Tempurung Kelapa Hubungan Panjang dan Berat Ikan

ϭϮ Kriteria yang berguna yang dibuat oleh Badan Sumberdaya Perikanan dan Perairan Filipina untuk peletakan terumbu buatan adalah sebagai berikut Miclat dan Miclat, 1989 yang diacu dalam Yuspardianto, 1998 : 1 Berjarak antara 50-100 meter dari terumbu karang alami; 2 Dekat dengan sumber makanan alternatif misalnya padang lamun atau sea grass; 3 Dibangun di daerah yang datar atau sedikit miring dan memiliki kecerahan yang baik; 4 Berada pada kedalaman 5-20 meter, terlindung dari gelombang, tetapi mudah dicapai oleh nelayan setempat.

2.3 Tempurung Kelapa

Kelapa merupakan tanaman perkebunanindustri berupa pohon batang lurus dan famili Palmae. Kata coco pertama kali digunakan oleh Vasco da Gama Suhardiman, 1985. Tanaman kelapa Cocos nucifera merupakan tanaman serba guna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan tree of life karena hampir seluruh bagian dari pohon, akar, batang, daun, buah serta tempurung kelapa dapat dipergunakan untuk memenuhi kehidupan manusia sehari-hari. Buah kelapa terdiri dari sabut, tempurung, daging buah dan air kelapa. Berat buah kelapa yang telah masak kira-kira 2 kg per butir. Buah kelapa dapat dipergunakan hampir seluruh bagiannya. Airnya untuk minuman segar atau dapat diproses lebih lanjut menjadi nata de coco Suhardiman, 1985. Tempurung kelapa dikategorikan oleh sebagai kayu keras, tetapi mempunyai kadar lignin lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah Rasyid 2010. Pirolisa tempurung kelapa menghasilkan senyawa fenol 4,13, karbonil 1,30 dan keasaman 10,2 Tranggono et al., 1996; Darmadji, 1995. ϭϯ Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara biologis adalah pelindung bagian inti buah dan terletak dibagian dalam setelah sabut. Tempurung merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan 3-5 mm. Sifat kekerasan ini disebabkan kandungan silikat SIO 2 di tempurung tersebut. Berat total buah kelapa, 15-19 merupakan berat tempurungnya, selain itu juga tempurung kelapa banyak mengandung lignin. Sedangkan kandungan methoxyl dalam tempurung kelapa hampir sama dengan yang terdapat di kayu. Namun jumlah kandungan unsur-unsur bervariasi tergantung kandungan tumbuhnya Palangkung, 1993 mengacu pada Anshari, 2009. 2.4 Alat Tangkap Bubu Tambun 2.4.1 Definisi dan klasifikasi Bubu merupakan salah satu jenis alat tangkap yang bersifat pasif. Bubu termasuk klasifikasi perangkap traps dan penghadang guiding barriers dimana semua alat penangkap yang berupa jebakan Subani dan Barus, 1989. Brandt 2005, bubu digolongkan ke dalam kelompok perangkap trap. Metode panangkapan ikan dengan bubu mempunyai beberapa karakteristik yang memberikan keuntungan, yaitu pembuatan alatnya mudah, pengoperasiannya mudah, kesegaran hasil tangkapan baik, daya tangkapnya dapat diandalkan dan dapat dioperasikan di tempat-tempat yang alat tangkap lain tidak bisa dioperasikan Yuspardianto, 1998. Menurut Martasuganda 2003, ada beberapa alasan utama pemakaian bubu di suatu daerah penangkapan, yaitu: 1 Adanya larangan pengoperasian alat tangkap selain bubu 2 Topografi daerah penangkapan yang tidak mendukung alat tangkap lain untuk dioperasikan 3 Kedalaman daerah penangkapan yang tidak memungkinkan alat tangkap lain untuk dioperasikan 4 Biaya pembuatan alat tangkap bubu murah 5 Pembuatan dan pengoperasian alat tangkap bubu tergolong mudah 6 Hasil tangkapan dalam keadaan hidup ϭϰ 7 Kualitas hasil tangkapan baik 8 Hasil tangkapan umumnya bernilai ekonomis tinggi, dan pertimbangan lainnya.

