Penerapan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk mendeteksi Prescription Error pada resep poli jantung di Instalasi Rawat jalan RSUP Fatmawati

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENERAPAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS

(FMEA) UNTUK MENDETEKSI PRESCRIPTION ERROR

PADA RESEP POLI JANTUNG DI INSTALASI RAWAT

JALAN RSUP FATMAWATI

SKRIPSI

AYU DIAH GUNARDI

NIM: 1111102000081

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

OKTOBER 2015


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENERAPAN

FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS

(FMEA) UNTUK MENDETEKSI

PRESCRIPTION ERROR

PADA RESEP POLI JANTUNG DI INSTALASI RAWAT

JALAN RSUP FATMAWATI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

AYU DIAH GUNARDI

NIM: 1111102000081

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI


(3)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

iii

HALAMAN PERYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya

nyatakan dengan benar

Nama : Ayu Diah Gunardi NIM : 111110200081 Tanda Tangan :


(4)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

iv

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Ayu Diah Gunardi

NIM : 1111102000081

Program Study : Farmasi

Judul Skripsi : Penerapan Failure Mode and effect Analysis (FMEA) Untuk Mendeteksi Prescription Error pada Resep Poli Jantung di Instalasi rawat Jalan RSUP Fatmawati

Disetujui Oleh :

Pembimbing 1

Dr. Delina Hasan, M.Kes.,Apt. NIP 195602101987032003

Pembimbing II

Ahmad Subhan, M.Si.,Apt NIP 19790472010121001

Mengetahui,

Kepala Progrsm Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Yardi, PhD., Apt NIP 197411232008011014


(5)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(6)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

vi

ABSTRAK

Nama : Ayu Diah Gunardi NIM : 1111102000081 Program Studi : Strara-1 Farmasi

Judul Skripsi : Penerapan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk mendeteksi Prescription Error pada resep poli jantung di Instalasi Rawat jalan RSUP Fatmawati.

Prescription error atau kesalahan administrasi dan ketidakjelasan penulisan dalam bagian resep dapat menyebabkan kegagalan.6 kegagalan sangat sering terjadi di rumah sakit termasuk pelayanan farmasi yang merupakan wilayah berisiko tinggi untuk mengakibatkan kegagalan. Perlu diterapkan suatu metode untuk mengidentifikasi kegagalan dan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dianggap mampu untuk mengidentifikasi kegagalan prescription error pada resep. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pendekatan retrospektif terhadap data-data resep poli jantung IRJ RSUP Fatmawati bulan januari 2015. Hasil prescribing mengenai kelengkapan tahapan pengisian resep didapatkan; tidak ada nomor rekam medis 15.64%, tidak ada nama pasien 0.08%, tidak ada tanggal lahir pasien 29.89%, tidak ada jenis kelamin pasien 92.21%, tidak ada tinggi badan pasien 99.89%, tidak ada berat badan pasien 99.89%, tidak ada riwayat alergi pasien 65.19%, tidak ada tanggal resep 25.84%, tidak ada nama dokter 0.43%, tidak ada NIP dokter 1.47%, tidak ada status dokter 100%, tidak ada nama obat 0%, tidak ada dosis sediaan 0%, tidak ada jumlah obat 0%, tidak ada rute sediaan 100%, tidak ada aturan pakai 7.91%, tidak ada paraf dokter 100%, tidak terisi pengkajian dan klarifikai petugas 8.27%, tidak terisi kolom penyiapan oleh petugas 7.50%, tidak terisi kolom dispensing oleh petugas 42.88%, tidak terisi kolom penyerahan dan informasi petugas 9.75%, tidak terisi form pengkajian resep oleh petugas 0.98%, dan tidak terisi klarufikasi dan informasi oleh petugas 100%. Hasil penelitian dengan menerapkan hasil prescription dengan menggunakan metode FMEA untuk mendapatkan kegagalan


(7)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

vii

dengan risiko tertinggi dan diperlukan perbaikan segera menunjukkan bahwa bahwa nilai RPN teringgi yaitu pada kegagalan membaca riwayat alergi dan kegagalan membaca rute obat dengan score RPN (Risk Priority Number) masing-masing 120. Dengan nilai SEV (Severity) 6, OCC (Occurance) 5, dan DET (Detection) 4.

Kata kunci : Prescription Error, Prescribing, dan Failure Mode and Effect Analysis.


(8)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

viii

ABSTRACT

Name : Ayu Diah Gunardi

NIM : 111110200081

Study Program : 1- Strate Pharmacy

Title : Application of Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) to Detect Prescription Error in Recipe Outpatient Installation of poly Cardiac RSUP Fatmawati.

Prescription Error or administration error and obscurity prescription may occursfailure.6 Failure very often occurs in hospitals including the pharmacy services that are high-risked areas to leadthe failure. This condition requires a methode for failure detection. Aplication of Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) can used to identify failure of prescription error in prescription. This study used cross sectional design with retrospectivetowards data collectionsat Instalation of poly cardiac RSUP Fatmawati in January 2015. The results showed about the completeness of the stages of filling a prescriptions; no numbers of medical records 15.64%, no name of patients 0.08%, no date of birth of patients 29.89%, no gender of patients 92.21%, no height of patients 99.89%, no weight of patients 99.89%, no allergic history of patients 65.19%, nodate of prescription 25.84%, no name of doctors 0.43%, no NLP (Number Licences to Practice) of doctors 1.47%, nostatus of doctors 100%, no name of drugs 100%, no dose preparations 0%, no drugs amount 0%, no preparations route 100%, no rules of used drug 7.91%, no doctors sign 100%, unallocated assessment and clarificationof officers 8:27%, unallocated column preparation by officers 7,50%, unallocated column dispensing by officers 42.88 %, unallocated column submission and information by officers 9.75%, no prescription assessment form filled by officers 0.98%, and unallocated clarification and information by officers 100%. The results by applying prescription result through methode of FMEA to obtain high-risk failure and needed remedy immediatly identify that with the highest RPN (Risk Priorty of Number) score was failure to read a history of allergies and failure to read route of drugs (RPN/Risk priority Number score of


(9)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ix

120) With each value SEV (severity) 6, OCC (Occurance)5, and DET (Detection) 4.


(10)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Untuk Mendeteksi Prescription Error Pada Resep Poli Jantung Di Instalasi Rawat Jalan RSUP Fatmawati” ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, yang merupakan suri tauladan bagi kita semua.

Skripsi ini disusun dari hasil penelitian di Depo Farmasi IRJ RSUP Fatmawati, IFRS Fatmawati. Dalam proses penyususnan skripsi dan dalam menyelesaikan masa perkuliahan tentu banyak berbagai halangan serta kesulitan yang menyertai, sehingga penulis tidak terlepas dari doa, dorongan, bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, izinkan penulis untuk menghaturkan capkan terimakasih yang mendalam kepada :

1. Ibu Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt sebagai Pembimbing I dan bapak Ahmad Subhan, M.Si,Apt sebagai Pembimbing II, yang telah memberikan ilmu, waktu, tenaga, nasihat, serta arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Yardi,PhD., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi dan Ibu Nelly Suryani, PhD., M.Si., Apt selaku Sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt selaku Penasehat Akademik yang Selalu Membimbing Penulis.

5. Bapak dan ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(11)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xi

.

6. Ibu Etin, Dr. Danik, Ibu Suli serta seluruh pegawai RSUP Fatmawati yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penelitian. 7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sunarto dan Ibunda Sutiah yang

selalu iklas tanpa pamrih membeikan kasih sayang, dukungan moral, material, nasihat-nasihat, serta lantunan doa disetiap waktu.

8. Keluargaku Johan Gunardi, Ade Gunardi, Karuniawati Gunardi, Lia Dewi Indrianti, Diah Kusuma Astuti yang senantiasa memberi semangat, motivasi, nasihat dan kasih sayang pada penulis.

9. Agung Prakoso Trisa untuk semangat, bantuan, dan doa untuk penulis. 10.Sahabat tersayang Akas, Nicky, Henny, Icop, Wina, Meri, Arum, Ali,

Reni dan Ami, yang selalu membantu penulis dimasa perkuliahan. 11.Teman-teman program studi Farmasi khususnya Farmasi 2011.

