Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan (Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau).

(1)

ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU MELAYU DARATAN

(Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu,

Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)

ELIA ERNAWATI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

RINGKASAN

ELIA ERNAWATI. Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan (Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau). Dibimbing oleh ERVIZAL A. M. ZUHUD dan AGUS HIKMAT.

Penelitian ini dilakukan pada Masyarakat Suku Melayu Daratan yang terdapat di daerah Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan kearifan tradisional masyarakat Suku Melayu Daratan dalam pemanfaatan tumbuhan dan mengetahui praktik konservasi yang dilakukan masyarakat Suku Melayu Daratan dalam pemanfaatan tumbuhan. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam program pengembangan potensi tumbuhan berguna di daerah Desa Aur Kuning.

Metode penelitian yang dilakukan yaitu dengan melakukan wawancara dan observasi lapang. Data yang dikumpulkan diperoleh dari 1) studi literatur, 2) wawancara, 3) survei lapangan, dan 4) pembuatan herbarium. Setelah pengumpulan data, dilakukan pengolahan dan analisis data dengan cara mengklasifikasikan kelompok kegunaan, menghitung persentase habitus, persentase bagian yang digunakan, tingkat kesukaan responden terhadap tumbuhan, nilai kegunaan (Use value), dan melakukan analisis tindakan konservasi yang dilakukan masyarakat.

Berdasarkan data yang diperoleh terdapat 168 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Melayu Daratan yang berasal dari 67 famili. Tumbuhan ini diklasifikasikan ke dalam kelompok kegunaan yaitu penghasil pangan sebanyak 47 spesies, bahan pewarna sebanyak 7 spesies, pakan ternak sebanyak 11 spesies, tumbuhan obat sebanyak 98 spesies, tumbuhan hias sebanyak 10 spesies, aromatik sebanyak 11 spesies, pestisida nabati sebanyak 4 spesies, bahan upacara adat sebanyak 11 spesies, kayu bakar sebanyak 12 spesies, tali, anyaman, dan kerajinan sebanyak 11 spesies. Persentase habitus yang paling banyak digunakan yaitu pohon dan bagian yang banyak digunakan adalah daun. Dilihat dari tingkat kegunaan terhadap tumbuhan diketahui bahwa kelapa (Cocos nucifera) memiliki nilai kegunaan yang tinggi bagi kehidupan masyarakat namun spesies yang sering digunakan masyarakat adalah karet (Hevea brasiliensis) yaitu sebagai kayu bakar.

Praktik konservasi yang dilakukan masyarakat hingga saat ini hanya sebatas pada budidaya tumbuhan yang menunjang dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kegiatan budidaya tumbuhan ini dilakukan pada kebun dan sekitar pekarangan tempat tinggal. Sikap dan aksi konservasi dapat terwujud jika ketiga kelompok stimulus yaitu alamiah, manfaat, dan religius telah menjadi satu dan mengkristal sehingga dapat menjadi pendorong sikap setiap individu masyarakat.


(3)

SUMMARY

ELIA ERNAWATI. The Ethnobotany of Malayu Daratan Community (Case Study at Aur Kuning Village, Kampar Kiri Hulu Subdistrict, Kampar Regency, the Province of Riau). Under Supervision of ERVIZAL A. M. ZUHUD and AGUS HIKMAT.

This study was conducted to Melayu Daratan community who lives at Aur Kuning village, Kampar Hulu Subdistric, Kampar Regency, Riau. This study is aimed to understand and explore traditional knowledge of Melayu Daratan ethnic in using plants. Hopefully, this study can be the base in developing program of potency beneficial plants in Aur Kuning village.

The methods of this study were interview and field observation. The collected data were from 1) Literature study, 2) interview, 3) field survey and 4) herbarium making. After the data was collected, it was processed and analyzed by classifying the plants based on their usefulness, calculating the percentage of plants’ parts that can be used, the level of plants’ usages and doing the analysis of conservation action that is done by local people.

Based on the data collection, there are 168 plants species used by local people of Melayu Daratan ethnic. Those species come from 67 families. Those plants then were classified into usefulness category. Those consisted of food plants (47 species), coloring material (7 species), cattle feeding (11 species), medicinal plants (98 species), ornamental plants (10 species), aromatic plant (11 species), biological pesticide (4 species), ritual purpose-plants (11 species), firewood (12 species), and rope, plaited and handicraft materials (11 species). Tree is the habitus that mostly used while leaves are part of plats that mostly used. Coconut (Cocos nicifera) has the highest usefulness value to people’s life but the rubber (Hevea brasiliensis) is more commonly used for firewood. The conservation practice that has been done by local people until now is just cultivating the daily-useful plants. The cultivation is done at garden and yard surrounds the home stay. The attitude and action of conservation can be reached if people implement the triple bottom lines of conservation stimulus (natural, use and religious).


(4)

Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan

(Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu,

Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

ELIA ERNAWATI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(5)

Judul Penelitian : Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan

(Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri

Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)

Nama : Elia Ernawati

NIM : E34050147

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS NIP. 195906181985031003

Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP. 196209181989031002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809151984031003


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan dari keluarga bahagia Bapak H. Muhammad Amin dan Ibu Hj. Ernawati. di Kota Pekanbaru, Riau pada tanggal 26 Januari 1987. Penulis merupakan anak ke tiga dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan formal yaitu TK Annur Pekanbaru pada tahun 1992, pendidikan sekolah dasar di SDN 013 Pekanbaru pada tahun 1999 kemudian penulis melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTPN 13 Pekanbaru pada tahun 2002 dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 8 Pekanbaru pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis di terima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE), Fakultas Kehutanan IPB.

Tahun 2007 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap dan Baturraden dan pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Umum Konservasi Eksitu (PUKES) di Kebun Raya Bogor dan Jonggol. Pada tahun 2009 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Provinsi Riau.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, maka penulis melaksanakan penelitian dengan judul : Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan (Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau) di bawah bimbingan Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS dan Dr. Ir Agus Hikmat, MSc. F.


(7)

Judul Penelitian : Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan

(Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri

Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)

Nama : Elia Ernawati

NIM : E34050147

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS NIP. 195906181985031003

Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP. 196209181989031002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809151984031003


(8)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan (Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau) adalah benar-benar karya saya sendiri dibawah bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada Perguruan Tinggi atau lembaga lainnya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2009


(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahiim

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ➇Etnobotani

Masyarakat Suku Melayu Daratan (Studi kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau). Skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS selaku pembimbing pertama dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F selaku pembimbing kedua atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan ilmu,bimbingan dan nasehat kepada penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan,MS selaku penguji dari Departemen Silvikultur, Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS selaku penguji dari Departemen Manajemen Hutan, dan Ir. Sucahyo Sadiyo, MS selaku penguji dari Departemen Hasil Hutan atas masukan dan saran dalam perbaikan karya ilmiah.

3. Seluruh dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama penulis kuliah di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

4. Ayah tercinta dan Ibu tersayang atas semua do’a, dukungan, dan perjuangan demi memenuhi setiap harapan penulis.

5. Abang, kakak, dan adik-adik tersayang serta seluruh keluarga untuk semua do’a dan semangat yang diberikan.

6. Semua masyarakat Desa Aur Kuning yang membantu dalam proses pengambilan data sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.


(10)

8. Semua keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

9. Bapak dan Ibu Guru TK Annur Pekanbaru, SDN 013 Pekanbaru, SLTPN 13 Pekanbaru, dan SMAN 8 Pekanbaru atas segala ilmu yang diberikan sehingga dapat mengantarkan penulis menyelesaikan jenjang pendidikan S1.

10.Teman-teman seperjuangan di KSHE42 (Tarsius 42) atas semua kebersamaan, pengalaman, suka, duka yang telah dilewati bersama.

11.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) atas segala kebersamaan dan rasa kekeluargaan. 12.Para sahabat, teman dan rekan-rekan seperjuangan di Lab. Konservasi

tumbuhan obat atas bantuan, semangat dan do’a yang selalu diberikan.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan dan pelestarian sumberdaya alam hayati khususnya potensi tumbuhan berguna demi mencapai kesejahteraan masyarakat setempat. Akhirnya penulis berharap melalui karya ini dapat berbagi ilmu dan semoga bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Amiin.

Bogor, Desember 2009


(11)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ❹❹❹ ❹❹❹ ❹❹❹ ❹❹❹ ❹❹❹...❹❹❹ ❹❹❹ ❹❹... i

DAFTAR GAMBAR ❹❹❹ ❹❹❹ ❹❹❹ ❹❹❹....❹❹❹ ❹❹❹ ❹... iv

DAFTAR TABEL ❹❹❹ ❹❹❹ ❹❹❹ ❹❹❹ ❹❹...❹❹❹ ❹❹❹..❹.... vi

DAFTAR LAMPIRAN ❹❹❹ ❹❹❹ ❹❹❹ ❹❹❹....❹❹❹ ❹❹..❹... vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang... 1.2Tujuan Penelitian... 1.3Manfaat Penelitian...

1 2 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etnobotani... 2.1.1 Definisi ... 2.1.2 Ruang lingkup... 2.2 Sistem Pengetahuan Tradisional... 2.3 Masyarakat Adat... 2.4 Kearifan Tradisional... 2.5 Keanekaragaman Manfaat Tumbuhan...

3 3 4 5 5 6 6 BAB III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu... 3.2 Bahan dan Alat... 3.3 Metode Penelitian... 3.3.1 Pengumpulan data...

3.3.1.1 Studi literatur... 3.3.1.2 Wawancara... 3.3.1.3 Survei lapangan... 3.3.1.4 Pembuatan herbarium... 3.3.2 Pengolahan dan analisis data... 3.3.2.1 Kelompok kegunaan... 3.3.2.2 Persentase habitus...

11 11 11 12 12 13 13 13 14 15 15


(12)

ii

3.3.2.3 Bagian yang digunakan... 3.3.2.4 Tingkat kegunaan tumbuhan... 3.3.2.5 Analisis tindakan konservasi yang

dilakukan masyarakat... 15 15 16 BAB IV KONDISI UMUM KAWASAN

4.1 Letak, Luas Wilayah dan Aksesibilitas... 4.2 Kondisi Geografis... 4.3 Keadaan Alam... 4.4 Kondisi Penduduk Desa Aur Kuning...