2.4.2 Konstruksi alat penangkap ikan

Secara umum, bubu terdiri dari mulut dan badan bubu. Adapun tempat umpan dan pintu khusus untuk mengeluarkan hasil tangkapan tidak terdapat pada setiap bubu. Schlack dan Smith 2001 menyatakan bahwa bubu terdiri dari: 1 Rangka Rangka dibuat dari material yang kuat dan dapat mempertahankan bentuk bubu ketika dioperasikan dan disimpan. Pada umumnya rangka bubu dibuat dari besi atau baja. Namun demikian dibeberapa tempat rangka bubu dibuat dari papan atau kayu. Rangka beberapa jenis bubu dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dilipat ketika bubu tersebut tidak dioperasikan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah ketika bubu tersebut disimpan di atas kapal. Beberapa jenis bahan seperti bambu digunakan sebagai rangka pada bubu loster Brandt 1984. Di Indonesia bubu untuk menangkap ikan karang sebagian besar terbuat dari besi, karena biasanya untuk menangkap ikan karang diperlukan bubu dengan ukuran besar. Di Kepulauan Seribu bubu untuk menangkap ikan karang menggunakan rangka yang terbuat dari bambu dan besi, bahkan untuk bubu tambun, hampir seluruhnya terbuat dari bambu Susanti, 2005. 2 Badan Badan pada bubu modern biasanya terbuat dari kawat, nylon, baja, bahkan plastik. Pemilihan material badan bubu tergantung dari kebudayaan atau kebiasaaan masyarakat setempat, kemampuan pembuat dan ketersediaan material, serta biaya dalam pembuatan. Selain itu, pemilihan material tergantung pula pada target hasil tangkapan dan kondisi daerah penangkapan. Dibeberapa tempat masih dijumpai badan bubu yang terbuat dari anyaman rotan dan bambu. 3 Mulut ϭϱ Salah satu bentuk mulut pada bubu adalah corong. Lubang corong bagian dalam biasanya mengarah ke bawah dan dipersempit untuk menyulitkan ikan keluar dari bubu. Jumlah mulut bubu bervariasi ada yang hanya satu buah dan ada pula yang lebih dari satu. 4 Tempat umpan Tempat umpan pada umumnya terletak di dalam bubu. Umpan terdiri dari dua macam yaitu umpan yang dicacah menjadi potongan potongan kecil dan umpan yang tidak dicacah. Untuk umpan yang dicaca biasanya dibungkus menggunakan tempat umpan yang terbuat dari kawat atau plastik. Sedangkan untuk umpan yang tidak dicacah biasanya umpan tersebut hanya diikatkan pada tempat umpan dengan menggunakan kawat atau tali. Tempat umpan tidak terdapat pada semua jenis bubu, misalnya pada bubu gurita dan beberapa bubu ikan karang. 5 Pintu untuk mengeluarkan hasil tangkapan 6 Celah pelolosan Celah pelolosan dibuat agar ikan–ikan yang belum layak tangkap dari segi ukuran dapat keluar dari bubu. Pada beberapa negara seperti Australia, New Zealand, dan Kuba, celah pelolosan digunakan pada bubu rock lobster untuk meloloskan lobster yang masih juvenil. 7 Pemberat Pemberat dipasang pada bubu untuk mengatasi pengaruh pasang surut, arus laut, dan gelombang, sehingga posisi bubu tidak berpindah pindah dari tempat setting semula. Pemberat diperlukan terutama untuk bubu yang terbuat dari kayu dan material ringan lainnya. Pemberat pada bubu bisa terbuat dari besi, baja, batu bata, dan jenis-jenis batuan lainnya. Pemasangan pemberat juga berfungsi untuk memastikan bubu mendarat di dasar perairan secara benar. Monintja dan Martasuganda 1990 menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan ikan dasar, ikan karang dan udang terperangkap dalam bubu, yaitu : 1 Tertarik Umpan; 2 Digunakan sebagai tempat berlindung; 3 Karena sifat thigmotaksis ikan itu sendiri; ϭϲ 4 Digunakan sebagai tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi. Alat tangkap bubu banyak digunakan oleh nelayan Indonesia, baik oleh nelayan skala kecil, menengah, dan skala besar. Perikanan bubu umumnya ditujukan untuk menangkap kepiting, udang, keong, dan ikan dasar di perairan yang tidak begitu dalam. Adapun untuk perikanan bubu skala menengah dan skala besar biasanya dilakukan di lepas pantai yang ditujukan untuk menangkap ikan dasar, kepiting, atau udang pada kedalaman 200 m sampai 700 m Martasuganda, 2003. Bahan yang digunakan oleh nelayan untuk membuat badan bubu sangat bergantung pada ketersediaan bahan pembuat di lokasi pemukiman nelayan. Di Indonesia bubu masih banyak yang terbuat dari bahan alami seperti bambu, kayu, maupun rotan. Hal ini terlihat pada bubu tambun yang bahan utamanya adalah bambu Nugraha, 2008.

