Semiotika Charles Sanders Peirce

c. Pengguna Tanda Interpretant Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Yang dikupas teori segitiga, maka adalah persoalan makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan antara tanda, objek, dan interpretant digambarkan Peirce pada gambar. 14 Gambar 2.1 Hubungan tanda, objek, dan interpretan Triangle of Meaning 15 Sign Interpretant Object Teori segitiga makna triangle meaning Pierce yang terdiri atas sign tanda, object objek, dan interpretan interpretant. Menurut Pierce, salahsatu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili tanda tersebut. Yang dikupas teori segitiga 14 Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, cet. 2, h.263. 15 Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, cet. 2, h.263. makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. 16 Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity .” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda sign atau representamen selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretan. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda; misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia. Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon ikon, index indeks, dan symbol. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang besifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas adalah asap sebagai tandanya api. Tanda dapat 16 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.114-115. pula mengacu ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang disebut simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi perjanjian masyarakat. Berdasarkan interpretant, tanda sign, representamen dibagi atas rheme, dicent atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan sering tejadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. 17 Peirce melihat subjek sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses signifikasi. Meodel triadik Peirce representamen + objek + interpretan = tanda memperlihatkan peran besar subjek dalam proses transformasi bahasa. Tanda dalam pandangan Peirce selalu berada di dalam proses perubahan tanpa henti, yang disebut proses semiosis tak terbatas 17 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya,2009, h.41-42. unlimited semiosis, yaitu proses penciptaan rangkaian interpretan yang tanpa akhir. 18 Pada tahap pertama, semiosis melibatkan hubungan antara tanda dengan objek. Tahap ini untuk mengetahui bagaimana representasi sebuah objek melalui tanda. Selanjutnya pada tahap kedua, terjadi hubungan antara tanda dengan interpretan pada subjek. Representasi objek melalui tanda dalam tahap satu kemudian menimbulkan pemaknaan atau pemahaman di benak subjek, sehingga menimbulkan beberapa interpretasi. Dan terakhir, terjadi hubungan tanda dengan pemahaman. Pada tahap ini, beberapa interpretasi yang dilakukan oleh subjek ditampilkan sesuai dengan konteks, sehingga sebuah interpretasi kemudian muncul sesuai dengan situasi maupun keadaan di mana tanda tersebut berada. 19 Model triadik Peirce ini memperlihatkan tiga elemen utama pembentuk tanda, yaitu representamen sesuatu yang merepresentaikan sesuatu yang lain, objek sesuatu yang direpresentasikan dan interpretan interpretasi seseorang tentang tanda. Model triadik ini diuraikan elemen-elemennya secara lebih detail sebagai berikut 20 : 18 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, Jalasutra: Yogyakarta, 2003, h.266. 19 Indah Prastika, Analisis Semiotika Kritik Sosial Dalam Kartun Bung Sentil di Harian Umum Media Indonesia Edisi “Disapu Banjir”, skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2013, h18. 20 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, h.267. Tabel 2.2 Tiga Trikotomi Model Semiotik Peirce Trikotomi Kategori Representamen Objek Interpretan Firstness Otonom atau berdiri sendiri Qualisign - Proper sign - Tanda potensial - Kepertamaan - Apa adanya - Kualitas Ikon - Kopi - Tiruan - Keserupaan - Kesamaan Rheme - Class name - Proper name - Masih terisolasi dari konteks Secondness Dihubungkan dengan realitas Sinsign - Token - Pengalaman - Prilaku - Perbandingan Indeks - Penunjukan - Kausal Dicent Tanda eksistensi aktual Thirdness Dihubungkan dengan aturan, konvensi, ata kode Legisign - Tipe - Memori - Sintesis - Mediasi - Komunikasi Simbol - Konvensi - Kesepakata n Argument Gabungan dan dua premis Kategori-kategori dan pembedaan-pembedaan trikotomis yang dibuat oleh Peirce mengenai tanda mau tidak mau merupakan pintu masuk yang terelakan bagi hampir setiap teori tanda yang muncul lebih kemudian dan menjadi sumber bagi salahsatu tradisi utama didalam semiotika. Peirce mengembangkan seluruh klasifikasinya itu berdasarkan tiga kategori universal berikut: a. Kepertamaan firstness adalah mode berada mode of being sebagaimana adanya, positif, dan tidak mengacu pada sesuatu yang lain. Ia adalah kategori dari perasaan yang tak-terefleksikan unreflected feeling, semata-mata potensial, bebas, dan langsung; kualitas yang tak-terbedakan undifferentiated quality dan tak- tergantung. 