12.Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh karena itu keritik dan saran sangat diharpkan demi perbaikan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 20 Oktober 2015


(12)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ayu Diah Gunardi

NIM : 1111102000081

Program Studi : Starata-1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul

PENERAPAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) UNTUK MENDETEKSI PRESCRIPTION ERROR PADA RESEP POLI

JATUNG DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUP FATMAWATI

untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta

Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : 20 Oktober 2015

Yang menyatakan,


(13)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORSINILITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ...v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ...x

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

DAFTAR SINGKATAN ...xx

BAB 1 PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...2

1.3 Pertanyaan Penelitian ...2

1.4 Tujuan Penelituan ...3

1.4.1 Tujuan Umum ...3

1.4.2 Tujuan Khusus...3

1.5 Manfaat Penelitian ...3

1.5.1 Teoritis ...3

1.5.2 Metodologi ...3

1.5.3 Aplikatif ...4

1.6 Ruang Lingkup ...4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...5

2.1 Failure Mode and Effect Analysis ...5

2.1.1 Sejarah ...5

2.2.2 Pengertian FMEA ...5

2.1.3 Langkah Dasar FMEA ...6

2.1.4Fungsi FMEA Di Rumah Sakit ...7

2.1.5 Identifikasi element-element FMEA ...7

2.1.6 Analisa Sistem Pengukuran ...9

2.1.6.1 Cause and Effect Diagram ...9

2.1.6.2 Pareto Diagram ...11

2.1.7 Penggunaan Failure Mode and Effect Analysis ...11

2.1.8 Penelitian Sebelumnya ...11

2.2 Medication Error ...5

2.2.1 Penggolongan Medication Error ...5

2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Medication Error ...5

2.2.3 Medication Error Pada Prescribing ...6

2.3 Resep ...16

2.3.1 Definisi Resep ...16

2.3.2 Jenis-Jenis Resep ...17


(14)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xiv

2.3.4 Penulis Resep ...17

2.3.5 Tujun Penulisan Resep ...18

2.3.6 Format Penulisan Resep ...18

2.3.7 Kerahasiaan dalam Penulisan Resep ...19

2.3.8 Pengkajian Resep ...19

2.3.8.1 Kajian Administrasi ...19

2.3.8.2 Kajian Kesesuaian Farmasetik ...20

2.3.8.3 Pertimbanagn Klinis ...20

2.3.8.4 Dispensing ...21

2.3.9 Tanda-Tanda pada Resep ...21

2.3.10 Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya ...22

2.3.11 Menulis Resep ...23

2.3.12 Skrining Resep ...25

2.3.13 Permasalahn Dalam Menulis Resep ...27

2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ...28

2.4.1 Rumah Sakit ...28

2.4.1.1 Definisi Rumah Sakit ...28

2.4.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ...28

2.4.1.3 Klasifikasi Rumah sakit ...29

2.4.2 Depo Farmasi Rumah Sakit...28

2.4.3 Standar Pelayanan Farmasi Rumah sakit ...28

2.4.3.1 Tugas Tim Farmasi Terapi ...28

2.4.3.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ...29

2.4.3.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RS ...28

2.4.4Standar Pelayanan Kefarmasian Di RS ...28

2.4.4.1 Pengelolaan Sediaan Farmasia, Alkes dan Bahan Medic Habis Pakai ...28

2.4.4.2 Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alkes dan Bahan Medis Habis pakai ...29

2.5 Jantung ...28

2.5.1 Anatomi Jantung ...28

2.5.2 Siklus Jantung ...28

2.5.3 Curah Jantung ...28

2.5.4 Denyut Jantung dan Daya Pompa Jantung ...28

2.5.5 Definisi Gagal Jantung ...28

2.5.6 Patofisiologi Gagal Jantung ...28

2.5.8 Anatomi Jantung ...28

2.5. Siklus Jantung ...28

2.5.3 Curah Jantung ...28

2.5.4 Denyut Jantung dan Daya Pompa Jantung ...28

2.5.5 Definisi Gagal Jantung ...28

2.5.6 Patofisiologi Gagal Jantung ...28

2.5.7Pengobatan Gagal Jantung ...28

2.5.8 Obat-Obatan Gagal Jantung ...28

2.5.8.1 Penghambat ACE ...28

2.5.8.2 Antagonis Angiotensin II ...29

2.5.8.3 Diuretik ...28


(15)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xv

2.5.8.5Beta Bloker ...29

2.5.8.6Vasodilator Lain ...28

2.5.8.7Glikosida Jantung ...28

2.5.8.8 Inotropik Lain ...29

2.5.8.9Antitrombotik ...28

2.5.8.10Antiaritmia ...28

BAB 3 KERANGKA KONSEP DEFINISI OPERASIONAL ...35

3.1 Kerangka Konsep ...35

3.2 Definisi Operasional ...36

BAB 4 METODE PENELITIAN ...36

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...40

4.1.1 Lokasi Penelitian ...40

4.1.2 Waktu Penelitian ...40

4.2 Rancangan Desain Penelitian ...40

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...40

4.3.1 Populasi ...40

4.3.2 Sampel ...40

4.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi ...41

4.4.1 Kriteria Inklusi ...41

4.4.2 Kriteria Eksklusi ...41

4.5 Pengumpulan Data ...41

4.6 Cara Kerja ...43

4.7 Rencana Teknik Analisa Data ...43

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ...45

5.1 Hasil Penelitian ...45

5.1.1 Pengumpulan Data Kelengkapan Resep ...45

5.1.2 Tahap FMEA ...47

5.1.2.1 Mengidentifikasi Failure Mode ...47

5.1.2.2 Mengidetifikasi Tingkat keparahan, Frekuensi dan kemungkinan deteksi. ...47

5.1.2.3 Perhitungan RPN ...55

5.2 Pembahasan ...65

5.2.1 Keterbatasan Penelitian ...65

5.2.2 Tahap Diagnosa ...65

5.2.3.1 Analisa Kelengkapan Data pasien ...66

5.2.3.2 Identifikasi Medication Error akibat ketidaklengkapan penulis resep ...67

5.2.3.3 Identifikasi Medication Error akibat ketidaklengkapan data perbekalan farmasi ...68

5.2.3.4 Identifikasi Medication Error akibat ketidaklengkapan data pelayanan resep yang diisi farmasi 69 5.2.4 Analisa Hasil FMEA ...70

5.2.4.1 Analisa mengenai FMEA ...70

5.2.4.2 Analisa Severity FMEA ...70

5.2.4.3 Analisa Occurance FMEA ...71


(16)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xvi

5.3 Diagram Ischikawa ...71

5.3.1 Diagram Ishikawa untuk kegagalan membaca riwayat alergi...72

5.3.2 Diagram Ishikawa untuk kegagalan membaca rute sediaan... .74

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...77

6.1 Kesimpulan ...77

6.2 Saran ...77

DAFTAR PUSTAKA ...78


(17)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Diagram ishikawa ...10

Gambar 2.1 Jantung Manusia ...18

Gambar 2.3 Patofisologi Jantung sistolok dan tempat kerja obatnya ...10

Gambar 2.4 Mekanisme kerja penghambat ACE dan Antagonis All ...18

Gambar 2.5 Mekanisme Kerja Beta Bloker ...10

Gambar 2.6 Mekanisme Kerja PDE3 ...10

Gambar 5.1 Diagram ishikawa untuk kegagalan riwayat alergi ...73


(18)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xviii

DAFTARTABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Menetapkan Prioritas berdasarkan RPN ...13

Tabel 2.2Tipe Medication error secara umum ...13

Tabel 2.3Menetapkan Prioritas berdasarkan RPN ...13

Tabel 2.4Dosis Penghambat ACE ...13

Tabel 2.5AT1 –Bloker dan Dosisnya ...13

Tabel 2.6Diuretik dan Dosisnya ...13

Tabel 2.7Beta Bloker dan Dosisnya ...13

Tabel 3.1 Definisi Operasional ...13

Tabel 4.1 Severity atau tingkat keparahan ...13

Tabel 4.2Ocurrance atau frekuensi kejadian ...13

Tabel 4.3Detection atau kemudahan deteksi ...13

Tabel 5.1 Distribusi penilaian ketidaklengkapan resep pada tahap prescribing di poli jantung IRJ RSUP Fatmawati ...45

Tabel 5.2 Analisa FMEA untuk sebab dan akibat dari kegagalan pada resep yang tidak lengkap di IRJ poli jantung RSUP Fatmawati ..49

Tabel 5.3Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dan efek kegagalan prescribing error untuk metide FMEA ...59

Tabel 5.4 OCC: Occuring atau Frekuensi ...59

Tabel 5.5 SEV: Severiy atau tingkatan keparahan ...60

Tabel 5.6DET: Detetability atau kemudahan deteksi ...60


(19)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xix

DAFTARLAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 ...80

Lampiran 2 ...82

Lampiran 3 ...87

Lampiran 4 ...90


(20)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xx

DAFTARSINGKATAN

DET : Detection

FMEA : Failure Mode And Effect Analysis ME : Medication Error

OCC : Occurrence

IFRS : Instalasi Farmasi Rumah Sakit IRJ : Instalasi Rawat Jalan

KTD : Kejadian Tidak Diharapkan RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat RPN : Risk Priority Number SEV : Severity


(21)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan rumah sakit termasuk di dalamnya pelayanan farmasi, merupakan wilayah berisiko tinggi dalam mengakibatkan medication error.Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Medication error yang terjadi tentunya merugikan pasien dan dapat menyebabkan kegagalan terapi, bahkan dapat menimbulkan efek obat yang tidak diharapkan5 . Salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah medication error adalah dengan memenuhi Kelengkapan administratif resep atau prescription.