2.5 Sumberdaya Ikan Karang

Daerah habitat karang mempunyai produktivitas dan keanekaragaman jenis fauna yang tinggi. Disamping itu ekosistem terumbu karang juga merupakan tempat hidup, tempat mencari makan feeding ground, daerah asuhan nursery ground dan tempat memijah spawning ground untuk biota laut yang antara lain adalah ikan karang. Ikan karang banyak dimanfaatkan sebagai makanan maupun dijadikan ikan hias laut. Diperkirakan 12.000 jenis ikan laut sebanyak 7000 spesies hidup di daerah terumbu karang atau di sekitarnya, di perairan dekat pantai. Karakteristik yang paling mengemuka dari ikan-ikan yang hidup di habitat karang adalah keanekaragamannya dalam hal jumlah spesies dan perbedaan morfologi Murdiyanto, 2003 mengacu pada Nugraha, 2008. Menurut Hutomo 1995, kelompok ikan karang yang erat kaitannya dengan lingkungan terumbu karang adalah: 1 Tiga famili dalam sub ordo Labridei, yaitu famili Labridae cina-cina, Scaridae kakatua dan Pomacentridae betok laut. Ketiganya bersifat diurnal; ϭϳ 2 Tiga famili dari sub ordo Acanthuridae, yaitu famili Acanthuridae butana, Siganidae baronang dan Zanclidae bendera atau moorish idol. Ketiganya bersifat herbivora; 3 Dua famili dari sub ordo Chaetodontidae yang mempunyai warna yang cerah; 4 Famili Blennidae dan Gobiidae yang bersifat demersal dan menetap; 5 Famili Apogonidae beseng nokturnal, memangsa avertebrata terumbu dan ikan kecil; 6 Famili Ostraciidae, Tetraodontidae dan Balestidae pakol yang menyolok dalam bentuk dan warnanya; 7 Pemangsa dan pemakan ikan piscivorous yang besar jumlahnya dan bernilai ekonomis tinggi, meliputi famili Serranidae kerapu, Lutjanidae kakap, Lethrinidae lecam, Holocentridae swanggi. Menurut Dahuri 2003, beberapa sumberdaya ikan yang hidup di karang mempunyai nilai ekonomis sebagai berikut : 1 Suku Chaetodontidae butterflyfish. Ikan yang termasuk suku ini mempunyai bentuk tubuh yang pipih serta lebar, sehingga gerakannya meliuk-liuk mirip karpet. Sampai sekarang diperkirakan terdapat sekitar 114 jenis ikan kepe-kepe yang tersebar di seluruh dunia, antara lain di Australia 50 jenis, Philippines 45 jenis, Indonesia 44 jenis, Taiwan 33 jenis dan Papua Nugini 42 jenis Kvalvagnes, 1980. Ikan jenis ini hidup di perairan laut tropis pada kedalaman perairan sampai 20 meter. 2 Suku Pomancanthidae angelfishes. Bentuk ikan ini menarik dan dikenal sebagai ikan bidadari atau angel. Suku ini hidup di terumbu karang di perairan tropis. Diperkirakan ada 74 jenis yang termasuk dalam suku pomacanthidae. Ikan ini hidup pada kedalaman 1-50 meter, seperti marga Centropype dan Genicanthus. Daerah penyebaran dan jumlah jenis ikan angel di perairan Indo- pasifik adalah sebagai berikut, Australia 23 jenis, Papua New Guinea 22 jenis, Indonesia 21 jenis, Taiwan 20 jenis dan Filipina 19 jenis. Jenis ikan ini memiliki corak warna yang indah dan menarik. ϭϴ 3 Suku Balistidae triggerfish. Ikan pelatuk atau ikan trigger banyak ditemukan di perairan Indonesia. Di Perairan Kepulauan Seribu, jenis ikan ini dikenal sebagai ikan pakol. Ikan pelatuk biasanya hidup soliter atau menyendiri di habitat terumbu karang. 4 Suku Labridae wrasses. Kelompok ikan ini di Indonesia disebut ikan keling. Suku ini merupakan ikan diurnal yang aktif mencari makan di siang hari dan sebagian besar merupakan ikan karnivor. Mangsanya berupa moluska, cacing, krustase dan ikan kecil. Widodo et al. 1998 menjelaskan bahwa ada sepuluh famili utama dari perairan Indonesia yang menyumbang produksi ikan karang konsumsi, yaitu Caesionidae; Holocentridae; Serranidae; Siganidae; Scaridae; Lethrinidae; Priacanthidae; Labridae; Lutjanidae dan Haemulidae. Beberapa jenis ikan karang konsumsi yang banyak terdapat di pasaran, yaitu kerapu Serranidae, lencam Lethrinidae, ekor kuning dan pisang-pisang Caesionidae, baronang Siganidae, kakap merah Lutjanidae, kakak tua Scaridae, serta napoleon atau marning atau siomay Labridae. Ekor kuning atau pisang-pisang merupakan kelompok ikan karang yang dapat dieksploitasi secara besar-besaran. Ikan ini pemakan plankton dan membentuk kelompok school yang relatif besar. Penyebaran ikan karang konsumsi terdapat di seluruh terumbu yang tersebar sepanjang Kepulauan Indonesia. Menurut Adrim 1993, kelompok ikan karang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1 Kelompok ikan target, yaitu ikan karang yang mempunyai manfaat sebagai ikan konsumsi, seperti kelompok ikan famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae dan Lethrinidae; 2 Kelompok ikan indikator, yaitu kelompok ikan karang yang dinyatakan sebagai indikator kelangsungan hidup terumbu karang. Hanya satu famili yang termasuk jenis kelompok ikan indikator, yaitu ikan dari famili Chaetodontidae; 3 Kelompok ikan utama atau mayor, yaitu ikan yang berperan dalam rantai makanan, seperti ikan dari famili Pomacentridae, Scaridae, Achanturidae, Caesionidae, Labridae, Mullidae dan Apogonidae. ϭϵ

