Tiap sampel kemudian dianalisa tegangan permukaan, tegangan antar muka, kestabilan emulsi, kestabilan busa, gugus fungsi dan HLB. kemudian hasil
terbaiknya dibandingkan dengan APG komersial. Prosedur karakterisasi produk disajikan pada Lampiran 1. Nilai karakterisasi kemudian dibandingkan dengan
APG komersial.
AIR
8 mol
n-Butanol
8,5 mol
Tapioka
1 mol
BUTANOLISIS
P : 6-8 Kgcm
2
T : Suhu terbaik dari tahap 1 t : 30 menit
200 RPM Katalis
Terbaik dari tahap 1
Butil glicoside, residu gula, air, dan butanol
Fatty Alcohol C
12
5 mol1 mol pati
TRANSASETALISASI
P : -15 cmHg T : 115-120
O
C t : 120 menit
200 RPM
Katalis 50 dari mol
butanolisis
NETRALISASI
setelah pendinginan hingga suhu 80
O
C 30 menit pada tekanan 1 ATM hingga
mencapai pH 9
DISTILASI
P : -76 cmHg T : 140
– 160
O
C APG KASAR
fatty alcohol
BLEACHING
P : 1-2 Bar, T : 70
O
C, t : 30 menit
NaOH 50
H
2
O
2
2 Dan MgO 500 ppm
APG MURNI
Butanol, air
Air 50 bb T : 70
O
C
ANALISA Kejernihan, tegangan antar muka,
tegangan permukaan, kestabilan emulsi, rendemen, Gugus fungsi
FTIR, HLB
Penambahan arang aktif
0; 5; 10 Sentrifugasi 3000 rpm selama 30
menit dan penyaringan vakum
Arang Aktif
Penambahan NaBH4
0; 0,1; 0,2; 0,3
Penyaringan
T : 80
O
C
Endapan Polidekstrosa
Gambar 8 Diagram alir proses produksi APG
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh rasio mol katalis dan suhu pada proses butanolisis
Proses sintesis APG dua tahap diawali oleh proses butanolisis. Penggunaan bahan baku sakarida yang memiliki dextrose equivalent DE yang rendah seperti
sirup dextrosa atau pati melalui proses butanolisis terlebih dahulu Eskuchen dan Michael 1997. Pada proses ini terjadi proses hidrolisis asam untuk memutus
ikatan glikosida pada pati kemudian terbentuk gula sederhana. Gula sederhana tersebut akan berikatan dengan butanol melalui proses alkoholisis hingga
terbentuknya butil monoglikosida atau butil poliglikosida. Bahan baku pati yang digunakan dalam penelitian ini adalah tapioka. Alasan
pemilihan bahan baku tapioka karena lebih mudah didapatkan, selain itu harga tapioka yang juga relatif lebih murah, jika dibandingkan dengan jenis pati lain
atau menggunakan gula dengan tingkat derajat ekuivalensi yang tinggi. Karakteristik fisiko kimia tapioka sesuai dengan pati pada umumnya yang
mengandung amilosa dan amilopektin yang disusun oleh D-glukosa. Alkoholisis pati membutuhkan kondisi yang lebih ekstrim dibandingkan
proses alkoholisis D-glukosa. Hal ini disebabkan karena pati masih mengandung amilosa dan amilopektin yang memiliki keterbatasan pelarutan dan sweeling pada
alkohol, khususnya alkohol hidrofobik. Karena hal tersebut maka diperlukan suhu yang tinggi dan bertekanan, serta kondisi asam untuk memutus ikatan glikosida
pati. Pemecahan pati menjadi D-glukosa diharapkan dapat berikatan dengan butanol. Pada proses ini terjadi pelepasan H
2
O akibat proses pembentukan asetal antara gugus aldehid pati dan alkohol dengan bantuan katalis asam. Suhu yang
tinggi dan kondisi asam selain menyebabkan pemutusan ikatan glikosida pati juga mampu membuat dehidrasi gula sederhana yang telah terbentuk menjadi hidroksil
metil furfural HMF. Senyawa HMF ini menyebabkan warna gelap pada produk hasil proses butanolisis. Selain pembentukan warna gelap juga terdapat residu dari
gula yang tidak ikut bereaksi dengan butanol. Proses butanolisis diberikan perlakuan penambahan katalis PTSA dengan
rasio molmol pati sebesar 0,018 – 0,036, sedangkan perlakuan suhu yang
diberikan yaitu suhu 140
O
C dan 150
O
C. Proses ini berlangsung selama 30 menit