6.3 Kekuasaan Partai Politik
Pemerintah yang berkuasa pada rezimnya senantiasa ditandai dengan partai politik yang menang di dalam setiap pemilu, oleh sebab itu pemilu selalu menjadi
ajang adu kekuatan, adu argumentasi dan sebagainya. Maka partai penguasa tersebut akan berusaha semaksimal mungkin agar partainya dapat menang kembali dalam
pemilu berikutnya. Segala cara diupayakan sedemikian rupa untuk mengedepankan partai tersebut dalam pemilu. Pada pemilu pertama, yakni pada tahun 1972, Partai
Beringin atau partai pemerintah yang menang. Untuk lebih jelas dapat dilihat kutipan sebagai berikut.
“Partai Beringin menang. Hanya ada dua orang yang nyoblos partai lain. Orang-orang bilang itu pasti Mbah Sholeh, imam di masjid. Dia
pasti yang nyoblos Partai Islam. Satunya lagi diperkirakan pasti Pak Ratmadi, kepala sekolahku. Orang-orang bilang dia abangan. Di
rumahnya ada gambar besar Soekarno yang sedang menunjuk. Dulu, gambar itu dipasang di dinding luar rumah. Lalu tentara datang dan
meminta gambar itu dicopot. Pak Ratmadi menuruti, dan memindahkan gambar itu ke dinding kamarnya.” Entrok: 66.
Dalam setiap pemilu yang digambarkan dalam novel Entrok, baik tentara maupun lurah bahkan bupati selalu melakukan penjagaan di sekitar kamar coblosan.
Hal ini mereka lakukan demi mewujudkan kemenangan partai pemerintah. Selanjutnya pada pemilu kedua, yaitu pada tahun 1977 juga dimenangkan oleh partai
pemerintah. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan-kutipan di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
“Dari atas panggung suara Bupati menggema. Aku tak tahu apa yang sedang dikatakannya. Setiap penggal kalimatnya diikuti tepuk tangan
dan gemuruh suara penonton, termasuk aku. Karena seperti itulah perintah Pak Lurah. Aku juga diajari untuk mengacungkan jari
telunjuk dan jari tengah, artinya partaiku nomor dua. Dua jari itu katanya juga menyimbolkan perdamaian. Kebalikannya adalah tiga
jari, jempol, telunjuk, dan kelingking. Katanya itu tanda metal, orang- orang yang suka bikin onar, orang-orang partai nomor tiga. Aku sudah
diwanti-wanti untuk tidak pernah mengacung-acungkan tiga jari itu dimana pun.” Entrok: 86.
“Coblosan dilakukan beberapa hari kemudian. Tanggal 2 Mei 1977. Semua orang ramai-ramai datang ke balai desa. Sama seperti yang
kulihat lima tahun sebelumnya, orang-orang mencoblos kertas dengan paku di dalam bilik bertirai. Di dekat bilik, tentara-tentara berjaga.
Seperti sudah menjadi pakem, halaman balai desa sudah dipersiapkan untuk gambyong. Nanti sore, setelah suara dihitung, gong akan ditabuh
dan orang akan gambyongan sampai pagi untuk merayakan kemenangan partai pemerintah.” Entrok: 86.
Pada pemilu selanjutnya, yakni pada tahun 1982, dimenangkan lagi oleh partai pemerintah. Dapat dilihat melalui kutipan sebagai berikut.
“Bupati itu mengingatkan agar kami semua memilih partai pemerintah saat coblosan dua minggu lagi. Itu satu-satunya partai yang bisa
membuat kita semua sejahtera. Semua orang bertepuk tangan dan mengacungkan dua jari. Aku selalu mencoblos partai itu. Nomor
dua, warna kuning. Tapi sebenarnya aku tidak pernah tahu apa itu partai dan apa yang mereka lakukan untukku. Yang jelas aku tahu
ketika mau Pemilu pasti ada tarikan-tarikan duit yang katanya buat sumbangan partai.” Entrok: 105.
“Aku nyoblos gambar kuning itu karena disuruh Pak Lurah dan orang- orang berseragam loreng yang menjaga di depan kamar coblosan.
Setelah nyoblos aku menyerahkan kertasnya pada tentara-tentara itu, lalu mereka yang memasukkannya ke kotak.” Entrok: 105-106.
Universitas Sumatera Utara
Pada pemilu tahun 1987, yang merupakan pemilu keempat, kembali dimenangkan oleh Partai Kuning atau partai pemerintah. Penjagaan terhadap para
warga yang mencoblos tidak begitu ketat lagi, karena masing-masing warga sudah tahu partai mana yang wajib dicoblos. Hal ini mereka lakukan demi keamanan dan
kenyamanan hidupnya masing-masing. Untuk lebih jelas dapat dilihat kutipan- kutipan sebagai berikut.
“Beramai-ramai datang ke balai desa, mencoblos gambar kuning. Aku juga berangkat. Walaupun sebenarnya tak ada satu pun alasan bagiku
untuk ikut pemilu dan nyoblos partai itu.” Entrok: 122.
“Tapi ya bagaimana lagi, aku tidak mau menambah masalah, dicap bukan orang pemerintah, apalagi PKI, karena tidak ikut nyoblos.”
“Lagi-lagi Pemilu dimenangkan partai pemerintah. Ya memang sudah semestinya to, wong semua orang harus nyoblos itu.” Entrok: 122.
Universitas Sumatera Utara
Kekuasaan pada era Orde Baru tidak hanya di bidang eksekutif, tetapi juga dalam bidang legislatif. Hal ini dapat dilihat melalui bagan di bawah ini.
Bagan 3 Penguasaan Legislatif Melalui
Sentralisasi Kekuasaan Pada Presiden Masa Orde Baru
P R E S I D E N PANGTI
KETUA DP KEPALA ABRI
GOLKAR EKSEKUTIF
DPP GOLKAR EKSEKUTIF
FRAKSI ABRI FRAKSI KARYA
PEMBANGUNAN
F P P F P D I
MABES ABRI
KONTROL SEMU
Sumber: Fatah, 2010: 93
Universitas Sumatera Utara
Dari bagan 2 dapat dilihat bahwa Presiden sebagai Panglima Tertinggi ABRI dan Ketua Dewan Pembina Golkar Partai Pemerintah. Sementara itu, perimbangan
kekuatan di lembaga legislatif selama Orde Baru memperlihatkan betapa fraksi karya pembangunan dan fraksi ABRI memiliki kekuatan yang dominan dengan menguasai
sekitar 70-80 kursi DPR, sedangkan FPP dan FPDI hanya sekitar 20-30 kursi. Kontrol yang dijalankan legislatif dan bersifat semu dan karenanya tidak pernah
efektif.
6.4 Doktrinasi Ideologi