Analisis penetapan harga pokok produksi bibit krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

(1)

Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan

pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Oleh:

Melly Kusumawardhani A14104048

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI

FAKULTAS PERTANIAN INSTITIUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

MELLY KUSUMAWARDHANI. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Di bawah bimbingan IMAN FIRMANSYAH.

Permintaan bunga krisan di Indonesia setiap tahun cenderung mengalami peningkatan, bahkan pernah mencapai 25 persen. krisan sebagai bunga potong sangat disenangi konsumen di Indonesia karena keindahannya dan termasuk salah satu komoditi utama tanaman hias disamping mawar, anggrek dan gladiol, keragaman bentuk, warna dan mudah dirangkai serta memiliki kesegaran bunga cukup lama, bahkan bisa bertahan sampai tiga minggu. Seperti halnya krisan, permintaan bibit krisan pun relatif tinggi karena permintaan bibit diturunkan dari permintaan terhadap komoditas yang bersangkutan. Permintaan tersebut datang dari pasar dalam dan luar negeri. Volume ekspor dan impor bibit krisan mencapai 43.614.000 bibit dengan nilai sebesar US $ 2.922.13. Tingginya permintaan bibit krisan ini merupakan peluang bisnis yang cukup menjanjikan, sehingga kini banyak perusahaan dalam negeri yang membudidayakan bibit krisan guna memenuhi permintaan pasar yang ada, baik dalam maupun luar negeri dan salah satunya adalah PT. Inggu Laut Abadi.

PT. Inggu Laut Abadi melakukan perbanyakan krisan dengan sistem kultur jaringan. Perusahaan mampu memproduksi 180.000-200.000 bibit per bulan dan telah mampu memenuhi permintaan pasar sekitar 60 persen. Dari rata-rata permintaan 9000 bibit per hari, perusahaan telah mampu menyediakan 5000 bibit per hari. Harga jual per bibit yang ditetapkan perusahaan relatif rendah dibanding para pesaingnya, sehingga permintaan bibit ke perusahaan relatif tinggi. Terkait dengan hal tersebut, pemilik berupaya untuk mempertahankan harga jualnya (harga jual yang selama ini dietapkan perusahaan). Melalui harga jual yang rendah diharapkan petani tetap mampu membeli bibit ke perusahaan. Namun, tujuan tersebut terkendala oleh adanya peningkatan biaya produksi yang dialami perusahaan terutama biaya bahan baku. Bahan kimia yang merupakan bahan baku utama dalam kegiatan kultur jaringan diperkirakan akan habis pada tahun 2008 sehingga perusahaan harus melakukan pembelian bahan kimia baru guna menjaga kelangsungan kegiatan kultur jaringannya tersebut. Adanya pembelian bahan kimia tentu saja akan menambah biaya produksi yang harus dikeluarkan perusahaan karena harga bahan kimia yang berlaku saat ini cenderung mengalami peningkatan dibanding harga lima tahun lalu. Penambahan dalam biaya produksi ini akan berpengaruh pada harga pokok produksi yang pada akhirnya berdampak pada harga jual bibit. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode penetapan harga pokok produksi yang tepat guna membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit yang diproduksi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan harga pokok produksi, menganalisis metode-metode penetapan harga pokok produksi, serta merumuskan alternatif metode penetapan harga pokok produksi bagi perusahaan.

Penelitian ini dilakukan di PT. Inggu Laut Abadi, Cianjur Jawa Barat dengan waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2008.


(3)

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak perusahaan dan toko kimia Intra Lab yang menjadi langganan perusahaan, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan manajemen perusahaan seperti laporan harian, bulanan, dan tahunan serta dari Dinas Pertanian Bogor, BPS, hasil penelitian terdahulu, dan literatur-literatur lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

Metode yang digunakan untuk menetapkan harga pokok produksi pada penelitian ini adalah metode full costing, variable costing, dan metode perusahaan. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan kalkulator dan program komputer Ms. Excel. Hasil analisis dari setiap metode yang digunakan, akan dibandingkan besarnya harga pokok produksi yang timbul dan dilakukan perbandingan antar metode-metode tersebut dengan metode penetapan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan perusahaan. Dari hasil analisis perbandingan dan perhitungan penghematan tersebut dapat dilakukan pemilihan alternatif metode penetapan harga pokok produksi yang tepat bagi perusahaan.

Metode penentuan harga pokok produksi yang diterapkan PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat tidak termasuk ke dalam metode full costing, variable costing, maupun activity based costing. Penentuan harga pokok produksi perusahaan hanya didasarkan pada biaya aktual yang dikeluarkan perusahaan dalam periode berjalan (satu bulan), mulai dari kegiatan pembuatan media ½ Murashige and Skoog (MS) sebagai bahan baku dalam kultur jaringan sampai dengan pemanenan bibit krisan yang sudah berakar. Penetapan harga pokok produksi sampai tahun 2007 masih memperhitungkan bahan kimia makro dan mikro dengan harga lama. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2008 ini perusahaan berencana akan melakukan pembelian bahan kimia makro dan mikro, sehingga biaya bahan baku yang dimasukkan ke dalam perhitunga harga pokok produksi adalah harga bahan kimia makro dan mikro tahun 2008.

Komponen harga pokok produksi yang diperhitungkan perusahaan meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik (BOP). Biaya bahan baku terdiri dari biaya pembuatan media ½ Murashige and Skoog

(MS) dan biaya bahan penolong yang terdiri dari pestisida, sekam bakar, polybag,

rootone, plastik wrap, karet, tisu gulung, spirtus, dan mata pisau. Biaya tenaga kerja meliputi tenaga kerja tetap yaitu gaji karyawan bagian laboratorium, kebun atau green house (GH), dan upah tenaga kerja harian serta biaya tenaga kerja variabel yaitu upah lembur dan uang makan karyawan. Adapun BOP terdiri dari BOP tetap yaitu biaya listrik kebun dan kantor, biaya pemeliharaan dan perbaikan peralatan laboratorium dan inventaris kantor, Gaji karyawan administrasi dan umum, serta biaya penyusutan yang terdiri dari penyusutan Laminair Air Flow

(LAF), laboratorium, GH, AC, dan autoklaf serta BOP variabel yang hanya terdiri dari biaya bahan bakar gas.

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, memperlihatkan adanya perbedaan harga pokok antara metode perusahaan dengan perhitungan harga pokok metode full costing maupun variable costing, baik sebelum maupun sesudah kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro. Rata-rata harga pokok produksi baik sebelum maupun sesudah kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro dengan metode variable costing memiliki nilai terkecil bila dibandingkan


(4)

dengan metode perusahaan maupun full costing. Untuk rata-rata harga pokok per bibit sebelum kenaikan dengan menggunakan metode full costing menghasilkan nilai tertinggi, sedangkan rata-rata harga pokok per bibit dengan menggunakan metode perusahaan berada di antara metode full costing dan variable costing. Rata-rata harga pokok per bibit dengan menggunakan metode perusahaan adalah sebesar Rp 137,313 per bibit, dua kali lipat lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga pokok dengan variable costing yang hanya Rp 59,369 per bibit. Metode

variable costing dapat menghasilkan penghematan sebesar Rp 77,944 per bibitnya, sedangkan metode full costing justru menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibanding metode perusahaan, yaitu sebesar Rp 15 per bibitnya. Adapun untuk rata-rata harga pokok per bibit setelah kenaikan dengan menggunakan metode perusahaan adalah sebesar Rp 112,014 per bibit, dua kali lipat lebih tinggi jika dibanding harga pokok dengan variable costing yang hanya Rp 49,717 per bibit. Metode variablecosting dapat menghemat sebesar Rp 62,297 per bibitnya, sedangkan metode full costing justru menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibanding metode perusahaan, yaitu sebesar Rp 10,878 per bibitnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran yang dapat direkomendasikan kepada perusahaan diantaranya perusahaan sebaiknya tidak memasukkan biaya pembelian plastik packing, dus packing, dan lakban ke dalam perhitungan harga pokok produksi, metode penetapan harga pokok produksi yang disarankan kepada perusahaan yaitu metode variable costing karena akan menyebabkan harga jual yang rendah pula sehingga diharapkan sesuai dengan daya beli petani yang umumnya rendah, serta untuk minimisasi biaya, perusahaan sebaiknya meminimalkan biaya pemeliharaan dan perbaikan.


(5)

Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan

pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Oleh:

Melly Kusumawardhani A14104048

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI

FAKULTAS PERTANIAN INSTITIUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Judul Skripsi : Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Nama : Melly Kusumawardhani

NRP : A14104048

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Drs. Iman Firmansyah, M. Si NIP 131 760 851

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI BIBIT KRISAN PADA PT. INGGU LAUT ABADI KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU

Bogor, Mei 2008

Melly Kusumawardhani A14104048


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Majalengka pada tanggal 19 Oktober 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Mahrudin Rahman dan Ibu Elly Kuslaeli Somantri.

Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK. Budi Asih Cikijing tahun 1992. Kemudian melanjutkan ke pendidikan dasar di SD Negeri Cidulang III dan lulus pada tahun 1998. Penulis menyelesaikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri I Cikijing pada tahun 2001. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri I Kuningan dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kampus baik yang bersifat intra maupun ekstra. Organisasi yang pernah diikuti penulis yaitu OMDA HIMARIKA (Organisasi Mahasiswa Daerah Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning Kuningan) pada tahun 2004-2007 dan Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi Mahasiswa pada tahun 2005-2006.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis proses penetapan harga pokok produksi bibit krisan yang selama ini dilakukan oleh perusahaan, untuk kemudian dapat dibandingkan dengan metode perhitungan yang didapat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis. Melalui hasil perbandingan diharapkan dihasilkan suatu metode yang tepat yang dapat digunakan perusahaan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Bogor, Mei 2008


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dan Mamah tercinta beserta seluruh keluarga besar atas segala kasih sayang, kesabaran, pengorbanan serta do’a yang tiada hentinya selama penulis menempuh pendidikan.

