Metode Penelitian Keadaan Umum Lokasi Penelitian

ϯϱ

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode uji coba penangkapan experimental fishing, dimana peneliti langsung melakukan eksperimen di lapangan untuk mengambil data. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan secara langsung. Data sekunder diperoleh dari hasil studi literatur. Data primer yang dikumpulkan antara lain: 1 Jenis spesies ikan karang di sekitar terumbu karang buatan dan terumbu karang alami. 2 Berat dan panjang total hasil tangkapan bubu. 3 Dimensi terumbu buatan, kapal dan daerah operasi artificial reefs. Sementara pengambilan data sekunder diperoleh dari : 1 Dinas Kelautan dan Perikanan Cabang Kepulauan Seribu. 2 Keadaan umum daerah penelitian. 3.4 Metode Kerja 3.4.1 Pengamatan ikan karang Perakitan sebanyak 3 unit, terumbu karang buatan dimasukkan ke laut dan diletakkan pada kedalaman 17 meter dengan menggunakan peralatan SCUBA Self Contained Underwater Breathing Apparatus. Jarak masing-masing terumbu karang buatan adalah 5 meter, dan jarak posisi terumbu karang buatan dengan terumbu karang alami sekitar ± 100 meter. Pengambilan data ikan karang dilakukan dengan cara penyelaman SCUBA, pada pengambilan data ini menggunakan Metode Pencacahan Visual Underwater Visual Census. Pengamatan ikan karang di terumbu buatan dilakukan 2 minggu sekali. Data ikan yang diperoleh dilihat dari spesies serta famili ikan tersebut kemudian selain dianalisis dengan indeks keragaman H’, keseragaman E dan dominansi C juga dianalisi kenormalan data dengan menggunakan analisis Chi Square. Pencatatan menggunakan sabak bawah air dan pensil. 1 Pengamatan ikan karang di terumbu buatan ϯϲ Pengamatan ikan karang pada terumbu buatan diperoleh dari pengamatan dengan 2 jarak visualisasi yaitu 1 meter dan 2 meter di sekitar terumbu buatan untuk dapat melihat ikan yang terdapat pada terumbu buatan. Setelah itu ikan diidentifikasi dengan menggunakan buku panduan analisis ikan karang 2 Pengamatan ikan karang di terumbu karang alami Pengamatan ikan karang pada terumbu karang alami menggunakan roll meter skala 100 meter. Roll meter dibentangkan sepanjang 50 meter sejajar dengan garis pantai dan sesuai dengan kontur kedalaman. Pencatatan ikan karang dilakukan sepanjang 50 meter dengan jarak 2,5 meter ke kiri dan kanan pencatat. Terumbu karang alami yang diamati adalah yang berada pada kedalaman 15 meter.