17 18 18 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sosial Budaya Masyarakat... 5.1.1 Sistem pemerintahan adat... 5.1.2 Agama dan sistem nilai... 5.1.3 Sistem kekeluargaan... 5.1.4 Bahasa... 5.1.5 Kesenian... 5.1.6 Sistem pengetahuan dan teknologi... 5.1.7 Sistem mata pencaharian... 5.1.8 Hukum adat... 5.1.9 Rumah adat Melayu... 5.2 PotensiTumbuhan... 5.2.1 Keanekaragaman spesies tumbuhan... 5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus... 5.2.3 Keanekaragaman berdasarkan bagian

tumbuhan yang digunakan... 5.3 Keanekaragaman Manfaat Tumbuhan...

5.3.1 Pangan... 5.3.2 Kayu bakar... 5.3.3 Obat...

20 20 21 22 23 23 25 26 26 29 31 32 33 34 36 38 40 41


(13)

iii

5.3.4 Bahan pewarna... 5.3.5 Pakan ternak... 5.3.6 Tumbuhan hias (ornamen)... 5.3.7 Aromatik... 5.3.8 Pestisida nabati... 5.3.9 Bahan upacara adat... 5.3.10 Tali, anyaman, dan kerajinan... 5.4 Tingkat Kegunaan Tumbuhan... 5.5 Pola Pemanfaatan Lahan... 5.6 Tindakan Konservasi yang Dilakukan

Masyarakat Suku Melayu Daratan di Desa Aur Kuning... 45 46 48 49 51 52 53 54 55 57 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan... 6.2 Saran...

60 60 DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

61 64


(14)

iv

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Pelabuhan perahu mesin dan alat transportasi... 17

2. 3. Desa Aur Kuning... Datuk Pucuk, Datuk Lelo Bangso dan Datuk Mangkoto Jalelo sebagai ketua adat... 18 21 4. 5. Rebana (a), Gong (b), Bedug (c)... Pelita (alat penerangan)... 25 25 6. Lemang merupakan makanan tradisional masyarakat Desa Aur Kuning... 29

7. Bentuk rumah dan dapur... 31

8. Persentase jumlah spesies tumbuhan berdasarkan tipe tempat tumbuh... 32

9. Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok famili... 33

10. Persentase jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok habitus... 34

11. Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan bagian yang digunakan... 35

12. Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan... 37

13. Ubi kayu (Manihot esculenta) dan labu air (Spinacia oleracea)... 40

14. Penggunaan kayu bakar... 40

15. Spesies tumbuhan obat jangau (Acorus calamus) dan gelinggang laut (Cassia alata)... 43

16. Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan jenis penyakit... 44

17. Kembang pukul empat (Mirabilis jalapa)... 46

18. Rumput Pait (Axonopus compressus) dan penggembalaan ternak... 47

19. Spesies keladi hias (Colocasia sp.) dan lidah mertua (Sanseviera trifasciata)... 49

20. Tumbuhan aromatik spesies sereh (Cymbopogon nardus)... 50

21. Gadung (Dioscorea hispida) (a), Kegiatan menangkap ikan (b)... 51


(15)

v

23. Kombut (a), Tikar (b), Ambung (c)... 54 24.

25.

Profil pemanfaatan lahan... Areal kebun masyarakat...

56 58


(16)

vi

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji pada penelitian

kajian etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan... 12

2. Jumlah penduduk per kecamatan di wilayah Kabupaten Kampar Hulu... 19

3. Spesies tumbuhan pangan sebagai makanan pokok... 38

4. Beberapa spesies tumbuhan penghasil buah dan sayuran... 39

5. Spesies tumbuhan kayu bakar... 41

6. Sebelas spesies tumbuhan obat yang sering digunakan Suku Melayu Daratan di Desa Aur Kuning... 42

7. Spesies tumbuhan pewarna... 45

8. Spesies tumbuhan penghasil pakan ternak... 47

9. Daftar spesies tumbuhan hias... 48

10. Spesies tumbuhan aromatik... 49

11. Tumbuhan pestisida nabati... 51

12. Tumbuhan bahan upacara adat... 52

13. Tumbuhan tali, anyaman dan kerajinan... 53


(17)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian... 65 2. Spesies Tumbuhan yang Digunakan Masyarakat Suku Melayu

Daratan di Desa Aur Kuning... 66 3.

4.

Spesies Tumbuhan Berdasarkan Kegunaan... Cara Racik Tumbuhan Obat...

70 76 5. Daftar Responden... 79


(18)

The Ethnobotany of Malayu Daratan Community (Case Study at Aur Kuning Village, Kampar Kiri Hulu Subdistrict,

Kampar Regency, the Province of Riau) Author : Elia Ernawati1

Supervisor : Dr.Ir. Ervizal A.M.Zuhud,MS2 and Dr.Ir. Agus Hikmat,M.Sc.F3

Introduction : The science that studies relation between human and plants is called ethnobotany. The traditionally usage of plants by local people is one of knowledge that always develops. It has been inherited from generations to generations. An example of plants usage by local people can be shown from plants usage of Melayu Daratan ethnic ate Aur Kuning village, Kampar Kiri subdistrict, Kampar regency, the province of Riau. The quick development of science and the change of social lifestyle have effected traditional people leave their main tradition in using the plants. The utilization of plants without traditional wisdom may threaten the species sustainability of plants. On the other hands, the traditional knowledge which was conveyed orally may be lost. The study on ethnobotany is very needed in order to document traditional knowledge well.

Method : The method of this study were interview and field observation. The data was collected from 1) literature study, 2) interview, 3) field survey and 4) herbariums. After the data was collected, it was processed and analyzed by classifying the plants based on their usefulness, calculating the percentage of plants parts that can be used, the level of plants usages and doing the analysis of conservation action that is done by local people.

Result and discussion : Based on the data collection, there are 168 plants species used by local people of Melayu Daratan ethnic. Those species come from 67 families. Those plants then were classified into usefulness category. Those consisted of medicinal plants (98 species), food plants, coloring material, cattle feeding, ornamental plants, aromatic plant, biological pesticide, ritual purpose-plants, firewood and rope, plaited and handicraft materials. Tree is the habitus that mostly used while leaves are part of plants that mostly used. Coconut (Cocos nucifera) has the highest usefulness value to people’s life but the rubber (Hevea brasiliensis) is more commonly used for firewood. The conservation practice that has been done by local people until now is cultivating the plants which have high economic and use values in their life.

Conclusions : Plants give important benefit to people of Melayu Daratan in fulfilling their need. It can be proved from many species of plants that are used by people there for their daily need especially for medicinal purpose. It also can be concluded that the conservation action has been done by the local people both consciously or un-consciously. They use the plants resources carefully to save the sustainability of natural resources.

1 student of forest resources conservation and ecotourism, forestry faculty, Bogor Agriculture University. 2: lecturer of forest resources conservation and ecotourism, forestry faculty, Bogor Agriculture University. 3: lecturer of forest resources conservation and ecotourism, forestry faculty, Bogor Agriculture University


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat adat merupakan salah satu pengetahuan yang berkembang dan diwariskan secara turun temurun. Masyarakat-masyarakat tradisional telah mengembangkan dan beradaptasi secara langsung terhadap lingkungannya yang bertujuan untuk mempertahankan hidup, karena baik disadari maupun tidak, dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia akan selalu bergantung terhadap lingkungannya dan begitu pula sebaliknya. Ilmu yang mempelajari mengenai hubungan antara manusia dengan tumbuh-tumbuhan disebut etnobotani.

Sikap kemandirian tumbuh dan mengakar dalam diri setiap masyarakat adat karena dalam kehidupan sehari-hari masyarakat ini senantiasa selalu memanfaatkan segala sesuatu dari alam sekitarnya. Salah satu pemanfaatan terhadap sumberdaya alam yang dilakukan oleh masyarakat adat adalah pemanfaatan terhadap tumbuhan. Pemanfaatan tumbuhan dilakukan demi memenuhi segala kebutuhan mulai dari pangan hingga kebutuhan lainnya. Hal ini menjadikan masyarakat tersebut selalu menyelaraskan hidup dengan alam dan selalu menjaga kelestariannya agar kebutuhan mereka tetap terpenuhi secara berkelanjutan.

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan berubahnya gaya hidup manusia yang cepat karena intervensi global mengakibatkan masyarakat tradisional mulai perlahan-lahan meninggalkan tradisinya terutama dalam pemanfaatan tumbuhan. Tersedianya sebagian komoditi yang diperlukan masyarakat dari luar untuk pemenuhan kebutuhan hidup menjadikan kehidupan masyarakat tradisional tidak lagi memiliki interaksi yang baik dengan alam. Hal ini dapat menjadikan terancamnya kelestarian spesies-spesies tumbuhan yang memiliki potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup terutama untuk spesies tumbuhan obat dan menjadikan nilai-nilai kearifan tradisional ditinggalkan.


(20)

Salah satu masyarakat tradisional yang masih mempertahankan adat dan tradisi dalam penggunaan sumberdaya alam khususnya tumbuhan adalah Masyarakat Adat Melayu Daratan di daerah Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Walaupun di daerah ini sudah dimasuki oleh kebudayaan modern namun dalam kesehariannya masyarakat masih mempertahankan segala tradisi dari leluhurnya.

Disamping itu, pewarisan pengetahuan pada masyarakat tradisional bersifat oral sehingga sangat dimungkinkan kekayaan pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan lambat laun akan hilang apabila tidak didokumentasikan secara tertulis. Oleh karena itu, penelitian tentang etnobotani (pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan) menjadi penting untuk dilakukan sehingga pengetahuan tersebut dapat didokumentasikan dengan baik.

1.2Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggali pengetahuan tradisional masyarakat Suku Melayu Daratan dalam pemanfaatan tumbuhan.