2.5.1 Biologi ikan betok susu Dischitodus perspicillatus

Klasifikasi betok susu Cuvier, 1830 : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Perciformes Famili : Pomacentridae Genus : Dischitodus Spesies : Dischistodus perspicillatus Gambar 3 Betok susu Dischitodus perspicillatus Ikan betok susu atau mempunyai nama internasional white damsel, termasuk ikan famili Pomacentridae. Ikan betok susu mempunyai ciri-ciri panjang maksimal TL 18 cm, putih krem dengan 2-3 spot hitam agak memanjang. Bagian depan kepala kehijaun, garis pangkal dengan batas biru di antara mata dan mulut, mempunyai jumlah duri dorsal keras maksimal 13 buah; duri dorsal lunak sekitar 13- 15 buah ; sedangkan anal keras 2 buah ; anal lunak sekitar 14-15 buah. Ikan ini termasuk mudah diidentifikasi karena warnanya yang kebanyakan putih dan terdapat bercak hitam kecil ditubuhnya. Ikan betok susu biasa tinggal atau hidup di daerah patch reef, laguna dangkal, pasir di daerah karang, dan padang lamun. Range kedalaman 1–10, akan tetapi hal tersebut dapat juga disesuaikan dengan keadaan dasar atau daerah. Ikan betok susu merupakan ikan pemakan alga bentik dan detritus. ϮϬ Distribusi ikan ini banyak di Indo Pasifik. Di Indonesia daerah penyebarannya banyak di daerah yang mempunyai karang seperti Kepulauan Karimun Jawa, Kepulauan Seribu, Laut Banda dan sebagainya. Sumber : Metadata fishbase Aqua maps GBIF OBIS, 2012 Keterangan : titik merah = penyebaran ikan betok susu Gambar 4 Peta penyebaran ikan betok susu Dischitodus perspicillatus

