Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Nomor 07/Edr/II/88 dan Nomor SE.02/M/BP/88 Tanggal 26 Pebruari 1988 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang di Bidang Usaha Hotel, Restoren, Usaha Perjalanan, Wisata Tirta, dan Objek Wisata.

9. Petunjuk Pelaksanaan Direktur Jenderal Pariwisata dan Direktur Jenderal Bina Usaha Koperasi Nomor KEP.67/U/VI/88 dan Nomor 205/SKB/BUK/VII/88 Tanggal 27 Juli 1988 Tentang Pengembangan Usaha Koperasi di Bidang Usaha Biro Perjalanan Umum dan Agen Perjalanan.


(27)

10. Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1987 Tanggal 23 Desember 1987 Tentang Penyederhanaan Perizinan dan Retribusi di Bidang Usaha Pariwisata.

11. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 1987 Tanggal 23 Desember 1987 Tentang Penyederhanaan Perizinan dan Retribusi di Bidang Usaha Pariwisata.

12. Surat Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan RI Nomor 177/DAGRI/VII/86 Tanggal 15 Juli 1986 Perihal Pembebasan Memiliki SIUP Bagi Usaha Jasa Pelayanan di Bidang Pariwisata.

13. Keputusan Menteri pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.52/HM.601/MPPT-89 Tanggal 17 April 1989 Tentang Penyelenggaraan Kampanye Nasional Sadar Wisata.

14. Keputusan Menteri Pariwisata. Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.59/PW.002/MPPT-85 Tanggal 23 Juli 1985 Tentang Peraturan Kawasan Pariwisata.

15. Keputusan Menteri Pariwisata. Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.70/PW.105/MPPT-85 Tanggal 30 Agustus 1985 Tentang Peraturan Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum.

16. Keputusan Menteri Pariwisata. Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.71/PW.105/MPPT-85 Tanggal 30 Agustus 1985 Tentang Peraturan Usaha dan Penggolongan Perkemahan.


(28)

17. Keputusan Menteri Pariwisata. Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.72/PW.105/MPPT-85 Tanggal 30 Agustus 1985 Tentang Mandala Wisata.

18. Keputusan Menteri Pariwisata. Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.73/PW.105/MPPT-85 Tanggal 30 Agustus 1985 Tentang Peraturan Usaha Rumah Makan.

19. Keputusan Menteri Pariwisata. Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.74/PW.105/MPPT-85 Tanggal 30 Agustus 1985 Tentang Peraturan Usaha Pondok Wisata.

Di dalam Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Propinsi Sumatera Utara tahun 2001 – 2005, dijelaskan bahwa salah satu arah kebijaksanaan pembangunan di bidang ekonomi adalah mengembangkan kebijakan pembangunan pariwisata sebagai saktor produktif untuk meningkatkan daya saing global dan memberdayakan masyarakat khususnya kelompok bawah agar mampu berperan sebagai pelaku utama.

Selanjutnya pada bidang sumber daya alam, arah kebijaksanaan dalam Pola Dasar Pembangunan adalah mengelola sumberdaya alam dan memelihara sesuai daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.

Demikian juga halnya dalam Arah dan Kebijakan Umum (AKU) Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2005, kebijaksanaan pembangunan di bidang pariwisata adalah :


(29)

a. Mewujudkan objek wisata di Kabupaten Serdang Bedagai menjadi kawasan wisata berskala nasional maupun internasional.

b. Meningkatkan pengelolaan dan penyediaan sarana dan prasarana pariwisata termasuk pemberdayaan seni dan budaya sebagai penunjang dan daya tarik.

c. Mengembangkan kegiatan berbagai pariwisata melalui pemanfaatan potensi budaya lokal, wisata iman, wisata agro dan wisata eko (eco

tourism).

2.3 Industri Parawisata

Pariwisata merupakan kegiatan yang sifatnya dinamik, banyak memerlukan prasarana dan sarana untuk kemudahan. Karena sifatnya sementara, maka tiap waktu kemungkinan besar sering berganti pengunjung yang berbeda atau mungkin saja orang / kelompok yang sama untuk menikmati kembali suasana wisata ditempat tersebut. Citra baik dari objek wisata adalah membuat rasa puas orang lain sehingga orang tersebut merasa ingin kembali pada objek wisata tersebut pada kesempatan lain. Bahkan terkadang suka mem-promosikan kepada orang lain atau kerabatnya untuk berkunjung ketempat wisata tersebut, agar dapat menikmati kesenangan yang sama ditempat tersebut. Dengan demikian secara tidak langsung mereka telah bertindak sebagai agent of promotion dengan menyampaikan pengalaman yang menarik dalam kunjungan wisata yang mereka lakukan kepada orang lain di daerah atau negaranya. Bahkan terkadang pengalaman mereka akan mereka tulis pada media cetak yang ada di negerinya. Suasana demikian akan dapat menumbuh kembangkan citra wisata daerah dan


(30)

akan sangat membawa dampak positif terhadap kemajuan dan perkembangan Pariwisata. Sehingga dalam proses modernisasi, dinamika Industri Pariwisataan akan berkembang dalam suatu konsep pendekatan dalam kegiatan ke pariwisataan yang dikatagorikan menjadi salah satu kegiatan Industri jasa Pariwisata, dengan jangkauan ruang lingkup yang lebih luas untuk memperkaya output dari pariwisata, pembangunan Pariwisata perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan sehingga akan menimbulkan manfaat :

1. Memperbesar penerimaan devisa.

2. Memperluas dan membuka kesempatan usaha dan lapangan kerja. 3. Mendorong pembangunan daerah.

4. Meningkatkan kesejateraan masyarkat.

5. Memperkaya kebudayaan nasional, tanpa menghilangkan ciri kepribadian bangsa, dan terpeliharanya nilai-nilai agama.

6. Memupuk persaudaraan antar bangsa.

7. Memupuk dan melestarikan kecintaan terhadap tanah air dan Lingkungan hidup.

2.4. Sosiologis Kepariwisataan

Dari sudut pandang sosiologis, kegiatan pariwisata sekurang-kurangnya mencakup tiga dimensi interaksi, yaitu: cultural, politik dan bisnis. Dalam dimensi interaksi culutural, kegiatan pariwisata membangun suatu ruang interaksi akulturasi budaya dari berbagai macam etnis dan bangsa. Melalui pariwisata, kebudayaan masyarakat tradisional agraris sedemikian rupa bertemu dan berpadu


(31)

dengan kebudayaan masyarakat modern industrial. Kebudayaan-kebudayaan itu saling menyapa, saling bersentuhan, saling beradaptasi dan tidak jarang kemudian menciptakan produk-produk kebudayaan baru.