1.3Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dokumentasi informasi pengetahuan masyarakat Suku Melayu Daratan yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam program pengembangan potensi tumbuhan berguna di daerah tersebut sehingga tetap mempertahankan dan dapat membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera berdasarkan sumberdaya daerah setempat.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etnobotani 2.1.1 Definisi

Etnobotani dewasa ini merupakan istilah populer karena ini adalah salah satu cara pandang orang terhadap sekitar. Apabila digunakan di awal nama satu disiplin ilmu seperti botani atau farmakologi, kalimat ini menunjukkan bahwa peneliti sedang meneliti persepsi masyarakat tradisional tentang pengetahuan budaya dan teknologi. Etnobotani sebagai salah satu jembatan pengetahuan tradisional dan modern pada saat ini menjadi topik yang makin berkembang, hal ini memerlukan dukungan dari berbagai bidang ilmu antara lain arkeologi, linguistik, biologi, farmasi, fitokimia, pertanian, kehutanan, ekologi, dan lain-lain (Purnomo 1995).

Istilah etnobotani pertama kalinya diusulkan oleh Harsberger pada tahun 1985. Etnobotani telah didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh suku bangsa yang primitif atau terkebelakang. Etnobotani berasal dari dua buah kata yaitu ethnos dan botany. Ethnos (berasal dari bahasa Yunani) berarti bangsa dan botany artinya tumbuh-tumbuhan (Soekarman dan Riswan 1992).

Pengertian etnobotani memiliki arti yang bervariasi dikalangan para ahli etnobotani, diantaranya :

1. Hough (1898) diacu dalam Soekarman (1992), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari tumbuh-tumbuhan dalam hubungannya dengan budaya manusia. 2. Jones (1941) diacu dalam Soekarman (1992), etnobotani adalah ilmu yang

mempelajari hubungan antara manusia yang primitif dengan tumbuh-tumbuhan.

3. Schultes (1967) diacu dalamSoekarman (1992), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan manusia dengan vegetasi di sekitarnya.


(22)

4. Ford (1980) diacu dalam Soekarman (1992), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari penempatan tumbuhan secara keseluruhan di dalam budaya dan interaksi langsung manusia dengan tumbuhan.

5. Sheng-Ji et al. (1990) diacu dalamSoekarman (1992), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari keseluruhan hubungan langsung antara manusia dan tumbuhan untuk apa saja kegunaannya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan secara singkat bahwa etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung antara manusia dengan tumbuhan dalam pemanfaatannya secara tradisional.

2.1.2 Ruang lingkup

Martin (1998) menjelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan etnobotani secara lebih lanjut, yaitu :

1. Masyarakat pribumi adalah penduduk satu kawasan yang telah dikaji dan mendapat pengetahuan ekologi mereka secara turun menurun dalam budaya mereka sendiri.

2. Penyelidik/peneliti adalah orang yang biasanya terlatih pada sebuah perguruan tinggi, yang mendokumentasikan pengetahuan tradisional ini dan bekerjasama dengan masyarakat pribumi.

3. Pengetahuan tradisional atau pengetahuan lokal adalah apa yang diketahui oleh masyarakat mengenai alam sekitarnya.

Dokumentasi sebagai salah satu usaha utama dalam etnobotani merupakan pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan (Adimiwarta 1983). Dalam

Chamber’s Encylopedia (1950) disebutkan bahwa dokumentasi dapat berupa dokumen tertulis, rekaman foto, majalah, film dokumenter. Dalam hal botani, dokumentasi dilakukan juga dengan cara pengumpulan spesimen. Baru sekitar 3-4 % tumbuhan yang tumbuh di Indonesia yang sudah dibudidayakan dan ditanam, sisanya masih tumbuh liar di hutan-hutan. Disinilah pentingnya etnobotani guna menggali pengetahuan tradisional pemanfaatan tumbuhan oleh penduduk setempat. Pengetahuan ini sangat penting dalam mengungkapkan tumbuhan liar di hutan akan


(23)

kegunaannya bagi manusia dalam usaha menanggulangi meningkatnya keperluan akan sandang, papan, dan pangan yang berkaitan dengan jumlah penduduk di Indonesia (Riswan dalamSoekarman 1992).

2.2 Sistem Pengetahuan Tradisional

Pengetahuan merupakan kapasitas manusia untuk memahami dan menginterpretasikan baik hasil pengamatan langsung maupun pengalaman sehingga bisa digunakan untuk meramalkan ataupun sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Kartikawati 2004).

Tradisional knowledge atau pengetahuan tradisional mencakup pengetahuan, inovasi, praktek masyarakat adat, dan komunitas lokal dalam kehidupan mereka. Pengetahuan tradisional telah berkembang sejak berabad-abad, diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya secara lisan beradaptasi dengan budaya setempat dalam bentuk cerita, lagu, dongeng, nilai budaya, kepercayaan, ritual, hukum adat, bahasa, dan praktek pertanian (Adimihardja 1996).

Nasaban diacu dalam Adimihardja (2002) menyatakan kearifan tradisional yang tercermin dalam sistem pengetahuan dan teknologi lokal di berbagai daerah secara dominan masih diwarnai nilai-nilai adat sebagaimana tampak dan cara-cara mereka melakukan prinsip-prinsip konservasi, manajemen, dan eksploitasi sumberdaya. Hal ini tampak jelas dari perilaku mereka yang memiliki rasa hormat yang begitu tinggi terhadap lingkungan alam yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka.

2.3 Masyarakat Adat

Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur secara turun temurun di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri (Sangaji 2001). Selanjutnya, Keraf (2002) memberikan ciri-ciri pembeda antara masyarakat adat dengan masyarakat pada umumnya, ada 5 ciri pembeda yaitu :


(24)

a) Mendiami tanah milik nenek moyangnya, baik seluruhnya ataupun sebagiannya.

b) Mempunyai garis keturunan yang sama yang berasal dari penduduk asli daerah tersebut.

c) Mempunyai budaya yang khas, yang menyangkut agama, sistem suku, pakaian, tarian, cara hidup, peralatan hidup sehari-hari, termasuk untuk mencari nafkah.

d) Mempunyai bahasa tersendiri.

e) Biasanya hidup terpisah dari kelompok masyarakat lain dan menolak atau bersikap hati-hati terhadap hal-hal baru yang berasal dari luar komunitasnya.

2.4 Kearifan Tradisional

Kearifan lokal merupakan sistem nilai dan norma yang disusun, dianut, dipahami dan diaplikasikan masyarakat lokal berdasarkan pemahaman dan pengalaman mereka dalam berinteraksi dengan lingkungan (Tjahjono et al 2000). Menurut Saini KM (2005) mendefinisikan kearifan lokal adalah sikap, pandangan dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan, baik secara jasmani maupun rohani, yang memberikan daya tahan dan daya tumbuh bagi komunitas tersebut. Sedangkan Soemarwoto (1982) mengartikan kearifan tradisional sebagai ilmu pengetahuan yang mampu menghadapi kondisi suatu lingkungan.

2.5 Keanekaragaman Manfaat Tumbuhan

Bagi masyarakat Indonesia khususnya yang bertempat tinggal di daerah pedesaan di sekitar hutan maka pemanfaatan tumbuhan obat untuk kepentingan kesehatannya bukan merupakan hal yang baru namun sudah berlangsung cukup lama (Wiriadinata et al diacu dalamSoekarman 1992).

Diantara sumberdaya hayati yang sering dimanfaatkan oleh manusia adalah tumbuhan. Pengelompokan penggunaan tumbuhan oleh Purwanto dan Walujo (1992) meliputi tumbuhan sebagai bahan sandang, bahan pangan, bangunan, alat rumah


(25)

tangga dan alat pertanian, tali temali, anyam-anyaman, pelengkap upacara adat, obat-obatan dan kosmetik, kegiatan sosial dan kegiatan lain.

2.5.1 Obat

Menurut Departemen Kesehatan RI dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan No.149/SK/Menseknes/IV/1978 diacu dalam Kartikawati (2004) definisi tumbuhan obat adalah tumbuhan atau bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku obat (prokursor), atau tumbuhan yang diekstraksi dan ekstrak tumbuhan tersebut digunakan sebagai obat.

Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat, yang dikelompokkan menjadi : (1) Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui dan dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional; (2) Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis; dan (3) Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri (Zuhud 2004).

Tumbuhan obat terdiri dari beberapa macam habitus. Habitus berbagai spesies tumbuhan (Tjitrosoepomo 1988 diacu dalam Damayanti 1999) adalah sebagai berikut :

a) Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki satu batang yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan.

b) Perdu adalah tumbuhan berkayu yang tidak seberapa besar dan bercabang dekat dengan permukaan.

c) Herba adalah tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair.

d) Liana adalah tumbuhan berkayu dengan batang menjalar/memanjat pada tumbuhan lain.

e) Tumbuhan memanjat adalah herba yang memanjat pada tumbuhan lain atau benda lain.


(26)

f) Semak adalah tumbuhan yang tidak seberapa besar, batang berkayu, bercabang-cabang dekat permukaan tanah atau di dalam tanah.

g) Rumput adalah tumbuhan dengan batang yang tidak keras, mempunyai ruas-ruas yang nyata dan seringkali berongga.

2.5.2 Pangan

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia (apabila dimakan oleh hewan disebut pakan). Misalnya buah-buahan, kacang-kacangan, sayuran, dan tumbuhan yang mengandung sumber karbohidrat.

Buah-buahan adalah jenis buah-buahan tahunan yang dapat dimakan baik dalam keadaan segar maupun yang telah dikeringkan, umumnya dikonsumsi dalam keadaan mentah (Kartikawati 2004).

2.5.3 Bahan pewarna

Hasil ekstrak dari tumbuhan bisa menjadi pewarna alami bagi makanan dan bersifat aman bagi kesehatan. Tumbuhan penghasil zat warna adalah tumbuhan yang memiliki zat warna seperti kunyit (Curcuma domestica) yang digunakan sebagai pewarna makanan sehingga berwarna kuning atau oranye dan daun suji (Pleomele angustifolia) untuk warna hijau (Kartikawati 2004). Selain untuk pewarna makanan, tumbuhan juga dapat digunakan untuk mewarnai rotan atau bahan lain.

2.5.4 Pakan ternak

Pakan ternak adalah makanan yang diberikan kepada hewan ternak. Menurut Kartikawati (2004), tumbuhan pakan ternak adalah tumbuhan yang memiliki konsentrasi nutrisi rendah dan mudah dicerna yang merupakan sumber pakan bagi satwa herbivora. Tumbuhan ini dapat diolah dan dibudidayakan meskipun adapula yang tumbuh liar seperti alang-alang.


