telekomunikasi, elektronik, perbankan, penerbangan sampai perusahaan BUMN dan institusi pemerintah.
3
B. Visi dan Misi Majalah Gatra
Visi majalah Gatra adalah menjadi bacaan yang cerdas, bermanfaat, dan menghibur. Menjadi sumber refrensi yang jernih, dalam, luas, lengkap dan
tuntas. Melakukan fungsi kontrol sosial dengan tajam tanpa menikam, hangat tanpa membakar, “menggigit” tanpa melukai, mengungkap tanpa
dendam, mengkritik tanpa menghasut. Dan, membangun industri informasi menuju masyarakat yang cerdas, berakhlak, dan sadar akan hak dan
kewajibannya, serta mendorong tegaknya hukum yang berkeadilan; menjadi rujukan informasi bagi masyarakat global.
Misi majalah Gatra adalah menyajikan produk informasi yang terpercaya, mencerdaskan, objektif, akurat, jujur, berakhlak dan berimbang.
Meningkatkan hasil usaha dengan cara nyang sehat, adil, efisien efektif, inovatif, tumbuh dan disegani dalam bisnis global. Meninggikan mutu
pelayanan untuk meningkatkan kepuasaan dan loyalitas pembaca.
4
3
Gatra Media Group, Company Profile Gatra Media Group, dikutip dari Athifa Rahmah, Perbandingan Makna Korupsi pada Ilustrasi Sampul Antara Majalah Gatra dan Tempo Tahun
2013, skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, h.42, Oktober 2013.
4
Noman Sanjaya, Strategi Redaksi Majalah Gatra dalam Proses Pembuatan berita pada Rubrik Laporan Khusus edisi 34 Periode 2-8 Juli 2009, skripsi S1 Fakultas Ilmu Komunikasi UIN
Jakarta,Universitas Mercu Buana 2009, h,63.
C. Realitas Objektif Kepemimpinan dalam Majalah Gatra
Tahun 2015 merupakan tahun Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia sejak Oktober 2014.
Berbagai spekaluasi bermunculan saat Jokowi terpilih menjadi Presiden, apakah Jokowi berhasil menjadi Presiden yang baik seperti saat menjabat
sebagai walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta. Kepemipinan Jokowi mulai dipertanyaan.
Dalam kepemimpinan politik, sumber daya insaninya bisa dari partai politik, bisa pula dari calon independen. Baik dari partai politik yang
mengusung maupun dari melalui jalur independen, begitu seseorang ditetapkan sebagai pemenang dan menduduki suatu jabatan, maka ia adalah
pemimpin untuk rakyat yang dipimpinnya, jika ia seorang Presiden Republik Indonesia. Ketika sumpah jabatan diucapkan, ia adalah seorang
presiden untuk rakyatnya. Sekat-sekat ideologis dan kepartaian tak lagi berlaku. Ia berjalan dalam koridor konstitusi di mana ia diberi amanah.
5
Oleh sebab itu, kepentingan partai tidak boleh dinomorsatukan. Yang dinomorsatukan adalah kepentingan rakyat yang dipimpinnya.
Sebaliknya rakyat, begitu Komisi Pemilihan Umum menetapkan seseorang yang jadi pemenangnya, ia mesti menerima pemimpin baru itu, dan bekerja
sama untuk terlaksananya program-program yang merujuk kepada konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku. Begitu pula untuk
kalangan dewan perwakilan rakyat, sepanjang program pemerintah itu pro- rakyat, mestinya mendapat dukungan sepenuh hati.
5
Majalah Gatra Edisi 29 Oktober-4 November 2015, h.76.
Inilah problema awal pemerintahan Jokowi-Kalla, setahun lalu. Ketika akan dilantik sebagai presiden RI, Jokowi dihadapkan pada
kenyataan adanya dua kubu: Koalisi Indonesia Hebat KIH dan Koalisi Merah Putih KMP. KIH adalah partai yang mengusung Jokowi-Kalla
mengantarkannya menjadi Presiden-wakil presiden yang dimotori oleh Paratai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sedangkan KMP yang
“beroposisi” yang dimotori oleh Gerindra. Melihat kondisi seperti itu, Jokowi tak tinggal diam. Ia mendatangi
Prabowo Subianto
—rivalnya dalam pemilu predisen—sekaligus mengundang dalam pelantikannya, 22 Oktober 2014, kehadiran Prabowo
Subianto dala acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden itu, menurut banyak pengamat, sebagai bentuk dukungan kepada pemerintahan yang
baru itu. Dan, secara politik, sebenarnya, memudarnya hasrat sebagai oposisi.
Dalam perjalanannya Partai Persatuan Pembangunan PPP tak lagi bisa bersatu, terpecah jadi dua: kubu Rommahurmuzy yang mendukung
Jokowi-Kalla berhadapan dengan kubu Djan Faridz yang di KMP. Begitu pula di Golkar, kubu Agung Laksono merapat ke KIH, sedangan kubu
Aburizal Bakrie bertahan di KMP. Dalam proses peradilan yang berliku selama setahun, akhirnya, pada 20 Oktober lalu, Mahkamah Agung, dalam
putusan kasasinyam memenangkan Aburizal Bakrie dan Djan Faridz. Apa makna dibalik kemenangan Aburizal Bakrie dan Djan Faridz?
Pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi, tek hendak ikut campur dalam