2.5.2 Biologi ikan triger Balistapus undulatus

Klasifikasi ikan triger Park, 1797 : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Perciformes Famili : Balistidae Genus : Balistapus Spesies : Balistapus undulates Gambar 5 Ikan Triger Balistapus undulates Ϯϭ Ciri-ciri ikan triger adalah panjang maksimal TL 30 cm, badan hijau gelap kecokelatan dengan garis kuning diagonal di badan dan muka. Sirip berwarna oranye. Memiliki spot hitam dipangkal ekor. Habitat ikan triger di daerah kaya karang di laguna dan terumbu karang. Jenis yang territorial, biasa meletakkan telur dalam lubang di daerah pasir atau rubble di daerah karang. Kisaran kedalaman 1-50 m. Distribusi ikan di area Indo-Pasifik seperti Laut merah, Afrika Selatan, Kep. Line, Marquesan dan Tuamoto, Jepang-GBR dan New Caledonia. Ikan triger termasuk pemakan zoobenthos echinodermata, moluska, tunikata, sponge dan hydrozoa, ikan kecil dan alga bentik. Sumber : Metadata fishbase Aqua maps GBIF OBIS, 2012 Keterangan : Titik merah : Penyebaran ikan triger Gambar 6 Peta penyebaran ikan trigger Balistapus undulates

2.5.3 Biologi ikan marmut Chaetodontoplus mesoleucus

Klasifikasi ikan marmut Bloch, 1787 : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Perciformes Famili : Pomacanthidae Genus : Chaetodontplus Spesies : Chaetodontoplus mesoleucus ϮϮ Gambar 7 Ikan Marmut Chaetodontoplus mesoleucus Ikan marmut atau Chaetodontoplus maesoleucus termasuk dalam famili Pomacantridae. Ikan ini mempunya ciri-ciri panjang maksimal TL18 cm, sekilas mirip Chaetodontidae namun dibedakan dari opercula tulang belakangnya yang kuat, badan 23 hitam abu-abu dan sisinya putih, garis hitam memanjang dari kepala hingga bawah, sebagian muka depan kuning dengan mulut biru, ekor kuning. Habitat ikan marmut ini di daerah terumbu karang dan jarang di laut terbuka. Range kedalaman 1-20 meter. Ikan ini banyak ditemukan Indo-west pasifik Indonesia-Jepang, Srilanka-timur PNG dan termasuk pemakan sponge, tunikata dan alga berfilamen zoobenthos. Sumber : Metadata fishbaseAqua maps GBIF OBIS, 2012 Keterangan : titik merah = penyebaran ikan marmut Gambar 8 Peta penyebaran ikan marmut Chaetodontoplus mesoleucus

2.5.4 Biologi ikan kenari merah Cheilinus fasciatus

Klasifikasi ikan kenari merah Bloch, 1791 : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Ϯϯ Kelas : Pisces Ordo : Perciformes Famili : Labridae Genus : Cheilinus Spesies : Cheilinus fasciatus Gambar 9 ikan kenari merah Cheilinus fasciatus Ikan kenari merah termasuk dalam famili Labridae, dimana memiliki ciri-ciri: panjang maksimal TL 40 cm. Bentuknya sangat mudah dikenali dengan warna merah terang mulai dari depan dorsal sampai sirip perut dan belakang mata serta garis vertikal dibadan belakangnya. Habitat tempat ikan ini banyak di temukan di area laguna, karang beralga dan di area campuran antara karang, pasir dan rubble. Kisaran kedalaman 4-40 m Distribusi Indo-pasifik dan termasuk tipe pemakan moluska, krustasea. Sumber : Metadata fishbase Aqua maps GBIF OBIS, 2012 Keterangan : Titik merah = penyebaran ikan kenari merah Gambar 10 Peta penyebaran ikan kenari merah Cheilinus fasciatus Ϯϰ