2. Drs. Iman Firmansyah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi.

3. Ir. Joko Purwono, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama dan Etriya, SP atas kesediaannya menjadi dosen penguji wakil komisi pendidikan. 4. Ir. Harmini, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan

bimbingan selama masa perkuliahan penulis.

5. Bapak Drs. Bambang Haryanto, MS beserta Ibu, serta seluruh karyawan PT. Inggu Laut Abadi (Mas Wahyu, A’ Dede, Neng, Ikun, Ace, A’ Agus, Amang, T’ Nyai, T’ Lilis, Syarif, A’ Asep, A’ Cecep) atas semua informasi dan kebersamaan yang diberikan.

6. Andi Riyandi yang senantiasa setia dan sabar mendengarkan keluh kesah penulis selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi. Terima kasih atas segala kebaikan dan pengorbanan yang diberikan.

7. Teman-teman terhebat dan terbaik “ USA (Sri Maryati, Nia Rosiana, Sri Wahyu Lestari, R. Irsan Nurgozali, Medina Rachma, Taufik Firmansyah, dan Doni Kurniawan” serta Kak Feryanto yang senantiasa setia mendampingi serta memberikan masukan-masukan yang berharga bagi penulis selama masa


(11)

Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan

pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Oleh:

Melly Kusumawardhani A14104048

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI

FAKULTAS PERTANIAN INSTITIUT PERTANIAN BOGOR


(12)

RINGKASAN

MELLY KUSUMAWARDHANI. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Di bawah bimbingan IMAN FIRMANSYAH.

Permintaan bunga krisan di Indonesia setiap tahun cenderung mengalami peningkatan, bahkan pernah mencapai 25 persen. krisan sebagai bunga potong sangat disenangi konsumen di Indonesia karena keindahannya dan termasuk salah satu komoditi utama tanaman hias disamping mawar, anggrek dan gladiol, keragaman bentuk, warna dan mudah dirangkai serta memiliki kesegaran bunga cukup lama, bahkan bisa bertahan sampai tiga minggu. Seperti halnya krisan, permintaan bibit krisan pun relatif tinggi karena permintaan bibit diturunkan dari permintaan terhadap komoditas yang bersangkutan. Permintaan tersebut datang dari pasar dalam dan luar negeri. Volume ekspor dan impor bibit krisan mencapai 43.614.000 bibit dengan nilai sebesar US $ 2.922.13. Tingginya permintaan bibit krisan ini merupakan peluang bisnis yang cukup menjanjikan, sehingga kini banyak perusahaan dalam negeri yang membudidayakan bibit krisan guna memenuhi permintaan pasar yang ada, baik dalam maupun luar negeri dan salah satunya adalah PT. Inggu Laut Abadi.

PT. Inggu Laut Abadi melakukan perbanyakan krisan dengan sistem kultur jaringan. Perusahaan mampu memproduksi 180.000-200.000 bibit per bulan dan telah mampu memenuhi permintaan pasar sekitar 60 persen. Dari rata-rata permintaan 9000 bibit per hari, perusahaan telah mampu menyediakan 5000 bibit per hari. Harga jual per bibit yang ditetapkan perusahaan relatif rendah dibanding para pesaingnya, sehingga permintaan bibit ke perusahaan relatif tinggi. Terkait dengan hal tersebut, pemilik berupaya untuk mempertahankan harga jualnya (harga jual yang selama ini dietapkan perusahaan). Melalui harga jual yang rendah diharapkan petani tetap mampu membeli bibit ke perusahaan. Namun, tujuan tersebut terkendala oleh adanya peningkatan biaya produksi yang dialami perusahaan terutama biaya bahan baku. Bahan kimia yang merupakan bahan baku utama dalam kegiatan kultur jaringan diperkirakan akan habis pada tahun 2008 sehingga perusahaan harus melakukan pembelian bahan kimia baru guna menjaga kelangsungan kegiatan kultur jaringannya tersebut. Adanya pembelian bahan kimia tentu saja akan menambah biaya produksi yang harus dikeluarkan perusahaan karena harga bahan kimia yang berlaku saat ini cenderung mengalami peningkatan dibanding harga lima tahun lalu. Penambahan dalam biaya produksi ini akan berpengaruh pada harga pokok produksi yang pada akhirnya berdampak pada harga jual bibit. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode penetapan harga pokok produksi yang tepat guna membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit yang diproduksi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan harga pokok produksi, menganalisis metode-metode penetapan harga pokok produksi, serta merumuskan alternatif metode penetapan harga pokok produksi bagi perusahaan.

Penelitian ini dilakukan di PT. Inggu Laut Abadi, Cianjur Jawa Barat dengan waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2008.


(13)

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak perusahaan dan toko kimia Intra Lab yang menjadi langganan perusahaan, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan manajemen perusahaan seperti laporan harian, bulanan, dan tahunan serta dari Dinas Pertanian Bogor, BPS, hasil penelitian terdahulu, dan literatur-literatur lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

Metode yang digunakan untuk menetapkan harga pokok produksi pada penelitian ini adalah metode full costing, variable costing, dan metode perusahaan. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan kalkulator dan program komputer Ms. Excel. Hasil analisis dari setiap metode yang digunakan, akan dibandingkan besarnya harga pokok produksi yang timbul dan dilakukan perbandingan antar metode-metode tersebut dengan metode penetapan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan perusahaan. Dari hasil analisis perbandingan dan perhitungan penghematan tersebut dapat dilakukan pemilihan alternatif metode penetapan harga pokok produksi yang tepat bagi perusahaan.

Metode penentuan harga pokok produksi yang diterapkan PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat tidak termasuk ke dalam metode full costing, variable costing, maupun activity based costing. Penentuan harga pokok produksi perusahaan hanya didasarkan pada biaya aktual yang dikeluarkan perusahaan dalam periode berjalan (satu bulan), mulai dari kegiatan pembuatan media ½ Murashige and Skoog (MS) sebagai bahan baku dalam kultur jaringan sampai dengan pemanenan bibit krisan yang sudah berakar. Penetapan harga pokok produksi sampai tahun 2007 masih memperhitungkan bahan kimia makro dan mikro dengan harga lama. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2008 ini perusahaan berencana akan melakukan pembelian bahan kimia makro dan mikro, sehingga biaya bahan baku yang dimasukkan ke dalam perhitunga harga pokok produksi adalah harga bahan kimia makro dan mikro tahun 2008.

Komponen harga pokok produksi yang diperhitungkan perusahaan meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik (BOP). Biaya bahan baku terdiri dari biaya pembuatan media ½ Murashige and Skoog

(MS) dan biaya bahan penolong yang terdiri dari pestisida, sekam bakar, polybag,

rootone, plastik wrap, karet, tisu gulung, spirtus, dan mata pisau. Biaya tenaga kerja meliputi tenaga kerja tetap yaitu gaji karyawan bagian laboratorium, kebun atau green house (GH), dan upah tenaga kerja harian serta biaya tenaga kerja variabel yaitu upah lembur dan uang makan karyawan. Adapun BOP terdiri dari BOP tetap yaitu biaya listrik kebun dan kantor, biaya pemeliharaan dan perbaikan peralatan laboratorium dan inventaris kantor, Gaji karyawan administrasi dan umum, serta biaya penyusutan yang terdiri dari penyusutan Laminair Air Flow

(LAF), laboratorium, GH, AC, dan autoklaf serta BOP variabel yang hanya terdiri dari biaya bahan bakar gas.

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, memperlihatkan adanya perbedaan harga pokok antara metode perusahaan dengan perhitungan harga pokok metode full costing maupun variable costing, baik sebelum maupun sesudah kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro. Rata-rata harga pokok produksi baik sebelum maupun sesudah kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro dengan metode variable costing memiliki nilai terkecil bila dibandingkan


(14)

dengan metode perusahaan maupun full costing. Untuk rata-rata harga pokok per bibit sebelum kenaikan dengan menggunakan metode full costing menghasilkan nilai tertinggi, sedangkan rata-rata harga pokok per bibit dengan menggunakan metode perusahaan berada di antara metode full costing dan variable costing. Rata-rata harga pokok per bibit dengan menggunakan metode perusahaan adalah sebesar Rp 137,313 per bibit, dua kali lipat lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga pokok dengan variable costing yang hanya Rp 59,369 per bibit. Metode

variable costing dapat menghasilkan penghematan sebesar Rp 77,944 per bibitnya, sedangkan metode full costing justru menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibanding metode perusahaan, yaitu sebesar Rp 15 per bibitnya. Adapun untuk rata-rata harga pokok per bibit setelah kenaikan dengan menggunakan metode perusahaan adalah sebesar Rp 112,014 per bibit, dua kali lipat lebih tinggi jika dibanding harga pokok dengan variable costing yang hanya Rp 49,717 per bibit. Metode variablecosting dapat menghemat sebesar Rp 62,297 per bibitnya, sedangkan metode full costing justru menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibanding metode perusahaan, yaitu sebesar Rp 10,878 per bibitnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran yang dapat direkomendasikan kepada perusahaan diantaranya perusahaan sebaiknya tidak memasukkan biaya pembelian plastik packing, dus packing, dan lakban ke dalam perhitungan harga pokok produksi, metode penetapan harga pokok produksi yang disarankan kepada perusahaan yaitu metode variable costing karena akan menyebabkan harga jual yang rendah pula sehingga diharapkan sesuai dengan daya beli petani yang umumnya rendah, serta untuk minimisasi biaya, perusahaan sebaiknya meminimalkan biaya pemeliharaan dan perbaikan.


(15)

Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan

pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Oleh:

Melly Kusumawardhani A14104048

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI

FAKULTAS PERTANIAN INSTITIUT PERTANIAN BOGOR


(16)

Judul Skripsi : Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Nama : Melly Kusumawardhani

NRP : A14104048

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Drs. Iman Firmansyah, M. Si NIP 131 760 851

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019


(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI BIBIT KRISAN PADA PT. INGGU LAUT ABADI KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU

Bogor, Mei 2008

Melly Kusumawardhani A14104048


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Majalengka pada tanggal 19 Oktober 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Mahrudin Rahman dan Ibu Elly Kuslaeli Somantri.

Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK. Budi Asih Cikijing tahun 1992. Kemudian melanjutkan ke pendidikan dasar di SD Negeri Cidulang III dan lulus pada tahun 1998. Penulis menyelesaikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri I Cikijing pada tahun 2001. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri I Kuningan dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kampus baik yang bersifat intra maupun ekstra. Organisasi yang pernah diikuti penulis yaitu OMDA HIMARIKA (Organisasi Mahasiswa Daerah Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning Kuningan) pada tahun 2004-2007 dan Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi Mahasiswa pada tahun 2005-2006.


(19)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis proses penetapan harga pokok produksi bibit krisan yang selama ini dilakukan oleh perusahaan, untuk kemudian dapat dibandingkan dengan metode perhitungan yang didapat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis. Melalui hasil perbandingan diharapkan dihasilkan suatu metode yang tepat yang dapat digunakan perusahaan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Bogor, Mei 2008


(20)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dan Mamah tercinta beserta seluruh keluarga besar atas segala kasih sayang, kesabaran, pengorbanan serta do’a yang tiada hentinya selama penulis menempuh pendidikan.

2. Drs. Iman Firmansyah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi.

3. Ir. Joko Purwono, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama dan Etriya, SP atas kesediaannya menjadi dosen penguji wakil komisi pendidikan. 4. Ir. Harmini, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan

bimbingan selama masa perkuliahan penulis.

5. Bapak Drs. Bambang Haryanto, MS beserta Ibu, serta seluruh karyawan PT. Inggu Laut Abadi (Mas Wahyu, A’ Dede, Neng, Ikun, Ace, A’ Agus, Amang, T’ Nyai, T’ Lilis, Syarif, A’ Asep, A’ Cecep) atas semua informasi dan kebersamaan yang diberikan.

6. Andi Riyandi yang senantiasa setia dan sabar mendengarkan keluh kesah penulis selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi. Terima kasih atas segala kebaikan dan pengorbanan yang diberikan.

7. Teman-teman terhebat dan terbaik “ USA (Sri Maryati, Nia Rosiana, Sri Wahyu Lestari, R. Irsan Nurgozali, Medina Rachma, Taufik Firmansyah, dan Doni Kurniawan” serta Kak Feryanto yang senantiasa setia mendampingi serta memberikan masukan-masukan yang berharga bagi penulis selama masa


(21)

perkuliahan dan penyusunan skripsi. Terima kasih atas hari-hari yang begitu indah terutama “Perjalanan 3 Hari untuk Selamanya”.

8. Keluarga besar Sri Maryati (Ummi, Ama, Mang Unun serta Enin) di Cianjur atas semua kasih sayang dan perhatian yang diberikan selama penelitian. Terima kasih telah menjadi keluarga keduaku.

9. Teman-teman selama KKP (Masyitah, Vebriani, Restu, Dika, dan Anggi) atas semua perhatian dan canda tawa yang telah memberikan hari-hari yang begitu berwarna selama masa-masa KKP. Terima kasih atas persahabatan yang begitu indah.

10. Teman-teman di Agb’ 41 (Dwita, Dian K, Atinawati dan Eka) atas semua perhatian dan kebersamaan yang diberikan.

11. Teman-teman “Green House” (K’ Isa, Fitri, Viona, Mira, Umi Maksum, K’ Egi, K’ Eka serta Evi) atas semua bantuan dan kebersamaan yang diberikan. Terima kasih atas kekeluargaan yang terjalin.

12. Semua teman-teman di HIMARIKA (Indra, Budi, Tiwi) atas dukungan yang selalu diberikan kepada penulis.

13. Semua pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2008


(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN ... xvi I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 10 1.4 Manfaat Penelitian ... 10 1.5 Keterbatasan Penelitian... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Krisan ... 11 2.2 Peluang Agribisnis Krisan ... 15 2.3 Penelitian Terdahulu ... 17

III.KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21 3.1.1Biaya dan Klasifikasinya... 21 3.1.2Harga Pokok Produksi dan Fungsinya ... 24 3.1.3Metode Penetapan Harga Pokok Produksi... 26 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 32 3.2.1 Identifikasi Kebijakan Perusahaan... 33 3.2.2 Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi ... 33

IV.METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 36 4.2 Jenis dan Sumber Data ... 36 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 37 4.3.1 Metode Penetapan Harga Pokok Produksi... 38 4.3.2 Analisis Perbandingan Penghematan antar Metode... 39 4.4 Definisi Operasional ... 39

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Sejarah Singkat... 41 5.2 Lokasi Perusahaan... 43 5.3 Keorganisasian PT. Inggu Laut Abadi ... 43 5.4 Visi, Misi, dan Tujuan... 43 5.5 Sumber Daya Manusia ... 44 5.6 Proses Produksi ... 45 5.6.1 Pembibitan dengan Teknologi Kultur Jaringan... 45 5.6.2 Pembibitan dengan Teknologi Stek ... 57 5.6.3 Pemeliharaan ... 59 5.7 Panen dan Pasca panen ... 61 5.8 Pemasaran ... 61 5.9 Sarana dan Prasarana... 62


(23)

VI.HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Penentuan Harga Pokok Produksi PT. Inggu Laut Abadi... 63 6.1.1 Penentuan HPP sebelum Kenaikan Harga Bahan Kimia

Makro dan Mikro ... 63 6.1.2 Penentuan HPP setelah Kenaikan Harga Bahan Kimia

Makro dan Mikro ... 65 6.2 Penggolongan Biaya Komponen Harga Pokok Produksi ... 67

6.2.1 Biaya Bahan Baku... 67 6.2.2 Biaya Tenaga Kerja... 68 6.2.3 Biaya Overhead Pabrik ... 70 6.3 Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing

dan Variable Costing... 71 6.4 Perbandingan HPP Perusahaan dengan Full Costing

dan Variable Costing... 77

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ... 80 7.2 Saran... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN... 85


(24)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Produksi Tanaman Hias di Indonesia... 2 2. Luas Areal, Produksi, dan Hasil Budidaya Krisan Tahun 2006 ... 3 3. Realisasi Ekspor dan Impor Benih Hortikultura Tahun 2006... 4 4. Beda Unsur Biaya Produk dalam Pendekatan Full Costing,

Variable Costing, dan Activity Based Costing... 31 5. Perbedaan Conventional Costing Method dengan Activity Based Costing

Method... 31 6. Komponen Larutan Stok dan Vitamin ... 51 7. Komponen Larutan Makro... 52 8. Perbandingan Harga Bahan Kimia Makro dan Mikro ... 66 9. Biaya Bahan Baku PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2007 dan Tahun 2008 ... 67 10. Biaya Tenaga Kerja PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2007 dan Tahun 2008 ... 69 11. Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Full Costing

Tahun 2007 ... 72 12. Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Full Costing

Tahun 2008 ... 73 13. Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Variable Costing

Tahun 2007 ... 74 14. Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Variable Costing

Tahun 2008 ... 76 15. Perbandingan Harga Pokok Produksi Per Bibit Krisan Tahun 2007 ... 77 16. Perbandingan Harga Pokok Produksi Per Bibit Krisan Tahun 2008 ... 78


(25)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Diagram Alur Teknik Produksi Benih Vegetatif Krisan ...14 2. Perhitungan Harga Pokok dengan Pendekatan Full Costing...27 3. Perhitungan Harga Pokok dengan Pendekatan Variable Costing...28 4. Perhitungan Harga Pokok dengan Pendekatan Activity Based Costing...29 5. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ...35


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Struktur Organisasi PT. Inggu Laut Abadi...85 2. Perhitungan Harga Pokok Bibit Krisan Metode Perusahaan Tahun 2007 ....86 3. Perhitungan Harga Pokok Bibit Krisan Metode Perusahaan Tahun 2008 ....89 4. Biaya Bahan Baku Bibit krisan PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2007...92 5. Biaya Bahan Baku Bibit krisan PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2008...94 6. Biaya Tenaga Kerja PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2007...96 7. Biaya Tenaga Kerja PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2008...97 8. Biaya Overhead Pabrik PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2007 ...99 9. Biaya Overhead Pabrik PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2008 ...100


(27)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Krisan merupakan tanaman bunga hias berupa perdu. Sebutan lain bunga jenis ini adalah Seruni atau Bunga emas (Golden Flower). Krisan memiliki variasi jenis, bentuk dan warna bunga yang sangat menarik. Krisan dengan bunga warna kuning dikenal dengan nama Chrysanthemum indicum, sedangkan krisan dengan warna bunga ungu dan pink dikenal dengan nama Chrysanthemum morifolium

(BAPPENAS, 2008). Variasi jenis, bentuk, dan warna bunga yang dimiliki krisan telah menjadikan bunga jenis ini sebagai salah satu bunga yang sangat digemari konsumen di Indonesia. Selain itu, krisan termasuk salah satu komoditi utama tanaman hias disamping mawar, anggrek dan gladiol, keragaman bentuk dan warna, mudah dirangkai serta memiliki kesegaran bunga cukup lama, bahkan bisa bertahan sampai 3 minggu.

Permintaan bunga krisan di Indonesia setiap tahun cenderung mengalami peningkatan. Bahkan, pernah mencapai 25 persen. Pada tahun 1993 Indonesia mengekspor krisan 198,3 ton senilai US $ 243.700 dengan negara tujuan Hongkong, Malaysia, Jepang, dan Singapura. Dalam tahun yang sama impor Indonesia sebesar 3,8 ton senilai US $ 22.100 dari Belanda dan Malaysia (BALITHI, 2004).

