V . HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Model Pengelolaan Sungai Berbasis Pada Konsep Ekohidrolik
Permodelan atau modeling dapat diartikan sebagai satu gugus aktivitas pembuatan model sehingga dihasilkan model yang berfungsi sebagai perwakilan
atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual sistem yang sebenarnya Eriyatno, 2003. Uraian tentang struktur model pengelolaan sungai berbasis pada
konsep ekohidrolik disajikan pada Gambar 23.
Gambar 23. Model pengelolaan sungai berbasis konsep ekohidrolik Berdasarkan Gambar 23 maka nampak lima jenis analisis, sehingga
model tersebut dibangun berdasarkan sub model yang diuraikan sebagai berikut: Proses :
- Analisis hidrologi
- Analisis hidrolika
- Analisis tata guna lahan
- Analisis beban banjir
- Analisis ekohidrolik
Output -
Lebar bantaran sungai -
Tinggi genangan banjir -
Diameter vegetasi Input :
- Data curah hujan
- Kondisi hidrolika sungai
- Tata guna lahan pada
bantaran sungai -
Luas DAS -
Tutupan lahan DAS
Sub Model Hidrologi
Sub model hidrologi merupakan proses analisis yang terdiri atas dua tahapan yaitu perhitungan probabilitas curah hujan dan perhitungan debit banjir
rencana. Dalam perhitungan probabilitas curah hujan digunakan data curah hujan. Data curah hujan yang memenuhi syarat diatur dalam Sosrodarsono dan Takeda
2006 bahwa data curah hujan yang diperlukan untuk perhitungan frekwensi curah hujan minimal sebanyak 20 tahun.
Frekwensi curah hujan dianalisis untuk memperoleh besarnya curah hujan maksimum yang terjadi dalam periode ulang tertentu. Probabilitas hujan ini
diungkapkan dengan Probable Maximum Precipitation PMP. Nilai PMP menunjukkan ketebalan hujan maksimum untuk lama waktu tertentu yang secara
fisik mungkin terjadi dalam suatu wilayah aliran dalam kurun waktu tertentu Asdak, 2002.
Data curah hujan terlebih dahulu dianalisis probabilitasnya dengan menggunakan metode Gumbell dan metode Log Pearson Type III. Metode yang
dipilih adalah metode yang datanya terdistribusi normal berdasarkan analisis Chi Square. Jika kedua metode memberikan hasil terdistribusi normal, maka dipilih
metode yang menghasilkan nilai curah hujan harian maksimum terbesar Soemarto, 1986. Adapun kegiatan perhitungan probabilitas curah hujan
diuraikan dalam bagan alir pada Gambar 24. Selanjutnya dalam perhitungan debit banjir digunakan data probabilitas
curah hujan dengan menggunakan metode Van Breen dan Metode Bell Tanimoto. Kedua metode tersebut diuji kesesuaiannya dengan menggunakan persamaan
Talbot, Sherman dan Ishiguro Soemarto, 1986. Persamaan intensitas hujan yang memberikan hasil delta terkecil dipilih sebagai persamaan intensitas hujan.
Persamaan ini digunakan untuk menentukan besarnya intensitas hujan pada periode ulang 50 tahunan untuk selanjutnya dilakukan perhitungan hujan efektif.
Analisis selanjutnya adalah penggambaran hidrograf Nakayashu. Dalam analisis hidrograf Nakayashu terlebih dahulu dilakukan
penggambaran skematik sungai berdasarkan pembagian wilayah pengaliran. Luas wilayah pengaliran berpengaruh terhadap besarnya debit puncak banjir. Hasil
penggambaran hidrograf Nakayashu digunakan sebagai dasar perhitungan debit
banjir rencana. Uraian tentang bagan alir perhitungan debit banjir rencana disajikan pada Gambar 25.