Dalam dimensi interaksi politik, kegiatan pariwisata dapat menciptakan dua kemungkinan ekstrem, yaitu pertama, persahabatan antar etnis dan antar bangsa, dan kedua, bentuk-bentuk penindasan, eksploitasi dan neokolonialisme. Disatu pihak, melalui pariwisata, masing-masing etnis dan bangsa dapat mengetahui atau mengenal tabiat, kemauan dan kepentingan etnis dan bangsa lain.

Pengetahuan demikian dapat memudahkan pembinaan persahabatan atau memupuk rasa satu sepenanggungan. Tetapi di lain pihak, melalui pariwisata pula, dapat tercipta bentuk ketergantungan suatu etnis atau bangsa kepada etnis atau bangsa lain. Misalnya, meningkatnya ketergantungan pendapatan negara sedang berkembang kepada wisatawan dari negara maju.

Sedangkan dalam dimensi interaksi bisnis, kegiatan pariwisata terlihat menawarkan bertemunya unit-unit usaha yang menyajikan bermacam-macam keperluan wisatawan. Bentuk yang disajikan oleh unit-unit usaha ini dapar berupa barang ataupun jasa. Adapun rentangnya dapat berskala lokal, nasional, atau internasional.

Tanpa mengabaikan pentingnya dimensi interaksi cultural dan interaksi politik, pokok bahasan tulisan ini terletak pada interaksi bisnis dan difokuskan pada rentangan skala lokal. Pokok bahasan interaksi bisnis dipilih dengan pertimbangan bahwa pembangunan industri pariwisata Nasional sampai sekarang masih ditujukan untuk kepentingan ekonomi, seperti menambah kesempatan


(32)

kerja, meningkatkan devisa negara dan income perkapita, serta menghasilkan ketergantungan pada sektor Migas. Dan sengaja difokuskan pada rentangan skala lokal karena pada saat ini masalah-masalah krusial dalam kaitannya dengan pembangunan industri pariwisata lebih banyak terjadi di tingkat lokal (propinsi dan kabupaten).

2.5. Pariwisata dan Ekonomi Daerah

Semangat otonomi daerah telah mewarnai pendayagunaan potensi ekonomi daerah. Hal ini cukup dimaklumi, karena asumsinya daerah otonom yang memiliki potensi ekonomi yang kuat, mempunyai peluang yang besar dalam menggali dan mengembangkan perekonomian daerahnya untuk kesejahteraan masyarakat, yang pada akhirnya daerah otonom mempunyai kemampuan lebih dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, baik dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun pelaksanaan pembangunan.

Realita yang ada menunjukkan, bahwa banyak daerah otonom yang kebijakan pembangunan ekonominya didasarkan pada keunggulan komparatif dengan kompetensi dan keunggulan di setiap daerah, misal perekonomian daerah yang berbasis pada hasil: tambang, hutan, pertanian, perikanan dan laut; industri, perdagangan serta jasa dan lain-lain.

Pengembangan ekonomi daerah berdasarkan prinsip otonomi dan potensi daerah yang dilakukan pelaku ekonomi daerah (pemerintah, swasta dan masyarakat), pada dasarnya berkaitan erat dengan pengembangan berbagai jenis dan bidang serta sektor usaha. Pengembangan ekonomi daerah berupaya untuk


(33)

menciptakan iklim usaha daerah yang mampu menggali potensi daerah, mendorong peluang dan kemampuan kompetitif atau daya saing atas dasar keunggulan komparatif daerahnya (letak geografis, SDM professional, akses informasi dan teknologi, kompetensi kelembagaan dan manajeman, kemampuan permodalan dan akses pasar dll.)

Untuk lebih mengoptimalkan upaya pengembangan perekonomian daerah, diperlukan innovasi atau prakarsa, kreatifitas, serta strategi pengembangan ekonomi masing-masing daerah. Dengan demikian di era kompetisi ini, daerah yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dibanding daerah lain, akan lebih berhasil memanfaatkan potensi daerah secara lebih berdaya guna dan berhasil guna bagi kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan otonomi daerah memberi kewenangan dan keleluasaan lebih luas bagi Kabupaten/Kota dalam menggali dan mengembangkan potensi daerah. Hal ini terbukti banyak daerah otonom berkreasi dan berinisiatif dengan kiat-kiatnya untuk memajukan daerahnya, misalnya antara lain: berbagai cara dilakukan untuk peningkatan PAD, mendorong laju penanaman modal melalui promosi dan peningkatan pelayanan perijinan, membangun dan meningkatkan kualitas sarana prasarana penunjang kegiatan investasi, mengembangkan sentra-sentra produksi potensial, melakukan berbagai inovasi manajemen pembangunan dan meningkatkan kualitas SDM.

Dalam konteks desentralisasi ekonomi, pendayagunaan potensi daerah untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal, hal ini dapat dilakukan melalui strategi kombinasi yaitu kewenangan daerah untuk dapat berdiri sendiri, dengan


(34)

basis sumber daya yang dimiliki dengan kemampuan menciptakan interaksi dan keterkaitan secara ekonomi dengan daerah sekitarnya, atau dengan wilayah ekonomi yang lebih luas (Bappenas, 2003). Dengan demikian ada dua aspek yang perlu mendapat perhatian yakni pengembangan ekonomi lokal dan kemitraan. Pengembangan ekonomi lokal merupakan suatu konsep pembangunan ekonomi yang mendasarkan pada pendayagunaan sumber daya lokal yang ada pada suatu masyarakat, sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya kelembagaan. Pendayagunaan sumberdaya tersebut dilakukan oleh masyarakat itu sendiri bersama pemerintah lokal maupun kelompok-kelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif dalam pengembangan ekonomi local yang dapat dilakukan melalui suatu forum kemitraan. Sedangkan kemitraan itu sendiri mempunyain makna bahwa dalam tataran proses perencanaan , pelaksanaan dan evaluasi program ada kebersamaan yang sinergis antara pemerintah, dunia usaha dan mayarakat. Dengan demikian diharapkan kemitraan ini dapat menjadi katalis bagi penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance) melalui berbagai proses pengambilan keputusan yang terkait dengan pengembangan ekonomi lokal.

Perhatian terhadap pariwisata sudah sangat mulus tersebar karena sadar akan manfaat-manfaat yang didatangkan bagi negara-negara penerima wisatawan: Ü Bahwa pariwisata menjadi sumber pendapatan valuta asing dengan menjual


(35)

Ü Bahwa pendapatan ini mengalir cepat dan langsung terbagi-bagi secara meluas kepariwisataan dalam perekonomian nasional, sehingga mampu membagi-bagi laju pendapatan secara meluas, bertambah banyak dan berputar-putar ke segala lapisan pedagang besar dan pengecer, transportasi, beragam komponen sektor pariwisata, kebutuhan-kebutuhan dan usaha yang berdasarkan tingkat pengeluaran konsumen.