(27)

2.5.5 Tumbuhan hias (ornamen)

Tumbuhan hias merupakan salah satu komoditi hortikultura non pangan yang digolongkan sebagai hortikultur. Dalam kehidupan sehari-hari, komoditas ini dibudidayakan untuk dinikmati keindahannya (Arafah 2005).

2.5.6 Aromatik

Tumbuhan aromatik disebut juga dengan tumbuhan penghasil minyak atsiri karena hasil ekstraksi atau penyulingan dari bagian-bagian tumbuhan berupa minyak atsiri. Tumbuhan penghasil minyak atsiri memiliki ciri bau dan aroma karena fungsinya yang paling luas dan umum diminati adalah sebagai pengharum, baik sebagai parfum, kosmetik, pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi, pemberi rasa pada makanan maupun pada produk rumah tangga lainnya (Kartikawati 2004). Jenis tumbuhan yang menghasilkan minyak atsiri misalnya jahe (Zingiber officinale), cendana (Santalum album), kenanga (Cananga odorata), dan jenis tumbuhan lainnya.

2.5.7 Pestisida nabati

Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan. Pestisida nabati ini juga berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas (Arafah 2005).

2.5.8 Bahan upacara adat

Beberapa tumbuhan memiliki sifat spiritual, magis, dan ritual. Penggunaan tumbuhan untuk adat dapat berupa bentuk penggunaan dalam berbagai upacara adat maupun kegiatan adat lainnya. Jenis tumbuhan yang biasanya sering digunakan dalam kegiatan adat adalah kemenyan (Styrax sp.).


(28)

2.5.9 Kayu bakar

Menurut Sutarno (1996) diacu dalam Arafah (2005), jenis pohon yang ditujukan untuk pemenuhan kayu bakar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Beradaptasi pada rentangan kondisi yang luas.

b) Pertumbuhan cepat, volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu yang singkat.

c) Tidak merusak tanah dan menjaga kesuburannya. d) Tahan penyakit dan hama.

e) Pengelolaannya memerlukan waktu yang singkat.

f) Tahan terhadap kekeringan dan toleran terhadap iklim yang lain. g) Pertumbuhan tajuk baik, siap tumbuh pertunasan yang baru. h) Memiliki manfaat lain yang menguntungkan pertanian.

i) Menghasilkan percabangan dengan diameter yang cukup kecil untuk dipotong dengan peralatan tangan dan mudah pengangkutannya.

j) Menghasilkan kayu yang mudah dibelah. k) Kadar air rendah dan relatif cepat dikeringkan.

l) Menghasilkan sedikit asap dan tidak beracun apabila dibakar. m) Tidak memercikkan api dan cukup aman bila dibakar.

n) Menghasilkan kayu yang padat dan lebih lama dibakar.

2.5.10 Tali, anyaman, dan kerajinan

Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan adalah tumbuhan yang biasa digunakan untuk membuat tali, anyaman, maupun kerajinan. Beberapa jenis tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat untuk membuat anyaman adalah jenis rotan dan bambu. Sedangkan jenis tumbuhan yang biasa digunakan untuk membuat kerajinan adalah jenis pandan-pandanan (Pandanus sp.) misalnya untuk membuat tikar.


(29)

✁✁

BAB III

METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Desa Aur Kuning yang terletak di dalam wilayah administrasi Kecamatan Kampar kiri Hulu dengan ibu kota pemerintahan Kecamatan Gema, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh minggu yaitu pada bulan Juni hingga bulan Agustus 2009.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan yang terdapat di hutan alam Desa Aur Kuning dan masyarakat Suku Melayu Daratan di lokasi penelitian. Sedangkan alat yang digunakan adalah kamera, kertas koran, alkohol 70%, gunting, kantong plastik, field guide tumbuhan obat, kuisioner, label gantung, dan alat tulis menulis.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan metode sebagai berikut :

1. Wawancara terhadap responden sebagai narasumber pengguna tumbuhan pada masyarakat Suku Melayu Daratan di Desa Aur Kuning.

2. Observasi lapang yang dilakukan dengan melihat langsung ke lapang spesies tumbuhan yang biasa digunakan oleh masyarakat.

Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari pustaka dan pihak yang terkait dengan topik penelitian, dalam hal ini masyarakat setempat. Data sekunder diperoleh melalui metode studi literatur pustaka, diskusi dan publikasi yang diperoleh dari :

1. Laporan kondisi umum lokasi penelitian.

2. Laporan-laporan terdahulu yang pernah dilakukan di lokasi penelitian.

Adapun tahapan yang dilakukan dan aspek yang dikaji dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.


(30)

✂✄

Tabel 1. Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji pada penelitian kajian etnobotani masyarakat Suku Melayu Daratan

Tahapan kegiatan Data / aspek yang dikaji Metode A. Kajian Kondisi Umum

Lokasi Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu

1. Sejarah kawasan 2. Kondisi geografis

3. Letak, luas wilayah, dan aksesibilitas

4. Keadaan alam 5. Kondisi masyarakat

Studi literatur

B. Kajian Etnobotani Tumbuhan di Kawasan Desa Aur Kuning

1. Tumbuhan obat : a) Spesies-spesies

tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat b) Nama lokal c) Nama ilmiah d) Nama famili e) Habitus f) Kegunaan

g) Bagian tumbuhan yang digunakan

h) Cara pengolahan i) Cara pemakaian 2. Tumbuhan penghasil zat

warna, penghasil pakan ternak, hias, aromatik, penghasil pestisida nabati, untuk kegunaan adat, penghasil kayu bakar, penghasil tali, anyaman, dan kerajinan :

a) Nama lokal b) Nama ilmiah c) Nama famili d) Habitus e) Kegunaan

f) Bagian yang digunakan 3. Tingkat kegunaan

tumbuhan.

4. Praktik konservasi yang dilakukan

1. Survei lapangan 2. Pengambilan contoh

foto/gambar dan contoh untuk diidentifikasi (herbarium) 3. Cek silang dengan

buku/pustaka

C. Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan data 2. Analisis data

3.3.1 Pengumpulan data 3.3.1.1 Studi literatur

Kegiatan studi literatur dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan dan sesudah penelitian dilaksanakan. Kegiatan studi literatur sebelum penelitian dilakukan untuk memperoleh data mengenai kondisi umum lokasi penelitian


(31)

☎✆

(mencakup fisik, penduduk, dan sosial budaya masyarakat) dan data mengenai spesies tumbuhan berguna yang ada di lokasi penelitian. Sedangkan studi literatur yang dilakukan setelah penelitian dilakukan untuk verifikasi (cek silang) spesies-spesies tumbuhan yang diperoleh di lapangan.

3.3.1.2 Wawancara

Wawancara ditujukan pada masyarakat yang mengetahui dan masih menggunakan spesies-spesies tumbuhan dari alam. Metode yang dapat digunakan dalam menentukan sasaran wawancara (key person) ini yaitu dengan cara snow ball

dimana pemilihan responden berdasarkan informasi responden sebelumnya dengan jumlah 30 orang, adapun data responden dapat dilihat pada Lampiran 4. Responden kunci terdiri dari para ketua adat dan dukun pengobatan. Pengambilan responden dilakukan dengan memilih responden berdasarkan pada pengetahuan responden terhadap manfaat tumbuhan dan intensitas pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan oleh responden. Pemilihan responden ini dilakukan berdasarkan survei yang telah dilakukan terhadap seluruh masyarakat hingga didapatkan 30 orang responden untuk menggali data mengenai pemanfaatan tumbuhan lokal bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Wawancara dilakukan mendalam dengan pertanyaan sesuai kebutuhan dan secara semi terstruktur dengan menggunakan kuisioner atau daftar pertanyaan yang telah disiapkan.

3.3.1.3 Survei lapangan

Survei lapangan dilakukan untuk mengenali spesies tumbuhan yang digunakan dari hasil wawancara. Pengenalan spesies ini dilakukan dengan mencari spesies tumbuhan yang digunakan dari hasil wawancara ke dalam hutan dan membuat dokumentasi kemudian diidentifikasi dengan literatur.

3.3.1.4 Pembuatan herbarium

Pembuatan herbarium ini dilakukan untuk memudahkan dalam identifikasi spesies tumbuhan yang belum teridentifikasi di lapangan dan sebagai salah satu dari


(32)

✝✞

hasil dokumentasi. Herbarium merupakan koleksi spesies tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, serta bunga dan buah jika ada), dengan tahapan pembuatan herbarium sebagai berikut :

1. Mengambil bahan contoh untuk herbarium berupa ranting dengan daun (diusahakan daun yang tidak terlalu muda atau terlalu tua) beserta bunga dan buah jika ada.

2. Bahan contoh tersebut digunting dengan menggunakan gunting daun dengan panjang ± 40 cm.

3. Contoh herbarium kemudian dimasukkan ke dalam kertas koran dan diberi label. Label berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengambilan, dan nama kolektor.

4. Selanjutnya beberapa contoh herbarium disusun di atas rak dan disemprot dengan alkohol 70% untuk kemudian dibawa ke tempat istirahat dan dijemur di bawah sinar matahari.

5. Herbarium yang sudah kering dan belum teridentifikasi nama ilmiahnya kemudian dilakukan identifikasi dengan menggunakan buku panduan tumbuhan obat atau dibawa ke petugas Balai Diklat Kehutanan Pekanbaru yang berperan sebagai ahli dendrologi.

3.3.2 Pengolahan dan analisis data

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif dengan cara deskriptif. Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan untuk mengetahui data mengenai nilai kegunaan setiap spesies tumbuhan yang dimanfaatkan. Selain itu juga digunakan untuk memperoleh data mengenai nama spesies, famili, habitus, bagian tumbuhan yang digunakan, manfaat/kegunaan, dan informasi lain yang terkait. Hasil identifikasi jenis tumbuhan disusun berdasarkan famili dan spesies. Setiap spesies dianalisis secara kualitatif mengenai klasifikasi kegunaan, cara penggunaan dan bagian apa yang dimanfaatkan. Kemudian data yang diperoleh secara deskriptif dipaparkan untuk mengetahui tindakan konservasi spesies tumbuhan yang dilakukan oleh masyarakat.


(33)

✟✠

3.3.2.1 Kelompok kegunaan

Hasil identifikasi jenis tumbuhan disusun dengan mengelompokkan berdasarkan kelompok kegunaan untuk memudahkan dalam penyajian.

