Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Metode

Jumlah BOP yang sama, baik pada tahun 2007 maupun 2008 dilatarbelakngi oleh adanya asumsi seperti dikemukakan diawal. Adapun biaya penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus. Pemilihan metode tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa LAF, laboratorium, GH, AC, dan autoklaf akan menghasilkan barang secara merata sepanjang umur ekonomisnya. Tingginya BOP pada Bulan Desember disebabkan oleh besarnya biaya pemeliharaan dan perbaikan, seperti pembelian paranet sejumlah 100 m 2 untuk perbaikan GH-4. Biaya pemeliharaan dan perbaikan ini sebaiknya dapat dikurangi. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan pemeriksaan rutin terhadap inventaris laboratorium dan kantor yang telah disebutkan di atas, sehingga kerusakan dapat diketahui dengan segera dan langsung dapat diperbaiki jika terjadi kerusakan, tidak perlu menunggu sampai rusak berat. Jika telah terjadi kerusakan yang cukup parah, maka biaya untuk memperbaikinya akan bertambah besar.

6.3 Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Metode

Full Costing dan Variable Costing

A. Metode

Full Costing Pada metode full costing , total harga pokok produksi diperoleh dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja baik yang bersifat tetap maupun variabel dan biaya overhead pabrik, baik yang bersifat tetap maupun variabel. Harga pokok produksi per bibit diperoleh dengan membagi total biaya produksi dengan banyaknya produksi bibit pada bulan yang bersangkutan. Perhitungan harga pokok produksi per bibit krisan pada tahun 2007 dengan menggunakan metode full costing menghasilkan nilai tertinggi pada bulan Maret, yaitu Rp 226,143 per bibit. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanaman induk G3 tidak memungkinkan untuk dilakukan pemangkasan pucuk pinching. Jika tanaman induk tidak dapat dipinching, maka total produksi pada bulan Maret jumlahnya menjadi sangat kecil karena besar kecilnya jumlah bibit yang diproduksi ditentukan oleh jumlah tanaman induk yang dapat dipinching. Oleh karena itu, total produksi pada bulan Maret jumlahnya menjadi sangat kecil dibandingkan dengan biaya yang terjadi pada bulan tersebut. sebagai pembagi biaya, Sebaliknya, pada bulan September hama dan penyakit yang menyerang tanaman di GH relatif rendah, sehingga total produksi pada bulan September cukup tinggi jika dibandingkan dengan biaya yang terjadi pada bulan tersebut yang pada akhirnya menghasilkan nilai harga pokok terendah yaitu Rp 94,522 per bibit. Perhitungan harga pokok produksi bibit krisan sebelum kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro tahun 2007 dengan menggunakan metode full costing dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Full Costing Tahun 2007 Periode 2007 BBB Rp BTK Rp BOP Rp HPP Rp Produksi bibit HPPunit Rpbibit Januari 2.993.614 6.510.500 3.715.433,33 13.219.547,33 86.985 151,975 Februari 3.131.614 6.810.500 3.175.433,33 13.117.547,07 69.971 187,471 Maret 3.261.614 6.810.500 3.193.433,33 13.265.547,33 58.660 226,143 April 3.369.614 6.810.500 3.175.433,33 13.355.547,33 63.070 211,758 Mei 3.254.614 6.810.500 3.175.433,33 13.240.547,33 119.422 110,872 Juni 3.392.614 7.400.000 3.727.433,33 14.520.047,33 142.235 102,085 Juli 