Prescription error atau ketidaklengkapan administrasi dan ketidakjelasan penulisan dalam bagian resep yang meliputi inscriptio, invocatio, prescriptio, signatura, subscriptio, dan pro dapat menyebabkan kegagalan6Salah satu cara untuk mencegah medication error pada tahap prescribingadalah mengidentifikasi kelengkapan resep dengan menggunakan Failure Mode And Effect Analysis atau FMEA .

FMEA merupakan suatu metode yang telah dikembangkan untuk mengidentifikasi, mengukur dan mencegah terjadinya medication erorr1, The Institute of Health Care Improvement mendefinisikan FMEA sebagai metode sistematis dan proaktif untuk mengevaluasi suatu proses dan mengidentifikasi di mana dan bagaimana suatu proses dapat gagal dan memperkirakan faktor kegagalan yang lain, sehingga diketahui bagian mana dari suatu proses itu yang paling memerlukan pengembangan2

Penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan metode FMEA pada pelayanan farmasi rumah sakit mengenai “Redesign Pelayanan Farmasi Dengan Metode Failure Mode and Effect Analysis” menemukan bahwa kegagalan Risk Priority Number (RPN) tertinggi adalah keggalan dalam konfirmasi petugas


(22)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA apoteker ke dokter dan diikuti kegagalan dalam mendeteksi nama obat dalam

proses prescribing resep3.

FMEA pada awalnya dikembangkan oleh militer Amerika Serikat melalui prosedur militer dengan judul “Procedures for Performing a Failure Mode, Effect

and Criticality Analysis’’ selanjutnya perkembangan penggunaan metode FMEA

digunakan untuk sistem menilai quality management yang di fokuskan pada kebutuhan dan harapan pelanggan dengan di keluarkan International Organization for Standarization (ISO) 9000 mengenai standar menegement bisnis. Seiring dengan perkembangan nya metode FMEA di Indonesia telah mulai digunakan semenjak di kelurkan ISO 9000 pada tahun 1988 dan di terapkan diberbagai bidang yang berhubungan dengan kepuasan pelayanan seperti industry, management perusahaan, dan termasuk didalam nya management pelayanan rumah sakit. Penelitian di rumah sakit yang menggunakan metode FMEA biasanya mengenai peningkatan mutu dan pelayanan program pasien safety

Penerapan FMEA di rumah sakit digunakan untuk mengidentifikasi potensi terjadinya masalah atau error dalam suatu pelayanan kesehatan. Dengan memfokuskan pencegahan kesalahan atau malpraktek dalam proses pelayanan kesehatan dan penanganan pasien.

Penyakit jantung (Kardiovaskular) merupakan penyakit yang bayak diderita oleh masyarakat dan merupakan permasalahan global, dimana angka morbiditas dan mortalititasnya tinggi. Prevalensi di Amerika diperkirakan 82.6 juta orang mengalami penyakit kardiovaskular26. Tiap tahunya penduduk dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskular, melebihi berbagai macam penyebab kematian lainya. Diperkirakan 17.3 juta penduduk dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2008 (mewakili 30% kematian di dunia), terdiri dari 7.3 juta akibat penyakit jantung koroner (PJK) dan 6,2 juta akibat stroke. Sebanyak 80% terjadi di negara dengan penghasilan rendahmenengah. Dan diperkirakan 23.6 juta penduduk dunia akan meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 203027. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian lebih dalam pelayanan pasien kardiovaskular dan dibutuhkan suatu metode untuk mengevaluasi kinerja pelayanan pasien kardiovaskular di rumah sakit.


(23)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Penerapan metode FMEA pada proses identifikasi medication error tahap

prescribing di IRJ Poli Jantung RSUP Fatmawati dapat memberikan hasil yang lebih baik dari metode yang biasa digunakan , karena metode FMEA dapat digunakan selain untuk mengidentifikasi, mengukur dan mencegah terjadinya medication error yang disebabkan ketidaklengkapan resep (prescription error) metode FMEA ini dapat mengidentifikasi di mana dan bagaimana suatu proses dapat gagal dan memperkirakan faktor kegagalan yang lain, sehingga dapat diketahui bagian mana dari suatu proses yang paling memerlukan pengembangan3.

Dengan melihat hal tersebut maka metode FMEA dibutuhkan sebagai metode yang sistematis dan proaktif untuk mencegah terjadinya medication error yang disebabkan oleh prescription error dengan memeriksa kelengkapan resep .

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Medication error sering terjadi di rumah sakit.

2. Salah satu penyebab terjadinya medication error di rumah sakit adalah prescription error.

3. Untuk mendeteksi adanya medication errorpada tahap prescribing yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode FMEA.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Apakah metode FMEA dapat digunakan untuk mendeteksi medication errorpada tahap prescribing di instalasi rawat jalan RSUP Fatmawati . 2. Faktor apa yang mempengaruhi Medication error pada tahap prescribing

dalam pelayanan resep poli jantung di instalasi rawat jalan RSUP Fatmawati?

3. Apa dampak yang terjadi pada pasien akibat dari medication error tahap prescribing pada resep poli jantung di instalasi rawat jalan RSUP Fatmawati ?


(24)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui medication error yang terjadi pada tahap prescribing dan faktor yang mempengaruhi nya serta dampak yang dirasakan oleh pasien dengan menggunkan metode FMEA.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bahwa metode FMEA dapat mendeteksi medication errorpada tahapprescribingmelalui analisa resep poli jantung di RSUP fatmawati.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi medication error tahap prescribing padaresep poli jantung di IRJ RSUP Fatmawati.

3. Untuk mengetahui kemungkinan dampak yang timbul akibat medication error tahap prescribing pada resep poli jantung di IRJ RSUP Fatmawati.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagaimana cara mendeteksi medication error dengan metode failure mode and effect analysis di rumah sakit.

1.5.2 Metodologi

Metode dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mendeteksi medication error pada tahap lainnya yaitu transcribing dan dispensing.

1.5.3 Aplikatif

Secara aplikatif hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan ataupun informasi dalam peningkatan mutu pelayanan farmasi serta dalam membuat kebijakan di rumah sakit

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian yang berjudul “Penerapan Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) untuk Mengidentifikasi Prescription Error Pada Resep Poli Jantung Di


(25)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Instalasi Rawat Jalan RSUP Fatmawati” hanya dibatasi pada medication error

pada tahap prescribing, penelitian ini dilakukan di Instalsi rawat jalan RSUP Fatmawati, besar sampel dalam penelitian ini adalah jumlah resep pada poli jantung IRJ RSUP Fatmawati bulan januari 2015 yaitu 3649 lembar resep, desain penelitian ini adalah cross sectional dengan pendekatan retrospektif, waktu penelitian dilaksanakan pada bulan agustus sampai bulan september 2015.


(26)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Failure Mode Effect Analysis (FMEA) 2.1.1 Sejarah

Prosedur untuk melakukan FMEA digambarkan di United State (US) angkatan bersenjata dengan prosedur militer dikumen MIL-P-1629 pada tahun 1949; direvisi pada tahun 1980 sebagai MIL-STD-1629A. Pada awal 1960 , kontraktor untuk US National Aeronautics and space administration (NASA) yang menggunakan varian FMEA. Program NASA menggunakan varian FMEA termasuk Apollo, Viking, Volyager, Magellan, Galileo, dan Skylab. Industri penerbangan sipil adalah adopter awal FMEA, dengan Society for Automotive Enginers (SAE) penerbitan ARP926 pada tahun 1967. Setelah dua revisi, ARP926 dengan digantikan oleh ARP4761, yang sekarang secara luas digunakan dalam penerbangan sipil. Industri otomotif mulai menggunakan FMEA pada pertengahan 1970. The Ford Motor Company memperkenalkan FMEA untuk industry otomotif untuk keselamatan dan pertimbangan peraturan. Ford menerapkan pendekatan yang sama untuk proses PFMEA untuk mempertimbangkan proses potensial yang disebabkan kegagalan sebelum meluncurkan produksi. The SAE J1739 pertamakali diterbitkan standar terkait pada tahun 1994. Standar ini juga sekarang dalam edisi keempat. Meskipun awalnya dikembangkan oleh militer, metodelogi FMEA sekarang banyak digunakan dalam berbagai industry termasuk pengolahan semikonduktor, pelayanan makanan, plastic, perangkat lunak, dan kesehatan.