3.3.2.2 Persentasehabitus

Persentase habitus merupakan persentase besarnya habitus yang dijumpai terhadap seluruh habitus yang ada. Habitus tersebut meliputi pohon, perdu, herba, liana, tumbuhan memanjat, semak, dan rumput. Adapun rumus perhitungan yang digunakan sebagai berikut :

ܲ݁ݎݏ݁݊ݐܽݏ݄ܾ݁ܽ݅ݐݑݏݐ݁ݎݐ݁݊ݐݑ ൌ σ ݄ܾܽ݅ݐݑݏݐ݁ݎݐ݁݊ݐݑ

σ ݏ݈݁ݑݎݑ݄݄ܾܽ݅ݐݑݏ ൈ ͳͲͲΨ

3.3.2.3 Bagian yang digunakan

Persentase bagian tumbuhan yang digunakan adalah bagian tumbuhan yang dimanfaatkan mulai dari bagian daun, bunga, buah, batang hingga bagian akar. Rumus perhitungan yang digunakan yaitu :

ܲ݁ݎݏ݁݊ݐܽݏܾ݁ܽ݃݅ܽ݊ݐ݁ݎݐ݁݊ݐݑݕ݂ܽ݊݃݀݅݉ܽ݊ܽܽݐ݇ܽ݊

ൌ σ ܾܽ݃݅ܽ݊ݐ݁ݎݐ݁݊ݐݑݕ݂ܽ݊݃݀݅݉ܽ݊ܽܽݐ݇ܽ݊

σ ݏ݈݁ݑݎݑ݄ܾܽ݃݅ܽ݊ݕ݂ܽ݊݃݀݅݉ܽ݊ܽܽݐ݇ܽ݊ ൈ ͳͲͲΨ

3.3.2.4Tingkat kegunaan tumbuhan

Tingkat kegunaan tumbuhan merupakan analisis sederhana dimana tingkat kegunaan suatu spesies tumbuhan dihitung berdasarkan pada berapa jumlah kegunaan yang diperoleh dari suatu spesies tumbuhan.


(34)

✡☛

3.3.2.5 Analisis tindakan konservasi yang dilakukan masyarakat

Spesies-spesies tumbuhan yang telah dikelompokkan kemudian ditelaah dengan menggunakan stimulus trilogi AMAR (alamiah, manfaat, dan religius) yang kemudian dapat diketahui tindakan konservasi yang dilakukan oleh masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan. Stimulus alamiah yaitu berupa pengetahuan alami masyarakat terhadap tumbuhan, stimulus manfaat berkaitan dengan manfaat atau kepentingan masyarakat terhadap tumbuhan, dan stimulus religius/spiritual merupakan sikap rela dan akhlak masyarakat untuk melakukan tindakan konservasi.


(35)

☞✌

BAB IV

KONDISI UMUM KAWASAN

4.1 Letak, Luas Wilayah, dan Aksesibilitas

Desa Aur Kuning merupakan bagian dari Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar Hulu, Provinsi Riau. Luas wilayah Desa Aur Kuning hanya sekitar ± 3 km2. Pencapaian ke Desa Aur Kuning ini ditempuh dengan melewati beberapa daerah. Jarak tempuh dari Kota Pekanbaru ke Kecamatan Lipat Kain sekitar 75 km, kemudian diteruskan ke Kecamatan Gema dengan jarak tempuh 28 km. Untuk mencapai Desa Aur Kuning, perjalanan ditempuh sekitar 30 km. Lokasi ini harus ditempuh dengan jalur darat dan air yang melintasi Sungai Kampar. Jalur darat dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor dari Kota Pekanbaru ke ibu kota Kecamatan Kampar Kiri Hulu yaitu Kecamatan Gema dengan waktu tempuh sekitar empat jam. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan perahu mesin dari Kecamatan Gema ke Desa Aur Kuning dengan waktu tempuh sekitar 1,5 - 2 jam. Waktu tempuh dengan jalur air ini tergantung dari keadaan air, jika keadaan air sedang pasang maka waktu tempuh bisa lebih singkat. Gambar 1 merupakan gambar sarana transportasi yang biasa digunakan oleh masyarakat dan Gambar 2 merupakan lokasi daerah penelitian yaitu Desa Aur Kuning.


(36)

✍✎

Gambar 2 Desa Aur Kuning

4.2 Kondisi Geografis

Wilayah Kabupaten Kampar Kiri Hulu terletak di sebelah selatan Kabupaten Kampar. Secara astronomis wilayah ini terletak antara 1002’ Lintang Utara dan 0020’ Lintang Selatan serta 100023’➊ 101

0

40’ Bujur Timur dengan batas wilayah :

o Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten 50 Kota Propinsi

Sumatera Barat.

o Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan XIII Koto Kampar,

Kecamatan Bangkinang, Kecamatan Kampar, dan Kota Pekanbaru.

o Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kuantan Singingi. o Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan dan Kota

Pekanbaru.

4.3 Keadaan Alam

Sebagian besar wilayah Kabupaten Kampar Hulu merupakan daerah perbukitan yang berada di kaki Bukit Barisan dengan ketinggian 0 ➊ 500 meter dpl.

Struktur tanah adalah arganosol, gleihumus alluvial, hidromorfik kelabu, padzolik merah kuning, litosol dan regosol. Jenis tanah argosol ini merupakan jenis tanah yang semakin jauh dari pinggir sungai semakin tebal bahan gambutnya.


(37)

✏✑

Di wilayah Kabupaten Kampar Hulu terdapat delapan sungai besar yaitu : 1. Sungai Kampar Kanan yang melintasi wilayah Kecaman Siak Hulu dan

Kecamatan Perhentian Raja.

2. Sungai Kampar Kiri yang melintasi wilayah Kecamatan Kampar Kiri, Kampar Kiri Tengah, Kecamatan Gunung Sahilan, dan Kecamatan Kampar Kiri Hilir. 3. Sungai Subayang yang melintasi Kecamatan Kampar Kiri Hulu.

4. Sungai Lipai yang melintasi wilayah Kecamatan Gunung Sahilan. 5. Sungai Setingkai yang melintasi wilayah Kecamatan Kampar Kiri.

6. Sungai Paku yang melintasi sebagian desa-desa di Kecamatan Kampar Kiri. 7. Batang Bio yang melintasi Kecamatan Kampar Kiri Hulu.

8. Batang Lipai yang melintasi Kecamatan Kampar Kiri Hulu.

4.4 Kondisi Penduduk Desa Aur Kuning

Jumlah penduduk Desa Aur Kuning hingga tahun 2009 ± 875 jiwa yang terdiri dari 171 kepala keluarga. Namun tidak semua jumlah ini bertempat tinggal di Desa Aur Kuning, sebagian masyarakat sudah ada yang hidup merantau ke luar desa misalnya ke daerah Kecamatan Lipat Kain hingga Kota Pekanbaru. Hal ini disebabkan mata pencaharian masyarakat yaitu sebagai pedagang dan penyadap karet yang dalam bahas setempat disebut ✒menakik➈. Sedangkan untuk Kampar Kiri Hulu

berdasarkan data statistik Kabupaten Kampar tahun 2004 jumlah penduduk yang tercatat 151.274 jiwa, dengan rincian tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah penduduk per kecamatan di wilayah Kabupaten Kampar Hulu No Kecamatan Penduduk Jumlah Rumah

L P tangga 1 Kampar Kiri 13.679 12.520 26.217 5.754 2 Kampar kiri Hulu 5.720 5.705 11.427 2.193 3 Kampar Kiri Hilir 4.202 3.780 7.982 1.912 4 Kampar Kiri Tengah 9.256 8.413 17.669 3.953 5 Siak Hulu 29.279 29.279 59.233 13.803 6 Gunung Sahilan 7.068 6.153 13.221 3.055 7 Perhentian Raja 7.683 7.842 15.525 3.463 Jumlah 76.905 74.369 151.274 34.115 Sumber : BPS Kabupaten Kampar (2004)


(38)

✓✔

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sosial Budaya Masyarakat

Secara garis besar kehidupan masyarakat Suku Melayu Daratan merupakan suatu akulturasi dari budaya Melayu dan budaya Minang. Hal ini karena letak daerah ini berbatasan dengan daerah Sumatera Barat sehingga dapat diasumsikan bahwa dahulunya daerah ini mendapatkan pengaruh dari budaya Minang yang kemudian diadaptasi ke budaya Melayu.

5.1.1 Sistem pemerintahan adat

Desa Aur Kuning memiliki pemimpin yaitu ketua adat. Ketua adat pada daerah ini disebut dengan ninik mamak. Ketua adat disini bertindak sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan dapat menentukan segala peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Pada wilayah adat Desa Aur Kuning terdapat tiga suku orang pemuka adat sesuai dengan jumlah suku yang terdapat di desa ini, yaitu Suku Melayu dengan pemuka adat bergelar Datuk Pucuk, Suku Domo dengan pemuka adat yang bergelar Datuk Lelo Bangso, dan Suku Kampar dengan pemuka adat yang bergelar Datuk Mangkoto Jalelo (Gambar 3). Peranan ketiga Datuk ini adalah sebagai mamak godang untuk menyelesaikan masalah dalam adat, namun jika terdapat masalah antara Datuk Pucuk dan Datuk Lelo Bangso maka yang dapat menyelesaikan masalah selisih paham adalah Datuk Mangkoto Jalelo. Oleh karena itu Datuk Mangkoto Jalelo merupakan kesayangan oleh Datuk nan berdua, ibaratnya beliau adalah ibu oleh Datuk Pucuk dan bapak oleh Datuk Lelo Bangso. Gelar tersebut diwariskan kepada kemenakan atau cucu yang memiliki tanda-tanda atau disebut ✕butung tumbuh di

mata✖ yang maksudnya, orang yang menjadi pewaris gelar tersebut sudah dapat

dilihat dari ciri-ciri pribadi orang tersebut dan tidak sembarangan orang yang bisa menjadi Datuk besar.


