Ideologi dalam Novel Entrok

BAB V POLITIK DAN KEKUASAAN YANG BERKAITAN DENGAN

IDEOLOGI DALAM NOVEL ENTROK

5.1 Ideologi dalam Novel Entrok

Ideologi yang terdapat dalam novel Entrok merupakan ideologi kelompok dominan dan ideologi kelompok subaltern. Sumadi atau Komandan adalah pimpinan tentara yang digolongkan ke dalam tokoh institusi publik dan dikategorikan sebagai kelompok dominan. Begitu juga halnya dengan Pak Lurah, Pak Camat, dan Pak Bupati yang digolongkan ke dalam institusi publik dan dan dikategorikan sebagai kelompok dominan. Sedangkan Marni sebagai tokoh sentral digolongkan ke dalam kelompok subaltern. Demikian juga halnya dengan Rahayu, Pak Waji, Koh Cayadi, Mbah Noto, Simbok, Teja, dan Kyai Hasbi. Hal tersebut dapat dilihat melalui kutipan sebagai berikut. “Kapok bikin masalah dengan orang-orang negara. Dengan mereka itu yang penting nurut saja, biar urusan beres. Sama seperti setoranku ke Komandan. Asal dikasih duit, urusan keamanan beres. Tidak ada orang yang berani mengganggu, paling hanya berani ngrasani dari belakang.” Entrok: 105. Dipengaruhi oleh pandangan Althusserian, Poulantzas Fatah, 2010: 53 beranggapan bahwa kelas memang ditentukan oleh peran ekonomi, tetapi sangat dipengaruhi pula unsur-unsur politik dan ideologi. Dalam kerangka ini, Poulantzas dapat disebut sebagai seorang Neo-Marxis pertama yang secara tegas merumuskan 66 Universitas Sumatera Utara pengaruh politik dan ideologi terhadap pembentukan kelas. Konsep hegemoni Gramsci dekat dengan konsep ideologi Louis Althusser dalam buku “Tentang Ideologi”, Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis, dan Cultural Studies terjemahan Essays on Ideology 2004 : 18-24 membedakan adanya dua jenis aparat negara, yaitu Repressive State Apparatus RSA atau aparat negara represif dan Ideological State Apparatus ISA atau aparat negara ideologis. Yang pertama bersifat represif dengan pengertian, ia berfungsi melalui kekerasan dan paksaan serta bersifat monolitik pemerintah, angkatan bersenjata, polisi, penjara, dan sebagainya. Yang kedua bersifat tanpa paksaan, persuasif, dan plural. Lembaga-lembaga yang termasuk aparat negara ideologis adalah lembaga agama, pendidikan, keluarga, hukum, politik, serikat buruh, komunikasi pers, radio, tv, iklan, dan kebudayaan seni, sastra, olahraga Surbakti, 2008. Sekalipun Nicos Poulantzas melangkah lebih jauh dibanding para Marxis terdahulu, Poulantzas justru mengakui bahwa pendefinisian kelas yang dilakukannya sebetulnya masih mendasarkan diri pada pandangan para Marxis termasuk di dalamnya Marx. Pada pandangan para Marxis terdahulu itulah menurut Poulantzas ia menemukan kriteria-kriteria yang kemudian dipakainya untuk mendefinisikan kelas secara lebih jelas dan rinci. Sebagaimana dikatakan oleh Poulantzas : “Bahkan ketika Marx Engels, Lenin atau Mao menganalisis kelas sosial, mereka jelas tidak membatasi diri pada kriteria ekonomi semata-mata, melainkan secara tegas mengacu kepada kriteria politik dan ideologi.” Fatah, 2010: 53. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dilihat bahwa kelompok dominan merupakan kelas sosial atas yang kerap menindas kelompok subaltern sebagai kelas sosial bawah. Untuk lebih jelas dapat dilihat melalui kutipan sebagai berikut. “Ahh . . . sudahlah, Yu, kami semua di desa ini kan sudah sama-sama tahu. Siapa to yang nggak tahu Marni Juragan Renten . . .? Semua tahu. Kami diam saja, karena kami mau mbantu sampeyan. Sampeyan jadi bisa mbangun rumah kayak gini juga karena kami semua. Iya, to? Apa sampeyan mau mendapat masalah?” kata Pak Lurah. Suaranya yang meninggi memperlihatkan kekesalan.” Entrok: 80.

5.2 Politik dan