2.5.5 Biologi ikan betok hitam Dischistodua pseudochrysopoecilus

Klasifikasi betok hitam Allen, 1974 : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Perciformes Famili : Pomacentridae Genus : Dischitodus Spesies : Dischistodus pseudochrysopoecilus Gambar 11 Ikan betok hitam Dischistodua pseudochrysopoecilus Ikan betok hitam Neoglyphidodon melas memiliki panjang maksimal 18 TL cm. Pada saat juvenil badan biru terang dengan garis kuning besar dari mulut hinggga sirip dorsal serta sirip perut dan anal ujungnya biru kehitaman. Pada saat dewasa berwarna hitam kebiruan. Perubahan warna terjadi pada ukuran 5-6 cm. Habitat ikan ini daerah karang dan karang berbatu, biasa juga di anemone, di sekitar bulu babi dan karang bercabang. Kisaran kedalaman 1-55 m Distribusi ikan ini Indo-Pacific: Red Sea dan timur Afrika, Pulau Pitcairn, utara Jepang, selatan Sydney, Australia. Ikan ini tidak ditemukan di Hawai. Habitat ikan betok hitam ini akan berpindah atau berbeda ketika juvenil dan dewasa. Pada saat juvenil ikan ini hidup di karang bercabang namun, pada saat dewasa banyak ditemukan di area laguna-lereng karang. Ikan ini adalah pemakan bentik alga, zoobenthos, zooplankton Setiawan, 2010. Ϯϱ Sumber : Metadata fishbase Aqua maps GBIF OBIS, 2012 Keterangan : Titik merah= penyebaran ikan betok hitam Gambar 12 Peta penyebaran ikan betok hitam Dischistodus pseudochrysopoecilus

2.6 Hubungan Panjang dan Berat Ikan

Panjang ikan dapat diukur dengan menggunakan sistem metrik Effendie, 1979. Ada tiga macam pengukuran, yaitu: 1 Panjang total atau panjang mutlak, ialah panjang ikan yang diukur mulai dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekornya. 2 Panjang cagak atau fork length, ialah panjang ikan yang diukur dari ujung terdepan sampai ujung bagian luar lekukan ekor. 3 Panjang standar atau panjang baku, ialah panjang ikan yang diukur mulai dari ujung terdepan dari kepala sampai ujung terakhir dari tulang punggungnya. Ujung itu letaknya sebelum pangkal jari-jari sirip ekor. Menurut Effendie 1979, alat pengukur ikan yang baik digunakan untuk di lapangan adalah alat pengukur yang terbuat dari kayu. Bentuk yang perlu diperhatikan dari alat ini adalah bagian depannya, yaitu tempat menempel dari bagian depan ikan harus bertepatan dengan angka nol, sedangkan untuk penimbangan, diusahakan yang praktis dan tidak mudah rusak tetapi ketelitiannya cukup tinggi. Dari beberapa macam alat penimbang ikan, yang paling tepat adalah timbangan duduk atau gantung yang dapat langsung menunjuk berat ikan yang ditimbang. Ϯϲ Hasil studi hubungan panjang dan berat ikan memungkinkan nilai panjang ikan berubah ke harga berat ikan atau sebaliknya. Berat ikan dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjangnya dan hubungan panjang-berat ini hampir mengikuti hukum kubik yang dinyatakan dengan rumus: W = aL 3 W adalah berat ikan, L adalah panjang ikan dan a adalah konstanta. Hal tersebut disertai dengan anggapan bahwa bentuk serta berat jenis ikan itu tetap selama hidupnya. Tetapi karena ikan itu tumbuh, dimana bentuk tubuh, panjang dan beratnya selalu berubah, maka menurut Effendie 1979, persamaan umumnya adalah W = aL b a dan b adalah konstanta. Logaritma persamaan tersebut menjadi: log W = log a + b log L yang menunjukkan hubungan linier Effendie, 1979.

2.7 Rumpon Fish Aggregating Device