Ü Bahwa pariwisata adalah suatu pasaran lanjutan searah dengan meningkatnya yang begitu pesat tingkat pendapatan keluarga yang tidak habis terpakai, khusunya pada negara-negara yang industrinya sudah maju.

Ü Bahwa industri pariwisata jika dibanding dengan industri lain termasuk industri yang investasi modalnya kecil sebanding dengan arus pendapatan yang mungkin.

Ü Bahwa pariwisata menyediakan suatu pasaran ekspor tempat konsumen datang untuk meneliti produk-produk tersebut.

Ü Bahwa produk yang dijual terutama berupa jasa-jasa dan tidak dapat dijamah karena udara yang sejuk, alam yang indah terdapat tempat-tempat yang bersejarah, yang kelihatannya secaar potensial tidak akn habis-habisnya, dan hanya tunduk pada keterbatasan upaya promosi dan penjualan.

Ü Bahwa pariwisata adalah sarana yang ampuh dan efektif bagi kebijakan umum untuk menciptakan perpaduan social dan budaya pada tingkat nasional maupun internasional, untuk mengembangkan industri-industri lain dan sarana pemupukan tenggang rasa dan saling pengertian dengan negara-negara tetangga dan dunia umumnya.


(36)

Jika pemikiran tersebut pada dasarnya membuktikan tentang perluasan akibat pariwisata pada ekonomi negara penerima dan apakah ada dasarnya atau tidak untuk memberi sektor pariwisata prioritas utama dalam perencanaan pengembangan ekonomi negara itu, maka hal-hal ini akan berbeda pada suatu negara dengan negara lainnya. Hal ini sangat bergantung pada keadilan ekonomi negara itu. Apakah ada pilihan-pilihan untuk pengembangan, juga pada tingkat perkembangan negara itu dalam bidang prasarana dan pada bobot atraksi wisata yang dimiliki negara itu. Unsur lain seperti jarak dan pasaran sumber wisatawan dan biaya fasilitas wisata memainkan peranan yang penting juga.

Karena itu dalam perekonomian tidak ada pengkotak-kotakan, melainkan yang ada adalah ketergantungan pada berbagai bagian ekonomi yang menciptakan masalah-masalah konseptual dan tolak ukurnya dalam analisa ekonomi. Karena pariwisata mempengarui dan sekaligus juga dipengaruhi oleh sektor-sektor produksi ekonomi daerah, maka banyaknya kekuatan penghambat yang terjadi didalam ekonomi akan lebih mempersulit pengukuran kerugian yang timbul dan perhitungan dalam rangka mendapatkan keuntungan

Sektor kepariwisataan menunjukkan perkembangan dan kontribusi ekonomi yang cukup menarik dibandingkan dengan sektor lain di saat Indonesia menghadapi masa krisis yang berkepanjangan. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 4.606.416 (rata-rata hari kunjungan 9.18 hari/ orang) di tahun 1998 meningkat menjadi 5.064.217 orang dengan jumlah hari kunjungan 12.26/orang pada tahun 2000. Besarnya devisa yang diperoleh sektor pariwisata pada tahun 2000 sebesar 5.75 milyar US$. Hal ini


(37)

menunjukkan bahwa kepariwisataan sangat potensial untuk dikembangkan di masa krisis. Salah satu sumberdaya wisata yang sangat potensial yakni wilayah pesisir mempunyai kekayaan dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentuk alam, struktur historis, adat, budaya dan berbagai sumberdaya yang lain yang terkait dengan pengembangan kepariwisataan. Hal ini merupakan karunia dan anugerah Tuhan untuk dapat dikembangkan bagi kesejahteraan manusia. Karena sebagai mahluk yang termulia di beri kuasa untuk memanfaatkan alam serta segala isinya dengan penuh tanggung jawab. Alam dan sekitarnya dengan berbagai keragaman yang tinggi seperti wilayah pesisir mempunyai nilai atraktif dan turistik wajib dikelola dan dikembangkan bagi kesejahteraan melalui pariwisata bahari. Keragaman daerah pesisir untuk pariwisata bahari berupa bentuk alamnya dan juga keterkaitan ekologisnya dapat menarik minat wisatawan baik untuk bermain, bersantai atau sekedar menikmati pemandangan.

Wisata bahari merupakan suatu bentuk wisata potensial termasuk di dalam kegiatan “Clean industry”. Pelaksanaan wisata bahari yang berhasil apabila memenuhi berbagai komponen yakni terkaitnya dengan kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya dan keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya (Siti Nurisyah, 1998). Dengan memperhatikan komponen tersebut maka wisata bahari akan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian masyarakat.


(38)

2.6 Konsep Pariwisata Bahari

Pembangunan pariwisata di arahkan untuk meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Wisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir dan dimasa kini dan masa yang akan datang. Jenis wisata yang memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan langsung diantaranya berperahu, berenang, snorkeling, diving, pancing. Kegiatan tidak langsung seperti kegiatan olahraga pantai, piknik menikmati atmosfer laut (Siti Nurisyah, 1998).

Konsep wisata bahari di dasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Wheat (1994) berpendapat bahwa wisata bahari adalah pasar khusus untuk orang yang sadar akan lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam. Steele (1993) menggambarkan kegiatan

ecotourism bahari sebagai proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka. Low Choy dan Heillbronn (1996), merumuskan lima faktor batasan yang mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata, yaitu :

1. Lingkungan; ecotourism bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relatif belum tercemar atau terganggu


(39)

2. Masyarakat; ecotourism harus memberikan manfaat ekologi, social dan ekonomi langsung kepada masyarakat.

3. Pendidikan dan Pengalaman; Ecotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki

4. Berkelanjutan; Ecotourism dapat memberikan sumbangan positip bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

5. Manajemen; ecotourism harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasai mendatang.

Kelima prinsip utama ini merupakan dasar untuk pelaksanaan kegiatan

ecotourism yang berkelanjutan. Skema Konsep wisata bahari terlihat pada gambar 1.

Gambar. 2.1. Skema konsep ecotourism Bahari (DKP,2002) Alam

Manusia Ekotourisme

bahari Out put tak

langsunng Output langsung

Konservasi alam Input

Input

Out put langsung (Hiburan, Pengetahuan


(40)

Dari Gambar 1. terlihat bahwa output langsung yang di peroleh berupa hiburan dan pengetahuan sedangkan output langsung bagi alam yakni adanya insentif yang dikembalikan untuk mengelola kegiatan konsevasi alam. Output tidak langsung yaitu berupa tumbuhnya kesadaran dalam diri setiap orang (wisatawan) untuk memperhatikan sikap hidup sehari-hari agar kegiatan yang dilakukan tidak berdampak buruk pada alam. Kesadaran ini tumbuh sebagai akibat dari kesan yang mendalam yang diperoleh wisatawan selama berinteraksi secara langsung dengan lingkungan bahari.