3.4.2 Metode pengoperasian bubu tambun

Metode pengoperasian bubu tambun di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut: 1 Persiapan Setelah bubu tambun telah siap digunakan, sebelum dilakukan penangkapan. Bubu tersebut di rendam terlebih dahulu selama 2 minggu pada perairan dengan kedalaman 1 meter, dengan tujuan agar di bubu tersebut akan terdapat organism- organisme kecil yang akan berguna dalam proses selanjutnya. Setelah itu dilakukan persiapan meliputi persiapan alat tangkap, persiapan alat bantu penangkapan, persiapan kapal perikanan, dan persiapan perbekalan. Persiapan alat tangkap diataranya menyiapkan bubu yang akan dioperasikan. Persiapan alat bantu penangkapan dilakukan dengan menyiapkan alat bantu penangkapan berupa kaca mata renang, ganco,dan dongdang. Persiapan kapal perikanan meliputi pembelian bahan bakar kapal dan pengecekan kondisi kapal. Adapun persiapan perbekalan meliputi persiapan makanan dan minuman yang diperlukan selama operasi penangkapan dilakukan. Setelah tahap persiapan dilakukan, selanjutnya pergi ke fishing ground. ϯϳ 2 Pemasangan bubu setting Bubu diletakkan di dasar perairan tanpa menggunakan pelampung tanda. Pemasangan bubu dilakukan dengan cara menimbun bagian sisi-sisi bubu menggunakan karang mati. Hal ini dimasudkan agar ikan menganggap bahwa bubu tersebut merupakan gugusan karang, sehingga ikan tertarik untuk masuk ke dalam bubu. Posisi mulut bubu ketika dipasang menghadap ke arah daratan. Hal ini bertujuan agar ikan yang melakukan ruaya pasang surut dapat masuk ke dalam bubu. Bubu tambun dipasang pada kedalam 17 meter dan pemasangan bubu dilakukan pada pagi hari. Pemasangan bubu berlangsung selama kurang lebih 3 – 5 menit per bubu. Proses pemasangan bubu dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17 Proses pemasangan setting bubu 3 Perendaman bubu soaking Perendaman bubu dilakukan kurang lebih selama 24 jam. Selama proses perendaman, bubu tersebut ditinggalkan di perairan. Selanjutnya nelayan kembali ke fishing base untuk beristirahat di rumah atau melakukan penanaman transplantasi karang. Selain itu, bagi nelayan yang memiliki tambak kerapu, setelah pulang memasang bubu biasanya nelayan tersebut memberi makan ikan kerapu 4 Pengangkatan bubu hauling Pengangkatan bubu dilakukan pada pagi hari setelah bubu direndam selama sehari semalam. Proses pengangkatan bubu diawali dengan menyingkirkan batu karang yang digunakan untuk menimbun bubu. Proses pengangkatan bubu berlangsung selama kurang lebih 3 – 5 menit per bubu. Setelah bubu diangkat, kemudian pintu bubu dibuka untuk mengeluarkan hasil tangkapan. Hasil ϯϴ tangkapan kemudian dimasukkan ke dalam kantong kresek untuk memudahkan dalam proses identifikasi dan pendataan ikan, setelah itu ikan hasil tangkapan diukur panjang dan ditimbang bobot ikan. Proses pengangkatan bubu hauling dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18 Proses pengangkatan hauling bubu 3.5 Analisis Data 3.5.1 Indeks Keanekaragaman H’, indeks keseragaman E, dan indeks dominansi C 1 Indeks keanekaragaman H’ Indeks keanekaragaman H’ adalah ukuran kekayaan jenis komunitas ikan karang dilihat dari jumlah spesies dalam suatu kawasan berikut jumlah individu dalam setiap spesiesnya. Tingginya keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem yang seimbang dan memberikan peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak ekosistem dan suatu spesies dibandingkan spesies lain. Ekosistem yang tidak seimbang akan mempengaruhi pakan sehingga jika pakan tidak tersedia maka keseimbangan cenderung akan terancam Krebs, 1972 yang diacu dalam Alfian, 2005. Nilai indeks keanekaragaman H’ menunjukkan distribusi individu-individu antar spesies ikan dalam komunitasnya. Semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman, menunjukkan keseimbangan makin baik. Untuk perhitungan digunakan indeks Shanon-Wiener persamaan 1 : ܪ ᇱ ൌ െ ෍ ݌݅ Ž ݌݅ ௦ ௜ୀଵ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ Ǥ Ǥ ‡”•ƒƒƒሺͳሻ ϯϵ Keterangan : H’ : Indeks keanekargaman Shanon-Wiener s : Jumlah spesies ikan karang; dan pi : Proporsi jumlah ikan karang spesies ke-i terhadap jumlah total ikan karang pada stasiun pengamatan. Kisaran indeks keanekaragaman diklasifikasikan untuk ikan karang adalah : H’ 2 : Keanekaragaman kecil, tekanan lingkungan kuat; 2 H’ 3 : Keanekaragaman sedang, tekanan lingkungan sedang; dan H’ 3 : Keanekaragaman tinggi, terjadi keseimbangan ekosistem. 2 Indeks keseragaman E Untuk mengukur keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman populasi E, yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Perhitungan keseragaman E berdasarkan persamaan 2: E = ுᇱ ு ᇲ ୫ୟ୶ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ Ǥ ‡”•ƒƒƒሺʹ ሻ Keterangan : E : Indeks keseragaman; H’max : Indeks keanekaragaman komunitas : ln S; dan S : Jumlah spesies dalam komunitas. Nilai indeks keseragaman antara 0 – 1 dengan criteria sebagai berikut : 0 E ” 0,5 : Keseragaman kecil, komunitas tertekan 0,5 E ” 0,75 : Keseragaman sedang, komunitas labil; dan 0,75 E ” 1 : Keseragaman tinggi, komunitas stabil. Dari kisaran nilai ini terlihat semakin kecil nilai indeks keseragaman E, semakin kecil pula keseragaman populasi yang berarti penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan populasi didominasi oleh jenis organisme tertentu. Begitu pula sebaliknya, semakin besar nilai E maka populasi tersebut menunjukkan keseragaman yang tinggi, yaitu jumlah individu setiap jenis dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda. 3 Indeks dominansi C ϰϬ Apabila indeks dominansi suatu komunitas tinggi maka komunitas tersebut cenderung labil. Rumus yang digunakan adalah berdasarkan persamaan 3 : ܥ ൌ ෍ ݌݅ ଶ ௦ ௜ୀଵ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ ǥ Ǥ Ǥ Ǥ ǥ ǥ Ǥ ‡”•ƒƒƒሺ͵ሻ Keterangan : C : Indeks dominansi; dan pi 2 : Proporsi jumlah ikan karang spesies ke-i terhadap jumlah total ikan karang pada stasiun pengamatan Indeks dominansi berkisar antara 0 – 1, apabila nilai mendekati 1 maka ada kecenderungan satu individu mendominansi yang lainnya. Kisaran indeks diklasifikasikan sebagai berikut : 0 C ” 0,5 : Dominansi rendah; 0,5 C ” 0,75 : Dominansi sedang; dan 0,75 C ” 1 : Dominansi tinggi.