Permintaan krisan yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun diikuti pula oleh peningkatan produksinya. Menurut Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikutura (2006), produksi krisan dari tahun 2003-2006 terus mengalami peningkatan yang signifikan dibanding produksi tanaman hias lainnya seperti mawar, gladiol, dan sedap malam yang justru pertumbuhannya


(28)

bernilai negatif. Pertumbuhan produksi krisan dari tahun 2005-2006 menempati peringkat kedua setelah anggrek yang pertumbuhannya sebesar 43,88 persen. Produksi krisan dari tahun 2003-2006 ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Tanaman Hias di Indonesia (Tangkai) Tahun

Komoditas

2003 2004 2005 2006

Pertumbuhan 2006 over 2005

(%)

ANGGREK 6.904.109 8.027.720 7.902.403 11.370.266 43,88 ANTHURIUM

(KUPING

GAJAH) 1.263.770 1.285.061 2.615.999 1.984.514 -24,14 ANYELIR 2.391.113 1.566.931 2.216.123 2.171.829 -2 GERBERA

(HERBRAS) 3.071.903 3.411.126 4.065.057 4.866.631 19,72 GLADIOL 7.114.382 16.686.134 14.512.619 10.483.851 -27,76

HELICONIA 681.920 804.580 1.131.568 1.310.020 15,77 KRISAN 27.406.464 27.683.449 47.465.794 62.947.649 32,62

MAWAR 50.766.656 61.540.963 60.719.517 40.184.312 -33,82 SEDAP MALAM 16.139.563 37.516.879 32.611.284 30.302.733 -7,08 Sumber: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikutura (2006) (diolah)

Berdasarkan Tabel 1, produksi krisan cenderung mengalami peningkatan yang signifikan dibanding dengan produksi tanaman hias lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya tingkat pertumbuhan produksi dari tahun 2005-2006 yang mencapai 32,62 persen. Menurut BPS (2006), produksi krisan mengalami peningkatan yang signifikan karena berbanding lurus dengan luas areal tanam. Luas areal tanam yang relatif meningkat tersebut menyebabkan produksi krisan pun mengalami peningkatan. Namun, peningkatan produksi krisan ini tidak disertai dengan peningkatan hasil (yield) krisan itu sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh beragamnya hasil di masing-masing propinsi. Perkembangan luas areal, produksi, serta hasil dari budidaya krisan dapat dilihat pada Tabel 2.


(29)

Tabel 2. Luas Areal, Produksi, dan Hasil Budidaya Krisan Tahun 2006 Propinsi Luas Areal

(Ha)

Produksi (Tangkai)

Hasil (Tangkai/Ha) Sumatera Utara 105.243 1.061.091 6,24

R i a u 208 2.270 2,47

J a m b i 215 957 4,45

Sumatera Selatan 5.084 18.232 2,89

Bengkulu 21 50 2,38

Lampung 2.910 10.305 2,61

Bangka Belitung 45 45 1

Jawa Barat 1.268.120 46.219.042 34,29 Jawa Tengah 211.525 13.461.883 63,45

DI Yogyakarta 5.336 41.498 7,68

Jawa Timur 289.698 953.767 2,54

Banten 1.686 2.838 1,48

B a l i 11.170 28.492 1,7

Nusa Tenggara Barat 130 294 2,26

Nusa Tenggara Timur 160 192 1,13

Kalimantan Barat 402 2.114 3,1

Kalimantan Tengah 23 92 3,29

Kalimantan Timur 75 1.575 7

Sulawesi Utara 25.480 1.886.815 13,76

Sulawesi Tengah 55 220 1,98

Sulawesi Selatan 9.570 16.930 1,77

Sulawesi Tenggara 1.246 1.623 1,04

Sulawesi Barat 410 431 1,05

Papua 25 50 2

Indonesia 1.939.039 63.716.256 6,05

Sumber: BPS (2006) (diolah)

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa selisih antara produksi dan hasil pada tiap propinsi masih relatif tinggi. Secara umum, rata-rata hasil (produktivitas) krisan di Indonesia hanya mencapai 6,05 ton per Ha. Kondisi tersebut terjadi karena banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan budidaya, seperti lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Suhu, cahaya, ketersediaan air, media tanam, serta hama dan penyakit merupakan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kelangsungan proses budidaya. Jika faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan atau dikelola secara baik, maka peningkatan hasil (produktivitas) mungkin dapat dicapai. Namun, meskipun faktor-faktor eksternal tersebut sudah dikelola dengan baik, belum menjamin seutuhnya hasil budidaya


(30)

akan sukses karena ada faktor lain yang mempunyai pengaruh yang sangat dominan dalam proses budidaya, yaitu bibit yang digunakan. Bibit yang berkualitas akan mampu bertahan dalam kondisi ekstrim sekalipun. Sebaliknya, bibit yang kurang atau tidak berkualitas akan sulit bahkan tidak mampu bertahan meski faktor-faktor eksternal telah dikelola secara optimal. Oleh karena itu, bibit yang berkualitas merupakan hal yang mutlak diperlukan guna meningkatkan hasil budidaya.

Seperti halnya krisan, permintaan bibit krisan pun relatif tinggi. Permintaan tersebut datang dari pasar dalam dan luar negeri. Tingginya permintaan bibit krisan dari pasar dalam dan luar negeri ditunjukkan oleh besarnya volume ekspor dan impor bibit krisan dibanding bibit atau benih komoditi lain seperti bibit/benih tanaman biofarmaka, sayuran, dan tanaman buah (Ditjen Hortikultura, 2007). Realisasi ekspor dan impor benih hortikultura pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Realisasi Ekspor dan Impor Benih Hortikultura Tahun 2006 (Laporan sampai dengan Desember 2006)

Ekspor Impor

Nilai Nilai No Komoditi Volume (US $) Volume (US $)

1

Tanaman

Sayuran 908.726,0 Kg 1.865.860 126.327,0 Kg 3.916.137

1.200.000,0 umbi

2

Tanaman

Buah 1.948,7 Kg 329.447 11.286,0 Kg 1.410.750

418.000,0 Bibit

3

Tanaman

Hias 64.739.443,0 Bibit 9.069.875 5.348.467,0 Bibit

2.139.386

5.600,0 Flask

51,0 Kg

4

Tanaman

Biofarmaka 642,0 Kg 15.408 Jumlah 11.265.182 7.481.681 Sumber : Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi (2007)


(31)

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai ekspor tertinggi adalah tanaman hias dimana realisasi ekspor benih tanaman hias tersebut mencapai lebih dari 8 komoditas dengan kontribusi tertinggi dari bibit chrysanthemum sebesar 43.614.000 bibit dengan nilai sebesar US $ 2.922.13 (Ditjen Hortikultura, 2007). Tingginya permintaan bibit krisan ini mampu ditangkap oleh para bussinessman

sebagai peluang bisnis yang menjanjikan. Kini banyak perusahaan dalam negeri yang membudidayakan bibit krisan guna memenuhi permintaan pasar yang ada, baik dalam maupun luar negeri.

Banyaknya perusahaan yang membudidayakan bibit krisan, tentu saja akan berdampak pada tingginya persaingan diantara perusahaan-perusahaan tersebut. Tingginya tingkat persaingan diantara perusahaan-perusahaan ini menjadikan kemampuan bersaing sangat mutlak diperlukan. Kemampuan bersaing suatu perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan yang bersangkutan untuk menciptakan keunikan/ciri khas tertentu pada produk yang dihasilkan. Keunikan tersebut bisa dari segi harga maupun dari segi produk itu sendiri (bentuk, tinggi bibit, dan lain-lain). Untuk menciptakan keunikan dari segi produk itu sendiri, perusahaan dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas melalui penelitian-penelitian, sehingga dihasilkan bibit bermutu tinggi yang berdaya saing.

PT. Inggu Laut Abadi adalah salah satu perusahaan tanaman hias yang sadar akan arti penting penelitian dalam upaya penciptaan produk yang berdaya saing. Perusahaan dengan 14 pegawai ini melakukan teknik perbanyakan bibit krisan secara kultur jaringan. Dengan teknik tersebut diharapkan mampu memenuhi permintaan pasar yang ada. Bibit yang dihasilkan melalui kultur


(32)

jaringan memiliki sifat fisiologi dan morfologi yang sama dengan induknya, sehingga menghasilkan produksi bunga yang lebih tinggi dibanding dengan krisan yang bibitnya diperoleh melalui perbanyakan secara konvensional. Melalui teknik kultur jaringan ini perusahaan mampu memproduksi 180.000-200.000 bibit per bulan dan telah mampu memenuhi permintaan pasar sekitar 60 persen. Dari rata-rata permintaan 9000 bibit per hari, perusahaan telah mampu menyediakan 5000 bibit per hari. Permintaan tersebut sebagian besar datang dari petani karena memang tujuan awal perusahaan adalah membantu petani dalam meningkatkan kualitas dan kontinuitas bunga krisan yang dibudidayakan, sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan PT. Inggu Laut Abadi tidak semata-mata mencari profit

melainkan ada tujuan lain yaitu mensejahterakan para petani baik petani sekitar maupun petani secara nasional.

Harga jual per bibit yang ditetapkan perusahaan relatif rendah dibanding para pesaingnya, sehingga permintaan bibit ke perusahaan relatif tinggi. Pada dua tahun terakhir (tahun 2006-sekarang) harga per bibit yang ditetapkan perusahaan hanya Rp. 200, lebih rendah Rp. 50 dibanding pesaing utamanya, PT. Saung Mirwan yang harga per bibitnya mencapai Rp. 250 (Haryanto, 2008). Penetapan harga jual yang relatif rendah tersebut dilatarbelakangi oleh terlalu rendahnya biaya produksi yang ditetapkan perusahaan. Hal tersebut ditunjukkan oleh perhitungan bahan kimia yang terlalu rendah. Dalam hal ini perusahaan memperhitungkan bahan kimia dengan harga lama (harga pada saat pembelian awal) dalam penetapan biaya produksinya. Artinya, perusahaan masih menggunakan bahan kimia yang digunakan dari sejak awal perusahaan berdiri (kurang lebih 5 tahun lalu) dengan membebankan harga saat itu pada produk.


(33)

Pada tahun 2008 ini perusahaan memperkirakan bahan kimia untuk kegiatan kultur jaringan akan habis, sehingga perusahaan harus melakukan pembelian bahan kimia baru yang tentu saja dengan harga baru (harga yang berlaku saat ini). Bahan kimia yang dibeli dapat bertahan sampai jangka waktu lima tahun karena penggunaan bahan kimia, baik makro maupun mikro dalam proses kultur jaringan relatif sedikit.