Gambar 24. Bagan alir perhitungan probabilitas curah hujan Mulai
Data Curah Hujan
Hitung probabilitas curah hujan dengan metode
Gumbell . Persamaan 1,2
Curah Hujan Rancangan 50
tahun Gumbell Hitung probabilitas curah
hujan dengan metode Log Pearson.Persamaan 3,4,5
Curah Hujan Rancangan 50 tahun
Log Pearson Uji Chi Square
Persamaan 6
Terdistribusi normal
Probabilitas CH
Terdistribusi normal
Probabilitas CH
Ya Ya
Tidak Data CH
ditolak Data CH
ditolak Tidak
Pilih data curah hujan yang terbesar
Probabilitas CH
Selesai Uji Chi Square
Persamaan 6
Gambar 25. Bagan alir perhitungan debit banjir Mulai
Probabilitas CH
Hitung intensitas curah hujan dengan metode Van Breen
Persamaan 7 Intensitas Hujan
Van Breen Hitung intensitas curah hujan
dengan metode Bell Tanimoto Persamaan 8
Intensitas Hujan Bell Tanimoto
Uji kesesuaian metode Van Breen dengan
rumus Sherman, Talbot dan Ishiguro
Persamaan 9,10,11,12,13,14,
15,16,17 Persamaan
Intensitas Hujan Van Breen
Persamaan Intensitas Hujan
Bell Tanimoto
Hitung delta terkecil
Persamaan Intensitas Hujan
Hitung Intensitas hujan
Intensitas Hujan Hujan Efektif
Hitung hujan efektif
Gambar hidrograf Nakayashu
Hidrograf Nakayashu
Debit banjir 50 tahunan
Selesai Uji kesesuaian metode
Bell Tanimoto dengan rumus Sherman, Talbot
dan Ishiguro Persamaan
9,10,11,12,13,14, 15,16,17
Sub Model Hidrolika
Sub model hidrolika dilakukan untuk menggambarkan karakteristik hidrolika penampang sungai. Input data yang diperlukan dalam penelitian ini
berupa data primer yaitu kecepatan air aktual, tinggi air aktual dan geometri penampang sungai. Selain itu hasil perhitungan sub model hidrologi juga menjadi
input dalam sub model hidrolika. Secara rinci uraian tentang struktur sub model ini disajikan pada Gambar 26 berikut ini.
Gambar 26. Sub model hidrolika
Model Matematis Kekasaran Saluran
Sungai sebagai saluran alamiah memiliki kondisi kekasaran dinding yang tidak seragam, sedang variabel ini mempengaruhi kecepatan air di sungai. Nilai
koefisien kekasaran di sepanjang sungai bervariasi. Hal ini tergantung pada beberapa faktor diantaranya ketidakteraturan sungai, perubahan tata guna lahan,
urbanisasi, erosi dan sedimentasi Purwanto, 2002. Koefisien kekasaran sungai juga biasa disebutkan sebagai koefisien hambatan. Pada saluran alamiah ,
koefisien hambatan merupakan gabungan antara koefisien hambatan bentuk dasar saluran, bentuk tebing, bentuk memanjang saluran dan struktur vegetasi
Maryono, 2005. Nilai kekasaran saluran Ks ditentukan dengan berdasarkan karakteristik
hidrolika pada saat pengukuran. Data yang dibutuhkan adalah ketinggian air Proses :
- Model matematis kekasaran saluran
- Model matematis h - Q Input :
- Kecepatan air aktual
- Tinggi air aktual
- Geometri penampang sungai
- Debit banjir peiode ulang 50 tahun
Output : Tinggi muka air banjir
aktual, kecepatan aktual, radius hidrolik dan kemiringan memanjang. Berdasarkan keempat parameter tersebut dapat diperoleh nilai drag koefisien untuk berbagai
nilai Ks dugaan. Banyaknya pasangan data yang diperoleh sebagian digunakan sebagai data dalam pembuatan persamaan, dan sebagian lagi digunakan untuk
kepentingan validasi. Pasangan data antara 1 √λ dan RK
s
dibuat persamaan matematisnya dengan syarat nilai R
2
yang mendekati nilai 1. Secara rinci bagan alir penyusunan model matematis kekasaran saluran disajikan pada Gambar 27.
Gambar 27. Bagan alir perhtiungan model matematis kekasaran saluran
Model Matematis Hubungan Muka Air Banjir dan Debit
Model matematis ini digunakan untuk menentukan tinggi muka air banjir berdasarkan debit rencana. Tinggi muka air banjir merupakan dasar perencanaan
dalam upaya pengendalian banjir. Model ini disusun dengan pasangan data muka Mulai
h aktual Vaktual
Kemiringan memanjang
Hitung jari-jari hidrolis R 30
A Hitung luas penampang
Basah A
1 √λ
Hitung RKs Ks
dugaan Hitung 1
√λ Persamaan 29
R
Selesai
air banjir h dan debit Q. Secara rinci bagan alir dari perhitungan sub model hidrolika disajikan pada Gambar 28.