3.5.2 Analisis panjang dan berat ikan

Untuk mengetahui kondisi morfometrik ikan yang tertangkap secara temporal digunakan model pertumbuhan dengan analisis hubungan panjang dan berat ikan. Persamaan umum yang digunakan adalah W = aL b a dan b adalah konstanta. Logaritma persamaan tersebut menjadi: log W = log a + b log L dengan dasar perhitungannya berdasarkan regresi. Nilai a dan b harus ditentukan dari persamaan tersebut, sedangkan nilai W berat ikan dan L panjang ikan diperoleh dari hasil pengukuran Effendie, 1979. Analisis panjang dan berat ikan ini dilakukan menggunakan Microsoft Excel. Nilai b diuji terhadap nilai b=3 menggunakan uji-t dengan tingkat kepercayaan 95. Nilai b sebagai penduga kedekatan hubungan antara panjang dan berat dengan kriteria: 1 Nilai b = 3, merupakan hubungan yang isometrik pertambahan berat seimbang dengan pertambahan panjang; 2 Nilai b 3, merupakan hubungan alometrik positif pertambahan berat lebih besar dari pertambahan panjang; ϰϭ 3 Nilai b 3, merupakan hubungan alometrik negatif pertambahan berat lebih kecil dari pertambahan panjang.

3.5.3 Analisis perbandingan hasil tangkapan

Data jumlah, panjang dan berat hasil tangkapan diuji kenormalannya dengan menggunakan Uji Chi Square test pada software SPSS Package Santoso, 1999. Bila data yang didapat menyebar secara normal, maka akan dilakukan analisis data menggunakan Uji-F, tetapi bila data tidak menyebar normal, maka akan dilakukan analisis data non parametrik menggunakan uji Kruskall Wallis. Hipotesis untuk Uji Chi Square test yaitu: H : Jumlah hasil tangkapan menyebar normal. H 1 : Jumlah hasil tangkapan tidak menyebar normal. Dasar pengambilan keputusan: Jika probabilitas 0,05, maka H diterima. Jika probabilitas 0,05, maka H ditolak.

