Sub Model Beban Banjir
Analisis ini dilakukan untuk menilai seberapa besar ancaman banjir pada setiap lokasi yaitu dengan menghitung selisih tinggi tanggul dengan muka air banjir.
Jika selisih bernilai kurang dari nol maka mengidikasikan tidak terjadi banjir.
Sub Model Ekohidrolik
Sub model ekohidrolik terbagi atas dua tahapan yaitu perhitungan lebar bantaran optimal dan perhitungan tinggi genangan dan kecepatan aliran. Sub model
ini disusun dengan menggunakan persamaan 28,29,30,33,34,35 dan 36.
3.2.2. Disain Kebijakan Pengelolaan Sungai Berbasis Pada Konsep Ekohidrolik.
Disain kebijakan pengelolaan sungai berbasis pada konsep ekohidrolik disusun untuk mengetahui skenario kebijakan yang dapat mempengaruhi keberhasilan
penerapan konsep ekohidrolik pada bantaran sungai. Model disusun dengan tahapan sebagai berikut:
- Kajian tingkat partisipasi masyarakat dengan menggunakan metode skala penilaian komperatif.
- Kajian kondisi sosial ekonomi masyarakat dengan menggunakan tabulasi frekwensi.
- Kajian pengaruh faktor sosial ekonomi masyarakat terhadap tingkat partisipasinya dianalisis dengan menggunakan analisis neural network metode
algoritma back propagation. - Kajian arahan kebijakan pengelolaan sungai dianalisis dengan menggunakan
metode Analytical Hierarchy Process dan Metode Bayes.
3.2.3. Penerapan Model Pengelolaan Sungai Berbasis Pada Konsep Ekohidrolik
pada Sungai Lawo Kabupaten Soppeng. 3.2.3.1.Penerapan Model Pengelolaan Sungai Berbasis Pada Konsep
Ekohidrolik.
a. Jenis dan Sumber Data Jenis data pada penerapan model pengelolaan sungai berbasis pada konsep
ekohidrolik pada Sungai Lawo Kabupaten Soppeng disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Jenis dan Sumber Data Jenis data
Data Sumber
Primer Potongan melintang sungai
Pengukuran Kecepatan air
Tata guna lahan Pengukuran
Pengamatan Sekunder
Peta Topografi DAS BPKH Makassar
Data curah hujan PSDA Sulsel
Data debit sungai PSDA Sulsel
b. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data primer yaitu dengan pengukuran di lapangan.
Lokasi pengambilan data ditentukan berdasarkan data lokasi sungai sepanjang 16.4 km yang terbagi atas 7 lokasi yang diuraikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Lokasi pengumpulan data Lokasi
Kecamatan Keterangan
Seppang Lalabata
Daerah hulu Lawo
Lalabata Daerah tengah
Cenrana Lalabata
Daerah tengah Paowe
Ganra Daerah tengah
Talumae Ganra
Daerah tengah Ganra
Ganra Daerah hilir
Bakke Ganra
Daerah hilir Potongan melintang sungai diukur dengan menggunakan theodolith dan
GPS pada interval 200 meter, sedang kecepatan air diukur dengan menggunakan pelampung sebanyak tiga kali pada setiap lokasi. Data tataguna lahan di bantaran
sungai dikumpulkan dengan mengamati dan mencatat penggunaan lahan pada setiap Sta di sisi kiri dan kanan sungai. Letak geografis setiap lokasi disajikan pada Tabel
8. Data sekunder dikumpulkan berdasarkan sumber pustaka dan dokumen dari instansi terkait.
Tabel 8. Karakteristik geografis lokasi penelitian Lokasi
Sta Koordinat
Panjang meter
Titik awal
Titik akhir
Titik awal Titik akhir
Seppang 0 2400
04
o
04 191.096 LS
o
2400
1933.069 LS 119
o
119 0940.357 BT
o
Lawo
5029.083 BT
2400 6400
04
o
04 1933.069 LS
o
4000
1937.785 LS 119
o
119 5029.083 BT
o
Cenrana
5210.873 BT
6400 8000
04
o
04 1937.785 LS
o
1600
1939.97 LS 119
o
119 5210.873 BT
o
Paowe
531.982 BT
8000 10200
04
o
04 1939.97 LS
o
2200
1938.185 LS 119
o
119 531.982 BT
o
Talumae
5356.381 BT
10200 11400
04
o
04 1938.185 LS
o
1200
1922.04 LS 119
o
119 5356.381 BT
o
Ganra
5410.23 BT
11400 15200
04
o
04 1922.04 LS
o
3800
198.204 LS 119
o
119 5410.23 BT
o
Bakke
5616.225 BT
15200 16400
04
o
04 198.204 LS
o
1200
1915.803 LS 119
o
119 5616.225 BT
o
5525.003 BT
c. Metode Analisis Data Analisis dilakukan dengan menggunakan model pengelolaan sungai
berbasis pada konsep ekohidrolik.
