Kebijakan Development river management model based on ecohydraulic concept. (case Study at Lawo River of Soppeng Regency, Province of South Sulawesi)

dinamika sungai. Zonasi pertumbuhan vegetasi lebih baik dibandingkan dengan zonasi agroekologi eksisting dan pemetaan land use pada permukaan sungai. Dengan demikian, maka konsep pengelolaan sungai secara ekohidrolik merupakan konsep yang kompleks dan harus melibatkan semua unsur terkait. Reed 2009 menguraikan bahwa terdapat tiga tahapan yang dilaksanakan dalam menerapkan pengelolaan sungai yang berkelanjutan yaitu keterlibatan stakeholder, pengembangan teknis, dan keterlibatan semua unsur pemerintah.

2.6. Kebijakan

Secara umum istilah kebijakan digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu Anderson, 1999. Secara rinci Dwijowijoto 2003 menguraikan bahwa kebijakan merupakan arah tindakan yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah. Analisis kebijakan merupakan aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan Dunn, 2004. Dengan demikian, pengertian analisis kebijakan merupakan upaya untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang dibutuhkan untuk suatu kebijakan dengan menggunakan berbagai metode penelitian dan pembahasan dalam suatu kondisi tertentu untuk menyelesaikan suatu masalah. Setiap kebijakan dirumuskan untuk tujuan tertentu yaitu mengatur sistem yang sedang berjalan untuk mencapai tujuan visi dan misi bersama yang telah disepakati. Kebijakan merupakan peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan baik besaran maupun arahnya yang melingkupi kehidupan masyarakat umum. Kebijakan dikatakan efektif apabila penerapan kebijakan dan instrumennya dapat menghasilkan perubahan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Sementara itu, dikatakan efisien jika kebijakan tersebut membutuhkan biaya yang rendah. Kebijakan publik merupakan ketentuan yang ditetapkan oleh pejabat publik yang bersangkut paut dengan publik sesuai dengan kewenangannya. kebijakan publik harus mengandung beberapa unsur. Abidin 2002 mengungkapkan bahwa: Unsur kebijakan adalah 1 tujuan kebijakan; 2 masalah; 3 tuntutan atau demands; 4 dampak outcomes; 5 sarana atau alat kebijakan. Sedang proses kebijakan terdiri atas tahap-tahap identifikasi masalah dan tujuan, formulasi kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan. Dalam mengidentifikasi masalah publik, hal yang perlu diperhatikan adalah masalah tersebut menyangkut kepentingan orang banyak dan penyelesaiannya memerlukan campur tangan pemerintah, karena tidak mungkin diselesaikan oleh anggota masyarakat. Kegiatan ini berkaitan dengan unsur tujuan kebijakan dan tuntutan masyarakat. Atas dasar tersebut masalah dikelompokkan menjadi masalah strategis atau tidak strategis. Abidin 2002 mengungkapkan bahwa masalah strategis adalah masalah yang antara lain memenuhi syarat-syarat berikut: luas cakupannya, jangka waktunya panjang, mempunyai keterkaitan yang luas serta mengandung resiko dan kemungkinan keuntungan yang besar. Setelah kegiatan identifikasi dan perumusan masalah maka perumusan kebijakan publik dilakukan. Perumusan ini disebut formulasi kebijakan. Perumusan kebijakan publik merupakan inti dari kebijakan publik dimana pada kegiatan ini dirumuskan batas-batas kebijakan. Selanjutnya keberhasilan suatu kebijakan ditentukan oleh dua faktor. Faktor tersebut diungkapkan oleh Abidin 2002 bahwa faktor penentu tersebut adalah mutu dari kebijakan dilihat dari substansi kebijakan yang dirumuskan serta faktor dukungan pada strategi kebijakan yang dirumuskan. Implementasi kebijakan merupakan langkah setelah formulasi kebijakan. Implementasi kebijakan berkaitan pada tindakan-tindakan, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun individu kelompok, swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini, pada suatu saat berusaha untuk mentransformasikan keputusan-keputusan menjadi pola-pola operasional, serta melanjutkan usaha-usaha tersebut untuk mencapai perubahan baik dari yang besar maupun yang kecil yang diamanatkan oleh keputusan-keputusan kebijakan tertentu. Proses pelaksanaan suatu kebijakan berkaitan dengan faktor internal dan faktor eksternal. Faktor utama internal meliputi kebijakan yang dilaksanakan dan faktor-faktor pendukung sedang faktor utama eksternal adalah kondisi lingkungan dan pihak-pihak terkait. Kondisi kebijakan adalah faktor yang paling dominan dalam proses pelaksanaan, karena yang dilaksanakan justru kebijakan itu sendiri, tanpa ada kebijakan yang tidak dilaksanakan. Faktor utama internal kedua dalam proses pelaksanaan adalah sumber daya yang merupakan faktor pendukung supporting factors bagi kebijakan. Faktor pendukung tersebut berupa sumber daya human resources, keuangan finances, logistik logistic, informasi, legitimasi legitimation dan partisipasi participation. Kondisi lingkungan menyangkut legitimasi atau dari dukungan lembaga yang berwenang dalam memberi persetujuan akan suatu kebijakan. Selanjutnya partisipasi masyarakat merupakan faktor pendukung eksternal dari suatu kebijakan. Partisipasi dapat berbentuk