PERDAGANGAN PERANAN BUS SIBUALBUALI TERHADAP MASYARAKAT

BAB IV PERANAN BUS SIBUALBUALI TERHADAP MASYARAKAT

4.1 PERDAGANGAN

Hadirnya moda transportasi darat sangat membantu mobilitas manusia dan juga perdagangan. Armada bus Sibualbuali juga memiliki peranan penting pada sektor bidang perdagangan termasuk perdagangan buah salak yang menjadi komoditas utama kota Padang Sidempuan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh bapak Baginda Tambangan Harahap bahwasanya, “Dahulu sudah ada alat angkut transportasi Otoprah sebutan untuk truk pada masa sebelum hadirnya truk Fuso dan Hino dengan merk Cap Singa dan Burung Dunia di Sidempuan, akan tetapi itu untuk perdagangan antar pulau, karena barang yang diangkut oleh Otoprah tersebut biasanya dikirim ke arah pelabuhan untuk diteruskan kirimannya dengan kapal laut. Nah tauke saudagar atau pedagang kain sama tauke salak ini menggunakan Sibualbuali untuk berdagang di Medan. Pada saat itu barang–barang diangkut di atas bus dengan tutupi terpal. Dulu itu loket bus Sibualbuali berada di jalan Bintang dekat dengan pasar Sentral. Kalau di Sidempuan berada di jalan Merdeka, dekat pasar juga. Jadi ketika sampai di Medan, para tauke yang membawa barang dagangannya bisa langsung menjual di pasar Sentral. Jadi di tahun enam puluhan para tauke ikut juga ke Medan, tidak seperti sekarang yang tinggal telepon, transfer uang, barang sampai beberapa hari kemudian, ya hal ini dikarenakan komunikasi pada saat itu tidak seperti sekarang ini. Kalau untuk pengangkutan salak, salak– salak itu sebenarnya sudah dipesan oleh para pedagang di Medan, maka jumlah Universitas Sumatera Utara salak–salak yang dibawa ketika bus sampai Medan langsung dijemput oleh para pedagang di sana, tapi ada beberapa taukei salak yang ikut juga ke Medan untuk menjual salaknya. Jadi ketika akan pulang, para tauke–tauke tersebut juga membeli barang dagangan untuk dijual kembali di Sidempuan. Biasanya para tauke–tauke tersebut berangkat ke Medan pada hari kamis, siap mereka berdagang di Medan, hari minggu sudah berangkat lagi ke Sidempuan, karena saat itu pada hari rabu ada Poken Pasar dihari yang sama di setiap minggu”. 50 Poken atau hari pasaran tiap pekan sudah ada sejak masa pemerintahan kolonial Belanda di pulau Sumatera. Hal ini seperti yang diungkapkan William Marsden dalam bukunya, ”Sejarah Sumatra”. Menurut William Marsden, untuk memudahkan pelaksanaan perdagangan di pedalaman, di luar Tapanuli yang merupakan pasar raya mereka, diadakan pasar dalam empat tahap. Secara berurutan mereka masyarakat Tapanuli menyelenggarakan pasar terbuka empat hari sekali sepanjang tahun dan setiap hari pasar tentu saja berlangsung selama satu hari. Orang– orang di distrik tahap keempat berkumpul membawa barang–barang mereka di tempat yang telah di tentukan, yakni di tempat orang-orang dari distrik tahap ketiga memasok kebutuhan orang distrik kedua dan distrik kedua memasok kebutuhan distrik pertama. 51 Pada saat hari pasar dibuka, orang distrik pertama memasok dagangan yang telah mereka bawa kepada orang Eropa dan Melayu. Dalam kesempatan–kesempatan ini semua permusuhan dihentikan sementara. Setiaap orang memiliki musket 50 Hasil wawancara bapak Baginda Tambangan, pada 26 Februari 2013. 51 William Marsden, Sejarah Sumatra, Komunitas Bambu, Jakarta, 2013, hal. 457 Universitas Sumatera Utara menyandangnya dengan dahan hijau di larasnya sebagai tanda perdamaian. Setelah itu, ketika datang ke tempat tersebut, mengikuti contoh direktur atau manajer rombongan, dia mengeluarkan bola pelurunya ke gundukan tanah; yang sebelum pergi, dia sudah mencari bola pelurunya. Hanya ada satu rumah di lokasi pasar dadakan. Rumah tersebut digunakan untuk tujuan berjudi. Kebutuhan kios dipenuhi dengan naungan barisan pohon yang teratur, terutama durian, dan satu jalan disediakan untuk perempuan. Transaksi dilakukan dengan teratur dan adil. Pemimpin mengawasi di tempat yang agak jauh untuk dimintai pendapatnya ketika terjadi perselisihan dan seorang penjaga bersenjatakan tombak selalu siap untuk menjaga ketertiban. Para pedagang dari distrik–distrik Batta orang Batak terpencil, terletak di bagian utara dan selatan, berkumpul di pasar–pasar periodik ini. Pasar periodik ini merupakan tempat semua lalu lintas barang mereka dilakukan dan komoditas diperdagangkan. 