3.2.3.2. Disain Kebijakan Pengelolaan Sungai Berbasis Pada Konsep
Ekohidrolik.
a. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data primer dengan bentuk
kuantitatif. Sedang data sekunder yang dikumpulkan berupa data kegiatan pemerintah daerah terkait dengan pengelolaan sungai.
b. Metode Pengumpulan Data Pada kajian partisipasi masyarakat, kondisi sosial ekonomi serta pengaruh kondisi
sosial ekonomi masyarakat terhadap partisipasinya. Data dikumpulkan dengan membagikan kuesioner pada responden. Responden ditentukan berdasarkan metode
incidental sampling yaitu pengelola lahan atau pemilik lahan di bantaran sungai yang
ditemui pada saat kegiatan penelitian berlangsung. Pada penelitian ini diperoleh sebayak 60 sampel.
Pada kajian arahan kebijakan, responden ditentukan dari kalangan pakar yang dipilih secara sengaja purpossive sampling. Responden yang dipilih memiliki
kepakaran sesuai dengan bidang kajian. Beberapa pertimbangan dalam penentuan pakar yang akan dijadikan responden, menggunkaan kriteria sebagai berikut: 1
mempunyai pengalaman yang kompeten sesuai dengan bidang yang dikaji; 2 memiliki reputasi, kedudukanjabatan dalam kompetensinya dengan bidang yang
dikaji dan 3 memiliki kredibilitas yang tinggi, bersedia dan atau berada pada lokasi yang dikaji. Pada penelitian ini pakar ditentukan sebanyak tujuh orang yaitu :
- Empat orang dari Pemerintah Kabupaten Soppeng yaitu Kepala Dinas PSDA, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum,
dan Kepala Kantor Lingkungan Hidup. - Satu orang dari LSM.
- Dua orang dari perguruan tinggi c. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan model kebijakan pengelolaan sungai berbasis pada konsep ekohidrolik.
IV . KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Soppeng
Letak geografis Kabupaten Soppeng berada pada titik koordinat 4 06
’
00
”
- 4
32
’
00
”
LS dan 119 47
’
18
”
- 120 06
’
13
”
-
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan Kabupaten Wajo.
BT. Secara administasi wilayah Kabupaten Soppeng berbatasan:
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Kabupaten Bone.
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bone.
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Barru. Jarak Kabupaten Soppeng dari ibukota Propinsi Sulawesi Selatan yakni
172 km. Luas wilayah kabupaten ini adalah 1500 km
2
Tabel 9. Luas daerah menurut kecamatan di Kabupaten Soppeng dengan ibukota Kabupaten
adalah Watansoppeng, Wilayah Kabupaten Soppeng terbagi atas 8 delapan kecamatan dengan pembagian luas dan prosentasinya disajikan pada Tabel 9.
Kecamatan Luas km
2
Prosentase Mario Riwawo
300 20
Lalabata 278
18.5 Liliriaja
96 6.4
Ganra 57
3.8 Citta
40 2.7
Lilirilau 187
12.5 Donri Donri
222 14.8
Marioriawa 320
21.3 Sumber : BPS Kab. Soppeng, 2009
Wilayah Kabupaten Soppeng terletak didepresiasi Sungai Walanae yang terdiri dari daratan dan perbukitan. Daratan luasnya ± 700 Km
2
berada pada ketinggian rata-rata ± 60 meter di atas permukaan laut. Perbukitan yang luasnya ±
800 Km
2
berada pada ketinggian rata-rata ± 200 meter di atas permukaan laut.
Sedang Ibukota Watansoppeng berada pada ketinggian ± 120 meter di atas permukaan laut.