21 Dilihat dari sudut pandang representamen, Peirce membedakan tanda-tanda menjadi qualisign, sinsign dan legisign. Pembedaan ini berdasarkan hakikat tanda itu sendiri, entah sebagai sekedar kualitas, sebagai suatu eksistensi aktual, atau sebagai kaidah umum. Pertama, qualisign, tanda yang berkaitan dengan kualitas, walaupun pada dasarnya tanda tersebut belum dapat menjadi tanda sebelum memwujud embodied. Tanda ini biasanya berdisi sendiri dalam artian belum dikaitkan dengan tanda lainnya. Contohnya hawa panas yang kita rasakan saat berada di dalam ruangan ketika siang hari bolong, merupakan qualisign sejauh ia hanya “terasa”, tidak atau belum direpresentasikan dengan apa pun. Kedua, sinsign, adalah suatu hal yang ada secara aktual yang berupa tanda tunggal. Ia hanya dapat menjadi tanda melalui kualitas-kualitasnya sehingga melibatkan sebuah atau beberapa qualisign. Sinsign pada umumnya merupakan perwujudan dari qualisign. Hawa panas yang dirasakan tadi apabila dikatakan dengan kata “panas”, maka kata tersebut adalah sinsign. Sambil mengucapkan kata “panas”, secara spontan, tangan kita mungkin mengibaskan tangan untuk merepresentaikan hawa panas yang kita rasakan. Maka gerakan tangan itulah yang kemudian menjadi sinsign. Ketiga, legisign adalah suatu hukum atau 21 Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.77. kaidah yang merupakan tanda. Setiap tanda konvensional kebahasaan adalah legisign . Misalnya ungkapan ‘suatu hari yang cerah’ adalah legisign karena hanya dapat tersusun berkat adanya tatabahasa, khususnya kaidah stuktur frase, di dalam bahasa Indonesia yang mengharuskan kata benda nomina diletakkan mendahului kata sifat adjekif N=Adj. 22 b. Kekeduaan secondness mencakup relasi pertama dengan yang kedua. Ia merupakan kategori perbandingan comparison, faktisitas facticity, tindakan, realitas, dan pengalaman dalam ruang dan waktu. 23 Dipandang dari sisi hubungan representamen dengan objeknya, yakni hubungan “menggantikan” atau the “standing for” relation, tanda-tanda diklasifikasikan oleh Peirce menjadi ikon icon, indeks index, dan simbol symbol. Pertama ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula dikatakan, ikon adalah tanda yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkan. Misalnya, foto Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah ikon Sultan. Peta Yogyakarta adalah ikon dari wilayah Yogyakarta yang digambarkan dalam peta tersebut. Cap jempol Sultan adalah ikon dari ibu jari Sultan. Kedua indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya atau disebut 22 Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.77-78. 23 Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.77. juga tanda sebagai bukti. Contohnya asap dan api, asap menunjukan adanya api. Jejak telapak kaki di tanah merupakan tanda indeks orang yang melewati tempat itu. Tanda tangan signature adalah indeks dari keberadaan seseorang yang menorehkan tanda tangan itu. Ketiga, simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah mengerti apa yang telah disepakati sebelumnya. Contohnya: Garuda Pancasila bagi Indonesia adalah burung yang memiliki perlambang yang kaya makna. Namun bagi orang yang memiliki latar budaya berbeda, seperti orang eskimo, misalnya Garuda Pancasila hanya dipandang sebagai burung biasa. 24 c. Keketigaan thirdness menghantar yang kedua kedalam hubungannya dengan yang ketiga. Ia adalah kategori mediasi, kebiasaan habit, ingatan, kontinuitas, sintesis, komunikasi semiosis, representasi, dan tanda-tanda. 25 Pembagian terakhir yakni menurut hakikat interpretannya, Pierce membedakan tanda-tanda mejadi rema rheme, tanda disen dicent sign atau dicisign, dan argumen argument. Pertama, rema adalah suatu tanda kemungkinan kualitatif, yakni tanda apa pun yang tidak betul dan tidak salah. Sebuah huruf atau fonem yang berdiri sendiri adalah rema, bahkan nyaris semua kata tunggal dari kelas kata apa 24 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, Yogyakarta: Jalasutra, 2009, h.16- 17. 25 Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.76-77. pun, entah kata kerja, kata benda, kata sifat, dan lain sebagainya adalah rema pula, kecuali kata ya dan tidak atau benar atau salah. Tanda berupa rema biasanya memunculkan beragam pilihan makna, misalnya seseorang bermata merah bisa menandakan dia sakit mata, baru bangun tidur, atau akibat menangis. Kedua, tanda disen atau dicisign adalah tanda eksistensi aktual, suatu tanda faktual a sign of fact, yang biasanya berupa ungkapan yang dapat dipercaya, disangkal, atau dibuktikan kebenarannya. Jadi tanda ini telah berupa pernyataan atau sesuatu sudah nyata maknanya. Misalnya seperti pernyataan “Tom adalah seekor kucing”. Dari pernyataan tersebut mungkin saja salah, namun juga bisa benar jika dikaitkan dengan sebuah film kartun anak-anak. Ketiga, argumen adalah tanda hukum atau kaidah yang didasari oleh prinsip yang mengarah kepada kesimpulan tertentun yang cenderung benar. Apabila tanda disen cuma menegaskan eksistensi sebuah objek, maka argumen mampu membuktikan kebenarannya. Contoh yang paling jelas dari sebuah argumen bisa dibaca pada silogisme: Semua kucing bermusuhan dengan tikus. Tom adalah seekor kucing. Maka, Tom kucing bermusuhan dengan Jerry tikus. 26 26 Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problema Ikonisitas, h.81.

