Visi dan Misi Majalah Gatra
Inilah problema awal pemerintahan Jokowi-Kalla, setahun lalu. Ketika akan dilantik sebagai presiden RI, Jokowi dihadapkan pada
kenyataan adanya dua kubu: Koalisi Indonesia Hebat KIH dan Koalisi Merah Putih KMP. KIH adalah partai yang mengusung Jokowi-Kalla
mengantarkannya menjadi Presiden-wakil presiden yang dimotori oleh Paratai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sedangkan KMP yang
“beroposisi” yang dimotori oleh Gerindra. Melihat kondisi seperti itu, Jokowi tak tinggal diam. Ia mendatangi
Prabowo Subianto
—rivalnya dalam pemilu predisen—sekaligus mengundang dalam pelantikannya, 22 Oktober 2014, kehadiran Prabowo
Subianto dala acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden itu, menurut banyak pengamat, sebagai bentuk dukungan kepada pemerintahan yang
baru itu. Dan, secara politik, sebenarnya, memudarnya hasrat sebagai oposisi.
Dalam perjalanannya Partai Persatuan Pembangunan PPP tak lagi bisa bersatu, terpecah jadi dua: kubu Rommahurmuzy yang mendukung
Jokowi-Kalla berhadapan dengan kubu Djan Faridz yang di KMP. Begitu pula di Golkar, kubu Agung Laksono merapat ke KIH, sedangan kubu
Aburizal Bakrie bertahan di KMP. Dalam proses peradilan yang berliku selama setahun, akhirnya, pada 20 Oktober lalu, Mahkamah Agung, dalam
putusan kasasinyam memenangkan Aburizal Bakrie dan Djan Faridz. Apa makna dibalik kemenangan Aburizal Bakrie dan Djan Faridz?
Pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi, tek hendak ikut campur dalam
putusan peradilan, semua mekanisme sepenuhnya diserahkan kepada peradilan yang berlaku tanpa ada unsur intervensi dari pihak penguasa.
Dalam konteks itulah hendaknya kita angkat topi pada Presiden Jokowi. Ia tak hendak menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan diri
dan, apalagi untuk kepentingan partainya. Presiden Jokowi, dalam keputusan politiknya, tidak selalu linear dengan keinginan partai. Dan itu
mesti dimaklumi. Salah satu contohnya adalah gagalnya Komjen Polisi Budi
Gunawan mejadi Kapolri. Padahal, sejak awal pihak PDI-P memberikan restu kepada jenderal polisi bintang tiga itu. Oleh KPK, Budi Gunawan
diduga telah menerima hadiah atau janji, dan karena itu ditetapkan sebagai tersangka, paruh Januari 2015. Akhirnya, Badrodin Haiti diangkat jadi
Kapolri, dan Budi Gunawan, setelah memnangkan praperadilan, diangkat menjadi Waka Polri.
Kita mencatat bahwa dalam kasus-kasus politik, Presiden Jokowi cukup piawai mengelolanya. Hujatan di sana-sini hanya dijawab dengan
“rapopo..”, sambil menyunggingkan senyum. Sebagai Presiden, ia tidak pernah curhat
– apalagi mengeluh—kepada rakyatnya. Ia tampil sebagai pemimpin yang selalu berusaha mengayomi rakyatnya, meskipun dirinya
sendiri mungkin cukup menderita atas berbagai hal yang menimpa negeri ini.
Begitulah pemimpin. Ia harus tampil tegar dan senyum kepada rakyatnya, sambil terus memperbaiki kinerjanya; juga kinerja pembantunya.
Satu tahun pemerintahan Jokowi-Kalla, baru membangun fondasinya, baik