Orientasi pemanfaatan utama pesisir dan lautan serta berbagai elemen pendukung lingkungannya merupakan suatu bentuk perencanaan dan pengelolaan kawasan secara terpadu dalam usaha mengembangkan kawasan wisata. Cultural

dan physical aspect merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi yang saling mendukung sebagai suatu kawasan wisata bahari. Gunn (1993) mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu :

1) mempertahankan kelestarian lingkungannya

2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut 3) menjamin kepuasan pengunjung

4) meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya.

Disamping keempat aspek di atas kemampuan daya dukung untuk setiap kawasan berbeda-beda sehingga perencanaan secara spatial akan bermakna. Secara umum ragam daya dukung wisata bahari meliputi :


(41)

1. Daya dukung ekologis; Pigram (1983) dalam Nurisyah, S dkk (2001) mengemukakan bahwa daya dukung ekologis sebagai tingkat maksimal penggunaan suatu kawasan.

2. Daya dukung fisik. Suatu kawasan wiasata merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam areal tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas.

3. daya dukung sosial. Suatu kawasan wisata dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dimana melampauinya akan menimbulkan penurunanan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan.

4. daya dukung reakreasi merupakan suatu konsep pengelolaan yang menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan kemampuan kawasan.

2.7. Konsep Ruang dan Pengembangan Kepariwisataan

Manusia dapat bergerak dari suatu tempat ke tempat yang lain karena adanya dorongan serta keinginan untuk mengetahui sesuatu ataupula ada sesuatu yang dirasakan membosankan/tidak menyenangkan sehingga mengarahkan perhatiannya untuk mememperoleh sesuatu yang dinginkannya. Oleh karena itu perencanaan kawasan wisata bahari didasarkan pada konsep ruang dan sirkulasi serta tapak yang ideal dapat memberikan kenyamanan dan kesenangan bagi pengunjung untuk merasakan sesuatu yang ingin diperolehnnya. Untuk maksud tersebut maka suatu kawasan wisata bahari perlu mempertimbangkan :


(42)

1. Jarak atau rute yang praktis dimana semua objek dan elemen sepanjang

rute terfasilitasi dan tergambarkan. Ruang sebagai tempat pergerakan manusia hendaknya menunjukkan keharmonisan dan terintegrasi antara satu dengan yang lainnya.

2. Kondisi Lingkungan merupakan objek dalam pergerakan harus sesuai

dengan persepsi pengunjung. Dengan demikian kawasan wisata bahari yang dibuat bukan hanya mempertimbangkan objek dengan ruang saja tetapi juga objek dengan pengunjung.

3. Rangkaian unsur–unsur dalam ruang harus tertata dengan baik dan dalam

suatu rangkaian yang dapat diintepretasikan oleh pengunjung. Kaitannya dengan tapak yang ideal dari suatu kawasan wisata bahari maka fungsi suatu tapak harus serasi dengan kondisi dari tapak itu sendiri. Ada 3 aspek utama yang harus diperhatikan dalam perencanaan tapak wisata bahari yaitu :

1) Keterpaduan rencana dan desain; aspek ini mencakup profesionalisme dalam pengembangan kawasan pemilik, pengembang, bank, industri, partisipasi masyarakat dan sebagainya.

2) criteria desain yang digunakan mencakup criteria fungsional, keterpaduan dengan perencanaan lannya, pengalaman pengunjung, otentik, kepuasan, estetika


(43)

3) Sustainability dari tapak; aspek ini mencakup eco desaign ethics, tempat–tempat kultural, proteksi sumberdaya alam, peraturan pemerintah dan sebagainya.

2.8. Filosofi Pariwisata Bahari berkelanjutan berbasis Masyarakat

Pembangunan berkelanjutan pada umumnya mempunyai sasaran memberikan manfaat bagi generasi sekarang tanpa mengurangi manfaat bagi generasi mendatang. Charles Birch dalam Erari K,Ph (1999) membandingkan dunia sekarang ibarat kapal titanic dengan gunung es yang terlihat sebanyak 5 pucuk yang merupakan ancaman bagi kehidupan manusia antara lain : 1) ledakan penduduk, 2) krisis pangan 3) terkurasnya sumberdaya alam diperbaharui 4) pengrusakan lingkungan hidup dan 5) perang. Selanjutnya disebutkan bahwa suatu tuntutan akan perlunya masyarakat yang berkelanjutan, dan panggilan kemanusiaan untuk bertindak sedemikian rupa agar kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya menikmati hidup berkelanjutan di tengah keterbatasan dunia. Hal ini menunjukkan walaupun dunia yang diibaratkan tersebut maka peranan masyarakat untuk memelihara lingkungan demi kehidupan masa mendatang.

Dengan demikian bahwa pariwisata berkelanjutan harus bertitik tolak dari kepentingan dan partisipatif masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan wisatawan/pengunjung sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan kata lain bahwa pengelolaan sumberdaya wisata bahari dilakukan sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, social dan estetika dapat terpenuhi dengan


(44)

memelihara integritas cultural, proses ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan.

World Taurism Organization (1999) menyarankan prinsip pokok

pariwisata berkelanjutan yang sebaiknya diperhatikan dalam pengembangan pariwisata altrnatif yakni :

1. Tourism planning, development and operation should be part of conservation or sustainable depelopment strategies for a region, a province (state) or nation. Tourism planning, development and operation shouldbe crossectoral and intergrated, involving government agencies, private corporations, citizens groups and individual thus providing the widest possible benefits.

2. Tourism should be planned and managed in a sustainable manner, with due regard for the protection and appropriate economic uses of the natural and human environment in host areas.

3. Tourism should be undertaken with equity in mind to distribute fairly benefits and costs among tourism promoters and host people and areas.

4. Good information, research and communication on the nature of tourism and its effects on the human and cultural environment should be available prior to and during development, especially for the local people, so that they can participate in and influence the direction of development and its effects as much as possible, in the individual and collective interest.

5. Local people should be encouraged and expected to undertake leadership roles in planning, and development with the assistance of government, bussines, financial and other interests.

6. Intergrated environmental, social and economic planning analysis should be undertaken prior to the commencement of any mayor projects, with careful


(45)

consideration given to different types of tourism development and the ways in which they might link with existing uses, ways of life and environmental considerations. 7. Throughout all stages of tourism development and operation, a careful assessment

monitoring and mediation program should be conducted in order to allow local people and others to take advantage of opportunities or to respond to changes.