D. Kepemimpinan dalam Pandangan Islam

1. Teori Kepemimpinan

Pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecapakan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu. Pemimpin adalah seorang pribadi yang meiliki superioritas tertentu, sehingga dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakan orang lain melakukan usaha bersama guna mencapai satu sasaran tertentu. Jadi pemimpin itu harus memiliki satu atau beberapa kelebihan, sehingga dia mendapat pengakuan dan respek dari para pengikutnya, serta dipatuhi perintahnya. 27 Sedangkan menurut Thohlah Hasan pemimpin adalah orang yang mempunyai wewenang dan hak untuk mempengaruhi orang lain, sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut melalui kepemimpinannya. Sedangkan pengertian kepemimpinan dapat dibedakan antara kepemimpinan sebagai “status” dan kepemimpinan sebagai “proses sosial”. Kepemimpinan sebagai status, merupakan suatu kompleks dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban, yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan. Dan kepemimpinan sebagai proses sosial, mencakup segala tindakan yang dilakukan seseorang atau 27 Kartono Kartini, Pemimpin dan kepeminpinan apakah kepemimpinan abnormal itu?, h. 38-39. suatu badan, yang dapat menggerakan tindakan warga masyarakat atau pengikutnya. 28

2. Kepemimpinan Dalam Islam

Kepemimpinan Islam adalah pemegang prinsip-prinsip yang bersumber dari sejumlah konsep yang apabila dianggap remeh atau dilupakan maka akan sia-sia atau hilang. Sebaliknya apabila dipegang dan dijadikan acuan maka akan membawa kebaikan dan berarti da’wah telah ditegakkan berdasarkan pada kemurnian aqidah dan akhlaq yang mulia. 29 Istilah yang sering dihubungkan dengan konsep negara dan pemerintahan adalah khilafah dan imamah. Dua istilah yang terkait erat dengan persoalan kepemimpinan, pertama, imamah yang kemudian popular di kalangan syi’ah, dan kedua, khilafat yang terkenal di kalangan sunni. Walaupun demikian, kedua konsep yang menjadi ciri khas masing-masing sunni dan syi’ah mengandung prinsip yang berbeda. Khilafat dalam perspektif sunni didasarkan pada dua rukun utama, yaitu konsensus ijma dan pemberian legitimasi b ai’ah. Sedangkan imamah dalam persepektif syi’ah menekankan dua rukun lain, yaitu: kekuasaan imam wilayah dan kesucian imam ismah. Konsep imamah dan khilafah memiliki akar kata dalam al- Qur’an. Tidak lebih 12 kali dalam al- Qur’an kata-kayta imam disebutkan. Pada 28 Muhammad Tholhah Hasan, Islam Masalah Sumber Daya Manusia, Jakarta: Lantabora Press, 2005, h.247. 