Mengevaluasi Penyelesaian Masalah Pembahasan Hasil Penelitian Deskripsi Hasil Tes dan Wawancara

58 P : Kamu hafal perbandingan sisi-sisi segitiga jika salah satu sudutnya yang 30 , 45 , 60 , 90 itu? LAT : Iya, hafal kok, Pak. P : Nah, kalau hafal kenapa kamu bilangnya perbandingan pada solusi di sini benar? Harusnya kan kalau ini sudut PRQ 30 berarti perbandingan PR dan RQ adalah 1:2. Bukan 1: √ seperti yang disebut di solusi. LAT : Oh iya, ya, Pak. P : Kenapa kamu bisa salah? LAT : Saya langsung jawab aja kali, Pak. Ga teliti, ga cek-cek dulu. Dari hasil wawancara peneliti dengan siswa LAT di atas, terlihat bahwa siswa tersebut sebenarnya memiliki dasar pengetahuan yang diminta. Akan tetapi, karena kurang teliti dan terburu-buru dalam menjawab, sehingga siswa tersebut menjadi keliru dalam memberikan evaluasi yang benar.

C. Keterbatasan Penelitian

Peneliti mencoba untuk merangkum beberapa hal yang bisa dianggap sebagai kekurangan atau keterbatasan dalam penelitian ini. Di antara kekurangan-kekurangan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Dalam mencetak lembar instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa, peneliti melewatkan gambar segitiga yang seharusnya memuat informasi penting bagi siswa untuk bisa menjawab pertanyaan tersebut. Soal tersebut terdapat pada soal nomor 6 yang merupakan soal pengukur indikator 4 kemampuan berpikir kritis matematis mengukur kemampuan siswa dalam mengevaluasi penyelesaian masalah. Sehingga, walaupun berdasarkan uji validitas dengan metode CVR soal tersebut 59 dianggap valid, namun karena keterbatasan ini maka soal tersebut tidak diambil dan jawaban siswa diabaikan. Untuk indikator 4 itu sendiri sudah terwakili oleh soal nomor 4a. 2. Penelitian ini dilaksanakan di akhir tahun ajaran di mana siswa sudah memikirkan hal-hal yang berbau liburan. Pengambilan data dilakukan di sela- sela “UN Camp”, yaitu suatu program Sekolah Kharisma Bangsa dalam mengisi waktu siswa kelas VIII setelah melaksanakan Ujian Akhir Semester UAS Genap dan sebelum pembagian rapor. 3. Sekolah Kharisma Bangsa merupakasn sekolah billingual yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pada mata pelajaran Matematika. Di antara 65 siswa kelas VIII, hanya terdapat satu orang yang merupakan warga negara asing WNA, satu orang warga negara ganda, sisanya warga negara Indonesia asli WNI. Walaupun ini menunjukkan bahwa boleh dikatakan 99 siswa bisa berbahasa Indonesia, namun dikarenakan pembelajaran yang selalu menggunakan bahasa Inggris, membuat beberapa siswa perlu berpikir ekstra dalam mengerjakan tes. Berpikir ekstra yang dimaksud di sini adalah mencari padanan kata atau istilah matematika dalam bahasa Inggris yang selama ini mereka ketahui, dalam menjawab soal tes dengan bahasa Indonesia. 6

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi hasil analisis pada penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada SMP Kharisma Bangsa, kelas VIII, ditunjukkan dengan nilai rata-rata sebesar 67 secara keseluruhan dari skor ideal. 2. Kemampuan siswa dalam menentukan konsep dalam penyelesaian masalah ditunjukkan dengan nilai rata-rata sebesar 76 dari skor ideal. Dari hasil telaah jawaban siswa yang menjawab benar, siswa tersebut menggunakan konsep tidak hanya pada Pytagoras sebagaimana materi utama segitiga di sini, tetapi juga menggunakan konsep arah vektor mata angin yang benar. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang pernah diterima oleh siswa pada masa lampau, harus bisa digunakan seara kontinu dan frekuen agar memberikan suatu konsep utuh yang benar, dalam hal ini adalah konsep segitiga siku-siku yang menggunakan Teorema Phytagoras. 3. Kemampuan siswa dalam merumuskan cara dalam menyelesaikan masalah ditunjukkan dengan nilai rata-rata sebesar 71 dari skor ideal. Menelusuri beberapa jawaban siswa yang benar dan yang keliru, peneliti mendapatkan bahwa siswa yang merumuskan cara dengan tepat adalah siswa yang melakukannya dengan cara bertahap. Dan hal ini memerlukan kemampuan tidak hanya pada satu hal, tetapi beberapa, misalnya konsep perbandingan, Teorema Phytagoras, atau Teorema Euclid. Siswa yang kurang tahapannya akan kesulitan menjawab soal yang mengukur indikator ini. Selain itu, ada juga siswa yang mendapatkan skor kecil 61 pada indikator ini disebabkan karena menggunakan ekspresi matematika dalam aljabarnya. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi hasil jawaban mereka. 4. Kemampuan siswa dalam memberikan argumen dalam menyelesaikan masalah ditunjukkan dengan nilai rata-rata sebesar 64 dari skor ideal. Dari hasil telaah jawaban-jawaban siswa pada soal-soal yang mengukur indikator ini, terlihat bahwa siswa yang mampu memberikan argumen dalam penyelesaian masalah adalah siswa yang memahami apa yang harus dicari terlebih dahulu pada soal yang telah dimodifikasi. Misalnya, ada selisih dari panjang yang diketahui dengan angka yang nantinya harus digunakan dalam perhitungan. Selain itu, melihat siswa yang menjawab dengan keliru adalah siswa yang menulis ekspresi aljabar dengan salah dan secara langsung berelasi dengan pengetahuan pada materi-materi sebelumnya yang terlupakan oleh siswa tersebut. Lagi-lagi di sini menunjukkan bahwa apa yang bisa diargumenkan oleh siswa adalah suatu konsep utuh yang tidak bisa setengah-setengah terkait ilmu matematika yang dipelajari oleh siswa. 5. Kemampuan siswa dalam mengevaluasi penyelesaian masalah ditunjukkan dengan nilai rata-rata sebesar 56 dari skor ideal. Didapat dari hasil penelusuran terhadap jawaban-jawaban siswa dan mempertimbangkan hasil wawancara juga, dapat disimpulkan bahwa siswa yang benar dalam mengevaluasi suatu penyelesaian masalah yang diberikan adalah siswa yang kebanyakannya membuktikan lagi dengan teorema-teorema yang ada, misalnya Teorema Phytagoras. Walaupun sebenarnya siswa tersebut sudah memegang teorema lainnya, seperti perbandingan sisi segitiga siku-siku. Siswa melakukan hal demikian juga dengan alasan agar argumena yang diberikan tampak terbukti dan labih kuat. Ketelitian siswa dalam hal ini sangat penting. Karena, peneliti menemukan bahwa siswa yang tahu dan sudah paham dengan konsep ini pun masih bisa salah hanya karena kurang teliti ataupun terburu-buru dalam mengambil keputusan.