Dalam Penelitian di rumah sakit FMEA atau lebih sering disebut HMEA (Hospitel Mode and Effect Analysis) mulai diterapkan sebagai salah satu syarat perbaiakn mutu rumah sakit yang diterima untuk mendapatkan akreditasi international JCI (Joint Commution International)

2.1.2 Pengertian FMEA

FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. FMEAdigunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah. Terdapat


(27)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA dua penggunaan FMEA yaitu dalam bidang desain (FMEA Desain) dan dalam

proses (FMEA Proses). 8

Para ahli memiliki beberapa definisi mengenai FMEA, definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas dan apabila dievaluasi lebih dalam memiliki arti yang serupa.7FMEA di rumah sakit atau disebut juga HFMEA (Heathcare Failure Mode and Effect Analysis) di definisikan sebagai berikut ;

1. Merupakan program penilaian yang berfungsi untuk mengidentifikasi dan memperbaiki langkah-langkah dalam proses di rumah sakit yang akan menunjang keselamatan dan kepuasan pasien secara klinis.

2. Pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi dan mencegah masalah dalam produk dan proses pelayanan pasien atau pengobatan

2.1.3 Langkah Dasar FMEA

Aktifitas utama dalam melakukan FMEA di rumah sakit antara lain 1. Analisa Failure mode

failure mode adalah proses atau subproses yang melalui berbagai cara dapat gagal memberikan hasil yang diharpkan.

2. Analisa masalah (hazard analysis)

adalah proses mengumpulkan dan mengevaluasi informasi mengenai masalah yang berkaitan dengan proses yang dipilih (area menjadi focus FMEA) dengan tujuan memperoleh daftar masalah atau kesalahan yang significant, yang paling sering menyebabkan cidera atau sakit.

3. Menetapkan control yang efektif

adalah menentukan langkah pencegahan (barrier) untuk menhilangkan atau mengurangi secara significant semua kemungkinan terjadinya masalah atau problem dalam aktifitas sehari-hari

langkah-langkah FMEA (Join Comission Resource)

1. Menetukan proses yang mempunyai risiko tinggi dan membentuk tum (Select a high risk process and assemble a team)

2. Menyususn diagram proses (Diagram the process)

3. Brainstorming potential failure modes and akibat-akibat yang ditimbulkan ( Brainstorm potential failure modes and determine their effect)


(28)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 5. Identifikasi akar penyebab masalah dari failure mode (identify root causes

of failure modes)

6. Menetukan rancangan ulang proses

7. Analisa dan pengujian proses baru (Analyze and test the new process) 8. Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses (Implement and

monitor the new process)

Langkah-langkah penetapan prioritas berdasarkan Risk Priority Number (RPN)

Tabel 2.1 Penetapan prioritas berdasarkan RPN No Tahapan

Proses

kegagalan OCC SEV DET RPN Prioritas

1 2

2.1.4 Fungsi FMEA di rumah sakit dan lembaga kesehatan lainnya

FMEA di rumah sakit dan lembaga kesehatan lainnya berfungsi untuk mencegah kesalahan dengan cara menganalisa factor-faktor penyebab kesalahan tersebut (potensi terjadinya kesalahan dalam operasional sehari-hari), sehingga kita bisa dapat ditentukan langkah atau modifikasi sistem untuk mencegah kesalahan tersebut terjadi. Selain itu FMEA juga berfungsi untuk :

1. mencegah masalah dalam penanganan kesehatan

2. mencegah terjadinya malpraktek dan meningkatkan keselamatan pasien 3. membuat sistem pelayanan kesehatan menjadi semakin efisien

4. mencegah terjadinya kecelakaan karena kelalaian

5. meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara keseluruhan Terdapat langkah dasar dalam proses FMEA yang dilakukan oleh tim

2.1.5 Identifikasi Element-Element FMEA Proses

Element FMEA dibangun berdasarkan informasi yang mendukung analisa. Beberapa element-elemant FMEA adalah sebagai berikut8 :


(29)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Berisi nomer dokumentasi FMEA yang berguna untuk identifikasi

dokumen. 2. Jenis (item)

Berisi nama dan kode nomer sistem, subsistem atau komponen dimana akan dilakukan analisa FMEA.

3. Penanggung Jawab Proses (Process Responsibility)

Adalah nama departemen/bagian yang bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses.

4. Fungsi Proses (Process Fungtion)

Adalah deskripsi singkat mengenai proses pembuatan item dimana sistem akan dianalisa.

5. Bentuk Kegagalan Potensial (Pontential Failure Mode)

Merupakan suatu kejadian dimana proses dapat dikatakan secara potential gagal untuk memenuhi kebutuhan proses atau tujuan akhir produk.

6. Effek Potensial dari kegagalan (potential Effect of Failure)

Merupakan suatu efek dari bentuk kegagalan terhadap pelanggan. Dimana setiap perubahan dalam variable dipengaruhi proses akan menyebabkan proses itu menghasilkan produk diluar batas-batas spesifikasi.

7. Tingkat Keparahan (Severity)

Penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan potensial. 8. Klasifikasi (Classification)

Merupakan dokumentasi terhadap klasifikasi karakter khusus dari subproses untuk menghasilkan komponen, sistem atau subsistem tersebut. 9. Effect Potensial dari kegagalan (Potential Failure Mode)

Merupakan suatu kejadian dimana proses dapat dikatakan secara potensial gagal untuk memenuhi kebutuhan proses atau tujuan akhir produk.

10. Keterjadian (Occurrance )

Adalah sesring apa penyebab kegagalan spesifik terjadi. 11. Pengendalian Proses saat ini (Current Process Control)

Merupakan penilaian deskripsi dari alat pengendali yang dapat mencegah atau memperbesar kemungkinan bentuk kegagalan terjadi atau mendeteksi terjadinya bentuk kegagalan tersebut.


(30)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 12. Deteksi (Detection)

Merupakan penilaian dari kemungkinan alat tersebut dapat mendeteksi penyebab potensial terjadinya suatu bentuk kegagalan

13. Nomer Prioritas Resiko (Risk Priority Number)

Merupakan angka prioritas resiko yang didapatkan dari perbaikan Severity, Occurrence, dan Detection.

RPN = S * O * D

14. Tindakan yang direkomendasikan (Recommended Action)

Setelah bentuk kegagalan diatur sesuai peringkat RPN nya , maka tindakan perbaikan harus segera dilakukan terhadap bentuk kegagalan dengan nilai RPN tinggi.

15. Tindakan Yang diambil (Action Taken)

Setelah tindakan diiplementasikan, dokumentasikan secara singkat uraian tindakan tersebut serta tanggal effektifnya.

16. Hasil RPN (Resulting RPN)

Setelah tindakan perbaiakan diidentifikasi, perkiraan dan rekam Occurrence, Severity, dan Detection baru yang dihasilkan serta hitung RPN yang baru. Jika tidak ada tindakan lebih lanjut diambil maka beri catatan.

17. Tindakan Lanjut (Follow Up)

Dokumentasi proses FMEA akan menjadi dokumen hidup dimana akan dilakukan perbaikan terus menerus sesuai kebutuhan.

2.1.6 Analisa Sistem Pengukuran (Measurement System analysis)

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui kemapuan alat ukur yang dipakai untuk mendeteksi terjadinya suatu kegagalan dalam proses. Dari perhitungan akan didapatkan Gage repeatability, reproducibility, dan nilai number of distinct category7.

2.1.6.1 Cause and Effect Diagram

Diagram ini disebut juga dengan diagram tulang ikan karena bentuknya seperti ikan. Selain itu disebut juga dengan diagram Ishikawa karena yang


(31)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA menemukan adalah Prof. Ishikawa yang berasal dari jepang. Diagram ini

digunakan untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja, mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah.

Gambar 1 Diagram Ishikawa (Fajar, 2006)

Cause and Effect Diagram ini mempunyai keuntungan : 1. SDM (Sumber Daya Manusia)

Sumber daya manusia berperan penting dalam proses penanganan masalah yang meliputi;

a. Dokter b. Farmasist

c. Perawat dan petugas lain 2. Alat

a. Tempat Kerja

b. Alat pendukung lainnya 3. Metode

Merupakan suatu tata cara kerja atau prosedur yang mempelancar jalannya suatu proses dalam pelayanan

4. Manajemen (Sistem kerja)

SDM METODE

ALAT LINGKUNGAN


(32)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Komunikasi yang baik antara tenaga kesehatan untuk menunjang

pelayanan. 5. Lingkungan

Kondisi yang mempengaruhi proses pelayanan

2.1.5.2 Pareto Diagram

Untuk mengidentifikasi penyebab terbesar yang terjadi dapat digunakan pareto diagram. Pareto digunakan untuk menstrafikasi data ke dalam kelompok-kelompok dari yang terbesar sampai terkecil. Dengan bentuknya berupa diagram batang, pareto berguna untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian atau penyebab masalah yang paling umum. Analisa paretro didsarkan pada hokum 80/20 yang berarti bahwa 80% kerugian hanya disebabkan oleh hanya 20% masalah tersebar7.