dukungan atau persetujuan dapat pula berbentuk menentang atau menolak kebijakan. Berkaitan dengan kegiatan pengelolaan sungai, maka pemerintah telah menetapkan suatu piranti pengaturan pembangunan daerah melalui Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam kebijakan tersebut diatur beberapa urusan pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah kepada Pemerintah Provinsi atau Daerah antara lain adalah perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang serta pengendalian lingkugan hidup. Selanjutnya dalam Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 25 diatur pula bahwa penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan beberapa aspek antara lain adalah: keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Kedua kebijakan tersebut menuntut pada Pemerintah Daerah untuk melakukan pengelolaan lingkungan dengan tepat dan sesuai dengan daya dukung lingkungan termasuk dalam pengelolaan sungai. Uraian tersebut juga didukung oleh Undang Undang Nomor 27 tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air Pasal 16 bahwa wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupatenkota meliputi antara lain: a menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupatenkota sekitarnya; b menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupatenkota. Selanjutnya dalam diatur pula Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air Pasal 5 diuraikan bahwa kebijakan pengelolaan sumber daya air mencakup aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, dan sistem informasi sumber daya air yang disusun dengan memperhatikan kondisi wilayah masing-masing. Dalam kaitannya dengan pengelolaan sungai, pengendalian daya rusak air merupakan upaya pengendalian banjir. Adapun Pengendalian daya rusak air meliputi upaya: a pencegahan sebelum terjadi bencana; b penanggulangan pada saat terjadi bencana; dan c pemulihan akibat bencana. Hal ini sesuai dengan uraian pada Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2011 tentang Sungai bahwa pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Lembaga yang berperan dalam pengelolaan sungai diatur dalam Peraturan Menteri PU No. 11APRTM2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai Pasal 1 bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya berdasarkan penetapan wilayah sungai. Secara spesifik pengelolaan daerah bantara sungai juga diatur dalam berbagai kebijakan. Pada Undang Undang Nomor 27 tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air Pasal 21 diuraikan bahwa salah satu upaya perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan melalui pengaturan daerah sempadan sumber air. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air Pasal 58 ayat 2 diatur bahwa untuk mempertahankan fungsi daerah sempadan sumber air, Menteri atau menteri yang terkait dengan bidang sumber daya air atau pemerintah daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya: a mencegah pembuangan air limbah yang tidak memenuhi baku mutu, limbah padat, danatau limbah cair; b mencegah pendirian bangunan dan pemanfaatan lahan yang dapat mengganggu aliran air, mengurangi kapasitas tampung sumber air atau tidak sesuai dengan peruntukannya; dan c melakukan revitalisasi daerah sempadan sumber air. Secara rinci pengelolaan bantaran sungai juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai yang memuat definisi sempadan dan bantaran sungai yaitu: - Garis sempadan sungai adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai. - Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak di kiri danatau di kanan palung sungai. Dengan demikian, maka pengelolaan sungai hendaknya mempertimbangkan daerah sempadan sungai Pada daerah sempadan sungai terdapat tanggul untuk mengendalikan banjir, ruang antara tepi palung sungai dan tepi dalam kaki tanggul merupakan bantaran sungai. Batas daerah sempadan sungai diatur dalam peraturan tersebut Pasal 10 yaitu garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 100 m seratus meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai. Sedang garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit 50 m lima puluh meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjangalur sungai. Kebijakan tentang pengaturan daerah sempadan sungai terkait dengan penataan ruang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional pasal 52 bahwa daerah sempadan sungai merupakan salah satu kawasan perlindungan setempat. Adapun kriteria sempadan sungai adalah: a daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 lima meter dari kaki tanggul sebelah luar; b daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 seratus meter dari tepi sungai; dan c daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 lima puluh meter dari tepi sungai. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka pemerintah daerah disyaratkan membuat regulasi tentang pengaturan daerah sempadan sungai sebagai bagian dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah KabupatenKota untuk sungai-sungai strategis di wilayahnya.

2.7. Metode Pengambilan Keputusan Dalam Disain Kebijakan