Adapun prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam Sustainable Tourism

Development ini menurut Burns & Holden terdiri dari :

1. Lingkungan memiliki nilai hakiki yang juga bisa sebagai asset pariwisata. Pemanfaatannya bukan hanya untuk kepentingan pendek, namun juga untuk kenpentingan generasi mendatang.

2. Pariwisata harus diperkenalkan sebagai aktifitas yang positif dengan memberikan keuntungan bersama kepada masyarakat, lingkungan dan wisatawan itu sendiri.

3. Hubungan antara pariwisata dan lingkungan harus dikelola sehingga lingkungan tersebut berkelanjutan untuk jangka panjang. Pariwisata harus tidak merusak sumberdaya, masih dapat dinikmati oleh generasi mendatang atau membawa dampak yang dapat diterima.

4. Aktifitas pariwisata dan pembangunan harus peduli terhadap skala/ ukuran alam dan karakter tempat kegiatan tersebut dilakukan.

5. Pada lokasi lainnya, keharmonisan harus dibangun antara kebutuhan-kebutuhan wisatawan, tempat/ lingkungan , dan masyarakat lokal.

6. Dalam dunia yang dinamis dan penuh dengan perubahan, dapat selalu memberikan keuntungan . Adaptasi terhadap perubahan, bagaimanapun juga, jangan sampai keluar dari prinsip-prinsip ini.


(46)

7. Industri pariwisata, pemerintah lokal dan lembaga swadaya masyarakat, pemerhati lingkungan, semuanya memiliki tugas untuk peduli pada prinsip-prinsip tersebut di atas dan kekerja bersama untuk merealisasikannya.

Agar supaya wisata bahari dapat berkelanjutan maka produk pariwisata bahari yang ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik. Dengan demikian masyarakat akan peduli terhadap sumberadaya wisata karena memberikan manfaat sehingga masyarakat merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam kehidupannya. Cernea ( 1991) dalam Lindberg K and D

E, Hawkins (1995) mengemukakan bahwa partisipasi lokal memberikan banyak

peluang secara efektif dalam kegiatan pembangunan dimana hal ini berarti bahwa memberi wewenang atau kekuasaan pada masyarakat sebagai pemeran social dan bukan subjek pasif untuk mengelola sumberdaya membuat keputusan dan melakukan control terhadap kegiatan–kegiatan yang mempengaruh kehidupan sesuai dengan kemampuan mereka. Adanya kegiatan wisata bahari haruslah menjamin kelestarian lingkungannya terutama yang terkait dengan sumberdaya hayati renewable maupun non renewable sehingga dapat menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut.

Di Kawasan wisata Nusa Dua Bali, Kawasan rekreasi Mangrove sungai Buloh di Singapore, Kawasan Pantai Copacabana di Rio de Jeneiro (Brasil), Kawasan Historik Puerto Madero Buenos aires (Argentina) dan Pantai Wisata di Hawaii merupakan contoh bagi pengembangan wisata bahari yng cukup terkenal di Dunia. Selain di Bali di wilayah pesisir di beberapa daerah di Indonesia sangat potensial bagi pengembangan wisata bahari karena berbagai ekosistem dan


(47)

ekologis setempat disamping budaya yang khas serta sejarah masa lampau sebagai bangsa bahari dapat di racik sebagai aktraksi wisata bahari. Seperti halnya di beberapa kawasan poensial pengembangan wiasata bahari antara lain di Kepulauan Raja Ampat Sorong yang memiliki ekosistem terumbu karang yang terlengkap dan terbaik di dunia (ekosistem), dari segi budaya masyakat setempat dengan pola hidup, adat dan budaya yang khas merupakan modal bagi pengembangan wisat bahari berbasis masyarakat. Jenis wisata bahari dengan memanfaatkan diantaranya berperahu, snorkeling, diving, berenang serta kegiatan di bagian daratatnya berupa piknik olahraga pantai serta menikmati atmosfer laut dsbnya. Contoh lainnya Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan Bandar bahari 4 Zaman yakni Zaman Hindu, Islam, Kolonial dan Zaman Kemerdekaan. Sangat potensial untuk dikembangkan untuk tujuan wisata budaya bahari.

Selain sumberdaya fisik dan alami maka sumberdaya lain seperti aspek budaya, sejarah menjadi salah satu atraksi yang dapat mendukung pengembangan kawasan wisata bahari hal ini didukung oleh keterkaitan etnik, yang tinggi yang dimiliki oleh wilayah pesisir. Walaupun mempunyai potensi untuk dikembangkan tanpa dukungan sarana prasarana transportasi, atraksi yang menarik, pelayanan yang baik serta informasi dan promosi maka kurang dikenal. Oleh karena itu sumberdaya pesisir dan lautan untuk wisata bahari dapat dikembangkan menjadi suatu pariwisata yang marketable jika memenuhi persayaratan sebagaimana gambar 2 dan 3.


(48)

Atraksi

Service

Promosi Informasi

Transportasi

Gambar 2.2. Komponen Fungsi dari Sisi Persediaan (Gunn, 1993)

Functioning tourism system

Finance Labor

Oragnisation leadership

Cultural resource

Entreprenneurship

Govermental policy

Community

Natural Resources Competition

Gambar 2.3. Pengaruh luar sistem Pariwisata (Gunn,1993)


(49)

Dari Gambar 3 bahwa faktor luar sangat berperanan bagi keberhasilan pengembangan wisata bahari. Pendekatan pengembangan wisata Bahari berkelanjutan sesuai tujuan tidak mengurangi kesejahteraan generasi masa yang akan datang. Dengan demikian sumberdaya pariwisata bahari akan berhasil dengan adanya ukuran keberhasilan mencakup kepuasan pengunjung, kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Secara harfiah pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang. Bahwa pembangunan pariwisata bahari berkelanjutan tidak boleh membahayakan sistem alam yang mendukung semua aspek kehidupan. Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat mengacu kepada upaya pemeliharaan sistem alam yang bertujuan untuk kesejateraan masyarakat.

Wilayah pesisir di Indonesia sangat potensial untuk di manfaatkan untuk kegiatan wisata Bahari baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengembangan wisata bahari di dasarkan kepada kondisi lokal spesifik dengan melibatkan masyarakat sekitarnya akan berkelanjutan. Perencanaan dan Pengembangan wisata bahari harus dilakukan secara terpadu sesuai dengan kondisi lokal spesifik, ekologis, bentang alam, adat dan budaya dimanfaatkan sebaik mungkin .