Adanya pembelian bahan kimia ini akan berdampak pada tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan perusahaan. Biaya produksi yang tinggi akan berpengaruh pada harga pokok produksi (HPP) yang tinggi pula yang pada akhirnya akan berdampak pada harga jual bibit. Di lain pihak, pemilik perusahaan berupaya untuk mempertahankan harga jual sebelumnya. Upaya tersebut tidak lepas dari tujuan sosial pemilik yang ingin mempertahankan harga jual yang terjangkau petani. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode penetapan harga pokok produksi yang tepat guna membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit yang diproduksi.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat diperoleh gambaran bahwa bibit merupakan input penentu dalam produksi tanaman. Bibit hortikultura sebagai produk teknologi maju sudah menjadi komoditas perdagangan dengan tingkat permintaan yang relatif tinggi. Salah satu bibit yang tingkat permintaannya tinggi adalah bibit krisan (Ditjen Hortikultura, 2007).

Pada PT. Inggu Laut Abadi, harga jual krisan per bibit yang ditetapkan perusahaan pada lima tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Selama selang waktu tersebut, perusahaan telah mengalami tiga kali perubahan harga jual.


(34)

Pada awal berproduksi, perusahaan menetapkan harga jual per bibit sebesar Rp. 150. Kemudian mengalami peningkatan menjadi Rp. 175 per bibit dan pada dua tahun terakhir (tahun 2006-sekarang) harganya menjadi Rp. 200 per bibit. Adanya perubahan harga jual tersebut merupakan dampak dari adanya perubahan harga yang dilakukan oleh para pesaing perusahaan. Ketika pesaingnya melakukan peningkatan harga jual, maka serta merta perusahaan pun akan ikut meningkatkan harga jualnya. Namun, peningkatan harga jual yang dilakukan perusahaan masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan pesaing utamanya seperti PT. Saung Mirwan yang menetapkan harga jual Rp. 250 per bibit (Haryanto, 2008). PT. Inggu Laut Abadi dan PT. Saung Mirwan sama-sama memasarkan bibitnya ke daerah-daerah diseluruh Indonesia, sehingga dianggap perusahaan sebagai pesaing utamanya. Selama ini perusahaan melakukan perhitungan biaya bahan baku berdasarkan penggunaan bahan kima dengan harga lama, sehingga biaya produksi yang ditetapkan terlalu rendah. Dengan kata lain, penggunaan bahan kimia dengan harga lima tahun yang lalu (tidak menggunakan harga berlaku saat ini) merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya harga jual per bibit yang diproduksi.

Terkait dengan tujuan sosial pemilik yang ingin mempertahankan harga jual yang dapat dijangkau petani, maka perusahaan berupaya untuk mempertahankan harga jualnya (harga jual yang selama ini dietapkan perusahaan). Namun, tujuan tersebut terkendala oleh adanya peningkatan biaya produksi yang dialami perusahaan terutama biaya bahan baku. Bahan kimia yang merupakan bahan baku utama dalam kegiatan kultur jaringan diperkirakan akan habis pada tahun 2008 ini, sehingga perusahaan harus melakukan pembelian bahan kimia baru guna menjaga kelangsungan kegiatan kultur jaringannya


(35)

tersebut. Pembelian bahan kimia ini tentu saja akan menambah biaya produksi yang harus dikeluarkan perusahaan karena harga bahan kimia yang berlaku saat ini cenderung mengalami peningkatan dibanding harga lima tahun lalu. Penambahan dalam biaya produksi ini akan berpengaruh pada harga pokok produksi yang pada akhirnya berdampak pada harga jual bibit. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode penetapan harga pokok produksi yang tepat guna membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit yang diproduksi. Harga pokok yang terlalu tinggi akan menyebabkan harga jual yang tinggi pula, sehingga dikhawatirkan tidak sesuai dengan daya beli petani yang umumnya rendah. Mengacu pada kondisi tersebut, maka perusahaan membutuhkan suatu metode penetapan harga pokok produksi yang dapat menghasilkan harga pokok terendah guna membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit yang sesuai dengan daya beli petani dan kondisi perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dianalisis adalah:

1. Bagaimana penetapan harga pokok produksi yang selama ini diterapkan perusahaan?

2. Bagaimana perbandingan antara metode-metode penetapan harga pokok produksi (full costing dan variable costing) dengan metode perusahaan? serta seberapa besar marjin penghematan antara metode perusahaan dengan metode

full costing dan variable costing!

3. Metode penetapan harga pokok produksi apa sebagai alternatif bagi perusahaan?


(36)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan harga pokok produksi

2. Menganalisis metode-metode penetapan harga pokok produksi

3. Merumuskan alternatif metode penetapan harga pokok produksi bagi perusahaan

1.4Manfaat Penelitian

1. Pihak perusahaan, sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan, strategi dan pengambilan keputusan untuk penetapan harga pokok produksi yang berguna untuk pengendalian biaya, serta untuk memperkirakan harga jual per satuan bibit yang diproduksi

2. Mahasiswa, sebagai bahan literatur guna melakukan studi lain tentang agribisnis bibit krisan khususnya harga pokok produksi

1.5Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya membahas harga pokok proses untuk bibit yang sudah berakar tidak membahas harga pokok pesanan dan harga pokok bibit botolan, sehingga untuk produk yang diproduksi berdasarkan pesanan dan harga pokok bibit botolan tidak diteliti dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini tidak dapat dipakai pada perusahaan yang berada pada pasar yang bersifat persaingan sempurna dimana harga ditentukan oleh mekanisme pasar.


(37)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Krisan

Krisan merupakan tanaman bunga hias yang berasal dari dataran Cina. Krisan kuning yang berasal dari dataran Cina, dikenal dengan Chrysanthenum indicum (kuning), Chrysanthenum morifolium (ungu dan pink), dan

Chrysanthenum daisy (bulat, ponpon) (BAPPENAS, 2008). Pada abad ke-4 Jepang mulai membudidayakan krisan, dan tahun 797 bunga krisan dijadikan sebagai simbol kekaisaran Jepang dengan sebutan Queen of The East. Tanaman krisan dari Cina dan Jepang menyebar ke kawasan Eropa dan Perancis pada tahun 1795 dan pada tahun 1808 Mr. Colvil dari Chelsa mengembangkan 8 varietas krisan di Inggris. Jenis atau varietas krisan modern diduga mulai ditemukan pada abad ke-17. Krisan masuk ke Indonesia pada tahun 1800 dan sejak tahun 1940 krisan dikembangkan secara komersial, baik sebagai bunga pot maupun sebagai bunga potong.

Sebagai bunga potong, krisan digunakan sebagai bahan dekorasi ruangan, jambangan (vas) bunga dan rangkaian bunga. Bunga potong yang banyak diminati adalah bunga yang mekar sempurna, penampilan yang sehat dan segar serta mempunyai tangkai batang yang tegar dan kekar, sehingga bunga potong menjadi awet dan tahan lama. Sebagai tanaman pot krisan dapat digunakan untuk menghias meja kantor, ruangan hotel, restaurant dan rumah tempat tinggal. Selain digunakan sebagai tanaman hias, krisan juga berpotensi untuk digunakan sebagai tumbuhan obat tradisional dan penghasil racun serangga (hama).

Bunga krisan digolongkan dalam dua jenis yaitu jenis spray dan standard. Krisan jenis spray dalam satu tangkai bunga terdapat 10 — 20 kuntum bunga


(38)

berukuran kecil . Sedangkan jenis standard pada satu tangkai bunga hanya terdapat satu kuntum bunga berukuran besar. Bentuk bunga krisan yang biasa dibudidayakan sebagai bunga berukuran besar. Bentuk bunga krisan yang bisa dibudidayakan sebagai bunga potong adalah Tunggal, Anemone, Pompon, Dekoratif, Bunga besar (Hasyim dan Reza dalam Wisudiastuti, 1999).

Jenis dan varietas tanaman krisan di Indonesia umumnya hibrida yang berasal dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang. Krisan yang ditanam di Indonesia terdiri atas:

1. Krisan lokal (krisan kuno) : Berasal dari luar negri, tetapi telah lama dan beradaptasi di Indoenesia maka dianggap sebagai krisan lokal. Ciri-cirinya antara lain sifat hidup di hari netral dan siklus hidup antara 7-12 bulan dalam satu kali penanaman. Contoh C. maximum berbunga kuning banyak ditanam di Lembang dan berbunga putih di Cipanas (Cianjur).

2. Krisan introduksi (krisan modern atau krisan hibrida) : Hidupnya berhari pendek dan bersifat sebagai tanaman annual. Contoh krisan ini adalah C. indicum hybr. Dark Flamingo, C. i.hybr. Dolaroid,C. i. Hybr. Indianapolis (berbunga kuning) Cossa, Clingo, Fleyer (berbunga putih), Alexandra Van Zaal (berbunga merah) dan Pink Pingpong (berbunga pink).

3. Krisan produk Indonesia : Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas telah melepas varietas krisan buatan Indonesia yaitu varietas Balithi 27.108, 13.97, 27.177, 28.7 dan 30.13A.

Krisan dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan bunga krisan secara generatif jarang dilakukan karena sulit dan bersifat heterozigot (keturunan dari biji tidak sama dengan induknya). Selain


(39)

itu,perbanyakan secara generatif membutuhkan waktu lama dan penanganan khusus. Perbanyakan krisan secara vegetatif biasanya melalui setek pucuk, anakan dan kultur jaringan. Perbanyakan krisan secara kultur jaringan dapat menghemat waktu dan dapat diperoleh jumlah bibit krisan yang lebih banyak. Menurut Nugroho dan Sugito (2000) tanaman krisan dapat dikembangkan dengan kultur jaringan melalui teknik meristem culture yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan bagian tanaman jaringan muda atau meristem. Selain itu, kelebihan kultur meristem yang mampu menghasilkan bibit tanaman identik dengan induknya. Rice et al. (1992) mengatakan bahwa kultur meristem mampu meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki mutu bibit yang dihasilkan, serta mampu mempertahankan sifat-sifat morfologi yang positif.