Gambar 28. Bagan alir sub model hidrolika Pada gambar 28 nampak bahwa sub model hidrolika diawali dengan
menduga tinggi muka air h kemudian dilakukan perhitungan debit berdasarkan luas penampang basah A dan kecepatan aliran V. Kegiatan ini dilakukan
secara berulang untuk memperoleh beberapa pasangan data muka air banjir dan Mulai
Selesai h dugaan
λ
Hitung Kec. Aliran V
Pers. 31 V
Hitung Luas penampang basah
A
Hitung Debit Q Pers. 32
Buat Persamaan h -Q
Q
R2 ≈1
A
Tidak
Ya Persamaan h -Q
Hitung m.a.b Q50
m.a.b
debit. Pasangan data tersebut digunakan untuk menyusun persamaan h-Q. Persamaan yang dapat diterima adalah persamaan dengan nilai R
2
Sub Model Tata Guna Lahan
yang hampir sama dengan 1. Berdasarkan persamaan tersebut, maka ditentukan muka air banjir
yang bersesuaian dengan debit rencana 50 tahunan.
Kegiatan tata guna lahan oleh masyarakat sangat mempengaruhi kemungkinan penerapan ekohidrolik. Tata guna lahan biasanya dibagi atas lima
kategori yaitu hutan, sawah, kebuntegalan, tanah kosongsemak dan pemukiman. Tata guna lahan dengan potensi besar untuk ekohidrolik adalah hutan, kebun dan
tanah kosong. Sedang sawah dan pemukiman memiliki potensi kecil. Olehnya itu, dalam analisis tata guna lahan dibuat tiga kategori potensi yaitu:
- Potensi besar jika prosentase tataguna lahan hutan, kebun dan tanah kosong lebih besar dari 66.67.
- Potensi sedang jika prosentase tataguna lahan hutan, kebun dan tanah kosong antara 33.33 dan 66.67.
- Potensi kecil jika prosentase tataguna lahan hutan, kebun dan tanah kosong lebih kecil dari 66.67.
Wilayah dengan potensi besar dan sedang memungkinkan untuk dilakukan penerapan ekohidrolik. Sedang pada wilayah dengan potensi kecil tidak
memungkinkan untuk dilakukan pengelolaan secara ekohidrolik.
Sub Model Beban Banjir
Beban banjir pada suatu wilayah menunjukkan tinggi rendahnya resiko banjir yang terjadi. Beban tersebut didasarkan pada selisih tinggi muka air dan
tinggi tanggul. Semakin tinggi nilai beban banjir semakin besar pula resiko banjir yang terjadi. Dengan resiko banjir yang rendah, maka pengendalian sungai dengan
struktural memungkinkan untuk dilakukan dengan biaya yang relatif kecil, namun pada beban banjir yang besar hal tersebut sulit dilakukan. Alternatif pengendalian
banjir dengan ekohidrolik dapat menurunkan beban banjir suatu wilayah
Sub Model Ekohidrolik
Sub model ekohidrolik adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh lebar bantaran optimal, diameter vegetasi yang cocok untuk pengelolaan di
bantaran sungai serta tinggi genangan banjir. Sub model ini dibagi atas dua
tahapan yaitu perhitungan lebar bantaran optimal dan perhitungan tinggi genangan banjir.
Perhitungan lebar bantaran optimal dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
- Menentukan tinggi genangan pada bantaran sungai berdasarkan gambar potongan melintang sungai.
- Menentukan lebar bantaran sungai yang lebih besar dari 100 m. Hal ini didasarkan pada Peraturan Menteri PU No. 63PRT1993 tentang garis
sempadan sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan
bekas sungai Pasal 15 bahwa bahwa batas daerah penguasaan sungai yang
berupa daerah retensi ditetapkan 100 seratus meter dari elevasi banjir rencana di sekeliling daerah genangan, sedangkan yang berupa daerah
banjir ditetapkan berdasarkan debit banjir rencana sekurang-kurangnya periode ulang 50 lima puluh tahunan.
- Merencanakan jarak tanaman melintang dan menanjang dan menentukan nilai kekasaran saluran untuk daerah bantaran dengan berdasarkan pada
diameter tanaman. - Menghitung karakteristik hidrolika dengan tinggi genangan yang telah
ditentukan terlebih dahulu dalam disain. - Menghitung kecepatan aliran dan debit total yang terjadi.
- Mengulangi tahapan tersebut dengan mengubah parameter penentu yaitu tinggi genangan dan lebar bantaran untuk berbagai diameter vegetasi.
Perhitungan dilakukan hingga mencapai debit yang diperoleh lebih besar dari debit rencana 50 tahunan.