(50)

2.9. Strategi Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari Sebagai Sumber Pendapatan

Dalam kacamata ekonomi wilayah, berbagai lokasi wisata bahari yang memiliki posisi strategis di dalam struktur alokasi dan distribusi sumberdaya ekonomi disebut memiliki locational rent yang tinggi. Nilai ekonomi kawasan yang

berada pada daerah pesisir, selain ditentukan oleh rent lokasi (locational rent), setidak-tidaknya juga mengandung tiga unsur economic rent lainnya, yakni ricardian rent, environmental rent dan social rent. Ricardian rent adalah rent berdasarkan kekayaan dan kesesuaian sumberdaya yang dimiliki untuk berbagai potensi penggunaan aktivitas ekonomi, seperti kesesuaiannya (suitability) untuk berbagai aktivitas budi daya (tambak), kesesuaian fisik untuk pengembangan pelabuhan, dan sebagainya. Environmental rent kawasan kawasan pesisir adalah nilai atau

fungsi kawasan yang didasarkan atas fungsinya di dalam keseimbangan lingkungan, sedangkan social rent menyangkut manfaat kawasan untuk berbagai

fungsi sosial.Berbagai nilai-nilai budaya masyarakat banyak yang menempatkan kawasan pesisir sebagai kawasan dengan fungsi-fungsi sosial tertentu (Rustiadi, 2001).

Di dalam mekanisme pasar, pada umumnya hanya locational dan

ricardian rent yang telah terinternalisasi di dalam struktur nilai pasar, akibatnya

berbagai fungsi lingkungan dan sosial kawasan wisata banyak mengalami degradasi dan tidak mendapat penilaian yang semestinya.


(51)

Terkait dengan perubahan fungsi lahan bahwa sebenarnya perencanaan tata guna lahan serta penentuan kebijakan penggunaan lahan saling berhubungan antara perencanaan dan kebijakan penggunaan lahan yang melengkapi dasar penentuan fungsi yang layak untuk suatu lahan.

Pola penggunaan lahan menunjukkan keterkaitan antara aktivitas manusia dengan sebidang lahan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak manusia yang bermukim pada suatu wilayah, maka semakin besarlah intervensi manusia dalam mengubah penggunaan lahan untuk berbagai macam bentuk kegiatan.

Sutikno dan Malingreau (dalam Ahmad, 1997) menyebutkan bahwa pola penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara permanen ataupun secara siklus terhadap sekumpulan sumberdaya lahan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat dari lahan, guna mencukupi kebutuhan hidupnya, baik berupa kebendaan maupun sprituil ataupun keduanya. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Mangunsukardjo (dalam Ahmad, 1997) bahwa pola penggunaan lahan merupakan bentuk penggunaan oleh manusia terhadap lahan, termasuk keadaan yang belum terpenuhi untuk mencukupi kebutuhan manusia.

Best dan Sinaga (dalam Ahmad, 1997) memberikan pengertian pola

penggunaan lahan ke dalam aspek keruangan dari semua aktivitas manusia atas lahannya dan secara adaptasi atau yang dapat diadaptasikan terhadap permukaan lahan untuk mencukupi kebutuhan manusia. Dalam membicarakan penggunaan lahan ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu keadaan penggunaan lahan yang aktual dan penggunaan lahan potensial. Pola penggunaan lahan sekarang


(52)

pada dasarnya merupakan hasil dari berbagai faktor penyebab, sebagian besar berkaitan dengan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Penggunaan lahan potensial tidak selalu sama dengan penggunaan lahan sekarang, bahkan sering berbeda dengan penggunaan lahan yang disesuaikan dengan kemampuannya.

Tata guna lahan adalah pengaturan penggunaan lahan. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait dengan fungsi-fungsi perkotaan seperti lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Rencana tata guna lahan juga memberi kesempatan untuk pembangunan perumahan, daerah perbelanjaan dan pembangunan ekonomi yang memadai disamping memberikan perlindungan bagi daerah-daerah serta sumber daya lingkungan yang menentukan.

Rencana penggunaan lahan dimaksudkan sebagai suatu sarana penting untuk mencapai tujuan-tujuan fisik, ekonomi dan sosial suatu daerah. Ada beberapa pertimbangan sebagai langkah dalam merencanakan penggunaan lahan yang dibagi 5 bagian (Urban Pattern, Simon Eisner, Arthur Gallioan, Stanley

Eisner, 266).

1. Mengidentifikasi tujuan dan prinsip penggunaan perumahan, perdagangan, rekreasi, pendidikan dan industri serta menurut standar bagi pengguna seperti itu.

2. Memfokuskan pada sifat dan pola perkembangan didalam batas wilayah yang ada, apa yang diperlukan dalam pola penggunaan lahan dan pertumbuhan


(53)

sebesar apa yang dapat diakomodasikan di wilayah perkembangan kota saat ini.

3. Melihat secara terinci pada kawasan yang masih belum berkembang disekitar daerah itu, “wilayah pengaruh’’ daerah yang bersangkutan. Penggunaan lahan yang ada diidentifikasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian tanah untuk perkembangan di masa depan dibahas, standar untuk pembangunan baru diusulkan.

4. Mempersatukan analisis dan hasil dari bagian-bagian sebelumnya dan mengusulkan suatu rencana penggunaan lahan yang komprehensif dan terpadu, baik bagi kota itu maupun wilayah pengaruhnya, termasuk semua kebutuhan, fasilitas-fasilitas dan kenikmatan yang diperlukan untuk melayani penduduk. Rencana ini adalah unsur penting dalam upaya untuk mengelola pertumbuhan dan didasarkan pada perkiraan pertumbuhan masa depan, pola perkembangan saat ini dan keinginan daerah tentang seberapa besar pertumbuhan yang dapat di akomodasikan baik secara fisik maupun finansial. 5. Menganalisa dan mengidentifikasi saran-saran yang dapat digunakan untuk

melaksanakan rencana yang diusulkan.

Hal yang menentukan nilai tanah secara sosial dapat diterangkan dalam proses ekologi yang berhubungan dengan sifat tanah, dan dengan proses organisasi yang berhubungan dengan masyarakat, yang semuanya mempunyai kaitan dengan tingkah laku dan perbuatan kelompok masyarakat (Jayadinata,


(54)

Beberapa pedoman dalam pola penggunaan lahan di wilayah pesisir, secara terpadu (Duhari et al. 2001) khususnya daerah Pariwisata bahwa perencanaan pengembangan pariwisata di daerah pesisir hendaknya dilakukan secara menyeluruh, termasuk inventarisasi sumber daya dan dampaknya terhadap lingkungan. Pembangunan tempat berlabuh (marina) dan fasilitas lainnya (toko, hotel dan pemukiman) direncanakan dengan cermat.