Adapun perbanyakan krisan dengan kultur jaringan meliputi beberapa tahap, yaitu: (1) Hibridisasi, (2) Seleksi, (3) Tanaman induk tunggal, (4) Perbanyakan in vitro, (5) Aklimatisasi, dan (6) Perbanyakan benih vegetatif berikutnya. Diagram alur teknik produksi benih vegetatif krisan dapat dilihat pada Gambar 1.

Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa perbanyakan benih vegetatif krisan dimulai dengan tahap hibridisasi untuk mendapatkan varietas baru dengan cara menyilangkan beberapa tetua terpilih, kemudian dilanjutkan dengan seleksi untuk mendapatkan klon-klon yang dikehendaki. Klon yang mempunyai sifat beda, unik, stabil dan seragam kemudian dijadikan tanaman induk tunggal dan sebagai tanaman donor (bahan eksplan) untuk perbanyakan secara in vitro. Planlet (tanaman) hasil dari perbanyakan in vitro kemudian diaklimatisasi di rumah kaca.


(40)

Setelah tanaman beradaptasi dengan lingkungan rumah kaca kemudian diperbanyak untuk keperluan tanaman induk yang akan menghasilkan tanaman produksi.

Gambar 1. Diagram Alur Teknik Produksi Benih Vegetatif Krisan Sumber: Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung (2005)

Pada masa pertumbuhan krisan harus diberi naungan dan sinar buatan selama 16 jam sehari. Saat kuntum bunga mulai bermunculan, cahaya harus dikurangi 8 jam sehari agar warna bunga tidak pudar dan tangkai bunga tidak memanjang (Sutomo, 2006).

Tanaman krisan sangat rentan terhadap serangan hama. Kutu daun, ulat daun, karat daun dan busuk akar akibat jamur dan bakteri paling banyak dijumpai. Untuk itu kebersihan media tanam perlu dijaga dan harus dilakukan penyemprotan fungisida seperti bonlate atau dithane M45 dan insektisida secara berkala (Sutomo, 2006).

Hibridisasi

Seleksi

Tanaman induk tunggal

Perbanyakan in vitro

Aklimatisasi


(41)

Umur Panen krisan ditentukan ketika bunga telah setengah mekar atau 3-4 hari sebelum mekar penuh. Tipe spray 75-80 persen dari seluruh tanaman. Umur tanaman siap panen yaitu setelah 3-4 bulan setelah tanam. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi dan saat bunga krisan berturgor optimum. Teknik pemanenan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dipotong tangkainya dan dicabut seluruh tanaman. Tata cara panen bunga krisan dimulai dengan penentuan tanaman siap panen, kemudian potong tangkai bunga dengan gunting steril sepanjang 60-80 cm dengan menyisakan tunggul batang setinggi 10-20 cm dari permukaan tanah.

2.2 Peluang Agribisnis Krisan

Krisan merupakan salah satu jenis bunga potong penting di dunia. Pada perdagangan tanaman hias dunia, bunga krisan merupakan salah satu bunga yang banyak diminati oleh beberapa negara Asia seperti Jepang, Singapore, Malaysia dan Hongkong (BALITHI, 2004). Prospek budidaya krisan sebagai bunga potong sangat cerah, karena pasar potensial yang dapat berdaya serap tinggi sudah ada. Diantara pasar potensial tersebut adalah Jerman, Inggris, Swiss, Italia, Austria, Amerika Serikat, Swedia dan sebagainya. Saat ini krisan termasuk bunga yang paling populer di Indonesia karena memiliki keunggulan, yaitu bunganya kaya warna dan tahan lama. Bunga krisan terdiri atas sedikitnya 55 varietas, antara lain Pink Paso Dobel, Reagan, Salmon Impala, Klondike, Gold van Langen, Ellen van Langen, Yellow Puma dan Peach Fiji. Warnanya pun cukup beragam, yaitu merah tua, kuning, hijau, putih, campuran merah putih dan lainnya. Bunga elok itu kesegarannya dapat bertahan tidak layu di vas bunga hingga dua minggu sesudah dipetik. Dari beberapa jenis krisan tersebut, krisan berwarna kuning dan hijau


(42)

yang paling banyak dicari. Persentasenya mencapai 90 persen, sementara sisanya memilih warna-warna lain (Hantoko, 2007)

Krisan menempati urutan kedua setelah bunga mawar. Dari waktu ke waktu permintaan terhadap bunga krisan baik dalam bentuk bunga potong maupun dalam pot mengalami kenaikan. Sebagai gambaran proyeksi kebutuhan bunga potong krisan di Jawa Timur pada tahun 2007 baru terpenuhi 40 persen oleh pebisnis lokal dan sisanya masih mengais pasokan dari luar daerah. Kota- kota di Jawa Timur yang permintaan cukup tinggi adalah Surabaya dan Malang. Harga jual yang cukup stabil, yaitu Rp. 1000 per tangkai juga merupakan peluang bisnis yang menjanjikan (Hantoko, 2007).

Saat ini banyak perusahaan yang telah mengusahakan krisan. Namun meskipun telah banyak dibudidayakan di Indonesia, tanaman krisan masih belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih lagi untuk kebutuhan ekspor.

Bunga potong krisan mempunyai peluang pasar yang sangat luas. Pasar potensial yang dapat diharapkan adalah pasar-pasar yang ada di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Malang dan Denpasar. Permintaan untuk kebutuhan bahan dekorasi restaurant, kantor, hotel maupun rumah tempat tinggal. Perilaku masyarakat di kota besar dalam menyambut hari-hari spesial maupun hari-hari besar Natal, Tahun Baru dan Lebaran membuat permintaan terhadap bunga krisan dan bunga potong lainnya semakin bertambah.

Selain dalam negeri, pasar luar negeri mempunyai potensi yang besar. Pada tahun 1993 Indonesia mengekspor bunga potong krisan sebanyak 198,3 ton senilai US$ 243,7 ribu ke negara Hongkong, Jepang, Malaysia dan Singapura (BALITHI, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa usaha bunga krisan dan bunga


(43)

potong lainnya semakin mengalami peningkatan sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya taraf hidup masyarakat sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin tingginya budaya masyarakat. Merujuk pada data-data tersebut diatas dapat dikatakan bahwa usaha pengembangan bunga potong krisan memiliki prospek yang cerah.

2.3 Penelitian Terdahulu

Selama ini penelitian tentang perhitungan harga pokok produksi telah banyak dilakukan. Perhitungan harga pokok sangat penting untuk dilakukan mengingat harga pokok merupakan salah satu dasar perusahaan dalam penentuan harga jual produk yang diproduksi. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu tentang perhitungan harga pokok produksi.

Dalam penelitian Rahany (2003) tentang penetapan harga pokok produksi kecap dengan pendekatan Activity Based Costing di PT. Surabraja Food Industry, Cirebon, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses produksi dan penetapan harga pokok produksi yang dilakukan peruasahaan tersebut kemudian membandingkannya dengan metode perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh peneliti yaitu Activity Based Costing sehingga diketahui metode mana yang lebih efisien digunakan perusahaan.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa PT. Surabraja yang memproduksi tiga jenis kecap yaitu kecap manis, kecap asin, dan kecap manis sedang yang terbagi kedalam tujuh kelompok. Dalam menghitung harga pokok produksinya, perusahaan tersebut menggunakan metode full costing dimana biaya dibebankan pada produk berdasarkan pemacu volume produksi. Kelompok produk yang bervolume besar lebih tepat menggunakan metode konvensional (full costing).


(44)

Pada metode konvensional, produk dengan jumlah yang besar akan dibiayai biaya overhead yang besar pula sehingga harga pokok produksinya akan lebih tinggi. Sebaliknya, produk yang bervolume rendah, perhitungan harga pokok produksinya akan lebih tinggi jika menggunakan Activity Based Costing sehingga metode yang tepat digunakan adalah metode konvensional (full costing)

Penelitian Ivana (2004) yang berjudul Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Karkas dengan menggunakan metode Full Costing, Variable Costing, dan Activity Based Costing (ABC) pada Rumah Potong Ayam (RPA) Asia Afrika, Bogor, Jawa Barat bertujuan untuk mengetahui metode yang paling tepat digunakan perusahaan dalam menetapkan harga pokok produksinya dengan cara membandingkan metode yang digunakan perusahaan dengan ketiga metode yang digunakan peneliti dalam menganalisis.

Metode full costing menghasilkan harga pokok rata-rata tertinggi dari ketiga metode yang digunakan. Harga pokok rata-rata terendah diperoleh dengan menggunakan metode variable costing. Jika menggunakan metode activity based costing, harga pokok rata-rata berada diantara metode full costing dan variable costing.

Dari segi laba, metode variable costing menghasilkan laba tertinggi, sedangkan metode full costing menghasilkan laba terendah dari ketiga metode yang digunakan. Metode Activity Based Costing (ABC) menghasilkan laba yang besarnya berada diantara laba yang diperoleh kedua metode tersebut.

Lestari (2006), dengan judul Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Pasta Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) Kaitannya dengan Perencanaan Laba Jangka Pendek Perusahaan di PT. Galih Estetika, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang


(45)

bertujuan untuk menganalisis proses produksi pasta ubi jalar yang dilakukan perusahaan, menganalisis metode penetapan harga pokok produksi pasta ubi jalar, dan menganalisis perbandingan perhitungan harga pokok perusahaan dengan metode full costing dalam kaitannya dengan perencanaan laba jangka pendek perusahaan.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa PT. Galih Estetika masih kurang tepat dalam melakukan penetapan harga pokok produksi, karena hanya untuk perhitungan satu kontainer sedangkan jumlah produksi untuk tiap kontainer berbeda-beda. Selain itu juga belum tepat dalam mengelompokkan unsur-unsur biaya pembentuk biaya produksi dan harga pokok produksi karena memasukkan biaya sewa kontainer dalam perhitungannya, padahal sewa kontainer merupakan biaya non produksi karena termasuk biaya pemasaran. Perhitungan harga pokok produksi yang tepat adalah dengan menggunakan metode full costing karena metode ini memperhitungkan seluruh biaya produksi baik yang bersifat tetap maupun variabel.