2.1.6 Penggunaan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Penggunaan FMEA awalnya pada desain proses yang memungkinkan teknisi untuk mengetahui kegagalan dan menghasilkan keandalan, keamanan dan produk yang sesuai keinginan konsumen.

Tipe-Tipe FMEA sebagai berikut 20:

1. Sistem yang berfokus pada fungsi sistem secara global 2. Desain, yang berfokus pada kompenen dan dan subsistem 3. Proses, yang berfokus pada manufaktur dan perakitan 4. Service, yang berfokuspada fungsi pelayanan

5. Software, yang berfokus pada fungsi Software

FMEA adalah suatu dokumen hidup sepanjang siklus hidup pengembangan produk selalu berubah dan diperbarui. Perubahan ini dapat sering juga memperkenalkan gaya kegagalan baru. Oleh karena itu perlu untuk meninjau ulang dan memperbarui FMEA kedtika :

1. Suatu produksi baru atau proses sedang diaktifkan

2. Perubahan dibuat kepada kondisi operasi proses atau produk diharapakn untuk berfungsi

3. Suatu perubahan dibuat baik untuk produk maupun proses mendesain 4. Peraturan baru dibuat


(33)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 5. Umpan balik pelanggan menandai permasalahn dalam produk dan proses.

2.1.7 Penelitian sebelumnya

Penelitian – penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai referensi penelitian ini adalah yaitu jurnal yang disusun oleh Supriyanti, Eri et all. (2011). Dalam penelitian ini , FMEA digunakan untuk menganalysis desain pelayanan farmasi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pada penelitian ini diharapkan metode FMEA dapat meminimalkan kesalahan dalam sistem penggunaan obat dalam pelayanan farmasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Hasil penelitian ini nilai RPN tertinggi terjadi pada kegagagalan dalam konfirmasi kedokter sebesar 294 dilanjutkan kegagalan mendeteksi nama obat sebesar 216. Penelitian ini memberikan masukan untuk perubahan layout stiker warna penandaan obat sesuai kelas terapi SOP komunikasi kedokter penulis resep, komfirmasi kedokter untuk resep non cito dan prosedur pelaksanaan supervisi pelayanan farmasi rawat jalan.

Jurnal yang disusun oleh Lago P, Bizari G, Scalzotto F, et al (2012) dalam penelitian ini metode FMEA digunakan untuk menganalysis untuk mengurangi risiko prescribing error dan administari obat pada pasien pediatric. Dalam penelitian ini diharapkan metode FMEA dapat menganalisis kegagalan sebab FMEA dikenal sebagai metode proaktif untuk menganalisa risiko, identifikasi kegagalan sebelum terjadi. Hasil penelitian ini dari 37 prioritas potensial penyebab kegagalan dan 71 penyebab kegagalan dan efek yang dapat di identifikasi dengan nilai RPN >48 adalah kesalahan dalam perhitungan dosis obat dan konsentrasi obat.

Skripsi yang disusun oleh Kustiyaningsih, Febri (2011) dalam penelitian nya yang berjudul; Penentuan prioritas penanganan kecelakaan kerja di PT GE Lightening Indinesia dengan metode Failure Mode and Effect Analysis. Hasil penelitian bahwa nilai RPN tertinggi adalah kategori; terpleset, tersandung, dan terjatuh pada lantai datar dengan penyebab utama control manajemen yang tidak maksimal, dengan nilai RPN 540.


(34)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2.2 Medication Error

Medicatin error dapat terjadi dimana saja dalam rantai pelayanan obat pasien, mulai dari peresepan, pembacaan resep, peracikan, penyerahan dan monitoring pasien. Di dalam setiap mata rantai ada beberapa tindakan, setiap tindakan mempunyai potensi sebagai sumber kesalahan. Setiap tenaga kesehatan dalam mata rantai ini mmberikan kontribusi terhadap kesalahan (Cochen,1999)

Medication error adalah sesuatu yang tidak benar, dilakukan melalui ketidaktahuan atau ketidaksengajaan, kesalahan, misalnya dalam perhitungan, penghakiman, berbicara, menulis tindakan, dll atau kegagalan untuk menyelesaikan tindakan yang direncanakan sebagaimana dimaksud, atau penggunaan yang tidak benar rencana tindakan untuk mencapai tujuan tertentu (Aronson, 2009)

2.2.1 Penggolongan Medication Error

Berdasarkan tahap kejadiannya, medication error dibagi menjadi prescribing error (kesalahan peresepan), dispensing error (kesalahan penyebaran/ distribusi), dispensing error (kesalahan pemberian obat), administration error (kesalahan pemberian obat), dan compience error (kesalahan kepatuhan penggunaan obat oleh pasien) (widiarti, 2008)

Medication error digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan tempat kejadiannya23

Tabel2.2Tipe Medication error secara umum

Tipe Keterangan

Prescribing error (kesalahan dalam penulisan)

Kesalahan pemilihan obat (berdasarkan indikasi, kontra indikasi, alergi yang tidak diketahui, terapi obat yang sedang berlangsung, dan factor lainnya) dosis, bentuk sediaan obat, kuantitas, rute konsentrasi, kecepatan pemberian, atau intruksi untuk penggunaan obat, penulisan resep yang tidak jelas, dan lain-lain yang menyebabkan terjadinya kesalahan pemberian obat kepada pasien.


(35)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA (kesalahan karena

kurang stok obat)

pada jadwal berikutnya.

Wrong time error (salah waktu pemberian)

Memberikan obat diluar waktu, dari interval waktu yang ditentukan.

Unauthorized drug error (kesalahan pemberian obat diluar kuasa)

Memberikan obat yang tidak diresepkan oleh dokter.

Wrong patient (salah pasien)

Memberikan obat kepada pasien yang salah

Improper dose error (kesalahan karena dosis yang tidak tepat)

Memberikan dosis obat kepada pasien lebih besar atau lebih kecil dari dosis yang diinstruksikan oleh dokter, atau memberikan dosis duplikasi.

Wrong dosage from error (kesalahan dari dosis yang salah)

Memberikan obat dengan bentuk sediaan yang tidak sesuai.

Wrong drug preparation error (kesalahan dari persiapan obat)

Mempersipkan obat dengan bentuk sediaan yan tidak sesuai.

Wrong administration thecnequi error (kesalahan dari tehnik administrasi yang salah)

Prosedur atau tehnik yang tidak layak atau tidak benar saat pemberiaan obat.

Deterioted drug error (kesalahan pemberian obat

Memberikan obat yang telah kadaluarsa atau telah mengalami penurunan aktifitas


(36)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA yang aktifitasnya

menurun)

Monitoring error (kesalahan dalam pemantauan)

Kegagalan untuk memnatau kelayakan dan deteksi problem dari regimen yang diresepkan, atau kegagalan untuk menggunakan data klinis atau laboratorium untuk asesmen respon pasien terhadap terapi obat yang diresepkan.

Complience error (kesalahan

kepatuhan penggunaan obat oleh pasien)

sikap pasien yang tidak layak terkait dengan ketaatan penggunaan obat yang diresepkan.

2.2.2 Faktor - Faktor Penyebab Medication Error

Penelitian di Amerika yang memperhitungkan kematian akibat kesalahan obat, kebnayakan terjadi pada saat fase prescribing atau peresepan yang diakibatkan dari kurangnya dalam pengetahuan, komunikasi yang buruk, dan kurangnya mempertimbangkan informasi penting pasien. Pada tingkat dispensing kesalahan mungkin timbul karena nama obat-obatan yang serupa, dan penampilan bahan kemasan, pemberian obat tidak teratur, karena beban kerja yang lebih. Dispensing dosis obat tinggi, dan bentuk sediaan yang tidak benar dapat menyebabkan kondisi mengancam jiwa (muhtar, 2003)

2.2.3 Medication Error pada prescribing

Kesalahan meresepkan dan kesalahan resep merupakan masalah utama di antara kealahan pengobatan. Prescribing terjadi baik dirumah sakit umum maupun dirumah sakit khusus, meskipun kesalahan jarang terjadi hingga fatal namun dapat mempengaruhi keselamatan pasien dan kualitas kesehatan (Giampaolo, 2009).

Penggunaan singkatan istilah dan satuan ukuran sering terdapat dalam resep dan order obat. Beberapa istilah diambildari bahasa latin karena sejarah penggunaannya dalam obat-obatan dan farmasi sementara istilah lain berkembang melalui penyingkatan penulisan oleh pembuat resep. Sayangnya, kesalahan pengobatan dapat terjadi akibat kesalahan pemakaian. Kealahan penafsiran, penulisan singkatan tidak terbaca, sebab penggunaan singkatan khusus atau


(37)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA buatan. Kesalahan pengobatan dapat dihindari melalui penggunaan kosakata yang

terkendali, pengurangan pemakaian singkatan, berhati-hati dalam menulis angka decimal, dan penulisan angka nol diawal dan di akhir secara tepat (Ansel, 2006)

Kesalahan resep mencakup segala hal yang terkait dengan tindakan menulis resep, sedangkan kesalahan peresepan meliputi peresepan irrasional, peresepan obat berlebih, peresepan obat yang kurang dan peresepan dan peresepan yang tidak efektif, yang timbul dari penilaian medis atau keputusan mengenai perawatan atau pengobatan dan pemantauan yang keliru (Giampaolo, 2009).

