Pengembangan Kawasan Agropolitan The Tourism Potential And Its Integration In Area Development Of Payangan Agropolitan, Gianyar Regency, Bali Province

2.2 Pengembangan Kawasan Agropolitan

Pengembangan kawasan agropolitan adalah konsep pengembangan wilayah yang berbasis pertanian bertujuan untuk mempercepat pembangunan diperdesaan. Konsep ini lahir dilatarbelakangi oleh terjadinya ketimpangan pembangunan antara perdesaan dengan perkotaan Rustiadi dan Hadi 2006, dan upaya membangun kemandirian perdesaan berdasarkan potensi yang dimiliki Sitorus 2010. Wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian produktivitasnya terus menurun dan kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi mengalami beban berlebihan dengan terjadinya urbanisasi yang berdampak pada masalah-masalah sosial, dimana keduanya memiliki hubungan yang saling melemahkan. Hubungan ini secara agregat wilayah keseluruhan akan berdampak pada penurunan produktivitas wilayah Rustiadi dan Hadi 2006. Agropolitan sebagi konsep yang berbasis pada pengembangan sistem kewilayahan memfasilitasi perkembangan kawasan perdesaan sehingga terjalin hubungan yang saling memperkuat antara perdesaan dengan perkotaan Rustiadi et al. 2005. Pengembangan kawasan agropolitan adalah konsep pengembangan wilayah yang berbasis pertanian bertujuan untuk mempercepat pembangunan di perdesaan. Untuk mencapai tujuan tersebut beberapa usaha yang perlu dilakukan yaitu dengan cara memperkenalkan unsur-unsur gaya hidup kota yang telah diselaraskan dengan kondisi di perdesaan, memperluas hubungan sosial ekonomi dan politik, meningkatkan hubungan sosial masyarakat, menyeimbangkan pendapatan antar desa-kota dengan membuka lebih banyak lapangan kerja, dan menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya Friedmann dan Douglass 1976. Menurut Rustiadi dan Dardak 2008 pengembangan agropolitan merupakan pendekatan pengembangan kawasan pertanian perdesaan sebagai pusat pelayanan baru yang memiliki cakupan terbatas untuk pelayanan kebutuhan pertanian, dimana memungkinkan masyarakat sekitarnya mendapatkan pelayanan sarana produksi, jasa distribusi, maupun pelayanan sosial ekonomi sehingga masyarakat setempat tidak perlu lagi ke kota untuk mendapatkannya. Dalam pengembangan agropolitan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan : 1. Pusat-pusat kegiatan utama 2. Sebaran kegiatan permukiman dan pertanian 3. Keterkaitan pusat-pusat kegiatan produksi dari hulu ke hilir 4. Orientasi pusat-pusat pemukiman 5. Orientasi hubungan keluar kawasan untuk pemasaran produksi pertanian Suatu wilayah dapat dijadikan agropolitan bila wilayah tersebut mampu memberikan pelayanan jasa-jasa yang mudah dan murah maupun dalam produksi dan pemasaran serta memiliki hinterland dengan kegiatan perekonomian utama dibidang agribisnis Sitorus dan Nurwono 1998. Agropolitan sebagai konsep pembangunan terencana dan terintegrasi mempunyai beberapa sasaran yaitu : 1. Meningkatkan ekonomi wilayah 2. Meningkatkan pendapatan 3. Memperbaiki distribusi pendapatan 4. Meningkatkan aliran komoditi, barang, jasa dan modal 5. Memperbaiki dan memelihara kualitas sumber daya alam dan lingkungan 6. Meningkatkan fungsi dan efektivitas kelembagaan pemerintah maupun sosial di dalam wilayah Sektor-sektor pendukung agropolitan meliputi, infrastruktur fisik, pendidikan, sistem informasi, dan kelembagaan Nugroho 2006. Menurut Rustiadi et al. 2005 pengembangan agropolitan sebagai konsep pembangunan wilayah dan perdesaan mempunyai beberapa tujuan, antara lain : 1. Menciptakan keberimbangan pembangunan perdesaan dengan perkotaan 2. Meningkatkan keterkaitan desa-kota yang bersinergi yaitu adanya hubungan saling memperkuat 3. Mengembangkan ekonomi dan lingkungan permukiman perdesaan berbasis aktivitas pertanian 4. Menciptakan pertumbuhan dan revitalisasi kota kecil 5. Memperluas basis peningkatan pendapatan dan kesejahteraan 6. Menciptakan kemandirian daerah 7. Mengurangi terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota 8. Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan 9. Memanfaatkan lahan menurut kesesuaian dan kemampuannya dengan memperhatikan agroklimat 10. Mengupayakan komoditas dan produk olahan pertanian unggulan sebagai sektor basis 11. Peningkatan sistem perekonomian secara skala maupun cakupan economic of scale dan economic of scope dengan didukung oleh jumlah penduduk dan luas kawasan biasanya dalam radius 3-10 km, mencakup beberapa desa sampai gabungan satu hingga 3 kecamatan 12. Menyediakan sarana dan prasarana permukiman mendekati standar perkotaan serta sarana dan prasarana produksi yang memadai untuk masyarakat lokal. Ditinjau dari aspek tata ruang, secara umum struktur hierarki sistem kota-kota agropolitan terdiri dari: 1 orde paling tinggi sebagai kota tani utama dalam lingkup wilayah agropolitan skala besar, 2 orde kedua sebagai pusat distrik agropolitan, dan 3 orde ketiga sebagai pusat satuan kawasan pertanian Sitorus 2011. Isu-isu strategis yang menjadi permasalahan utama dalam pengembangan agropolitan dilihat dari kelembagaan, masih lemahnya sistem pengelolaan sehingga banyak sarana dan prasarana yang disediakan menjadi mubasir, masyarakat kurang mendapat perhatian terhadap akses sumber daya baik menyangkut lahan, air maupun finansial. Dilihat dari sisi masyarakat, masih kurangnya partisipasi masyarakat dan sumber daya manusia yang kurang memadai. Isu lainnya, masih lemahnya sistem tata niaga yang berdampak pada tingginya fluktuasi harga, belum berkembangnya industri pengolahan. Dilihat dari sisi tata ruang, dimana masih rendahnya pemahaman tentang kawasan agropolitan, penataan ruang yang kurang sesuai, dan lemahnya keterkaitan kawasan agropolitan dengan kota-kota disekitarnya. 2.3 Perencanaan Pengembangan Wilayah dengan Memadukan Kegiatan Sektor Pertanian dan Sektor Pariwisata Konsep perencanaan pengembangan wilayah yang memadukan kegiatan sektor pertanian dan sektor pariwisata, atau meletakkan sektor tersier di sektor primer dimana konsep ini lebih dikenal dengan agrowisata. Menurut Vipriyanti 1996 pengembangan agrowisata merupakan usaha agar dampak positif pariwisata bisa dinikmati oleh masyarakat pedesaan. Pengembangan tersebut diharapkan mampu mengurangi kesenjangan antara pembangunan perkotaan dengan perdesaan melalui transformasi ketenagakerjaan, sosial budaya, dan diharapkan pula adanya penerimaan insentif bagi petani sehingga menimbulkan rangsangan bagi petani untuk tetap menjaga pertaniannya dan mencegah terjadinya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan. Agrowisata secara definisi menurut Wicks dan Merrett 2003 bisa dilihat dari dua perspektif. Pertama, berdasarkan perspektif pertanian, agrowisata merupakan keterpaduan dua unsur yang komplek yaitu industri pertanian dan perjalananwisata untuk membuka pasar baru yang menguntungkan dari produksi pertanian dan jasa. Agropolitan sebagai pusat usaha pertanian memiliki hubungan sebagai pertanian alternatif, memberikan nilai tambah produksi, pemasaran produk pertanian secara langsung, dan mengembangkan masyarakat perdesaan. Kedua, dilihat dari perspektif pariwisata, bagaimana menjual barang dan jasa untuk wisatawan dan bukan untuk pasar lokal. Melalui pemasaran, promosi, dan menyediakan sistem distribusi untuk produksi pertanian dalam satu pasar lokal, ketika wisatawan sebagai pembeli maupun calon pembeli yang tertarik berada jauh dari tempat pemasaran, merupakan sebuah tantangan bagi pengusaha agrowisata. Pembangunan agrowisata dapat menjadi tujuan wisata yang lengkap, seperti menyediakan atraksi sebagai pendukung dalam satu paket tujuan wisata. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan biofisik wilayah yang sangat beragam, bila dilakukan pengelolaan dengan benar akan mampu menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi pertanian mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan dengan keunikan dan keragamannya yang bernilai tinggi memiliki potensi yang besar dikembangkan sebagai agrowisata.

2.4 Penelitian-Penelitian Terdahulu