Temperatur udara di Kabupaten Soppeng antara 24 C
hingga 30
Potensi sumber daya air disamping untuk kehidupan sehari-hari juga berfungsi untuk menunjang berbagai aktivitas dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan manusia seperti pertanian, perikanan, perindustrian, pembangkit tenaga listrik dan sebagainya. Sebagian besar wilayah Kabupaten Soppeng
merupakan daerah air tanah dangkal dan dalam, terutama di Kecamatan Lalabata. Sumber air permukaan di Kabupaten Soppeng berasal dari lima sungai utama
yang karakteristiknya disajikan pada Tabel 10. C.
Keadaan angin berada pada kecepatan lemah sampai sedang. Curah hujan Kabupaten Soppeng pada tahun 2008 berada pada intensitas 148 mm dan 14 hari
hujanbulan. Rata-rata curah hujan menurut bulan di Kabupaten Soppeng tertinggi terjadi pada bulan April yaitu 209 mm dan yang terendah yakni bulan September
yakni 63 mm.
Tabel 10. Nama sungai utama di Kabupaten Soppeng
Nama Sungai
Hulu Daerah Aliran
Muara
Langkemme G. Lapancu Dusun Umpungeng, Langkemme,
Cenranae, Soga, Lingkungan Sewo Bila
S.Walanae
Soppeng G.Matanre
Lapajung, Ujung, Mallanroe, Akkampeng, Belo, Lompulle
S.Walanae Lawo
G. Lapancung Lingkungan Lawo, Ompo,
Cenrana, Paowe, Ganra D.Tempe
Paddangeng G.Walemping
Dusun Tajuncu, Paddangeng, Turung Lappae, Leworeng, Tokare
D. Tempe Lajaroko
G.Addepungeng Dusun Lajaroko, Batu-batu, Limpomajang, Toddang, Saloe
D. Tempe Sumber: BPS Kab. Soppeng, 2009
Kabupaten Soppeng yang luasnya 150 000 ha digunakan untuk lahan persawahan seluas 25 275 ha atau sekitar 16.85. Selebihnya digunakan untuk
lahan perkebunan, pekarangan, ladang, dan ada 2 yang merupakan danau sebagai sumber penghasil ikan di Kabupaten Soppeng. Lebih dari separuh areal
persawahan di Kabupaten Soppeng sudah berpengairan teknissetengah teknis atau sekitar 58.93. Dengan luasan persawahan tersebut, maka Kabupaten
Soppeng termasuk salah satu daerah penghasil beras yang utama di Propinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2008 jumlah produksi padi di Kabupaten Soppeng
sebanyak 257 450 ton dengan produktivitas 7 317 tonha. Hasil produksi padi di Kabupaten Soppeng sejak tahun 2004 hingga tahun 2007 disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Produksi padi tahun 2004 – 2008 di Kabupaten Soppeng Tahun
Produksi Padi ton Perubahan
2004 215 973
2005 182 513
-15.5 2006
213 703 17.1
2007 224 961
5.3 Sumber : BPS Kab. Soppeng, 2009
Tabel 11 menggambarkan bahwa pada tahun 2005 terjadi penurunan produksi padi sebesar 15.5. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan produksi
sebesar 17.1 dan pada tahun 2007 meningkat sebesar 5.3. Namun demikian di beberapa wilayah, persawahan tersebut mengalami ancaman banjir dan
kekeringan sehingga terjadi gagal panen. Data pada tahun 2010 diperoleh gambaran bahwa terdapat 1 106 ha sawah yang gagal panen dan keseluruhannya
terdapat di Kecamatan Ganra. Hasil perkebunan di Kabupaten Soppeng merupakan produk yang ikut
menunjang tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Soppeng sesudah produk tanaman pangan. Salah satu produk perkebunan yang berhasil dikembangkan di
Kabupaten Soppeng dan dapat meningkatkan taraf hidup petani adalah kakao. Peningkatan produksi kakao di Kabupaten Soppeng dapat dilihat bahwa pada
tahun 2007 sebesar 6 877 ton dan pada tahun 2008 sebesar 8 136 ton.
Jumlah penduduk di Kabupaten Soppeng dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. dengan jumlah yang kurang signifikan. Pada tahun 2006
pertumbuhan penduduk hanya sebesar 0.57, sedang pada tahun 2007 jumlah penduduk meningkat sebesar 0.40. Peningkatan jumlah penduduk tersebut
disajikan pada Tabel 12