Apoteker hanya mencatat kesalahan resep dengan dampak klinis potensional atau yang terlihat dirumah sakit. Untuk kesalahan peresepan administrasi misalnya, tempat peresepan itu tidak sempurna tapi pada dasar nya tidak berarti dengan perawatan yang berkaitan pasien, seperti kesalahan ejaan atau kegagalan untuk menunjukkan rute tempat pemberian ini tidak dicatat. Tempat risiko potensial berpotensi serius klinis ini diidentifikasi, diklasifikasikan kedalam kategori berpotensi serius, sangat serius, hanya signifikansi klinis relative kecil (Dobrzanski, 2002)

2.3 Resep

2.3.1 Definisi Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014). Resep ditulis diatas kertas dengan ukuran 10-12 cm dan panjang 15-18 cm, hal tersebut digunakan karena resep merupakan dokumen pemberian/penyerahan obat kepada pasien, dan diharapkan tidak menerima permintaan resep melalui telepon

Demi keamanan penggunaan, obat dibagi dalam beberapa golongan. Secara garis besar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebas (OTC = Other of the counter) dan Ethical (obat narkotika, psikotropika, dan keras), harus dilayani dengan resep dokter. Jadi sebagian obat tidak bisa diserahkan langsung pada pasien atau masyarakat tetapi harus melalui resep dokter (on medical


(38)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA prescription only). Dalam sistem distribusi obat nasional, peran dokter sebagai

medical care” dan alat kesehatan ikut mengawasi penggunaan obat oleh masyarakat, apotek sebagai organ distributor terdepan berhadapan langsung

dengan masyarakat atau pasien, dan apoteker berperan sebagai “pharmaceutical

care” dan informan obat, serta melakukan pekerjaankefarmasian di apotek. Di dalam sistem pelayanan kesehatanmasyarakat, kedua profesi ini harus berada dalam satu tim yang solid dengan tujuan yang sama yaitu melayani kesehatan dan menyembuhkan pasien 8

2.3.2 Jenis-jenis Resep

Disebutkan jenis-jenis resep terdiri dari 9:

1. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang obatnya/komposisi telah tercantum dalam buku farmakope atau buku lainnya dan merupakan standar.

2. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu resep formula obatrnya disusun sendiri oleh dokter penulis resep dan menentukan dosis serta bentuk sediaan obat sendiri sesuai penderita yang dihadapi.

Jenis-jenis renis-jenis resep yaitu8:

1. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan. 2. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik

dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan.

2.3.3 Penulisan Resep

Disebutkan bahwa penulisan resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien, format dan kaidah penulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi atau apoteker di apotek agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien yang berhak. 8.9

2.3.4 Penulis Resep


(39)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1. Dokter Umum.

2 Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut.

3 Dokter hewan, terbatas pada pengobatan pada hewan/pasien hanya hewan.

2.3.5 Tujuan Penulisan Resep

Tujuan dari penulisan resep adalah sebagai berikut9

1. Memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi / obatMeminimalkan kesalahan dalam pemberian obat.

2. Terjadi kontrol silang (cross check) dalam pelayanan kesehatan dibidang farmasi / obat.

3. Instalasi farmasi / apotek waktu bukanya lebih panjang dalam pelayanan dibandingkan praktik dokter.

4. Dituntut peran dan tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat.

5. Pemberian obat lebih rasional dibandingkan dispensing.Pelayanan lebih berorientasi kepada pasien (patient oriented) dan menghindarkan material oriented.

2.3.6 Format Penulisan Resep

Resep terdiri dari 6 bagian 8,10

1. Inscriptio: Nama dokter, no. SIP, alamat/telepon/HP/kota/tempat, tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep, format inscription suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.

2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe” artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek.

3. Prescriptio atau Ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan.

4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obatdan keberhasilan terapi.


(40)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

5. Subscrioptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.

6. Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan tanggal lahir pasien. Teristimewa untuk obat narkotika juga hatus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinkes setempat).

2.3.7 Kerahasiaan dalam Penulisan Resep

Resep merupakan sarana komunikasi professional antara dokter (penulis resep), APA (penyedia/pembuat obat) dan penderita (yang menggunakan obat) (Lestari, 2002). Oleh karena itu, resep tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang tidak berhak karena resep bersifat rahasia. Rahasia dokter dengan apoteker menyangkut penyakit penderita, khusus beberapa penyakit, dimana penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Oleh karena itu kerahasiaannya dijaga, kode etik dan tata cara (kaidah) penulisan resep (Jas, 2009).

Resep asli harus disimpan di apotek dan tidak boleh diperlihatkan kecuali oleh yang berhak, yaitu 8,10,11:

1. Dokter yang menulis atau merawatnya.

2. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan. 3. Paramedis yang merawat pasien.

4. Apoteker yang mengelola apotek bersangkutan.

5. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk memeriksa.

6. Petugas asuransi untuk kepentingan klem pembayaran.

2.3.8 Pengkajian Resep

Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan perumbangan klinik. Jika ditemukan ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka apoteker harus menghubungi dokter penulis resep

2.3.8.1 Kajian administrasi

Kajian administrasi meliputi :

a. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

b. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telpon dan paraf; dan


(41)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA c. Tanggal penulisan resep

2.3.8.2 Kajian kesesuaian farmasetik

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi 1. Bentuk dan kekuatan sediaan; 2. Satbilitas; dan

3. Kompatibilitas (ketercampuran obat)

2.3.8.3Pertimbangan klinis

Pertimbangan klinis meliputi

1. Ketepatan indikasi dan dosis obat; 2. Aturan, cara dan lama penggunaan obat; 3. Duplikasi dan/ atau polifarmasi

4. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping, obat, menifestasi klinis lain);

5. Kontraindikasi; dan 6. Interaksi.

2.3.8.4Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat.Setelah melakukan pengkajian resep dilakuakn berbagaihal seperti berikut:

a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep

b. Menghitung kebutuha jumlah Obat sesuai dengan Resep;

c. Mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluarsa dan keadaan fisik obat. d. Melakukan peracikan obat bila diperlukan

e. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi : 1. Warna putih untuk obat dalam/oral

2. Warna biru untuk Obat luar dan suntik

3. Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspense atau emulsi.

f. Memasukkan obat kedalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.


(42)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut :

a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus melakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep)

b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien

d. Menyerahkan obat yang disertai dengan pemberian informasi obat; e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait

dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari , kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain;

f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;

g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya;

h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan di paraf oleh apoteker (apabila diperlukan);

i. Menyimpan resep pada tempatnya ;

j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien

2.3.9 Tanda-tanda pada resep

Tanda- tanda pada resepadalah sebagai betikut 8,10

1. Tanda Segera, diberikan untuk pasien yang harus segera memerlukan obat, tanda segera atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep, yaitu: Cito! = segera, Urgent = penting, Statim = penting sekali dan PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda. Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!. 2. Tanda tidak dapat diulang, Ne iteratie (N.I). Apabila dokter tidak

ingin resepnya diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep. Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang


(43)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA telah ditetapkan oleh pemerintah atau Menteri kesehatan Republik

Indonesia.

3. Tanda resep dapat diulang, Iteratie (Iter).Apabila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan berapa kali boleh diulang. Misal, iter 3x, artinya resep dapat dilayani 4x (1 + 3x ulangan). Untuk resep yang mengandung narkotika, tidak dapat diulang (N.I) tetapi harus dengan resep baru.

4. Tanda dosis sengaja dilampaui.Tanda seru dan paraf dokter diberi di belakang nama obatnya jika dokter sengaja member obat dosis maksimum dilampaui.

5. Resep yang mengandung narkotik, tidak boleh ada iterasi yang artinya dapat diulang, aturan pakai jelas yaitu tidak boleh ada tulisan u.c. (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya diketahui, tidak boleh ada m.i. (mihipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri tetapi obat narkotik di dalam resep diberi garis bawah tinta merah. Selain itu, resep yang mengandung narkotik harus disimpan terpisah dengan resep obatlainnya.

2.3.10 Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya

Disebutkan bahwa syarat-syarat dalam penulisan resep mencakup8,10: 1. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop resep, tidak ada

keraguan dalam pelayanannya dan pemberian obat kepada pasien. 2. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien.

3. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran sendok dengan signa bila genap ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan ditulis arabik.

4. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita butuh satu setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. II saja.

5. Setelah signatura harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter bersangkutan, menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin.