3.236.114 7.400.000 3.727.433,33 14.363.547,33 120.398 119,301 Agustus 3.193.614 7.400.000 3.597.433,33 14.191.047,33 92.442 153,513 September 2.949.614 7.400.000 3.283.433,33 13.633.047,33 144.232 94,522 Oktober 3.090.114 7.750.000 3.500.433,33 14.340.547,33 88.610 161,839 November 3.147.114 7.750.000 3.525.433,33 14.422.547,33 108.685 132,700 Desember 3.185.114 7.750.000 5.525.433,33 16.460.547,33 93.750 175,579 Rata-rata 3.183.780,67 7.216.875 3.610.183,33 14.010.839 99.038,33 152,313 Tabel 11 menunjukkan bahwa harga pokok produksi yang tinggi pada bulan-bulan tertentu seperti bulan Oktober, November, dan Desember belum tentu harga pokok produksi per bibitnya pun akan tinggi. Hal ini dikarenakan harga pokok produksi per bibit ditentukan pula oleh total produksi yang dihasilkan pada bulan yang bersangkutan. Harga pokok per bibit diperoleh dengan cara membagi harga pokok produksi dengan total produksinya. Semakin besar jumlah produk yang dihasilkan, maka semakin rendah harga pokok per bibit nya. Adapun perhitungan harga pokok produksi bibit krisan setelah kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro tahun 2008 dengan menggunakan metode full costing dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Full Costing Tahun 2008 Periode 2008 BBB Rp BTK Rp BOP Rp HPP Rp Produksi bibit HPPunit Rpbibit Januari 3.196.907 7.750.000 3.715.433,33 14.662.340,33 120.000 122,186 Februari 3.334.907 7.750.000 3.175.433,33 14.260.340,33 120.000 118,836 Maret 3.464.907 7.750.000 3.193.433,33 14.408.340,33 120.000 120,070 April 3.572.907 7.750.000 3.175.433,33 14.498.340,33 120.000 120,820 Mei 3.457.907 7.750.000 3.175.433,33 14.383.340,33 120.000 119,861 Juni 3.595.907 7.750.000 3.727.433,33 15.073.340,33 120.000 125,611 Juli 3.439.407 7.750.000 3.727.433,33 14.916.840,33 120.000 124,307 Agustus 3.396.907 7.750.000 3.597.433,33 14.744.340,33 120.000 122,870 September 3.152.907 7.750.000 3.283.433,33 14.186.340,33 120.000 118,220 Oktober 3.292.407 7.750.000 3.500.433,33 14.542.840,33 120.000 121,190 November 3.349.407 7.750.000 3.525.433,33 14.624.840,33 120.000 121,874 Desember 3.387.407 7.750.000 5.525.433,33 16.662.840,33 120.000 138,857 Rata-rata 3.386.823,67 7.750.000 3.610.183,33 14.747.007 120.000 122,892 Perhitungan harga pokok produksi bibit krisan setelah kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro tahun 2008 dengan menggunakan metode full costing menghasilkan nilai tertinggi pada bulan Desember, yaitu sebesar Rp 138,857 per bibit. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya pembelian paranet untuk perbaikan GH 4, sehingga menyebabkan BOP pada bulan Desember menjadi tinggi yang pada akhirnya harga pokok produksi pada bulan tersebut jauh lebih besar bila dibandingkan total produksinya. Sebaliknya pada bulan September, harga pokok produksi menghasilkan nilai terendah, yaitu sebesar Rp 118,220 per bibit. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya penggunaan jenis pupuk dan pestisida yang digunakan, yaitu 9 jenis pestisida dengan total biaya Rp 1.136.000, sehingga biaya bahan baku relatif rendah. Biaya bahan baku yang relatif rendah menyebabkan biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan lebih kecil jika dibandingkan total produksi yang dihasilkan perusahaan.

