Pembusaan tinggi dan kestabilan busa

Gambar 27 Perbandingan gugus fungsi FTIR antara APG hasil sintesis dan APG komersial Metode untuk menentukan HLB dari APG yang digunakan adalah metode titrimetri dengan metode bilangan air water number method. Akuades digunakan sebagai titran dan larutan yang mengandung 1 g dalam 25 ml campuran 95:5 vv piridina dan benzena sebagai titrat. Kepala polar yang diperoleh dari glukosa yang bersifat hidrofilik akan tarik menarik dengan molekul air yang besifat polar dan ion nitrogen dari piridina yang bersifat non polar. Ekor dari APG yang diperoleh dari alkohol lemak bersifat hidrofobik akan menarik molekul benzena yang non polar dan cincin heterosiklik aromatik molekul piridina. Titik akhir titrasi dicapai pada saat kekeruhan permanen. Pada kondisi tersebut larutan telah jenuh dan molekul APG sudah tidak dapat berikatan dengan molekul air maupun piridina dan benzena Noerdin 2008. Perhitungan nilai HLB dengan mencari persamaan liniar dari jenis surfaktan yang telah diketahui nilainya. Menurut Moectar 1989, nilai HLB tween80 ialah 15, nilai HLB span20 adalah 8,6 dan asam oleat adalah 1. Hasil pengukuran dari surfaktan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15. Dari data tersebut dibuatkan kurva standarnya, dimana pada perhitungan HLB selanjutnya menggunakan kurva standar tersebut untuk menentukan nilai HLB. Kurva standar HLB dapat dilihat pada Lampiran 15 . Persamaan linear dari kurva standar y=0,259x-2,38 digunakan untuk menentukan nilai HLB dari APG sintesis dan APG komersial. Nilai HLB APG perlakuan terbaik yang diperoleh yaitu 10,24; sedangkan APG Komersial yaitu 12,01. Dengan demikian APG hasil sintesis merupakan APG golongan pengemulsi ow. demikian pula APG komersial yang juga masuk dalam nilai kisaran jenis surfaktan pengemulsi ow.

4.3.8 Perbandingan karakteristik APG sintesis dan APG Komersial

Hasil sintesis APG dengan perlakuan terbaik dibandingkan dengan APG komersial Glucopon menunjukkan bahwa karakteristik kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan kestabilan emulsi APG hasil sintesis menunjukkan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan APG komersial, namun dari karakteristik warna dan pembusaan APG komersial memiliki nilai yang lebih baik. Hasil perbandingan karakteristik APG sintesis dan APG komersial dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perbandingan karakteristik APG sintesis dan APG Komersial Karakteristik APG Sintesis APG Komersial Perlakuan penambahan arang aktif 0 dan NaBH 4 Perlakuan terbaik proses pemurnian Kejernihan T 27,86 59,02 77,04 Kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan 61,18 61,94 58,89 Kemampuan untuk menurunkan tegangan antarmuka 94,88 95,60 93,57 Kestabilan emulsi 72,0 81,71 73,2 Tinggi Busa 57,5 62,5 67,5 Kestabilan Busa menit 312,5 315 342,5 Hasil perbandingan ini dapat dilihat bahwa APG hasil sintesis memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan APG komersial. Perbedaan karakteristik ini disebabkan oleh perbedaan penggunaan alkohol lemak. APG komersial menggunakan alkohol lemak campuran dari C 10 -C 16 , sedangkan APG sintesis menggunakan alkohol lemak C 12 .

4.4 Perhitungan biaya bahan baku untuk produksi APG

Perhitungan biaya bahan baku untuk memproduksi APG dilakukan dengan basis 1 ton tapioka. Dari 1 ton tapioka akan menghasilkan 1,8 ton APG kasar atau 3,7 ton APG murni. Bahan baku yang digunakan yaitu: tapioka, PTSA, butanol, alkohol lemak C 12 , DMSO, NaOH, NaBH 4 , H 2 O 2 , dan MgO. Perhitungan neraca massa produksi APG dapat dilihat pada Lampiran 16. Berdasarkan neraca massa diperoleh kebutuhan bahan baku dan jumlah produk yang dihasilkan. Untuk memproses 1 ton tapioka dibutuhkan biaya bahan baku sebesar Rp. 35.341.409 untuk menghasilkan APG murni. Sedangkan jika hanya memproduksi APG kasar dibutuhkan biaya bahan baku sebesar Rp. 27.645.531. APG murni yaitu APG kasar yang telah melalui proses pemucatan menggunakan H 2 O 2 dan penambahan akuades hingga konsentrasi bahan aktif APG 50. Biaya bahan baku produksi APG dapat dilihat pada Tabel 6.