Representasi Konsep Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan konsep yang digunakan dalam

pretensi ilmiahnya. Postrukturalisme memiliki ciri khas yaitu ketidakmantapan teks. Hal ini dapat dijelaskan bahwa makna sebuah karya ditentukan oleh apa yang dilakukan oleh teks, bukan apa yang dimaksudkan, sehingga terjadi pergeseran dari estetika produksi ke estetika konsumsi, penerima menjadi pencipta. Makna sebuah teks tidak diproduksi melalui kontemplasi pasif, melainkan partisipasi aktif. Karya sastra tidak hanya milik pengarang, tetapi juga milik pembaca. Karya sastra juga sebagai anonimitas, tidak ada karya pertama, semua intertekstual. Oleh sebab itu, makna teks tergantung pada konteks, interaksi pada pembaca, teks juga tidak tertutup, tetapi terbuka karena secara terus-menerus berinteraksi ke luar dirinya. Adapun beberapa kelemahan strukturalisme yang dikemukakan Teeuw Ratna, 2004: 160, antara lain: a belum memiliki syarat sebagai teori yang lengkap; b karya seni tidak bisa diteliti secara terpisah dari struktur sosial; c kesangsian terhadap struktur objektif karya; d karya dilepaskan dari relevansi pembacanya; dan e karya sastra juga dilepaskan dari relevansi sosial budaya yang melatarbelakanginya.

2.3.6 Representasi

Representasi adalah gambaran sesuatu yang akurat atau realita yang terdistorsi. Representasi tidak hanya berarti “to present”, “to image”, atau “to depict”. Representasi adalah sebuah cara memaknai apa yang diberikan pada benda yang digambarkan. Konsep lama mengenai representasi ini didasarkan pada premis bahwa ada sebuah batas representasi yang menjelaskan perbedaan antara makna yang Universitas Sumatera Utara diberikan oleh representasi dan arti benda yang sebenarnya digambarkan. Hal ini terjadi antara representasi dan benda yang digambarkan. Berlawanan dengan pemahaman standar itu, Hall Yolagani, 2007 berargumentasi bahwa representasi harus dipahami dari peran aktif dan kreatif orang memaknai dunia. “so the representation is the way in which meaning is somehow given to the things which are depicted through the images or whatever it is, on screens or the words on a page which stand for what we’re talking about.” Hall menunjukkan bahwa sebuah imaji akan mempunyai makna yang berbeda dan tidak ada garansi bahwa imaji akan berfungsi atau bekerja sebagaimana mereka dikreasi atau dicipta. Hall menyebutkan “Representasi sebagai konstitutif. Representasi tidak hadir sampai setelah selesai direpresentasikan, representasi tidak terjadi setelah sebuah kejadian. Representasi adalah konstitutif dari sebuah kejadian. Representasi adalah bagian dari objek itu sendiri, ia adalah konstitutif darinya Yolagani, 2007. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Format desain penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif, dengan analisis isi content analysis. Dalam penelitian kualitatif, penggunaan analisis isi lebih banyak ditekankan pada bagaimana teks-teks yang ada dalam komunikasi itu terbaca dalam interaksi sosial; dan bagaimana teks-teks itu terbaca dan dianalisis oleh peneliti. Oleh karena itu, kredibilitas peneliti menjadi amat penting, dan diharapkan mampu untuk merajut fenomena isi komunikasi menjadi fenomena sosial yang terbaca oleh orang pada umumnya Bungin, 2008: 158. Selanjutnya digunakan juga metode membaca heuristik dan hermeneutik. Pradopo Jabrohim, 2003:80 menjelaskan, Metode membaca heuristik pada cerita rekaan atau novel merupakan metode pembacaan berdasarkan tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan novel dari awal sampai dengan akhir cerita secara berurutan, cerita yang memiliki alur sorot balik dapat dibaca secara alur lurus. Hal ini dipermudah dengan dibuatnya sinopsis cerita dari novel yang dibaca tersebut. Pembacaan heuristik itu adalah penerangan kepada bagian cerita secara berurutan. Selanjutnya beliau juga menjelaskan, pembacaan hermeneutik adalah pembacaan karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan Universitas Sumatera Utara