orang 13,56 dan ketiga terbanyak menyerap tenaga kerja adalah sektor peternakan yang sebanyak 3.680 orang 13,39 .
Tabel 15 Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha di Kecamatan Payangan Tahun 2005-2009
No Lapangan Usaha
Tahun 2005
2006 2007 2008 2009
1. Pertanian 15.002
15.002 15.002 15.006 15.006
2. Peternakan 3.370
3.370 3.370 3.680 3.680
3. Perikanan
142 142
142 142 142 4. Perkebunan
3.527 3.527
3.527 3.725 3.725 5. Perdagangan
1.285 1.285
1.285 1.289 1.289 6. Industri
2.871 2.871
2.877 2.598 2.598 7.
Listrik, Air Minum 10
10 10
11 11
8. Angkutan
875 875
875 224 224 9.
Perbankan, Lembaga Keuangan -
- -
261 261
10. Pemerintahan,
Jasa-Jasa 2.135
2.135 2.135 540 540
Jumlah 29.217
29.217 29.223 27.476 27.476
Sumber : BPS Kab. Gianyar 2010
4.2.4 Budaya
Budaya Bali secara umum dan Payangan pada khususnya tidak bisa terlepas dari yang namanya kesenian. Kesenian dalam perspektif orang Bali
merupakan bagian dari kehidupan sosio religi masyarakat. Kegiatan berkesenian akan selalu melengkapi setiap kegiatan keagamaan masyarakat sebagai rasa
syukur dan bakti mereka kehadapan Sang Pencipta. Pada perkembangannya kegiatan berkesenian telah menimbulkan banyak corak dan ragamnya sebagai
bentuk kreatifitas masyarakat yang tinggi. Kenyataan ini bisa dilihat dari semua desa yang ada di Payangan
mempunyai sekeheorganisasi kesenian diantaranya seperti sekehe
gonggambelan, topeng, barong, wayang, sekehe santhi, dan lainnya. Sekehe yang mendominasi adalah sekehe gong dimana di tiap desa terdapat 3 sampai dengan 9
sekehe. Untuk sekehe wayang wong ada di Desa Buahan Kaja, di Desa Melinggih Kelod ada sekehe kecak, dan di Desa Melinggih ada sekehe gambuh.
4.2.5 Kelembagaan
Kehidupan sosial budaya masyarakat Payangan dan di Bali pada umumnya memiliki keunikan dibandingkan daerah lainnya di luar Bali. Dalam tata
pemerintahan disamping adanya pemerintahan yang bersifat administratif, juga ada kelembagaan sebagai bagian dari kapital sosial yang bersifat adat sesuai
sociocultural masyarakatnya. Kelembagaan adat yang dikenal dengan sebutan desa pakraman desa adat merupakan salah satu bentuk pemerintahan di Bali
yang khas dan sudah terstruktur. Desa pakraman mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata karma pergaulan
hidup masyarakat umat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan Khayangan Tiga atau Kahyangan Desa yang berpegang pada falsafah hidup berdasarkan
konsep Tri Hita Karana, Tatwam Asi, dan Desa Kala Patra. Ketiga konsep ini memiliki hubungan yang sangat relefan dari segi konsep berkelanjutan dalam
pengembangan suatu wilayah. Aspek berkelajutan merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan
dalam mengembangkan suatu wilayah. Konsep keberlanjutan yaitu dengan tetap terjaganya keseimbangan atau keharmonisan hubungan antara ekonomi, sosial,
dan lingkungan sebagai tiga unsur penting. Secara lebih luas dan sebelumnya telah ada, aspek keberlanjutan bisa
dilihat melalui konsep Tri Hita Karana Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan, yang diartikan sebagai hubungan antara manusia dengan Tuhan,
hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya. Di dunia ini manusia merupakan salah satu penentu dari ketiga
unsur ini, karena melalui manusia keseimbangan-keseimbangan baru akan terbentuk. Konsekuensi dari terbentuknya keseimbangan baru merupakan dampak
dari hukum sebab-akibat, sehingga diantara komponen alam perlu adanya saling menjaga Tatwam Asi. Untuk mampu menjaga keseimbangan dengan lebih baik,
manusia harus mampu menyesuaikan diri pada tempat, waktu, dan situasi kondisi dalam alam dan lingkungan yang ditempatinya Desa Kala Patra.
Desa Pakraman sebagai local wisdom mempunyai karakteristik yang sangat spesifik sebagai suatu sistem kekerabatan yang mewarnai kehidupan sosial
budaya masyarakat. Desa pakraman memiliki wilayah atau palemahan yang
terdiri dari satu atau lebih banjar pakraman yang merupakan satu kesatuan. Batas wilayah yang dimiliki secara fisik ditentukan oleh batas-batas alam seperti sungai,
bukit, sawah, jalan, dan sebagainya. Setiap kegiatan adat dan keagamaan diatur melalui aturan adat tersendiri
yang tertuang kedalam peraturan desa yang disebut dengan awig-awig. Kehadiran awig-awig di dalam masyarakat merupakan alat pembersatu sekaligus sebagai alat
kontrol dalam tatalaku dan perbuatan masyarakat desa. Jaringan organisasi yang terdapat didalam struktur masyarakat adat merupakan jalur penyampaian pendapat
dan pembahasan keputusan yang solid. Kuatnya ikatan kekerabatan dan ikatan emosional dapat dijadikan modal dasar dengan prinsip partisipatif untuk mencapai
tujuan bersama. Dalam pemerintahan adat, masing
‐masing desa adat bersifat otonom dengan segala perangkat yang dimilikinya, dimana setiap desa adat mempunyai
aturan tersendiri yang berlaku bagi desabanjar yang bersangkutan. Walaupun demikian, aturan-aturan yang tertuang dalam awig
‐awig sama sekali tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dalam pemerintahan administratif.
Di Kecamatan Payangan pada tahun 2009 secara keseluruhan tercatat seperti ditunjukkan dalam Tabel 16, ada sebanyak 48 desa adat dengan 59 banjar
adat. Dalam tatakelola air untuk irigasi terdapat kelembagaan tradisional yang disebut dengan subak. Subak merupakan sistem irigasi yang memiliki kearifan
lokal dan berbasiskan masyarakat Sutawan 2003. Tabel 16 Jumlah Desa Adat, Banjar Adat, dan Subak di Kecamatan Payangan
Tahun 2009
No Desa
Desa Adat Banjar Adat
Subak Yeh 1. Buahan
Kaja 8
8 10
2. Buahan 5
5 2
3. Kerta 8
8 6
4. Puhu 6
7 10
5. Kelusa 3
6 4
6. Bresela 1
3 1
7. Bukian 8
11 8
8. Melinggih Kelod
4 6
4 9. Melinggih
5 5
3 48
59 48
Sumber : Dihimpun dari Profil Desa dan BPS Kab. Gianyar 2010
Terdapat dua macam subak berdasarkan fungsinya, yaitu subak yeh subak untuk pertanian lahan basah terdata sebanyak 48 subak yang terdistribusi
di masing-masing desa. Untuk pertanian lahan kering disebut subak abian sejumlah 17 yang hanya terdapat di beberapa desa saja. Organisasi pemuda atau
sekehe truna sebagai wadah kaula muda menyalurkan aspirasi dan kreatifitasnya dalam ruang gerak pembangunan, terdapat disemua desa pada masing-masing
banjar.
4.3 Perekonomian