Penelitian Roslinawati (2007) yang berjudul Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat dengan menggunakan metode full costing dan variable costing. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan harga pokok produksi mana yang akan memberikan pendapatan yang optimal bagi perusahaan.

Metode full costing menghasilkan harga pokok produksi yang berada dibawah harga pokok produksi metode perusahaan dan di atas harga pokok produksi dengan menggunakan metode variable costing, sehingga metode full costing ini dianggap paling tepat karena berada di tengah-tengah, artinya tidak


(46)

terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah. Harga pokok produksi yang terlalu tinggi akan menghasilkan harga jual yang tinggi, sehingga petani akan merasa kesulitan untuk membeli, sedangkan harga pokok produksi yang terlalu rendah akan menyebabkan dicabutnya subsidi karena perusahaan dianggap sudah dapat berdiri sendiri dan menghasilkan laba sendiri.

Dengan mengacu pada penelitian terdahulu, penelitian ini pun menganalisis metode penetapan harga pokok produksi yang tepat untuk kemudian direkomendasikan ke perusahaan. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini akan dilaksanakan pada perusahaan bibit yang berproduksi dengan kultur jaringan. Selain itu, penelitian ini tidak hanya melakukan evaluasi terhadap penetapan harga pokok produksi periode-periode sebelumnya tetapi juga melakukan perkiraan-perkiraan harga pokok produksi pada beberapa periode kedepan, sehingga diharapkan dapat membantu perusahaan dalam memperkiraan harga jual yang ditetapkan. Perhitungan harga pokok produksi dilakukan dengan menggunakan metode full costing dan variable costing

yang dilakukan di PT. Ingu Laut Abadi, Cianjur, Jawa Barat. Metode yang menghasilkan harga pokok per bibit terendah akan dijadikan dasar bagi perusahaan dalam penentuan harga jual bibit yang diproduksi.


(47)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Biaya dan Klasifikasinya

Konsep biaya paling tidak dibedakan menjadi tiga, yaitu biaya oportunitas, (opportunity cost), biaya akuntansi (accounting cost), dan biaya ekonomis (economic cost). Bagi perusahaan, konsep biaya yang paling umum adalah biaya ekonomis (economic cost) karena biaya tersebut menggambarkan sejumlah biaya yang diperlukan untuk mempertahankan sebuah sumberdaya tersebut pada penggunaan alternatif terbaik berikutnya. Biaya ekonomis terdiri dari tiga input spesifik yaitu tenaga kerja, modal, dan jasa wirausaha (Nicholson, 2002). Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan keuntungan ekonomis merupakan pengurangan penerimaan total dengan biaya total.

Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian. Sebaliknya, apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya produksi, biaya operasi, maupun biaya non operasi, akan menghasilkan keuntungan (Swastha dan Ibnu Sukotjo, 1998). Menurut Hansen dalam Henry Simamora (1999), biaya merupakan uang atau nilai setara uang yang dikorbankan untuk barang dan jasa yang diharapkan memberikan keuntungan sekarang atau yang akan datang bagi perusahaan.

Menurut Mulyadi (1999), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi


(48)

untuk tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam definisi biaya terdapat 4 (empat) unsur pokok, yaitu:

1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi 2. Diukur dalam satuan uang

3. Yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi 4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu

Lebih lanjut lagi Mulyadi juga mengklasifikasikan biaya menurut: 1. Objek Pengeluaran

Dalam cara ini, nama objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya. Misal nama objek pengeluaran adalah pembayaran lembur, maka pengeluaran yang berhubungan dengan ini disebut ”biaya lembur”. Jika digolongkan atas dasar objek pengeluaran, biaya dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Penggolongan ini cocok digunakan untuk perusahaan yang masih kecil yang bermanfaat untuk perencanaan perusahaan secara menyeluruh dan pada umumnya untuk penyajian laporan kepada pihak luar.

2. Fungsi Pokok dalam Perusahaan

Menurut fungsi pokok dalam perusahaan, biaya dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

a. Biaya produksi

Yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Biaya produksi terdiri dari: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.


(49)

b. Biaya pemasaran

Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk, seperti biaya iklan, biaya promosi, biaya angkut, biaya contoh.

c. Biaya administrasi dan umum

Merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk. Biaya administrasi terjadi dalam hubungannya dengan penyusunan kebijaksanaan dan pengarahan perusahaan secara keseluruhan. 3. Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai

Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu:

a. Biaya langsung (direct cost)

Yaitu biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah adanya sesuatu yang dibiayai, seperti biaya produksi langsung (biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung)

b. Biaya tidak langsung (indirect cost)

Adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai, seperti biaya listrik

4. Perilakunya dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Kegiatan

a. Biaya variabel, yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan

b. Biaya semivariabel, yaitu biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan


(50)

c. Biaya semi-fixed, yaitu biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu

d. Biaya tetap, yaitu biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu

5. Jangka Waktu Manfaatnya

a. Pengeluaran modal yaitu biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi

b. Pengeluaran pendapatan yaitu biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi berjalan

3.1.2 Harga Pokok Produksi dan Fungsinya

Menurut Manullang dalam bukunya ”Pengantar Ekonomi Perusahaan” (1991), menyatakan bahwa harga pokok adalah jumlah biaya yang seharusnya untuk memproduksi suatu barang ditambah dengan biaya yang seharusnya yang lain, sehingga barang itu ada di pasaran. Menurut Adikoesoema (1986), harga pokok adalah gambaran kuantitatif dari pengorbanan (yang bertujuan) yang harus dikeluarkan oleh produsen pada penukaran barang atau jasa yang ditawarkan di pasar. Jadi perhitungan harga pokok adalah menghitung besarnya biaya atas pemakaian sumber ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Sedangkan menurut Mulyadi (1999) yang dimaksud harga pokok adalah pengorbanan sumber ekonomi untuk mengubah aktiva (berupa persediaan bahan baku) menjadi aktiva lain (berupa persediaan produk bahan jadi).

Menurut Matz, Curry, dan Frank (dalam Maikhati, 2001) dalam bukunya

Cost Accounting menyatakan bahwa perhitungan harga pokok adalah : 1. Menentukan biaya-biaya yang dibuat dalam produksi


(51)

2. Mengendalikan pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan proses produksi, distribusi atau administrasi dalam perusahaan

3. Memberikan suatu dasar guna menaksir biaya-biaya dari barang hasil produksi dan dengan itu memungkinkan untuk menetapkan suatu harga jual yang menguntungkan

4. Sebagai dasar pengambilan keputusan oleh pimpinan perusahaan untuk kegiatan yang akan datang

Menurut Van der Schroeff dalam bukunya ”Biaya dan Harga Pokok” (dalam Kusumahastuti, 1996) menyatakan bahwa tujuan perhitungan harga pokok adalah:

a. Sebagai dasar untuk menetapkan harga jual di pasaran

b. Untuk menetapkan pendapatan yang diperoleh pada penukaran c. Sebagai alat untuk menilai efisiensi dari proses produksi

Sedangkan menurut Mulyadi (1999), informasi Harga Pokok Produksi mempunyai manfaat sebagai berikut :

1. Menentukan harga jual produk 2. Menentukan realisasi biaya produksi 3. Menghitung laba atau rugi periodik

4. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca

Apabila dilihat dari pengertiaan, fungsi maupun manfaatnya, penentuan harga pokok produksi yang benar sangat penting bagi perusahaan dalam menjalankan usahanya. Penetapan harga pokok yang tidak benar akan menyebabkan kegagalan perusahaan dalam bidang usahanya. Ada dua


(52)

kemungkinan yang akan ditemui apabila perusahaan tidak teliti dalam melakukan perhitungan harga pokok yaitu :

1. Harga yang diperhitungkan terlalu tinggi

Perusahaan yang tidak teliti dalam menghitung harga pokok sehingga harga pokok menjadi terlalu tinggi akan menimbulkan masalah bagi perusahaan, karena harga pokok yang tinggi akan menyebabkan harga produk di pasaran menjadi tinggi. Dengan harga yang tinggi tersebut perusahaan akan sulit dalam memasarkan hasil produksinya dan kalah dalam persaingan bisnis dengan perusahaan lain, sebab konsumen akan lebih memilih produk yang sama tetapi harganya lebih rendah dan kualitasnya sama.

2. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah

Kadangkala ada suatu perusahaan yang tidak teliti dalam memperhitungkan harga sehingga harga pokok yang ditetapkan terlalu rendah dan hal tersebut akan merugikan perusahaan itu sendiri. Harga pokok yang rendah akan menyebabkan harga jual pun rendah. Di satu sisi mungkin produsen bisa menjual produknya dengan cepat karena harganya rendah, tetapi disisi lain produsen akan mengalami kerugian karena pendapatan yang diperoleh tidak mampu menutupi semua biaya yang dikeluarkan.