Oleh karena itu peranan strategis wilayah wisata bahari hanya tercapai jika memenuhi persyaratan-persyaratan berikut: (1) Basis ekonomi (economic base)

wilayah yang bertumbuh atas sumberdaya-sumberdaya domestik yang terbaharui (domesticrenewable resources), (2) Memiliki keterkaitan ke belakang (backward

lingkage)dan ke depan (forward lingkage) terhadap berbagai sektor ekonomi

lainnya didaerah yang bersangkutan secara signifikan sehingga perkembangan sektor basisdapat menimbulkan efek ganda (multiplier effect) terhadap perkembangan sektorsektorlainnya di daerah yang bersangkutan, (3) Efek ganda (multiplier effect) yang signifikan dari sektor basis dan sektor-sektor turunan dan penunjangnya denganpen ciptaan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat (sektor rumah tangga), sektor pemerintah lokal/daerah (sektor pajak/retribusi) dan PDRB wilayah, (4) Keterkaitan lintas regional di dalam maupun antar wilayah yang tinggi (interand inter-regional interaction) akan lebih menjamin aliran alokasi dan distribusi sumberdaya yang efisien dan stabil sehingga menurunkan ketidakpastian(uncertainty), dan (5) Terjadinya learning process secara berkelanjutan yangmendorong terjadinya koreksi dan peningkatan secara terus menerus secara berkelanjutan.


(55)

Untuk mencapai pembangunan wisata bahari secara optimal, berkelanjutan dan andal, salah satu aspek yang sangat penting adalah aspek sosial, ekonomi dan budaya. Aspek ini mensyaratkan bahwa masyarakat disekitar sebagai pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan wisata bahari harus mendapatkan manfaat terbesar dari kegiatan pembangunan tersebut. Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan justru dinikmati oleh penduduk di luar wilayah pesisir. Oleh karena itu kebijakan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir yang harus diterapkan adalah (Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, 1998):

1) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir dan memastikan bahwa mereka mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan.

2) Meningkatkan peran serta masyarakat pesisir dalam pembangunan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan.

3) Memasyarakatkan pembangunan masyarakat pesisir yang berwawasan lingkungan yang diikuti oleh peningkatan pendapatan.

2.10. Konsep Pembangunan dan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang meliputi perubahan-perubahan struktur social, sikap masyarakat, lembaga-lembaga nasional, sekaligus pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan, dan pemberantasan kemiskinan absolut. (Todaro, 1989). Sehingga sesuai konsep dasar dari pembangunan melahirkan beberapa arti dari pembangunan yaitu :


(56)

1. Capacity : menyangkut aspek kemampuan meningkatkan produk tivitas atau income.

2. Equity : Menyangkut aspek pengurangan kesenjangan antara berbagai lapisan masyarakat dan daerah.

3. Empowermen : Pemberdayaan masyarakat agar dapat menjadi aktif dalam memperjuangkan nasibnya dan sesamanya.

4. Sustainable : Menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian Pembangunan. Paradigma pembangunan nasional yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi berbasis People Centre Development, perlu digandeng dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berkelanjutan

didefinisikan oleh World Commission on Environment and Development, adalah

“pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya”.

Konsep pembangunan yang berkelanjutan telah menjadi kesepakatan hampir seluruh bangsa-bangsa di dunia sejak KTT Bumi di Rio de Janeiro 1992.

Perbedaan antara pariwisata lama dan pariwisata baru seperti yang dinyatakan oleh Poon dlm. Faulkner, 1997. terletak pada karakteristik konsumennya, cara pengelolaanya saat ini, teknologi yang diterapkan, dan proses produksi yang membuat pariwisata lama menjadi bentuk yang dikemas secara baku dan kaku, sementara pariwisata baru mengarah ke kelompok yang lebih kecil, lebih luwes dan lebih mandiri.

Perubahan pariwisata yang lain ialah pola ruangnya, arus wisatawan ke Negara berkembang maningkat lebih pesat dari sebelumnya dan juga lebih cepat


(57)

dari perubahan arus wisatawan ke negara maju. Arus dari negara maju ke negara maju telah menurun secara proporsional pada sepuluh tahun terakhir ini, karena semakin kuatnya minat wisatawan akan budaya asli daa alam yang murni. Perubahan bentuk pariwisata yang dimksud adalah munculnya pariwisata alternatif yang oleh Edington dan Smith diberi batasan sebagai ”Bentuk pariwisata yang konsisten dengan nilai-nilai alam, sosial dan masyarakat yang memungkinkan baik tuan rumah maupun pengunjung untuk menikmati interaksi yang positif dan berarti dan saling membagikan pengalamannya” (Gunawan, 1997).

Pariwisata alternatif merupakan bentuk oposisi dari pariwisata konvensional/ masal. Menurut Wearing dan Neil (2000) pariwisata alternatif didefenisikan sebagai bentuk-bentuk pariwisata yang menaruh perhatian dan konsisten terhadap alam, sosial dan nilai-nilai kemasyarakatan, dan memberikan kesempatan wisatawan dan penduduk lokal untuk berinteraksi dan menikmatinya secara positif dan saling tukar pengalaman.


(58)

Dari karakteristik yang digambarkan di atas dapat dilihat bahwa ekowisata adalah salah satu bentuk dari pariwisata alternatif. Dalam istilah yang paling sederhana, ekowisata dapat digambarkan sebagai kegiatan wisata dengan dampak yang minimal, koservasi, bertanggung jawab dan apresiatif terhadap lingkungan dan budaya masyarakat yang dikunjungi.

Sementara itu para pemerhati/pakar lingkungan mulai menyadari bahwa upaya-upaya menjaga kelestarian lingkungan tidak akan efektif jika tidak didukung oleh masyarakat luas, khususnya penduduk setempat, dan penduduk setempat akan mendukungnya jika mereka juga dapat memperoleh manfaat dari lingkungan yang lestari tadi, sehingga kesejahteraan hidup mereka bisa meningkat.

Sehubungan dengan itu pada tahun 1993, The Ecotourism Society memberi rumusan defenisi yang bersifat pro-aktif tentang pengertian ecotourism, yaitu

ecotourism is responsible travel to natural areas which conserves the environment and improves the welfare of local people. Selanjutnya The Ecotourism Society

menetapkan delapan prinsip pengembangan ekowisata, yaitu:

1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penamggulangan disesuaikan dengan sifat karakter alam dan budaya setempat.

2. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam.


(1)

kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan lembaga keuangan mikro, penggalangan pertisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkelanjutan. Pada awalnya program PEMP diawali untuk memberdayakan masyarakat pesisir sekaligus mengatasi dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) terhadap perekonomian masyarakat pesisir yang difokuskan pada penguatan modal. Di kabupaten Sergai PEMP dimulai pada tahun 2006 dengan lokasi dan pusat kegiatan di Kecamatan Teluk Mengkudu.

Keempat, pengaruh positif dari perkembangan daerah wisata di Pantai

Cermin adalah memperbaiki sistem perekonomian masyarakat tepi pantai. Dampak yang dirasakan positif oleh masyarakat terhadap perkembangan pariwisata di Serdang Bedagai adalah semakin menyerap tenaga kerja. Kini masyarakat tidak lagi hanya menggantungkan pencaharian dari hasil laut saja melainkan telah beralih ke usaha jasa dengan memberikan pelayanan terbaik buat pengunjung.

