Residu gula pereduksi Pengaruh rasio mol katalis dan suhu pada proses butanolisis

0,036 tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan penambahan katalis dengan rasio mol 0,018. Dari hasil uji lanjut Duncan α=0,05 terhadap tiap kombinasi perlakuan menunjukkan kombinasi perlakuan rasio mol katalis 0,036 pada suhu 140 O C dan 150 O C A3B1 dan A2B2 serta perlakuan rasio mol katalis 0,027 pada suhu 150 O C tidak berbeda nyata. Kombinasi perlakuan rasio mol katalis 0,018; suhu 150 O C A1B2 dan kombinasi perlakuan rasio mol katalis 0,027; suhu 140 O C A2B1 juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Warna dari hasil proses butanolisis yaitu kuning muda hingga hitam. Warna dari hasil proses butanolisis ini dapat dilihat pada Gambar 11. Grafik kejernihan APG akibat pengaruh penambahan rasio mol katalis dan perlakuan suhu dapat dilihat pada Gambar 12. Keterangan : A Rasio mol. A1=0,018; A2=0,027; A3=0,036 B Suhu. B1=140 O C; B2=150 O C Gambar 11 Hasil dari proses butanolisis Gambar 12 Pengaruh rasio mol katalis dan suhu terhadap kejernihan T Semakin tinggi penambahan rasio mol katalis dan semakin tinggi perlakuan suhu maka kejernihan produk yang dihasilkan akan semakin rendah. Perlakuan 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0.018 0.027 0.036 K eje rni ha n T Rasio Mol Katalis PTSA1 mol pati 140 150 Suhu O C penambahan rasio mol katalis 0,027 dan 0,036 dengan kombinasi perlakuan suhu 150 O C menghasilkan nilai kejernihan yang sangat rendah. Semakin tinggi penambahan rasio mol katalis menyebabkan penurunan pH yang semakin tinggi pula. Kondisi asam ini menyebabkan gula sederhana hasil hidrolisa pati mengalami dehidrasi hingga membentuk furfural. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno 1992 yang menyatakan bahwa asam akan menyebabkan dehidrasi pati menjadi furfural, yaitu suatu turunan aldehid. Perlakuan suhu yang semakin tinggi menyebabkan reaksi pembentukan warna gelap semakin tinggi. Suhu yang tinggi dapat meningkatkan pembentukan butil glikosida namun dapat menyebabkan by- product yang tidak diinginkan yaitu pembentukan warna gelap Luders 2000.

4.1.4 Pemilihan rasio mol dan suhu terbaik proses butanolisis

Residu total gula diasumsikan sebagai gula yang tidak mampu berikatan dengan butanol membentuk butil glikosida. Semakin tinggi residu total gula maka semakin rendah produk butil glikosida yang terbentuk. Semakin tinggi rasio mol katalis1 mol pati dan semakin tinggi perlakuan suhu yang diberikan selama proses butanolisis maka tingkat Transmisi kecerahan dari hasil butanolisis semakin rendah, dan produk yang dihasilkan semakin gelap. Dari Gambar 13 dapat dilihat pada perlakuan rasio mol katalis 0,018 pada suhu 140 O C dan 150 O C hasil dari proses butanolisis memiliki tingkat kejernihan yang tinggi. Pada perlakuan ini diindikasikan bahwa telah terjadi proses hidrolisis pati menjadi gula sederhana, karena tidak terdapat lagi suspensi pati. Jika dilihat dari jumlah residu total gula pada kombinasi perlakuan rasio mol 0,018; suhu 140 O C A1B1 masih cukup tinggi yaitu 82,40, artinya pembentukan butil glikosida masih rendah. Jika suhu dinaikkan menjadi 150 O C A1B2 maka total gula akan menurun menjadi 49,75. Berdasarkan perbandingan tersebut maka dipilih perlakuan rasio mol 0,027 dan suhu proses butanolisis 140 O C A2B1 karena memiliki residu total gula yang cukup rendah 39,7 dan kejernihan yang masih tinggi 45,75 T. Hasil perbandingan residu gula pereduksi, residu total gula dan kejernian dapat dilihat pada Gambar 13. Perlakuan rasio mol dan suhu ini kemudian digunakan seterusnya pada proses butanolisis untuk menghasilkan sampel APG. Keterangan : A Rasio mol. A1=0,018; A2=0,027; A3=0,036 B Suhu. B1=140 O C; B2=150 O C Gambar 13 Perbandingan hasil pengamatan residu gula pereduksi, residu total gula dan kejernihan dari tiap perlakuan 4.2 Tahap produksi APG 4.2.1 Proses Sintesis proses butanolisis dan proses transasetalisasi Pada proses butanolisis jumlah rasio mol katalis PTSA yaitu 0,027 mol : 1 mol pati, sedangkan perlakuan suhu yang diberikan yaitu suhu 140 O C sesuai dengan perlakuan terbaik pada tahap penentuan rasio mol katalis dan suhu proses butanolisis. Pada proses butanolisis ditambahkan butanol dengan rasio mol 8,5 : 1 mol pati dan H 2 O dengan rasio mol 8 : 1 mol pati Proses ini berlangsung selama 30 menit dengan kondisi tekanan 6-8 kgcm 2 dan kecepatan pengadukan 200 rpm. Secara umum proses transasetalisasi merupakan proses penggantian C 4 oleh C 12 dengan katalis asam p-toluena sulfonat. Pada proses ini terjadi pemutusan ikatan antara sakarida dan butanol kemudian digantikan oleh alkohol lemak C12. Pada proses ini berlangsung pada suhu 115-120 O C selama dua jam dengan kecepatan pengadukan 200 rpm dan dalam keadaan vakum -15 cmHg. Selama berlangsungnya proses ini butanol dan air dikeluarkan melalui proses penguapan dan kondensasi. Setelah proses transasetalisasi didapatkan hasil berupa cairan berwarna coklat muda. Derajat keasaman larutan yang dihasilkan yaitu antara pH 2 –2,4. Rata-rata gula pereduksi yang masih terdapat dalam larutan hasil transasetalisasi 10 20 30 40 50 60 70 80 90 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 T ra n sm is i Ko n se n tra si p p m Residu Total Gula ppm Residu Gula Pereduksi ppm Kejernihan Transmisi