52 Peranan bus Sibualbuali terhadap perdagangan di Poken atau pasar pekan ini diyakini betul adanya oleh Bapak Anas Jambak selaku mantan pedagang yang mengikuti pasar Poken di daerah Tapanuli Selatan. Beliau mengungkapkan, ”Saya pernah menjadi pedagang di Poken. Sekitar dua puluh lima tahun saya berkecimpung ikut berdagang di Poken sekitar akhir tahun enam puluhan sampai dengan tahun delapan puluhan. Saya memperdagangkan kain di Poken. Jadi saya biasa berbelanja barang dagangan pada hari Rabu di pasar Aur Kuning di kota Bukit Tinggi. Jadi sekitar jam satu atau dua siang bus berangkat kembali pulang, untuk mengejar hari kamis agar bisa berdagang di Poken. Lalu Poken di daerah Tapanuli Selatan ini bila 52 Ibid., hal. 458 Universitas Sumatera Utara hari Senin itu ada di kota Padang Sidempuan dan daerah Sibuhuan, di hari Selasa di wilayah Padang Bolak, di hari Rabu di daerah Matanggul pertengahan Sibuhuan dan Padang Sidempuan, di hari Kamis di kota Sipirok, di hari Jumat di daerah Sunggam suatu daerah di Padang Bolak, di hari Sabtu di kota Gunung Tua, dan di hari Minggu di daerah Aek Godang. Tiap bus yang mengangkut para pedagang dan barang dagangannya ke Poken ini, tidak semua jenis barang dagangan yang diangkut. Kalau bus yang saya tumpangi dulu bus nya hanya mengangkut kain dan kelontong saja. Untuk barang dagangan lain seperti sayur–mayur, buah–buahan, dan barang–barang dagangan pasar yang lainnya itu menggunakan bus yang berbeda, sesuai dengan barang dagangan para pedagangnya, maka tiap menuju Poken untuk berjualan, rombongan saya tetap, yakni para pedagang kain dan kelontong. Jadi rombongan kami ini berisi kurang lebih tiga puluh orang . jadi kami ini merupakan langganan tetap armada bus Sibualbuali. Armada bus yang sering rombongan kami gunakan adalah bus Sibualbuali nomor enam puluh lima yang supirnya bernama “Keres” dan bus Sibualbuali nomor enam yang supirnya bernama Basa. Tetapi sekitar tahun tujuh puluhan rombongan kami lebih sering mengggunakan bus Sibualbuali nomor enam puluh lima. Kalau tidak salah, ongkos naik jasa angkut bus Sibualbuali sekitar tahun tujuh puluhan kisaran lima ribu rupiah sampai dengan tujuh ribu rupiah per orang, tetapi itu sudah masuk ongkos angkut barang–barang dagangan. Jadi kami berjualan di Poken itu pulang hari armada bus pulang–pergi. Nah barang–barang dagangan rombongan kami itu disimpan didalam gudang. Jadi tiap tauke atau pemilik armada bus Sibualbuali ini punya gudang masing–masing. Maka para pedagang ini kalau siap berdagang di Universitas Sumatera Utara Poken, pulang ke rumah masing–masing tanpa membawa barang dagangannya. Barang dagangannya ini dimasukkan ke dalam gudang si pemilik armada bus Sibualbuali ini. Apabila saya sedang ada keperluan dan tidak bisa berdagang di hari–hari tertentu, harus melapor terlebih dahulu ke loket Sibualbuali pada malam harinya, agar keesokan paginya barang dagangan saya tidak diangkut untuk perjalanan para pedagang Poken ini. Saat rombongan para pedagang ini sampai ke Poken, barang dagangan kami ini sudah ada yang mengangkat, karena di tiap pasar Poken ada tukang angkat barang dagangan dari truk atau bus dan mobil–mobil yang mengangkut sayur maupun buah–buahan. Bus Sibualbuali ini dan armada–armada angkutan lainnya bila sudah menurunkan para pedagang maupun barang–barang dagangan, itu biasanya berangkat lagi ke perkampungan–perkampungan sekitar Poken untuk mengangkut masyarakat yang akan berbelanja ke Poken. Karena pada saat itu masih jarang mobil angkutan yang keluar–masuk suatu kampung. Baru pada sekitar tahun tujuh puluh lima dengan trayek antar kampung–kampung terdekat, tetapi jumlahnya masih sedikit”. 53 Dari pengakuan narasumber, bila dilihat dari teori perekonomian, hal ini dapat dibenarkan, karena dengan adanya armada bus Sibualbuali yang mengangkut barang maupun penumpang yang merupakan para pedagang, mobilitas perdagangan yang tadinya harus menempuh waktu yang lama karena jarak tempuh yang jauh dapat teratasi. 53 Hasil wawancara dengan bapak Anas Jambak, pada 6 September 2013. Universitas Sumatera Utara

4.2 PENDIDIKAN