(39)

✗✘

Gambar 3 Datuk Pucuk (kiri), Datuk Lelo Bangso (tengah), Datuk Mangkoto Jalelo (kanan) sebagai ketua adat

Perbedaan ketiga Datuk ini terletak pada baju dan daerah kekuasaan mereka. Pakaian Datuk Pucuk berwarna hitam polos dimana kebesarannya yaitu di nagari (berkuasa di daratan), pakaian Datuk Lelo Bangso terdapat garis kuning dengan kebesaran rantau Kampar Kiri, sedangkan Datuk Mangkoto Jalelo terdapat garis merah, kuning, dan putih dengan peranan paling besar di negeri. Ungkapan untuk Datuk Mangkoto Jalelo ✙suluhnya bendang, cerminnya terus✚, yaitu tempat bertanya

kedua suku, kusut diselesaikan, keruh dijernihkan.

5.1.2 Agama dan sistem nilai

Penduduk desa ini beragama Islam sehingga unsur-unsur kebudayaan Islam hampir berpengaruh disemua segi kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam bentuk tulisan lama yang disebut tulisan Arab Melayu, upacara ritual, dan bentuk keseniannya. Disamping itu, pengaruh ajaran Islam juga terlihat dari ketaatan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban agama seperti sholat lima waktu, puasa Ramadhan, dan dalam setiap perayaan hari besar agama Islam. Dominannya pengaruh ajaran Islam ini tercermin dalam pepatah adat Melayu yang berbunyi

Tungku tiga sejerangan, tali tiga sepilin” yang maksudnya ✙Adat bersendi syarak, syarak bersendikan kitabullah”. Tiga hal yang tidak dapat dipisahkan adalah adat istiadat, agama, dan pemerintah.


(40)

✛✛

5.1.3 Sistem kekeluargaan

Sistem kekerabatan yang dimiliki oleh masyarakat Melayu Riau sangat erat. Kaum kerabat disebut saudara. Pada dasarnya kekerabatan orang Melayu adalah bilateral atau parental yaitu prinsip yang menghubungkan kekerabatan melalui orang laki-laki dan orang perempuan. Biasanya urusan ekonomi menjadi tanggungjawab suami dan sekaligus sebagai kepala keluarga, atau dengan kata lain suami sebagai pencari nafkah utama. Sedangkan istri mempunyai kewajiban mengurus rumah tangga untuk keperluan bersama, seperti mengurus dapur serta anak-anak. Suami istri mengelola harta benda, baik harta benda bawaan maupun yang diperoleh setelah menikah (Winoto et al 1993).

Dalam sistem kekerabatan orang Melayu dikenal istilah kekerabatan dan cara menyebutnya sebagai berikut :

1. Datuk atau Tuk, untuk orang tua laki-laki dari ayah atau ibu. 2. Ninik atau Nek, untuk orang tua perempuan dari ayah atau ibu.

3. Bapak tua atau Paktu, untuk saudara laki-laki ayah tertua ataupun suami istrinya.

4. Mamak atau Mak, untuk saudara perempuan ibu atau ayah yang tertua ataupun suami istrinya.

5. Bapak tengah atau Pak Ngah, untuk saudara laki-laki ibu atau ayah yang lebih muda.

6. Mamak tengah atau Mak Ngah, untuk saudara perempuan ibu atau ayah yang lebih muda.

7. Bapak bungsu atau Pak Usu, untuk saudara laki-laki ibu atau ayah yang termuda.

8. Mamak bungsu atau Mak Usu, untuk saudara perempuan ibu yang lebih muda.

9. Abang atau Bang, untuk saudara laki-laki tertua.

10.Kakak atau Kak, untuk saudara perempuan yang lebih muda.

11.Adik atau sebut nama, untuk saudara laki-laki atau perempuan yang lebih muda.


(41)

✜✢

Disamping itu ada juga cara menyebut dan memanggil berdasarkan keadaan fisik, sebagai berikut :

1. Bapak Panjang ✣ Pak Anjang.

2. Mamak Panjang ✣ Mak Anjang.

3. Bapak Pendek ✣ Pak Adek.

4. Mamak Pendek ✣ Mak Adek.

5. Bapak Hitam ✣ Pak Itam.

6. Bapak Putih ✣ Pak Uteh.

7. Bapak Kecil ✣ Pak Cik

5.1.4 Bahasa

Bahasa dalam kehidupan sehari-hari merupakan salah satu alat komunikasi yang sangat efektif. Oleh karena tanpa bahasa, tidak mungkin orang dapat mengadakan hubungan dengan orang lain. Provinsi Riau berdasarkan keadaan alamnya terbagi menjadi dua bagian yaitu Riau Daratan dan Riau Kepulauan dengan dialek masing-masing. Sub-dialek daratan mempunyai ciri-ciri fonologis yang berdekatan dengan Bahasa Melayu Minangkabau, sedangkan sub-dialek kepulauan mempunyai ciri-ciri fonologis yang berdekatan dengan Bahasa Melayu Malaysia. Disamping berbagai ciri khas lain, kedua sub-dialek ini ditandai ; kata-kata yang dalam Bahasa Indonesia merupakan kata-kata yag berakhiran vokal a, pada sub-dialek Riau Daratan diucapkan dengan vokal o, sedangkan pada sub-dialek Riau Kepulauan diucapkan e (pepet) (Winoto et al 1993).

5.1.5 Kesenian

Kesenian Melayu adalah perihal keahlian orang Melayu dalam mengekspresikan ide-ide estetika, sehingga menghasilkan benda, suasana, atau karya lainnya yang menimbulkan rasa indah dan decak kagum. Kesenian ini diciptakan sendiri oleh masyarakat Melayu dan menjadi milik mereka secara bersama. Oleh sebab itu, kesenian Melayu merupakan representasi budaya Melayu. Bisa dikatakan pula bahwa kesenian Melayu ini merupakan bagian dari usaha orang Melayu untuk


(42)

✤✥

merespon, memahami, menafsirkan dan menjawab permasalahan yang mereka hadapi, yang membedakan kesenian Melayu dari kesenian lainnya adalah latar belakang tradisi dan sistem budaya yang melahirkan kesenian tersebut. Latar belakang tradisi dan sistem budaya berkaitan dengan pengetahuan, gagasan, kepercayaan, nilai, norma dan lain-lain.

Salah satu kesenian yang terdapat di daerah ini adalah seni bela diri. Seni bela diri ditandai dengan adanya pencak silat. Di daerah Riau terdapat beberapa jenis silat, yang dipelajari secara turun temurun menurut tata cara tertentu. Silat yang terkenal antara lain adalah:

 Silat Pangean,  Silat Tumbuk,  Silat Kampar,  Silat Cekak.

Berdasarkan penggunaannya, silat ini dibagi menjadi:

 Silat Permainan, yaitu silat yang digunakan dalam upacara-upacara. Silat ini

umumnya terlihat indah. Contohnya adalah silat pedang, silat parisai, dan silat sembah.

 Silat sebenar silat, adalah silat yang benar-benar digunakan untuk membela diri dalam menghadapi lawan. Silat ini dipelajari dengan persyaratan tertentu dan dibagi dalam beberapa tingkatan.

Selain seni bela diri terdapat pula beberapa alat musik yang biasa digunakan oleh masyarakat dalam berbagai kegiatan. Alat musik yang digunakan antara lain kompang, gendang, rebana, gong, dan bedug. Gambar 4 merupakan beberapa alat kesenian yang biasa digunakan masyarakat Desa Aur Kuning.


(43)

✦✧

(a) (b) (c) Gambar 4 Rebana (a), Gong (b), Bedug (c)

5.1.6 Sistem pengetahuan dan teknologi

Masyarakat Melayu merupakan masyarakat pribumi yang bertutur dalam bahasa Melayu, beragama Islam, dan menjalani tradisi dan adat istiadat Melayu. Masyarakat yang tinggal di daerah Desa Aur Kuning merupakan masyarakat yang hidup dalam kesederhanaan dengan memanfaatkan apa adanya segala sumberdaya alam termasuk flora dan fauna setempat. Dalam kehidupan sehari-hari, di daerah ini belum terdapat listrik yang berasal dari pemerintah (PLN), sehingga masyarakat menggunakan gainset sebagai sumber listrik dan hanya digunakan pada waktu tertentu. Sedangkan jika tidak ada listrik maka masyarakat menggunakan sumber penerangan sederhana (Gambar 5).


(44)

★✩

5.1.7 Sistem mata pencaharian

Pada umumnya mata pencaharian masyarakat Desa Aur Kuning adalah menyadap karet atau dalam bahasa setempat disebut ✪nakik✫, berdagang, dan bertani.

Mata pencaharian nakik dan berdagang merupakan mata pencaharian pokok yang menunjang sebagian besar perekonomian masyarakat. Sedangkan untuk sistem bertani masyarakat masih bersifat sangat tradisional dan kegiatan bertani ini hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga bukan untuk komersil. Namun terdapat juga spesies tumbuhan yang dijadikan sebagai komoditi perdagangan seperti pinang (Areca catechu) dan cokelat (Theobrema cacao). Kedua spesies ini dijadikan sebagai salah satu komoditi yang diperjualbelikan oleh sebagian masyarakat untuk meningkatkan perekonomian mereka. Dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat biasa mengambil sumberdaya yang berasal dari alam mereka misalnya untuk tumbuhan pangan, obat, dan ikan sebagai sumber protein hewani. Oleh karena itu, masyarakat ini senantiasa hidup selaras dengan alam karena sebagian besar hidup mereka sangat bergantung terhadap apa yang disediakan oleh alam mereka.

5.1.8 Hukum adat

Hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis yang hidup dan berkembang sejak dahulu serta sudah berakar di dalam masyarakat. Walaupun tidak tertulis namun hukum adat mempunyai akibat hukum terhadap siapa saja yang melanggarnya. Norma-norma dan nilai-nilai yang ada di dalam hukum adat sangat dipatuhi dan dipegang teguh oleh masyarakat adat Desa Aur Kuning.

Hukum adat bagi masyarakat berfungsi sebagai neraca yang dapat menimbang baik atau buruk, salah atau benar, patut atau tidak patut, pantas atau tidak pantas suatu perbuatan atau peristiwa dalam masyarakat. Sehingga hukum adat lebih sebagai pedoman untuk menegakkan dan menjamin terpeliharanya etika kesopanan, tata tertib, moral dan nilai adat dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini berarti bahwa walaupun hukum adat itu tidak tertulis tetapi di dalamnya sudah diatur dan disepakati bagaimana seseorang bertindak, berperilaku baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat secara luas.