Kelima, selain berdampak terhadap perbaikan ekonomi masyarakat

nelayan, pengembangan pariwisata Pantai Cermin telah merubah karakter masyarakat Pantai Cermin. Budaya “kojo tak kojo” semakin lama telah terkikis dengan budaya kerja keras melalui usaha jasa melalui pariwisata.

Keenam, tidak adanya penolakan dari masyarakat terhadap pencanangan

Pemkab Sergei terhadap Pantai Cermin untuk dijadikan wisata bahari bertaraf nasional dan bahkan internasional. Ketiadaan penolakan masyarakat terhadap pencanangan Pemkab Sergei memang sudah merupakan bagian dari partisipasi


(2)

masyarakat. Oleh karena tanpa partisipasi masyarakat tentu saja pengembangan wisata Bahari Pantai Cermin tidak akan membuahkan hasil yang maksimal.

Ketujuh, masyarakat secara sadar dan sukarela secara bersama-sama

menjaga lingkungan hidup di daerah wisata. Artinya bahwa ketika Pantai Cermin telah baik dan wisatawan semakin banyak hadir ke Pantai Cermin maka secara sukarela dan secara bersama-sama masyarakat mulai menjaga kelestarian lingkungan hidup di daerah wisata Pantai Cermin. Masyarakat melindungi kawasan bahari Pantai Cermin dari limbah dan sampah yang kemungkinan akan bisa merusak lingkungan hidup di Pantai Cermin. Dan pada akhirnya kerusakan tersebut akan menimbulkan kerugian baik dari segi kerugian terhadap ekosistem maupun kerugian dari segi pendapatan masyarakat Pantai Cermin.

Kedelapan , masyarakat secara sadar dan sukarela, bersama-sama menjaga

keamanan daerah wisata bahari. Masyarakat khususnya kaum pemuda membuat karang taruna dan bertanggungjawab terhadap kenyamanan pengunjung wisata Pantai Cermin.

Kesembilan, masyarakat sepakat membentuk koperasi bersama yang

berfungsi untuk melakukan pengendalian harga pelayanan wisata agar terjadi stabilitas harga. Hal lain yang dilakukan masyarakat sebagai wujud dari partisipasi adalah membentuk koperasi bersama. Koperasi ini bertujuan untuk mengendalikan harga-harga yang dijual di wisata Bahari Pantai Cermin.

Kesepuluh, masyarakat juga terlibat dalam rangka penyusunan RPJM dan

RPJP. Keterlibatan masyarakat ini memang sangat signifikan. Dan hasilnya memang sangat dirasakan bermanfaat. Dimana Perda-Perda yang dihasilkan tidak


(3)

menemukan banyak masalah pada tataran implementasinya. Masyarakat sangat patuh terhadap perda yang dibuat terlebih lagi perda yang menjelaskan tentang wisata. Masyarakat memang sangat terbantukan dengan adanya wisata bahari Pantai Cermin. Oleh karena wisata Bahari tersebut bisa menambah mata pencaharian masyarakat Pantai Cermin.

Saran

Saran yang bisa disampaikan melalui tulisan ini adalah wisata bahari Serdang Bedagai merupakan aset daerah dan bahkan aset nasional. Oleh karena dapat mendatangkan peningkatan PAD dan devisa negara. Oleh karena itu wisata Bahari di Serdang Bedagai khususnya Pantai Cermin harus tetap dijaga dan dilestarikan dengan baik.

Perlu ditegaskan kembali bahwa pengembangan wisata Pantai Cermin hendaknya berlandaskan pada pola pembangunan partisipatif. Perencanaan dengan pendekatan partisipatif atau biasa disebut sebagai participatory planning ini, jika dikaitkan dengan pendapat Friedmann, sebenarnya merupakan suatu proses politik untuk memperoleh kesepakatan bersama (collective agreement) melalui aktivitas negosiasi antar seluruh pelaku pembangunan (stakeholders). Proses politik ini dilakukan secara transparan dan aksesibel sehingga masyarakat memperoleh kemudahan setiap proses pembangunan yang dilakukan serta setiap tahap perkembangannya. Dalam hal ini perencanaan partisipatif lebih sebagai sebuah alat pengambilan keputusan yang diharapkan dapat meminimalkan konflik antar stakeholder. Perencanaan partisipatif juga dapat dipandang sebagai


(4)

instrumen pembelajaran masyarakat (social learning) secara kolektif melalui interaksi antar seluruh pelaku pembangunan atau stakeholders tersebut. Pembelajaran ini pada akhirnya akan meningkatkan kapasitas seluruh


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I Gde, “ kebijakan pembangunan Parawisata Indonesia : Peluang dan Tantangan: Makalah disampaikan pada kuliah perdana Program Studi Parawisata Pasca sarjana UGM tanggal 23 September 2003

BPS, Analisis pasar wisatawan Nusantara 1987, jakarta BPS, Statistik Wisatawan Nusantara, 2001

Cadwick, Robin A, “ The Consept, Defenition, and Measures Used in Travel and Tourist Research”, dalam Ritchi, J.R. Brent dan Goeldner, Charles, Travel, Tourism, and Hospitality Research: A Handbook for Managers and Researches, New York, Jhon Wiley & Sons, 1994

Conyers, Diana. 1991. “ An Introduction To Social Planning In The Third World ”. By Jhon Wiley & sons Ltd, 1994, Terjemahan Drs. Susetiawan. SU : “ Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga : Suatu

Pengantar”. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. (xi, 335 hal.)

Cohen and Uphoff. 1977. Rural Development Participation. New York: Cornel University.

Dahuri, R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan.

Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2003

Damanik, Janianton, 2003, Masyarakat Desa Menyongsong Parawisata, makalah disampaikan dalam Pelatihan Peningkatan Kualitas SDM Parawisata Daerah Provinsi DIY di Yogyakarta, tanggal 17 Juni 2003

Naisbitt, Jhon, Global Paradox, Jakarta, Binarupa Aksara (terj) 1997

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta, 1990.

Opperman, Martin dan Key-Sung, Chon, 1980, Tourist Area cycle of Evolution : Implication for Management of Resource, canaadian Geographer, vol .XXIV, No.1.

Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang, (2002), Pola dasar pembangunan Daerah kabupaten Deli Serdang.


(6)

Stephen, W, Tourism Geography, London, Routledge, 1988

Sutowo, Ponco. 2002, tantangan Industri Parawisata Daerah. Jawa Pos. Undang-undang Nomor 9 tahun 1990 tantang Kepariwisataan