Politik Kekuasaan Postrukturalisme Konsep Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan konsep yang digunakan dalam

dan b Ideological State Apparatus ISA yang bekerja dengan cara persuasif, ideologis agama, pendidikan, keluarga, media massa, dan sebagainya. Selanjutnya Althusser 2010: 20-21 menjelaskan bahwa aparatus Negara Represif RSA sepenuhnya berada pada wewenang institusi publik, sebaliknya, aparatus Negara Ideologis ISA kebanyakan merupakan wewenang institusi privat. Adapun institusi-institusi privat yang termasuk ke dalam aparatus Negara Ideologis ISA adalah sebagai berikut. 1. ISA Agama sistem Gereja-gereja yang berbeda 2. ISA Pendidikan sistem Sekolah privat dan publik yang berbeda 3. ISA Keluarga merupakan unit produksi danatau unit konsumsi 4. ISA Hukum 5. ISA Politik sistem politik, termasuk pelbagai partai yang berbeda 6. ISA Serikat Buruh 7. ISA Komunikasi press, radio dan televisi, dan sebagainya 8. ISA Budaya kesusastraan, seni, olahraga, dan sebagainya

2.3.3 Politik

Menurut Machiavelli Schmandt, 2009: 269, politik mempunyai sistem nilainya sendiri yang berbeda dari sistem etika perseorangan. Kekuasaan sebagai nexus sistem ini, karena tanpa kekuasaan realisasi dari tujuan-tujuan sosial tidaklah mungkin. Oleh karenanya, segala sesuatu yang kondusif untuk mencapai, Universitas Sumatera Utara mempertahankan, dan meluaskan kekuasaan politik bisa dibenarkan sekalipun hal itu jelas merupakan kejahatan dilihat dari sudut pandang moralitas dan agama.

2.3.4 Kekuasaan

Kekuasaan dipandang terdapat pada setiap level hubungan sosial. Kekuasaan bukan hanya sekadar perekat yang menyatukan kehidupan sosial, atau kekuatan koersif yang menempatkan sekelompok orang di bawah orang lain, meskipun dia pada dasarnya memang demikian, karena dia juga merupakan proses yang membangun dan membuka jalan bagi adanya segala bentuk tindakan, hubungan atau tatanan sosial. Dalam hal ini, kekuasaan, meskipun benar-benar menghambat, juga melapangkan jalan. Di samping itu, cultural studies menunjukkan perhatian khusus terhadap kelompok-kelompok pinggiran, pertama-tama karena soal kelas, dan kemudian baru karena soal ras, gender, kebangsaan, kelompok umur,dll Barker, 2009: 10-11.

2.3.5 Postrukturalisme

Postrukturalisme merupakan aliran penyempurnaan terhadap aliran strukturalisme. Pada awal abad ke-20 atau sekitar tahun 1980-an, dilakukan revisi oleh postrukturalisme terhadap strukturalisme, yakni dengan mempersempit pretensi- Universitas Sumatera Utara pretensi ilmiahnya. Postrukturalisme memiliki ciri khas yaitu ketidakmantapan teks. Hal ini dapat dijelaskan bahwa makna sebuah karya ditentukan oleh apa yang dilakukan oleh teks, bukan apa yang dimaksudkan, sehingga terjadi pergeseran dari estetika produksi ke estetika konsumsi, penerima menjadi pencipta. Makna sebuah teks tidak diproduksi melalui kontemplasi pasif, melainkan partisipasi aktif. Karya sastra tidak hanya milik pengarang, tetapi juga milik pembaca. Karya sastra juga sebagai anonimitas, tidak ada karya pertama, semua intertekstual. Oleh sebab itu, makna teks tergantung pada konteks, interaksi pada pembaca, teks juga tidak tertutup, tetapi terbuka karena secara terus-menerus berinteraksi ke luar dirinya. Adapun beberapa kelemahan strukturalisme yang dikemukakan Teeuw Ratna, 2004: 160, antara lain: a belum memiliki syarat sebagai teori yang lengkap; b karya seni tidak bisa diteliti secara terpisah dari struktur sosial; c kesangsian terhadap struktur objektif karya; d karya dilepaskan dari relevansi pembacanya; dan e karya sastra juga dilepaskan dari relevansi sosial budaya yang melatarbelakanginya.

2.3.6 Representasi