(45)

✬✭

Di dalam hukum adat apabila masyarakat untuk memutuskan sesuatu harus melalui musyawarah dan mufakat oleh Nenek Mamak, Tuo-tuo Tengganai, Alim Ulama dan Cerdik Pandai yang berhak untuk menolak atau menerima suatu putusan yang apakah bertentangan atau tidak dengan kepentingan rakyat, dan inilah yang disebut dalam seloko adat " Raja adil raja disembah, Raja zalim raja disanggah". Untuk menghindari hal demikian menurut hukum adat hendaklah setiap keputusan yang menyangkut kepentingan orang banyak dapat diuji kebenarannya dan bebas menurut hukuman adil dan patut atau pantas. Sehingga pemimpin tidak kehilangan kepercayaan dari masyarakat, maka seorang pemimpin/penguasa yang adil dan patut atau pantas dalam memutuskan disebutkan dalam adat "Kalau bulat dapat digulingkan, pipih dapat dilayangkan, putih berkeadaan, merah dapat dilihat, panjang dapat diukur, berat dapat ditimbang". Seandainya keputusan-keputusan yang diambil bertentangan dengan ungkapan-ungkapan seperti ungkapan-ungkapan tersebut, berarti keputusan tersebut tidak boleh dikatakan adil dan patut menurut hukum adat. Untuk menentukan salah dan benar menurut hukum adat sesuatu perbuatan harus diteliti (disimak) dalam petatah petitih adat adalah " Terpijak benang arang hitam tapak kaki, tersuruk di gunung kapur putih tengkuk, sia-sia negeri alah, tateko hutang tumbuh, pinjam memulangkan, sumbing menitip, hilang menggantikan". Ungkapan tersebut apabila terjadi sulit bahkan sangat sulit untuk menolak kebenarannya, serta dipatuhi oleh masyarakat karena adil dan patut, adil menurut orang yang tahu pada hukum adat dan patut menurut orang yang tahu pada nilai sesuatu. Oleh karenanya proses peradilan yang demikian setiap keputusannya akan mudah dapat dipahami dan diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa serta dapat dengan mudah menghabiskan segala dendam kesumat sebagaimana dalam seloko adat berbunyi " Rumah sudah pahat tidak berbunyi, api padam puntung tidak berasap, yang terkucil sudah tertinggal, yang terpijak sudah luluh".

Untuk menguatkan keputusan yang berat dan rumit dikuatkan dengan gantung pauh-pauh (setih-setiah) atau janji-janji antara pihak-pihak yang berdamai di depan sidang Ninik Mamak. Hukum adat disebut hukum asli karena lahir dari bawah atau dari masyarakat adat sesuai dengan kepentingannya pula, dan hukum adat itu tidak


(46)

✮✯

kaku seperti disebut dalam seloko adat " Adat diatas tumbuh, lembago diatas tuang, memahat di atas batu, mengukir diatas baris" atau juga disebut " Adat selingkung koto, undang selingkung alam, lain lubuk lain ikannyo, lain padang lain belalang". Adat sebagai ujung tombak yang langsung berhubungan dengan masyarakat sehari-hari memiliki wibawa dan wibawa inilah sebagai modal utama dalam pemerintahan adat. Hukum adat tidak mengenal adanya rumah tahanan atau penjara sehingga bagi yang dinyatakan bersalah, hukum adat mempunyai sanksi moral dan material, sanksi material jika tidak sanggup dibayarkan oleh yang bersalah, sanksi tersebut diambil alih oleh keluarga atau ahli waris dari orang yang berbuat salah tersebut.

Pepatah adat : Negeri samo dihuni Tepian samo dipakai Jalan samo ditempuh Ke bukit samo didaki Ke lurah samo menurun

Adat yang dipakai dalam kehidupan masyarakat di Desa Aur Kuning adalah adat Datuk Parpati nan Sebatang. Dalam adat ini terdapat larangan atau pantangan bagi masyarakat dan sanksi yang diberikan antara lain : menikah dalam satu suku didenda satu ekor kerbau, menikah dengan janda namun masih dalam satu suku kena denda satu ekor kambing, jika kemenakan dipanggil oleh mamak tapi tidak mau datang didenda sirih satu careno, laki-laki mandi di tepian perempuan atau sebaliknya didenda satu helai kain panjang, dan sebagainya.

Menurut adat istiadat di daerah ini, jika akan dilakukan suatu pernikahan maka harus melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

1) Bertanya, yaitu pihak orang tua laki-laki bertanya kepada pihak orang tua perempuan apakah anaknya sudah ada yang mengikat dalam suatu hubungan. 2) Kabar risik, yaitu kata pendahuluan kepada ninik mamak perempuan yang

terdekat.

3) Kumpulkan keluarga dekat pihak perempuan hingga tercapai kata sepakat. 4) Kumpulkan keluarga dekat pihak laki-laki hingga tercapai kata sepakat.


(47)

✰✱

Bulatlah boleh digolekkan Picaklah boleh digolekkan

Kedua belah pihak laki-laki dan perempuan

Maka dipanggillah semua ninik mamak dalam negeri Untuk menyaksikan pernikahan kedua belah pihak 5) Antar tanda, biasanya disimbolkan dengan sehelai kain panjang.

6) Antar belanja kepada pihak perempuan hingga pesta pernikahan dilangsungkan.

7) Akad nikah.

8) Tepuk tepung tawar.

9) Makan sepiring bersua/suap-suapan.

10)Jelang mertua, yaitu ambil pakaian laki-laki dan dibawa ke rumah perempuan. Pepatah adat setelah nikah ✲niat sampai, benazar la lopeh✳, maksudnya

semua tahapan kegiatan sudah terlaksana.

Dalam kegiatan adat makanan yang biasanya tersedia adalah lemang. Lemang merupakan makanan yang terbuat dari beras pulut ditambah air santan yang kemudian dimasukkan ke dalam bambu yang sudah dilapisi dengan daun pisang dan kemudian dibakar di atas bara api (Gambar 6).

Gambar 6 Lemang merupakan makanan tradisional masyarakat Desa Aur Kuning

5.1.9 Rumah adat Melayu

Rumah Lancang atau Pencalang merupakan nama salah satu Rumah tradisional masyarakat Kabupaten Kampar, Riau. Selain nama Rumah Lancang atau


(48)

✴✿

Pencalang, rumah ini juga dikenal dengan sebutan Rumah Lontik. Disebut Lancang atau Pencalang karena bentuk hiasan kaki dinding depannya mirip perahu, bentuk dinding rumah yang miring keluar seperti miringnya dinding perahu layar mereka, dan jika dilihat dari jauh bentuk rumah tersebut seperti rumah-rumah perahu (magon)

yang biasa dibuat penduduk. Sedangkan nama Lontik dipakai karena bentuk perabung (bubungan) atapnya melentik ke atas (www.melayuonline.com).

Rumah Lancang merupakan rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih untuk menghindari bahaya serangan binatang buas dan terjangan banjir. Di samping itu, ada kebiasaan masyarakat untuk menggunakan kolong rumah sebagai kandang ternak, wadah penyimpanan perahu, tempat bertukang, tempat anak-anak bermain, dan gudang kayu, sebagai persiapan menyambut bulan puasa. Selain itu, pembangunan rumah berbentuk panggung sehingga untuk memasukinya harus menggunakan tangga yang mempunyai anak tangga berjumlah ganjil lima

merupakan bentuk ekspresi keyakinan masyarakat.

Dinding luar Rumah Lancang seluruhnya miring keluar, berbeda dengan dinding dalam yang tegak lurus. Balok tumpuan dinding luar depan melengkung ke atas dan terkadang disambung dengan ukiran pada sudut-sudut dinding, maka terlihat seperti bentuk perahu. Balok tutup atas dinding juga melengkung meskipun tidak semelengkung balok tumpuan. Lengkungannya mengikuti lengkung sisi bawah bidang atap. Kedua ujung perabung diberi hiasan yang disebut sulo bayung. Sedangkan sayok lalangan merupakan ornamen pada keempat sudut cucuran atap. Bentuk hiasan beragam, ada yang menyerupai bulan sabit, tanduk kerbau, taji dan sebagainya.

Keberadaan Rumah Lancang nampaknya merupakan hasil dari proses akulturasi arsitektur asli masyarakat Kampar dan Minangkabau. Dasar dan dinding Rumah yang berbentuk seperti perahu merupakan ciri khas masyarakat Kampar, sedangkan bentuk atap lentik (lontik) merupakan ciri khas arsitektur Minangkabau. Proses akulturasi arsitektur terjadi karena daerah Kampar merupakan alur pelayaran, Sungai Mahat, dari Lima Koto menuju wilayah Tanah Datar di Payakumbuh, Minangkabau. Daerah Lima Koto mencakup Kampung Rumbio, Kampar, Air Tiris,


(49)

❀❁

Bangkinang, Salo, dan Kuok. Oleh karena Kampar merupakan bagian dari alur mobilitas masyarakat, maka proses akulturasi merupakan hal yang sangat mungkin terjadi. Hasil dari proses akulturasi tersebut nampak dari keunikan Rumah Lancang yang sedikit banyak berbeda dengan arsitektur bangunan di daerah Riau Daratan dan Riau Kepulauan. Gambar 7 menunjukkan bentuk rumah yang terdapat di Desa Aur Kuning.

5.2 Potensi Tumbuhan

Desa Aur Kuning merupakan kawasan yang masih memiliki potensi tumbuhan yang cukup tinggi. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya tumbuhan yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Berdasarkan kondisi lokasi diperolehnya spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Adat Melayu di Desa Aur kuning, masyarakat


(50)

❂❃

memperolehnya dari lingkungan hidup mereka. Tumbuhan tersebut ada yang tumbuh liar sehingga banyak dijumpai di hutan dan di pinggir jalan, dan ada juga yang dibudidayakan oleh masyarakat sehingga dapat dijumpai di ladang atau kebun dan pekarangan tempat tinggal. Asal tumbuhan ini dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Persentase jumlah spesies tumbuhan berdasarkan tipe tempat tumbuh

Dilihat dari Gambar 8 dapat diketahui bahwa terdapat 51 % tumbuhan yang tumbuh liar dan 49 % yang diperoleh dari budidaya. Tumbuhan yang diperoleh secara liar biasanya merupakan tumbuhan berkayu dan merupakan tumbuhan yang jarang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari misalnya spesies tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan. Sedangkan tumbuhan yang dibudidayakan masyarakat merupakan spesies tumbuhan yang menunjang kehidupan mereka sehari-hari misalnya untuk jenis tumbuhan pangan dan tumbuhan obat. Untuk tumbuhan obat biasanya masyarakat menanam di sekitar pekarangan rumah seperti jarak (Jatropha curcas) dan cocor bebek (Kalanchoe pinnata).