(44)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 7. Nama pasien dan umur harus jelas.

8. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh dokter bersangkutan dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak boleh diulangi tanpa resep dokter.

9. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum (singkatan sendiri), karena menghindari material oriented.

10.Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan.

11.Resep merupakan medical record dokter dalam praktik dan bukti pemberian obat kepada pasien yang diketahui oleh farmasi di apotek, kerahasiaannya dijaga.

2.3.11 Menulis Resep

Pedoman cara penulisan resep dokter harus menepati ciri-ciri : a. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm) b. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio):

1. Dimulai dengan huruf besar

2. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope Indonesia atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal 3. Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl)

atau singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)

c. Penulisan jumlah obat

- Satuan berat: mg (milligram), g, G (gram) - Sataun volume: ml (mililiter), l (liter) - Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit)

- Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi. Misal:

-Tab Novalgin no. XII

-Tab Stesolid 5 mg no. X (decem) -m.fl.a.pulv. dt.d.no. X

- Penulisan alat penakar, dalam singkatan bahasa latin dikenal: -C. = sendok makan (volume 15 ml)


(45)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA -Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)

Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan senok makan rumah tangga karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh. Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain (volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan dalam sediaaan cair paten. - Arti presentase (%)

- 0,5% (b/b) →0,5 gram dalam 100 gram sediaan - 0,5% (b/v) →0,5 gram dalam 100 ml sediaan - 0,5% (v/v) →0,5 ml dalam 100 ml sediaan

d. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,...; 0,0....; 0,00..) Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di pasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus ditulis, misalkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:

- Allerin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml - Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube

e. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan spesialistis. Misal:

a. m.f.l.a.pulv. No. X b. Tab Antangin mg 250 X c. Tab Novalgin mg 250 X

f. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)

a. Harus ditulis dengan benar. Misal: s.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I

b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian ”tapering up/down” gunakan tanda s.u.c(usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien ditulis pada kertasdengan bahasa yang dipahami.


(46)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA g. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup

(untuk 1 R/) atautanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan pada setiap R/.

h. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan tindasan.

i. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh diulang).

j. Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter (n)X di sebelah kanan atasdari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiapresep yang diulang.

k. Resep yang tidak boleh diulang, dapat diberi tanda: N.I di sebelah kanan atas dari resep untukseluruh resep yang tidak boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiapresep yang diulang.

l. Penulisan tanda Cito atau PIM. Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat sangat diperlukan bagi penderita,maka resep dapat diberi tanda Cito atauPIMdan harus ditulis di sebelah kanan atas resep.

2.3.12 Skrining Resep

Resep obat adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (PerMenKes No. 35 tahun 2014). Apotek wajib melayani resep dokter dan dokter gigi karena pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek16

Apoteker wajib memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien. Informasi meliputi cara penggunaan obat, dosis dan frekuensi pemakaian, lamanya obat digunakan indikasi, kontra indikasi, kemungkinan efek samping dan hal-hal lain yang diperhatikan pasien. Apabila apoteker menganggap dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, harus diberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila karena pertimbangannya dokter tetap pada pendiriannya, dokter wajib membubuhkan tanda tangan atas resep. Salinan resep harus ditanda tangani oleh apoteker 16

Pelayanan resep didahului dengan proses skrining resep yang dapat ditinjau dari 3 aspek kelengkapan resep yang mencakup persyaratan administrasi


(47)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA (nama pasien, nama dokter, alamat, paraf dokter, umur, berat badan, jenis

kelamin), persyaratan farmasetik (bentuk sediaan, kekuatan sediaan, stabilitas dan kompatibilitas) dan persyaratan klinis (ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan lama penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain), kontraindikasi dan interaksi obat). (Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014).

Resep yang lengkap harus ada nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter, tempat dan tanggal resep, tanda R pada bagian kiri untuk tiap penulisan resep, nama obat dan jumlahnya, kadang-kadang cara pembuatan atau keterangan lain yang dibutuhkan, aturan pakai, nama pasien, serta tanda tangan atau paraf dokter (Syamsuri, 2006)

Menurut Lestari (2002) tinjauan kelengkapan obat meliputi : a. Pemeriksaan dosis

b. Frekuensi pemberian c. Adanya polifarmasi

d. Interaksi obat yaitu reaksi yang terjadi antara obat dengan senyawa kimia (obat lain, makanan) di dalam tubuh maupun pada permukaan tubuh yang dapat mempengaruhi kerja obat sehingga dapat terjadi peningkatan/pengurangan kerja obat atau bahkan obat sama sekali tidak menimbulkan efek

e. Karakteristik penderita atau kondisi penyakit yang menyebabkan pasien menjadi kontra indikasi dengan obat yang diberikan.

Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, mencampur, mengemas dan memberi etiket pada wadah. Pada waktu menyiapkan obat harus melakukan perhitungan dosis, jumlah obat dan penulisan etiket yang benar. Sebelum obat diserahkan kepada penderita perlu dilakukan pemeriksaan akhir dari resep meliputi tanggal, kebenaran jumlah obat dan cara pemakaian. Penyerahan obat disertai pemberian informasi dan konseling untuk penderita beberapa penyakit tertentu (Lestari, 2002).


(48)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2.3.13 Permasalahan Dalam Menulis Resep

Banyak permasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal ini menyangkut dengan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik. Kesalahan yang dapat timbul berupa :

Kesalahan dalam penulisan resep, dimana dokter gagal untuk mengkomunikasikan info yang penting, seperti :

a.Meresepkan obat, dosis atau rute bukan yang sebenarnya dimaksudkan. b. Menulis resep dengan tidak jelas atau tidak terbaca

c.Menulis nama obat dengan menggunakan singkatan atau nomenklatur yang tidak terstandarisasi

d. Menulis instruksi obat yang ambigu

e.Meresepkan satu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat tersebut f.Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan lebih

dari satu rute.

g. Meresepka obat untuk diberikan melalui infus intavena intermitten tanpa menspesifikasi durasi penginfusan.

h. Tidak mencantumkan tanda tangan penulis resep. i.Kesalahan dalam transkripsi

j.Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan obat yang digunakan pasien sebelum ke rumah sakit.

k. Meneruskan kesalahan penulisan resep dari dokter yang sebelumnya ketika menuliskan resep obat untuk pasien saat datang ke rumah sakit. l.Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang di daftar

obat pasien.

m. Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan daftar obatyang diresepkan untuk pasien rawat inap 17

2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

2.4.1 Rumah Sakit

2.4.1.1 Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang


(49)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. (Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009)

Rumah sakit merupakan suatu bagian integral dari organisasi sosial dan medis yang fungsinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh pada masyarakat baik pencegahan maupun penyembuhan dan pelayanan pada pasien yang jauh dari keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya, serta sebagai tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan dan tempat penelitian biososial (Adisasmito, 2009)

2.4.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang RI No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit disebutkan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi sebagai:

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan 3. Kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan

medis.

4. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. 5. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi 6. Bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan

2.4.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Siregar dan Amalia (2004), rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Klasifikasi berdasarkan kepemilikan, terdiri dari: a. Rumah sakit pemerintah, terdiri dari:

- Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan.


(50)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - Rumah sakit militer.

- Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN). b. Rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat (swasta). 2. klasifikasi berdasarkan jenis pelayanan, terdiri dari 2 jenis:

a. Rumah sakit umum, memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai penyakit.

b. Rumah sakit khusus, memberi pelayanan diagnosa dan pengobatan untuk

c. Penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah, contoh: rumah sakit kanker maupun rumah sakit jantung.

3. Klasifikasi berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri dari 2 jenis:

a. Rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi. b. Rumah sakit nonpendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak

memiliki program

c. Pelatihan profesi dan tidak ada kerjasama rumah sakit dengan universitas.

Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan (Siregar dan Amalia, 2004).

1 Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas) subspesialis.

2 Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar.


(51)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 3 Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.

4 Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sedikitnya 2 (dua) spesialis dasar.

2.4.2 Depo Farmasi Rumah Sakit

Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk semua unit poliklinik rumah sakit. Fungsi instalasi farmasi rumah sakit adalah:

Fungsi nonklinik adalah fungsi yang tidak memerlukan interaksi dengan professional kesehatan lain, sekalipun semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medic melalui panitia farmasi dan terapi (PFT). Lingkup fungsi farmasi nonklinik adalah perencanaan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pembelian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi, dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit secara keseluruhan.

Fungsi klinik adalah fungsi yang secara langsung dilakukan sebagai bagian terpadu dari perawatan penderita atau memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam pelayanan penderita.