3.1.3 Metode Penetapan Harga Pokok Produksi

Metode penetapan harga pokok produksi yaitu cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produski (Mulyadi, 2000). Terdapat tiga metode dalam penentuan harga pokok produksi, yaitu sebagai berikut:


(1)

95

Lampiran 5. Biaya Bahan Baku Bibit krisan PT. Inggu Laut abadi Tahun 2008

Komponen Biaya Bulan

Bahan Baku Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

A. Pembuatan Media

- NH4NO3 71012.800 71012.800 71012.770 71012.800 71012.770 71012.800 71012.800 71012.800 71012.770 71012.800 71012.770 71012.770 - KNO 83752.200 83752.200 83752.240 83752.200 83752.240 83752.200 83752.200 83752.200 83752.240 83752.200 83752.240 83752.240 - CaCl2.2H2O 16414.900 16414.900 16414.900 16414.900 16414.900 16414.900 16414.900 16414.900 16414.900 16414.900 16414.900 16414.900 - Mg SO4.7H2O 16810.900 16810.900 16810.890 16810.900 16810.890 16810.900 16810.900 16810.900 16810.890 16810.900 16810.890 16810.890 - KH2PO4 10523.000 10523.000 10522.960 10523.000 10522.960 10523.000 10523.000 10523.000 10522.960 10523.000 10522.960 10522.960 - Myo Inositol 18965.900 18965.900 18965.920 18965.900 18965.920 18965.900 18965.900 18965.900 18965.920 18965.900 18965.920 18965.920 - Gula Pasir 14000.000 14000.000 14000.000 14000.000 14000.000 14000.000 14000.000 14000.000 14000.000 14000.000 14000.000 14000.000 - Na2MoO4.2H2O 82.325 82.325 82.325 82.325 82.325 82.325 82.325 82.325 82.325 82.325 82.325 82.325 - H3BO4 2791.120 2791.120 2791.116 2791.120 2791.116 2791.120 2791.120 2791.120 2791.116 2791.120 2791.116 2791.116 - COCl2.6H2O 23.640 23.640 23.640 23.640 23.640 23.640 23.640 23.640 23.640 23.640 23.640 23.640 - ZnSO4.7H2O 349.515 349.515 349.515 349.515 349.515 349.515 349.515 349.515 349.515 349.515 349.515 349.515 - CuSO4.7H2O 40.391 40.391 40.391 40.391 40.391 40.391 40.391 40.391 40.391 40.391 40.391 40.391 - MnSO4.4H2O 23535.900 23535.900 23535.910 23535.900 23535.910 23535.900 23535.900 23535.900 23535.910 23535.900 23535.910 23535.910

- KI 59.196 59.196 59.196 59.196 59.196 59.196 59.196 59.196 59.196 59.196 59.196 59.196

- Nicotinic acid 1229.660 1229.660 1229.658 1229.660 1229.658 1229.660 1229.660 1229.660 1229.658 1229.660 1229.658 1229.658 - Pyridoxin acid 12400.800 12400.800 12400.790 12400.800 12400.790 12400.800 12400.800 12400.800 12400.790 12400.800 12400.790 12400.790 - Thiamin 903.695 903.695 903.695 903.695 903.695 903.695 903.695 903.695 903.695 903.695 903.695 903.695 - Glycine 1628.150 1628.150 1628.151 1628.150 1628.151 1628.150 1628.150 1628.150 1628.151 1628.150 1628.151 1628.151 - FeSO4.7H2O 7648.060 7648.060 7648.058 7648.060 7648.058 7648.060 7648.060 7648.060 7648.058 7648.060 7648.058 7648.058 - Na2EDTA 43609.900 43609.900 43609.940 43609.900 43609.940 43609.900 43609.900 43609.900 43609.940 43609.900 43609.940 43609.940 - IAA 125.050 125.050 125.050 125.050 125.050 125.050 125.050 125.050 125.050 125.050 125.050 125.050 - Agar-agar 55000.000 55000.000 55000.000 55000.000 55000.000 55000.000 55000.000 55000.000 55000.000 62500.000 62500.000 62500.000

Total B. Pembuatan Media 380907.000 380907.000 380907.100 380907.000 380907.100 380907.000 380907.000 380907.000 380907.100 388407.000 388407.100 388407.100

B. Bahan Penolong


(2)

96

- Plastik 17000 17000 17000 17000 17000 34000 34000 34000 34000 40000 40000 40000

- Tissue Gulung 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 10000 12000 15000 10000

- Mata Pisau 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000

- Spirtus 36000 36000 36000 36000 36000 36000 36000 36000 36000 36000 36000 36000

- Aquadest 55000 55000 55000 55000 55000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000

- Pestisida 1211000 1336000 1466000 1574000 1487000 1595000 1438500 1408000 1516000 1890000 1942000 1947000 - Sekam Bakar 650000 650000 650000 650000 650000 650000 650000 650000 650000 650000 650000 650000

- Humus Bambu 80000 80000 80000 80000 80000 100000 100000 100000 100000 200000 200000 200000

- Plastik Wrap 42000 42000 42000 42000 42000 42000 42000 42000 42000 42000 42000 42000

- Rootone 652000 652000 652000 652000 652000 652000 652000 652000 652000 652000 652000 652000

- Polybag 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000

- Silet 6000 6000 6000 6000 6000 4000 4000 4000 4000 4000 6000 4000

Total B. Bahan Penolong 2816000 2954000 3084000 3192000 3105000 3243000 3086500 3044000 3152000 3634000 3691000 3689000 TOTAL B. BAHAN BAKU 3196907 3334907 3464907 3572907 3485907 3623907 3467407 3424907 3532907 4022407 4079407 4077407


(3)

97

Lampiran 6. Biaya Tenaga Kerja PT. Inggu Laut Abadi pada Tahun 2007

Bulan

KOMPONEN BIAYA

TENAGA KERJA

Januari Februari Maret

April

Mei

Juni

Juli Agustus Sept

Okt

Nov

Des

A. Tenaga Kerja Tetap

- Karyawan Lab

1690000 1690000

1690000

1690000

1690000

2250000 2250000

2250000

2250000

2250000

2250000 2250000

- Karyawan Kebun

2970500 2970500

2970500

2970500

2970500

2850000 2850000

2850000

2850000

2850000

2850000 2850000

- Upah Harian

300000

300000

300000

300000

300000

300000

300000

300000

300000

300000

300000

Total Tenaga Kerja Tetap

4660500 4960500

4960500

4960500

4960500

5400000 5400000

5400000

5400000

5400000

5400000 5400000

B. Tenaga Kerja Variabel

- Lembur

200000

200000

200000

200000

200000

200000

200000

200000

200000

550000

550000

550000

- Uang Makan

1650000 1650000

1650000

1650000

1650000

1800000 1800000

1800000

1800000

1800000

1800000 1800000

Total Tenaga Kerja variabel

1850000 1850000

1850000

1850000

1850000

2000000 2000000

2000000

2000000

2350000

2350000 2350000

TOTAL BIAYA TENAGA KERJA 6510500 6810500

6810500

6810500

6810500

7400000 7400000

7400000

7400000

7750000

7750000 7750000


(4)

98

Lampiran 7. Biaya Tenaga Kerja PT. Inggu Laut Abadi pada Tahun 2008

Bulan

KOMPONEN BIAYA

TENAGA KERJA

Januari Februari Maret

April

Mei

Juni

Juli Agustus Sept

Okt

Nov

Des

A. Tenaga Kerja Tetap

- Karyawan Lab

2250000 2250000

2250000

2250000

2250000

2250000 2250000

2250000

2250000

2250000

2250000 2250000

- Karyawan Kebun

2850000 2850000

2850000

2850000

2850000

2850000 2850000

2850000

2850000

2850000

2850000 2850000

- Upah Harian

300000

300000

300000

300000

300000

300000

300000

300000

300000

300000

300000

300000

Total Tenaga Kerja Tetap

5400000 5400000

5400000

5400000

5400000

5400000 5400000

5400000

5400000

5400000

5400000 5400000

B. Tenaga Kerja Variabel

- Lembur

550000

550000

550000

550000

550000

550000

550000

550000

550000

550000

550000

550000

- Uang Makan

1800000 1800000

1800000

1800000

1800000

1800000 1800000

1800000

1800000

1800000

1800000 1800000

Total Tenaga Kerja variabel

2350000 2350000

2350000

2350000

2350000

2350000 2350000

2350000

2350000

2350000

2350000 2350000

TOTAL BIAYA TENAGA KERJA 7750000 7750000

7750000

7750000

7750000

7750000 7750000

7750000

7750000

7750000

7750000 7750000


(5)

99

Lampiran 8. Biaya Overhead Pabrik PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2007

Tahun 2007

Biaya

Listrik

Biaya Pemeliharaan dan

Perbaikan

Gaji Kary. Adum

Biaya Penyusutan

Biaya Gas

TOTAL

Januari

1.400.000 540.000

675.000

876.433,333

224.000

3.715.433,333

Februari

1.400.000 -

675.000

876.433,333

224.000

3.175.433,333

Maret

1.400.000 18.000

675.000

876.433,333

224.000

3.193.433,333

April

1.400.000 -

675.000

876.433,333

224.000

3.175.433,333

Mei

1.400.000 -

675.000

876.433,333

224.000

3.175.433,333

Juni

1.400.000 444.000

775.000

876.433,333

232.000

3.727.433,333

Juli

1.400.000 444.000

775.000

876.433,333

232.000

3.727.433,333

Agustus

1.400.000 314.000

775.000

876.433,333

232.000

3.597.433,333

Sepetember

1.400.000 -

775.000

876.433,333

232.000

3.283.433,333

Oktober

1.400.000 215.000

775.000

876.433,333

234.000

3.500.433,333

November

1.400.000 240.000

775.000

876.433,333

234.000

3.525.433,333

Desember

1.400.000 2.240.000

775.000

876.433,333

234.000

5.525.433,333

Rata-rata

1.400.000 371.250

733.333,333

876.433,333

229.166,667

3.610.183,333


(6)

100

Lampiran 9. Biaya Overhead Pabrik PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2008

Tahun 2008

Biaya Listrik

Biaya Pemeliharaan dan

Perbaikan

Gaji Kary. Adum

Biaya Penyusutan

Biaya Gas

TOTAL

Januari

1.400.000 540.000

775.000

876.433,333

224.000

3.815.433,333

Februari

1.400.000 -

775.000

876.433,333

224.000

3.275.433,333

Maret

1.400.000 18.000

775.000

876.433,333

224.000

3.293.433,333

April

1.400.000 -

775.000

876.433,333

224.000

3.275.433,333

Mei

1.400.000 -

775.000

876.433,333

224.000

3.275.433,333

Juni

1.400.000 444.000

775.000

876.433,333

232.000

3.727.433,333

Juli

1.400.000 444.000

775.000

876.433,333

232.000

3.727.433,333

Agustus

1.400.000 314.000

775.000

876.433,333

232.000

3.597.433,333

Sepetember

1.400.000 -

775.000

876.433,333

232.000

3.283.433,333

Oktober

1.400.000 215.000

775.000

876.433,333

234.000

3.500.433,333

November

1.400.000 240.000

775.000

876.433,333

234.000

3.525.433,333

Desember

1.400.000 2.240.000

775.000

876.433,333

234.000

5.525.433,333

Rata-rata

1.400.000 371.250

775.000

876.433,333

229.166,667

3.776.850