3.5.4 Analisis tingkat kematangan gonad

TKG Tingkat Kematangan Gonad menunjukkan suatu tingkatan kematangan seksual ikan. Sebagian besar hasil metabolisme digunakan selama fase perkembangkan gonad. Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina sebesar 10-25 dari berat tubuh, sedangkan untuk ikan jantan berkisar antara 5-10. Dalam mencapai kematangan gonad, dapat dibagi dalam beberapa tahapan. Secara umum tahap tersebut adalah akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan saat pertama kali matang gonad length at first maturity, Lm bergantung pada pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor lingkungan. Pembagian tahap kematangan gonad dilakukan dalam dua cara, yakni analisis laboratorium dan pengamatan visual. Cara yang umum digunakan ialah metode pengamatan visual berdasarkan ukuran dan penampakan gonad, sebagai catatan metode ini bersifat subyektif. ϰϮ Indikator pembagian tahapan kematangan gonad dengan cara visual ialah Effendie, 2002: 1 Ukuran gonad dalam menempati rongga badan kecil, 14 bag, 12 bag, 34 bag atau penuh; 2 Berat gonad segar ditimbang; 3 Penampakan: warna gonad; 4 Penampakan butiran telor ovarium utk ikan betina 5 Ada tidaknya pembuluh darah, dan lain-lain. Karena sifatnya yang subyektif, sering terjadi perbedaan tahap TKG baik karena perbedaan observer maupun perbedaan waktu. Sebagai acuan standar, umum digunakan 5 tahap TKG Five stage of visual maturity stage for partial spawning fishes, yakni: 1 TKG I immature, dara; 2 TKG II developing, dara berkembang; 3 TKG III maturingripening, pematangan; 4 TKG IV matureripegravid, matang; 5 TKG V spent, salin. Ikan betina dan jantan memiliki ciri-ciri atau karakteristik tingkat kematangan gonad yang berbeda tiap tingkatan. Berikut disajikan karakteristik tingkat kematangan gonad Tabel 1. Tabel 1 Tingkat kematangan gonad ikan Tingkat Betina Jantan I Ikan muda Gonad seperti sepasang benang yang memanjang pada sisi lateral rongga peritoncum bagian depan, berwarna bening dan permukaan licin. Gonad berupa sepasang benang tetapi jauh lebih pendek dibandingkan ovarium ikan betina pada stadium yang sama dan berwarna jernih. II Masa Perkembangan Gonad berukuran lebih besar, berwarna putih kekuningan, telur-telur belum bisa dilihat satu persatu dengan mata telanjang Gonad berwarna putih susu dan terlihat lebih besar dibandingkan pada gonad tingkat I III Dewasa Gonad mengisi hampir setengah rongga perintoncum, telur-telur mulai terlihat dengan mata telanjang berupa butiran halus, gonad berwarna kuning kehijauan. Gonad mengisi hampir setengah dari rongga peritoncum. Berwarna putih susu dan mengisi sebagian besar peritoncum ϰϯ Tingkat Betina Jantan IV Matang Gonad mengisi sebagian besar ruang perintocum. Warna menjadi hijau kecoklatan dan lebih gelap. Telur-telur jelas terlihat dengan butiran-butiran yang jauh lebih besar dibandingkan pada tingkat III Gonad makin besar dan pejal berwarna putih susu dan mengisi sebagian besar peritoncum V Mijah Gonad masih seperti tingkat IV, sebagian gonad kemps karena sebagian telur telah mengalami oviposisi mijah Gonad bagian anal telah kosong dan lebih lembut Sumber : Siregar 1991 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta. Secara geografis Kelurahan Pulau Panggang terletak antara 05°44’19” LS - 05°45’05” LS dan antara 106°36’35” BT - 106°37’07” BT Lampiran 1. Batas-batas wilayah Kelurahan Pulau Panggang adalah : • di sebelah utara : wilayah perairan Kelurahan Pulau Kelapa; • di sebelah selatan : wilayah perairan Kelurahan Pulau Untung Jawa; • di sebelah barat : wilayah perairan Kelurahan Pulau Tidung; • di sebelah timur : wilayah perairan Jawa Barat. Kelurahan Pulau Panggang terdiri atas 13 pulau dimana 2 pulau diantaranya adalah pusat pemukiman, yaitu Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Luas Pulau Pramuka mencapai sekitar 30,08 hektar dengan tingkat kepadatan sedang 80 orgha. Topografi Pulau Pramuka merupakan tanah dataran rendah dengan ketinggian antara 1-2 m diatas permukaan laut. Pulau Pramuka masuk ke dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu dan termasuk kedalam Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Pulau Pramuka merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Utara. Pulau Pramuka didiami oleh 1625 jiwa yang tergabung dalam 457 KK. Profesi penduduk sebagian besar adalah nelayan sekitar 85 ; sisanya adalah sebagai PNS dan wirausahawan. Penduduk pulau ini merupakan masyarakat pendatang dari Jawa Barat, Jakarta, Makasar dan Sumatera, sehingga masyarakat pulau ini bersifat multikultural Ditjen, PHPA 2003; BPS, 2006. Secara terperinci, pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara beserta luasnya disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Luas pulau beserta peruntukkan di Kelurahan Pulau Panggang No. Nama Pulau Peruntukkan Luas ha Persentase 1. Pulau Opak Kecil Peristirahatan 1,10 1,77 2. Pulau Karang Bongkok Peristirahatan 0,50 0,81 3. Pulau Kotok Kecil Perlindungan hutan umum 1,30 2,09 4. Pulau Kotok Besar Pariwisata 20,75 33,41 5. Pulau Karang Congkak Peristirahatan 0,60 0,97 6. Pulau Gosong Pandan Peristirahatan 0,00 0,00 7. Pulau Semak Daun Perlindungan hutan dan pelestarian alam 0,75 1,21 8. Pulau Panggang Pemukiman 9,00 14,49 9. Pulau Karya Perkantoran 6,00 9,66 10. Pulau Pramuka Pemukiman 16,00 25,77 11. Pulau Gosong Sekati Peristirahatan 0,20 0,32 12. Pulau Air Peristirahatan 2,90 4,67 13. Pulau Peniki Mercusuar 3,00 4,83 Total 62,10 100,00 Sumber: Data Laporan Tahunan Pemerintahan Kelurahan Pulau Panggang 2011

4.2 Karakteristik Kependudukan Pulau Pramuka