Kerangka Pikir KAJIAN PUSTAKA

32 b. Strategi mengatasi masalah berorientasi pada emosi SMM-E. Individu mengurangi atau menghilangkan stress yang dihadapinya dengan cara tidak langsung tetapi lebih diarahkan terhadap tekan-tekanan emosi yang dirasakannya.

B. Kerangka Pikir

Maraknya kasus kekerasan dalam pacaran di Indonesia menjadi fenomena yang menarik. Hampir setiap tahun terdapat angka kekerasan dalam pacaran yang dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia PKBI dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Kasus kekerasan dalam pacaran di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh kalangan tertentu saja tetapi ada juga mahasiswa dan bahkan pelajar. Kekerasan dalam pacaran adalah kekerasan yang dilakukan oleh seseorang dalam masa pacaran yang berakibat penderitaan bagi korban baik segi fisik maupun non-fisik. Adapun bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran diantaranya adalah kekerasan fisik yaitu perilaku yang membuat pacar terluka secara fisik, misalnya; memukul, menampar, menjambak rambut, menendang, kekerasan non fisik psikologis yaitu perilaku yang membuat pacar terluka secara psikis, misalnya; menghina, mencurigai pasangan berselingkuh, mengekang, mengancam, posesif. Kekerasan Seksual yaitu pemaksaan untuk melakukan kegiatan atau kontak seksual, misalnya; rayuan agar dapat melakukan hubungan seksual, sentuhan-sentuhan yang tidak diinginkan seperti menyentuh bagian-bagian vital seperti dada, bokong, gurauan-gurauan seksual 33 serta pemerkosaan. Kekerasan ekonomi yaitu pemerasan terhadap korban seperti mengambil uang korban, mengatur pengeluaran dari hal sekecil- kecilnya dengan maksud mengendalikan tindakan korban, memaksa korban untuk membiayai kebutuhannya sehari-hari dan kekerasan spiritual yakni dengan merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban untuk meyakini hal-hal yang tidak diyakininya, memaksa korban mempraktikkan ritual dan keyakinan tertentu. Kekerasan dalam pacaran bisa disebabkan dari berbagai faktor, diantaranya faktor individu sebagai pemicu tindak kekerasan dalam pacaran adalah kontrol diri pelaku yang lemah terhadap suatu masalah, menjadikan ia mudah sekali melakukan tindak kekerasan dalam menghadapi suatu masalah. Faktor individu ini bisa didapat dari pengalaman pola asuh dalam keluarga, masa lalunya, pelaku pernah menjadi korban kekerasan atau terbiasa dengan tindak kekerasan di masa kecilnya dan faktor lingkungan adalah faktor di luar dari si pelaku kekerasan. Seperti pengaruh teman sebaya, mengkonsumsi NAZA yang dapat mengganggu mental dan perilaku seseorang, sehingga dapat mengganggu mental dan perilaku seseorang. Kekerasan dalam pacaran tidak hanya berdampak pada korban melainkan pada psikologis pelakunya seperti rasa depresi, trauma, perasaan bersalah, menyalahkan diri sendiri, dan mencoba bunuh diri karena malu. Adapun dampak lain apabila si korban tidak terima atas tindak kekerasan yang dialaminya akan berdampak pada masalah hukum dan tindak pidana yang menyebabkan pelaku dikenai pasal-pasal dalam Undang-undang Negara. 34 Ada dua jenis strategi dalam mengatasi masalah yaitu strategi mengatasi masalah yang berorientasi pada masalah SMM-M dan strategi mengatasi masalah yang berorientasi pada emosi SMM-E. Strategi mengatasi masalah yang berorientasi pada masalah SMM-M, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress. Usaha yang dilakukan individu lebih banyak diarahkan kepada bentuk-bentuk usaha untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dan strategi mengatasi masalah yang berorientasi pada emosi SMM- E, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Usaha yang dilakukan oleh individu ini untuk mengurangi atau menghilangkan stress yang dirasakannya tidak dengan menghadapi masalahnya secara langsung, tetapi lebih diarahkan untuk menghadapi tekanan-tekanan emosi yang dirasakannya. Fenomena yang dapat dilihat di kalangan mahasiswa bahwa kekerasan dalam pacaran masih terjadi. Adanya anggapan bahwa pelaku kekerasan selalu dilakukan oleh laki-laki belum tentu semua melakukan demikian. Perempuan pun bisa menjadi pelaku kekerasan meski jarang terjadi. Ini disebabkan karena adanya dominasi dari salah satu pasangan sehingga menyebabkan terjadinya kekerasan dalam pacaran. Bentuk-bentuk kekerasannya pun beragam, dari kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan ekonomi, bahkan kekerasan seksual. Faktor penyebab AB, AD dan AE melakukan kekerasan dalam pacaran masih belum diketahui secara pasti. 35 Hal ini membuat AB, AD dan AE merasa bersalah setelah melakukan kekerasan dalam pacaran terhadap pacarnya. Karenanya penulis bermaksud mengidentifikasi bentuk-bentuk kekerasan, faktor-faktor penyebab, dampak setelah melakukan kekerasan serta strategi mengatasi masalah agar kekerasan tidak terjadi lagi.

C. Pertanyaan Penelitian