B. Metode

Variable Costing Pada metode variable costing , total harga pokok produksi diperoleh dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja yang bersifat variabel yaitu upah lembur dan uang makan karyawan, dan biaya overhead pabrik yang bersifat variabel yaitu biaya bahan bakar gas. Harga pokok produksi per bibit diperoleh dengan membagi total biaya produksi dengan banyaknya produksi bibit pada bulan yang bersangkutan. Perhitungan harga pokok produksi bibit krisan sebelum kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro Tahun 2007 dengan menggunakan metode variable costing dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produksi bibit sebelum kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro tahun 2007 dengan menggunakan metode variable costing menghasilkan nilai tertinggi pada bulan Maret yaitu sebesar Rp 90,958 per bibit. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanaman induk G3 tidak memungkinkan untuk dilakukan pemangkasan pucuk pinching, sehingga total produksi bulan tersebut relatif rendah. Sementara itu, harga pokok per bibit terendah terjadi pada bulan September yaitu sebesar Rp 35,926 per bibit. Hal ini dikarenakan sedikitnya penggunaan jenis pupuk dan pestisida yang digunakan, yaitu sembilan jenis pestisida dengan total biaya Rp 1.136.000, sehingga biaya bahan baku relatif rendah. Biaya bahan baku yang relatif rendah menyebabkan biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan lebih kecil jika dibandingkan total produksi yang dihasilkan perusahaan. Tabel 13. Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Variable Costing Tahun 2007 Periode 2007 BBB Rp BTK Rp BOP Rp HPP Rp Produksi bibit HPPUnit Rpbibit Januari 2.993.614 1.850.000 224.000 5.067.614 86.985 58,258 Februari 3.131.614 1.850.000 224.000 5.205.614 69.971 74,397 Maret 3.261.614 1.850.000 224.000 5.335.614 58.660 90,958 April 3.369.614 1.850.000 224.000 5.443.614 63.070 86,311 Mei 3.254.614 1.850.000 224.000 5.328.614 119.422 44,620 Juni 3.392.614 2.000.000 232.000 5.624.614 142.235 39,545 Juli 3.236.114 2.000.000 232.000 5.468.114 120.398 45,417 Agustus 3.193.614 2.000.000 232.000 5.425.614 92.442 58,692 Sepetember 2.949.614 2.000.000 232.000 5.181.614 144.232 35,926 Oktober 3.090.114 2.350.000 234.000 5.674.114 88.610 64,035 November 3.147.114 2.350.000 234.000 5.731.114 108.685 52,731 Desember 3.185.114 2.350.000 234.000 5.769.114 93.750 61,537 Rata-rata 3.183.781 2.025.000 229.166,7 5.437.947,33 99.038,33 59,369 Pada bulan Juni, biaya bahan baku jumlahnya paling besar jika dibanding sebelas bulan lainnya. Hal ini menyebabkan harga pokok produksinya menjadi tinggi. Namun, meskipun harga pokok produksi pada bulan Juni jumlahnya paling tinggi, bukan berarti harga pokok per bibit nya pun menjadi tinggi pula. Total produksi yang relatif tinggi yaitu sebesar 142.235 bibit menjadi faktor penyebab rendahnya harga pokok produksi per bibit pada bulan tersebut, jauh lebih rendah dibanding bulan Maret. Padahal pada bulan Maret harga pokok produksinya jauh lebih rendah. Adapun perhitungan harga pokok produksi bibit krisan setelah kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro Tahun 2008 dengan menggunakan metode variable costing dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Variable Costing Tahun 2008 Periode 2007 BBB Rp BTK Rp BOP Rp HPP Rp Produksi bibit HPPUnit Rpbibit Januari 3.196.907 2.350.000 224.000 5.770.907 120.000 48,091 Februari 3.334.907 2.350.000 224.000 5.908.907 120.000 49,241 Maret 3.464.907 2.350.000 224.000 6.038.907 120.000 50,324 April 3.572.907 2.350.000 224.000 6.146.907 120.000 51,224 Mei 3.457.907 2.350.000 224.000 6.031.907 120.000 50,266 Juni 3.595.907 2.350.000 232.000 6.177.907 120.000 51,483 Juli 3.439.407 2.350.000 232.000 6.021.407 120.000 50,178 Agustus 3.396.907 2.350.000 232.000 5.978.907 120.000 49,824 Sepetember 3.152.907 2.350.000 232.000 5.734.907 120.000 47,791 Oktober 3.292.407 2.350.000 234.000 5.876.407 120.000 48,970 November 3.349.407 2.350.000 234.000 5.933.407 120.000 49,445 Desember 3.387.407 2.350.000 234.000 5.971.407 120.000 49,762 Rata-rata 3.386.824 2.350.000 229.166,7 5.965.990.33 120.000 49,717 Perhitungan harga pokok produksi bibit krisan setelah kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro dengan menggunakan metode variable costing menghasilkan nilai tertinggi pada bulan Juni, yaitu sebesar Rp 51,483 per bibit. Hal ini disebabkan oleh penggunaan jenis pestisida dan pupuk yang mencapai 11 jenis dengan total biaya Rp 1.567.000, sehingga biaya bahan baku pada bulan Juni menjadi sangat tinggi jika dibandingkan biaya bahan baku pada sebelas bulan lainnya. Sementara itu, harga pokok produksi terendah terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar Rp 48,091 per bibit. Hal ini dilatarbelakangi oleh penggunaan pupuk dan pestisida yang hanya 10 macam dengan total biaya sebesar Rp 1.211.000, serta masih rendahnya harga komponen biaya bahan baku, terutama harga bahan baku penolong seperti agar-agar dan pestisida, sehingga biaya bahan baku pada bulan Januari menjadi relatif rendah. Selain itu, pada Bulan Januari ini BOP tergolong rendah.

6.4 Perbandingan Harga Pokok Produksi Perusahaan dengan