Uraian tentang tahapan tersebut digambarkan pada Gambar 29. Selanjutnya dilakukan penentuan tinggi genangan optimal yang sesuai dengan
debit rencana dengan tahapan yang digambarkan dengan bagan alir pada Gambar 30
Gambar 29. Bagan alir penentuan lebar bantaran optimal Mulai
Disain lebar bantaran sungai
Disain tinggi genangan pada
bantaran sungai Disain diameter
dan jarak vegetasi
Hitung karakteristik hidrolik sungai dan
bantaran Hitung kekasaran pada
bantaran sungai Persamaan 33, 34, 35
Hitung kecepatan air V
Persamaan 31
λ
Qek A
Hitung debit Qek Persamaan 36
Q50 V
Qek Q50
Ya
Tinggi genangan pada bantaran sungai
Tidak
Selesai
Gambar 30. Bagan alir perhitungan tinggi genangan optimal Mulai
V h dugaan
Luas penampang Kekasaran
Hitung kecepatan aliran V
Persamaan 31
Hitung debit Qek Persamaan 36
Qek Buat Persamaan
h -Qek
R
2
≈1
Tidak
Ya Persamaan h -Qek
Buat Persamaan h -V
R
2
≈1
Tidak
Ya Persamaan
h -V
Q50 Hitung tinggi
genangan
Tinggi genangan Hitung V
Kecepatan aliran V
Selesai
Tinggi genangan optimal ditentukan dengan terlebih dahulu membuat dugaan tinggi genangan yang nilainya lebih rendah daripada tinggi genangan yang
diperoleh pada penentuan lebar bantaran optimal. Selanjutnya dilakukan perhitungan debit dan kecepatan aliran. Tahapan ini diulangi hingga persamaan
hubungan antara tinggi genangan dan debit h – Q serta persamaan tinggi genangan dan kecepatan h – V dapat diperoleh. Persamaan matematis yang
dinilai valid adalah persamaan dengan R
2
Model pengelolaan sungai dengan konsep ekohidrolik secara keseluruhan yang terdiri atas lima jenis analisis dilakukan berdasarkan bagan alir yang
diuraikan pada Gambar 31. Berdasarkan gambar tersebut dapat diuraikan bahwa konsep ekohidrolik dapat diterapkan jika beban banjir lebih besar daripada satu,
atau dengan kata lain jika perbedaan tinggi tanggul dan muka air banjir kurang dari 1 meter, maka pengelolaan sungai tidak perlu dilakukan. Selanjutnya jika tata
guna lahan di bantaran sungai memberikan hasil analisis dengan potensi yang lebih kecil dari nol, maka konsep ekohidrolik tidak memungkinkan untuk
dilakukan pada bantaran sungai. mendekati nilai 1. Berdasarkan
persamaan tersebut, lakukan metode trial and error untuk mencapat tinggi genangan yang bersesuaian dengan debit 50 tahunan. Nilai tinggi genangan
dimasukkan dalam persamaan h – V untuk memperoleh kecepatan aliran.
Kelemahan dari model pengelolaan sungai ini adalah tidak diperhitungkannya pola meandering sungai. Sungai dengan aliran yang dinamis
memiliki meander yang berbeda-beda. Bentuk meandering ini sangat terkait dengan proses erosi dan sedimentasi sehingga berpengaruh terhadap bentuk dasar
dan tampang sungai. Kondisi ekologi sungai dan bantarannya merupakan parameter penting
dalam perbaikan kualitas lingkungan sungai. Vegetasi yang spesifik pada bantaran sungai tidak diperhitungkan dalam model ini. Sedang vegetasi pada bantaran dan
badan sungai juga dapat berpengaruh terhadap kecepatan aliran. Selain itu, model pengelolaan sungai ini dapat pula dikembangkan dengan kajian vegetasi yang
optimum untuk upaya konservasi air dan sesuai dengan kondisi lahan.
Gambar 31. Bagan alir model pengelolaan sungai berbasis konsep ekohidrolik Selesai
Mulai
Data hidrolika
sungai
Analisis hidrolika
m.a.b Data CH
Kondisi DAS
Analisis hidrologi
Q50 Tinggi
tanggul
Analisis beban banjir
Beban banjir 1
Disain ekohidrolik Ya
Tidak
Tidak dilakukan disain
ekohidrolik
Data TGL
Analisis tata guna lahan
Potensi 0
Ya
Tidak
Tidak dilakukan disain
ekohidrolik Tinggi genangan
Lebar bantaran Kecepatan aliran
5.2. Kebijakan Pengelolaan Sungai Berbasis Pada Konsep Ekohidrolik