Panitia farmasi dan terapi adalah sekelompok penasehat dari staf medik dan bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dan IFRS. Panitia ini mengevaluasi secara klinik penggunaan obat dan pemberian obat serta mengelola sistem formularium. Panitia ini difungsikan rumah sakit untuk mencapai terapi obat yang rasional. (Lia, 2007)

Panitia farmasi dan terapi mempunyai kegunaan, di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Perumus kebijakan-prosedur

Panitia farmasi dan terapi memformulasi kebijakan berkenaan dengan evaluasi, seleksi, dan penggunaan terapi obat, serta alat yang berkaitan di


(52)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA rumah sakit.

2. Edukasi

Panitia farmasi dan terapi ini memberi rekomendasi atau membantu memformulasi program yang didesain untuk memenuhi kebutunan staf professional (dokter, perawat, apoteker, dan praktisi pelayanan kesehatan lainnya) untuk melengkapi pengetahuan mutakhir tentang obat dan penggunaan obat. Panitia farmasi dan terapi ini meningkatkan penggunaan obat secara rasional melalui pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan untuk seleksi obat, pengadaan, penggunaan, dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita dan staf profesional. (Lia, 2007)

Organisasi dasar tiap rumah sakit dan staf mediknya dapat berpengaruh pada fungsi dan lingkup PFT. Berikut ini tertera beberapa fungsi suatu PFT yang disajikan sebagai pedoman :

1. Berfungsi dalam suatu kapasitas evaluatif, edukasi, dan penasehat bagi staf medik dan pimpinan rumah sakit, dalam semua hal yang berkaitan dengan penggunaan obat.

2. Mengembangkan dan menetapkan formularium obat yang diterima untuk digunakan dalam rumah sakit dan mengadakan revisi tetap.

3. Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan terapi obat yang aman dan bermanfaat.

4. Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan manfaat biaya terapi obat.

5. Menetapkan dan merencanakan program edukasi yang sesuai bagi staf profesional rumah sakit tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penggunaan obat.

6. Berpartisipasi dalam kegiatan jaminan mutu yang berkaitan dengan distribusi, pemberian, dan penggunaan obat.

7. Memantau dan mengevaluasi reaksi obat merugikan dalam rumah sakit dan membuat rekomendasi yang tepat untuk mencegah berulangnya kembali. 8. Memprakarsai atau memimpin program dan hasil studi evaluasi penggunaan

obat, pengkajian hasil dari kegiatan tersebut dan membuat rekomendasi yang tepat untuk mengoptimalkan penggunaan obat.


(53)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 9. Bersama IFRS merencanakan dan menetapkan suatu sistem distribusi obat

dan prosedur pengendalian yang efektif.

10. PFT mempunyai tanggung jawab pada pengadaan edukasi bagi staf profesional rumah sakit.

11. Membantu IFRS dalam pengembangan dan pengkajian kebijkan, ketetapan dan peraturan berkaitan dengan penggunaan obat dalam rumah sakit sesuai dengan perundangundangan lokal dan nasional.

12. Mengevaluasi, menyetujui, atau menolak obat yang diusulkan untuk dimasukkan kedalam atau dikeluarkan dari formularium rumah sakit.

13. Menetapkan kategori obat yang digunakan dalam rumah sakit dan menempatkan tiap obat pada suatu kategori tertentu.

14. Mengkaji penggunaan obat dalam rumah sakit dan meningkatkan standar optimal untuk terapi obat rasional.

15. Membuat rekomendasi tentang obat yang disediakan dalam daerah perawatan penderita.

(Lia, 2007) Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui PFT, mengevaluasi, menilai, dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Jadi, sistem formularium adalah sarana penting dalam memastikan mutu penggunaan obat dan pengendalian harganya. Sistem formularium menetapkan pengadaan, penulisan, dispensing, dan pemberian suatu obat dengan nama dagang atau obat dengan nama generik apabila obat itu tersedia dalam dua nama tersebut. Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih PFT disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut, yang terus menerus direvisi agar selalu akomodatif bagi kepentingan penderita dan staf profesional pelayan kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinik staf medik rumah sakit. (Lia, 2007)

Pemantauan terapi obat adalah suatu proses yang mencakup semua fungsi, diperlukan untuk memastikan terapi obat secara tepat, aman, mujarab, dan


(54)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ekonomis bagi penderita. Fungsi-fungsi tersebut mencakup mengkaji pilihan obat

oleh dokter untuk kondisi yang di diagnosis; mengkaji pemberian obat; memastikan dosis yang benar; mengetahui adanya atau memadainya respon terapi; mengkaji kemungkinan untuk dan terjadinya ROM; serta merekomendasikan perubahan atau alternatif dalam terapi jika situasi tertentu memerlukannya.

Untuk memantau terapi obat secara tepat, apoteker harus mampu melakukan fungsi berikut yang benar-benar merupakan dasar dari pemantauan terapi obat. Proses pemantauan terapi obat adalah :

Pengumpulan data penderita dan mengatur data kedalam suatu format masalah 1. Hubungkan terapi obat masalah tertentu atau status penyakit untuk

menetapkan ketepatan terapi tertentu 2. Mengembangkan sasaran terapi tertentu. 3. Mendesain rencana pemantauan terapi obat. 4. Pengembangan parameter pematauan tertentu 5. Penetapan titik akhir Farmakoterapi

6. Penetapan frekuensi pemantauan

7. Identifikasi masalah dan/ atau kemungkinan ROM. 8. Pengembangan alternatif atau solusi masalah. 9. Proses pengambilan keputusan

10. Pendekatan intervensi dan tindak lanjut.

11. Mengkomunikasikan temuan dan rekomedasi, jika perlu kepada dokter atau professional pelayan kesehatan lain, setiap temuan dan rekomendasi untuk solusi atau alternative terhadap masalah yang diidentifikasi.

(Lia, 2007)

Kesalahan obat adalah pemberian suatu obat yang menyimpang dari resep atau order dokter yang tertulis dalam kartu pengobatan penderita atau menyimpang dari kebijakan, prosedur, dan standar rumah sakit. Kecuali kesalahan karena kelalaian memberikan dosis obat kepada penderita, yang dimaksud kesalahan obat adalah jika dosis obat telah benarbenar sampai pada penderita. Misalnya, suatu kesalahan dosis yang terdeteksi dan diperbaiki sebelum


(55)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA pemberian kepada penderita, bukan suatu kesalahan obat.

Secara umum kesalahan pengobatan penyebabnya adalah kekuatan obat pada etiket atau dalam kemasan membingungkan; nomenklatur sediaan obat (nama obat kelihatan mirip atau bunyi nama obat mirip); kegagalan atau gagal fungsi peralatan; tulisan tangan tidak terbaca; penulisan kembali resep / orderdokter yang tidak tepat; perhitungan dosis yang tidak teliti; personel terlatih tidak mencukupi; menggunakan singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep; kesalahan etiket; beban kerja berlebihan; konsentrasi hilang dalam unjuk kerja individu; serta obat-obatan yang tidak tersedia.

Kesalahan pengobatan mencakup kesalahan administratif yang disebabkan ketidakjelasan tulisan, ketidaklengkapan resep, keaslian resep, ketidakjelasan instruksi. Kesalahan farmasetik seperti dosis, bentuk sediaan, stabilitas, inkompatibilitas, dan lama pemberian. Serta kesalahan klinis seperti alergi, reaksi obat yang tidak sesuai, interaksi yang meliputi obat dengan penyakit, obat dengan obat lain dalam hal lama terapi, dosis, cara pemberian dan jumlah obat. (Pane A Hamzah, 2000)

2.4.3 Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan RI No 58 tahun 2014 tentang standar Pelayanan Farmasi di rumah sakit23. Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah sakit mengenai kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. TFT harus dapat membina hubungan kerja dengan komite atau berkaitan dengan penggunaan obat.

Ketua TFT dapat diketahui oleh seorang dokter atau seorang apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah aopteker, namun apabila diketuai oleh apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter. TFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapat diadakan sekali dalam dalam satu bulan. Rapat TFT dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit yang dapat memberikan masukan


(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Dokter dokter

10.NIP Dokter Kegagalan dalam membaca NIP doketr 11.Status

Dokter

Kegagalan dalam membaca status dokter

12.Nama Obat Kegagalan membaca nama obat 13.Dosis

Sediaan

Kegagalan membaca dosis sediaan.

14.Jumlah Kegagalan membaca jumlah sediaan yang diresepkan

15.Rute Kegagalan membaca rute sesuai yang di esepkan

16.Aturan Pakai

Kegagalan membaca aturan pakai yang ditulis pada resep.

17.Paraf Tidak ada paraf 18.Pengkajian

dan klarifikasi

Kegagalan mendeteksi kesalahan penulisan resep

19.Penyiapan Kegagalan dalam menyiapkan permintaan resep

20.Dispensing Keggalan dalam mencocokkan obat dan etiket

21.Penyerahan dan

informasi

Kegagalan dalam penyerahan resep, kegagalan dalam memberikan obat

22.Form Pengkajian


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

resep 23.Klarifikasi

dan informasi


(3)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(5)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(6)