29 Musthafa Muhammad Thahhan, Model kepemimpinan dalam amal islami, Jakarta: Robbani Press, 1985, h.21. umumnya kata-kata imam menunjukan kepada bimbingan kepada kebaikan, meskipun kadang-kadang dipakai untuk seorang pemimpin suatu kaum dalam arti yang tidak baik, seperti: Artinya: “Maka perangilah pemimpin-peminmpin orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjin ya, agar supaya mereka berhenti.” 30 Ayat yang menunjukan imam sebagai ikutan yang baik disebut dalam: Artinya: “Sesungguhnya kami menghidupkan orang-orang mati dan kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata laukh makhfudz.” 31 Yasin 36: 12 Di dalam hadis pun, istilah imam itu ada yang baik dan ada yang buruk, dan imam yang baik adalah imam yang mencintai dan mendoakan rakyatnya serta dicintai dan didoakan oleh rakyatnya, sedangkan imam yang buruk adalah imam yang membenci rakyatnya dan dibenci serta dilaknat oleh rakyatnya. Istilah Imamah dalam bahasa Arab dan kepemimpinan dan bahasa Indonesia merupakan kata yang erat kaitannya dengan persoalan politik pemerintahan. Dalam bahasa Arab kata Imamah yang berasal dari kata 30 Al- Qur’an dan Terjemahannya, Surat At-Taubah 9:12. 31 Al- Qur’an dan Terjemahannya, Surat Yasin 36:12.

Dokumen yang terkait

Konstruksi Media Massa Dalam Sampul Depan Majalah(Analisis Semiotika Sampul Depan Majalah Time)

5 66 97

Perbandingan Makna Korupsi pada Ilustrasi Sampul antara Majalah Gatra dan Tempo Tahun 2013

0 6 119

PEMAKNAAN ILUSTRASI GAMBAR PADA COVER MAJALAH GATRA (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Ilustrasi Gambar Pada Cover Majalah Gatra “SOLUSI OR SUBSIDI” Edisi 19-25 Januari 2012).

0 0 89

PEMAKNAAN ILUSTRASI GAMBAR PADA COVER MAJALAH GATRA (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Ilustrasi Gambar Pada Cover Majalah Gatra "SOLUSI OR SUBSIDI" Edisi 19-25 Januari 2012).

0 1 89

PEMAKNAAN ILUSTRASI COVER MAJALAH GATRA ( Analisis Semiotik Ilustrasi Cover Majalah Gatra Yang Berjudul ”Menepis Serangan Wikileaks” Edisi 17 – 23 Maret 2011 ).

2 5 84

Konstruksi Media Massa Dalam Sampul Depan Majalah(Analisis Semiotika Sampul Depan Majalah Time)

0 0 37

Konstruksi Media Massa Dalam Sampul Depan Majalah(Analisis Semiotika Sampul Depan Majalah Time)

0 0 16

PEMAKNAAN ILUSTRASI GAMBAR PADA COVER MAJALAH GATRA (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Ilustrasi Gambar Pada Cover Majalah Gatra "SOLUSI OR SUBSIDI" Edisi 19-25 Januari 2012)

0 0 22

PEMAKNAAN ILUSTRASI GAMBAR PADA COVER MAJALAH GATRA (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Ilustrasi Gambar Pada Cover Majalah Gatra "SOLUSI OR SUBSIDI" Edisi 19-25 Januari 2012)

0 0 67

PEMAKNAAN ILUSTRASI GAMBAR PADA COVER MAJALAH GATRA (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Ilustrasi Gambar Pada Cover Majalah Gatra “SOLUSI OR SUBSIDI” Edisi 19-25 Januari 2012)

0 0 22