5.2.1 Keanekaragaman spesies tumbuhan

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat dan identifikasi lapangan diperoleh data tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Aur Kuning sebanyak 168 spesies dari 67 famili (Lampiran 2). Dari jumlah famili yang ada

❍✉ t ❛ ♥ ❄❄❅

Pi♥❣❣ir ❥ ❛❧❛♥

❄❆❅ ❑❡❜✉ ♥

❇ ❈❅ P❡❦❛ r❛ ♥❣ ❛ ♥


(51)

❋❋

diketahui bahwa tumbuhan yang paling banyak digunakan berasal dari famili Poaceae dan Euphorbiaceae yaitu sebanyak 11 spesies, sedangkan famili lainnya berkisar antara 1 hingga 10 spesies.

Gambar 9 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok famili

5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus

Berdasarkan habitusnya tumbuhan dapat dibedakan menjadi pohon, perdu, herba, liana, tumbuhan memanjat, semak, dan rumput. Persentase habitus dari 168 spesies tumbuhan yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar 10.

● ■ ❏ ▲ ▼ ◆● ◆■

Euphobiaceae Poaceae Arecaceae Fabaceae Solanaceae Anacardiaceae Cucurbitaceae Rubiaceae Zingiberaceae Rutaceae Sapindaceae Moraceae Meliaceae Myrtaceae Melastomataceae

Jumlah spesies Famili


(52)

❖◗

Diagram di atas menunjukkan bahwa sebagian besar habitus tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah pohon yaitu sebesar 35%. Selain itu jenis habitus lain yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah jenis herba (23%) dan perdu (19%). Hal ini menjelaskan bahwa keanekaragaman spesies paling tinggi digunakan berupa habitus pohon. Sedangkan habitus yang paling sedikit digunakan yaitu tumbuhan memanjat (1%) dan biasanya berupa tanaman sayuran.

Terdapatnya keberagaman habitus pada tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Melayu Daratan di Desa Aur Kuning menunjukkan bahwa daerah tersebut masih memiliki kealamian dan keaslian ekosistem. Tumbuhan dibiarkan melakukan regenerasi tanpa adanya gangguan kerusakan yang berat dari manusia. Hal ini membuat kondisi ekosistem di Desa Aur Kuning masih terjaga kelestariannya sehingga masih dapat dijumpai habitus tumbuhan yang beranekaragam.

5.2.3 Keanekaragaman berdasarkan bagian tumbuhan yang digunakan

Berdasarkan bagian tumbuhan yang digunakan dapat dilihat bahwa sebagian masyarakat memanfaatkan bagian daun dari tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan yang paling sedikit digunakan adalah bagian urat, yang

❤❘ ❙❚ ❯ ❱❲❳

❨i❯❩❯

❬❳

♣ ❯❨❘ ♠ ❭❳ ♣ ❘ ❙❞ ❪

❫❴❳ ♣♦❤♦❩

❲❵❳ ❙❪ ♠♣❪❝

❢❳

s❘ ♠ ❯✐ ❲ ❳

❝❪ ♠❚ ❪ ❤❯❩

♠❘ ♠❯❩q ❯❝ ❫❳


(53)

✈✇

dimaksudkan urat disini adalah akar serabut tumbuhan dan akar nafas tumbuhan yang biasanya menjulur dan melilit pada benda lain. Satu spesies tumbuhan dapat digunakan lebih dari satu bagian misalnya untuk spesies tumbuhan kulit angin (Mallotus moluccana) dapat sebagai kayu bakar untuk bagian batang dan daun untuk mengobati penyakit kembung. Penggunaan bagian tumbuhan ini merupakan bentuk pemanfaatan turun temurun sehingga masyarakat sekarang hanya meneruskan apa yang digunakan oleh nenek moyang mereka dan relatif tidak ada perkembangan dari apa yang telah ada. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 11.

Dilihat dari bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat, pada masyarakat Suku Melayu Daratan bagian yang paling banyak digunakan adalah daun namun pada masyarakat Suku Marind Sendawi Anim (Inama 2008) bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat adalah batang. Hal ini tergantung dari kebiasaan masyarakat. Sedangkan pada masyarakat Suku Sakai (La Medi 1998)

① ② ① ③ ① ④ ① ⑤ ① ⑥① ⑦① ⑧① ⑨①

akar batang daun biji buah umbi kulit batang bunga urat getah pelepah seluruh bagian

Jumlah Spesies

B a g ia n y a n g d ig u n a k a n


(54)

⑩❶

bagian yang paling banyak digunakan adalah daun yang sebagian besar dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat.

5.3 Keanekaragaman Manfaat Tumbuhan

Berdasarkan kelompok kegunaan, spesies-spesies yang terdapat di Desa Aur Kuning dapat dikelompokkan ke beberapa kegunaan yaitu tumbuhan pangan termasuk tumbuhan buah dan sayuran, tumbuhan obat, tumbuhan penghasil zat warna, tumbuhan penghasil pakan ternak, tumbuhan hias, tumbuhan aromatik, tumbuhan penghasil pestisida, tumbuhan untuk kegunaan adat, dan tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan (Gambar 12).

Dari 168 spesies tumbuhan dapat dilihat yang terbanyak 98 spesies tumbuhan digunakan sebagai tumbuhan obat oleh masyarakat. Hal ini disebabkan dahulunya masyarakat sangat percaya terhadap para dukun dan pengobatan yang dilakukan menggunakan tumbuhan-tumbuhan yang terdapat di alam. Sehingga penggunaan tumbuhan sebagai obat sering dilakukan. Sedangkan yang paling sedikit tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pestisida nabati yaitu hanya ada 4 spesies. Hal ini karena masyarakat lebih banyak menggunakan peralatan sederhana dalam berburu. Untuk menangkap satwa di hutan biasanya masyarakat hanya menggunakan jerat sedangkan untuk menangkap ikan biasanya menggunakan jala atau jaring. Dalam pengolahan sawah, hama yang datang terkadang dibasmi dengan menggunakan pestisida yang terbuat dari tumbuhan, namun hal ini kini jarang dilakukan karena sebagian besar masyarakat tidak lagi hidup bercocok tanam dan beralih menjadi penyadap karet dan berdagang.


(1)

Judul Penelitian : Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan

(Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)

Nama : Elia Ernawati

NIM : E34050147

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS NIP. 195906181985031003

Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP. 196209181989031002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809151984031003


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan dari keluarga bahagia Bapak H. Muhammad Amin dan Ibu Hj. Ernawati. di Kota Pekanbaru, Riau pada tanggal 26 Januari 1987. Penulis merupakan anak ke tiga dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan formal yaitu TK Annur Pekanbaru pada tahun 1992, pendidikan sekolah dasar di SDN 013 Pekanbaru pada tahun 1999 kemudian penulis melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTPN 13 Pekanbaru pada tahun 2002 dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 8 Pekanbaru pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis di terima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE), Fakultas Kehutanan IPB.

Tahun 2007 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap dan Baturraden dan pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Umum Konservasi Eksitu (PUKES) di Kebun Raya Bogor dan Jonggol. Pada tahun 2009 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Provinsi Riau.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, maka penulis melaksanakan penelitian dengan judul : Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan (Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau) di bawah bimbingan Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS dan Dr. Ir Agus Hikmat, MSc. F.


(3)

Judul Penelitian : Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan

(Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)

Nama : Elia Ernawati

NIM : E34050147

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS NIP. 195906181985031003

Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP. 196209181989031002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809151984031003


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan (Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau) adalah benar-benar karya saya sendiri dibawah bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada Perguruan Tinggi atau lembaga lainnya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2009


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahiim

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul åEtnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan (Studi kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau). Skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS selaku pembimbing pertama dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F selaku pembimbing kedua atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan ilmu,bimbingan dan nasehat kepada penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan,MS selaku penguji dari Departemen Silvikultur, Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS selaku penguji dari Departemen Manajemen Hutan, dan Ir. Sucahyo Sadiyo, MS selaku penguji dari Departemen Hasil Hutan atas masukan dan saran dalam perbaikan karya ilmiah.

3. Seluruh dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama penulis kuliah di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

4. Ayah tercinta dan Ibu tersayang atas semua do’a, dukungan, dan perjuangan demi memenuhi setiap harapan penulis.

5. Abang, kakak, dan adik-adik tersayang serta seluruh keluarga untuk semua do’a dan semangat yang diberikan.

6. Semua masyarakat Desa Aur Kuning yang membantu dalam proses

pengambilan data sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 7. Balai Diklat Kehutanan Pekanbaru atas bantuan yang diberikan.


(6)

8. Semua keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

9. Bapak dan Ibu Guru TK Annur Pekanbaru, SDN 013 Pekanbaru, SLTPN 13 Pekanbaru, dan SMAN 8 Pekanbaru atas segala ilmu yang diberikan sehingga dapat mengantarkan penulis menyelesaikan jenjang pendidikan S1.

10. Teman-teman seperjuangan di KSHE42 (Tarsius 42) atas semua kebersamaan, pengalaman, suka, duka yang telah dilewati bersama.

11. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) atas segala kebersamaan dan rasa kekeluargaan. 12. Para sahabat, teman dan rekan-rekan seperjuangan di Lab. Konservasi

tumbuhan obat atas bantuan, semangat dan do’a yang selalu diberikan.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan dan pelestarian sumberdaya alam hayati khususnya potensi tumbuhan berguna demi mencapai kesejahteraan masyarakat setempat. Akhirnya penulis berharap melalui karya ini dapat berbagi ilmu dan semoga bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Amiin.

Bogor, Desember 2009