3
antar Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat hasil kerjasama Bank Indonesia dengan GTZ sebuah LSM dari Jerman.
Seiring dengan adanya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa segala kegiatan dalam bentuk penghimpunan
dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan dalam bentuk kredit harus berbentuk Bank. Maka munculah beberapa
LPSM Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat yang memayungi KSM BMT. LPSM
tersebut antara lain : P3UK sebagai penggagas awal, PINBUK yang dimotori oleh ICMI dan FES Dompet Dhuafa Republika. Mereka turut membantu
mengembangkan sistem perekonomian Indonesia melalui perannya dengan cara memfasilitasi bantuan dana pembiayaan oleh BMI yang merupakan satu-satunya
Bank Umum Syariah pada saat itu. Disamping itu diberikan pula bantuan peningkatan skill SDM melalui pelatihan katalis BMT termasuk akses jaringan
software BMT. Lembaga BMT yang memiliki basis kegiatan ekonomi rakyat dengan
falsafah yang sama yaitu “dari anggota oleh anggota untuk anggota” maka berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 25 tahun 1992 tersebut berhak
menggunakan badan hukum koperasi, letak perbedaannya dengan koperasi konvensional non syariah salah satunya terletak pada teknis operasionalnya yang
mengharamkan bunga dan mengusung etika moral dengan melihat kaidah halal dan haram dalam melakukan usahanya.
2
1.2 Rumusan Masalah
Pemahaman yang keliru tentang manajemen koperasi menjadi awal terpuruknya daya saing koperasi. Jumlah koperasi Indonesia mencapai 150 ribu
unit dengan hampir 30 juta anggota, tetapi volume usaha keseluruhan hanya mencapai Rp 68 trilliun dengan total SHU Rp 5 trilliun. Bandingkan dengan PD
Indonesia yang mencapai lebih dari Rp 5000 trilliun maka koperasi hanya menyumbang kurang dari 2.
3
Perkembangan koperasi di Indonesia hingga kini masih memprihatinkan. Dari 140an ribu koperasi yang ada di Indonesia, hanya ±29,5 yang aktif, dan
2
Ibid, hal 10-12
3
www.gudangmateri.com,2010
4
lebih sedikit lagi koperasi yang memiliki manajemen kelembagaan yang baik, partisipasi anggota yang optimal,usaha yang fokus,terlebih lagi skala usaha yang
besar.
4
Sumber: Diolah dari hasil pengkajian kementerian koperasi
Gambar 1. Jumlah Koperasi Konvensional non syariah
Pengembangan koperasi di Indonesia dianggap mengalami kegagalan, karena koperasi pada akhirnya lebih banyak dijadikan alat kebijakan pemerintah.
Sehingga koperasi menjadi lembaga top down mulai dari inisiatif pendirian sampai pengelolaan yang bergantung pada aparat pemerintah. Dengan intervensi
yang kuat dari pemerintah, terutama di sisi permodalan, koperasi juga kemudian menjadi bersifat capital centered, bukan lagi people centered.
Pada akhirnya,banyak koperasi yang kemudian menjadi sangat bergantung pada permodalan dan bantuan dari pemerintah dan segera hilang aktivitasnya
ketika bantuan terhenti. Koperasi telah kehilangan jati dirinya yang bottom up, self help, dan self empowering. Dengan kondisi perkoperasian seperti inilah maka
kemudian banyak muncul koperasi syariah di Indonesia. Sejak kemunculan pertamanya pada akhir dekade 1990-an, koperasi syariah mengalami pertumbuhan
yang signifikan dan telah memberi kontribusi nyata pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
4
http:kjks-manfaat.blogspot.com200902dinamika-koperasi-syariah-di-indonesia.html
5
Kini terdapat lebih dari 3.000 koperasi syariah di Indonesia yang dalam waktu relatif singkat telah mampu membantu lebih dari 920.000 usaha mikro di
Tanah Air dan telah merambah ke seluruh kabupaten di Tanah Air. Baik dalam bentuk koperasi pondok pesantren kopontren, koperasi masjid, koperasi
perkantoran, hingga koperasi pasar kopas. Secara konseptual, koperasi sendiri pada hakikatnya sangat selaras dengan budaya dan nilai-nilai Islam, agama
mayoritas di negeri ini. Tidak heran bila kemudian koperasi yang beroperasi berdasarkan syariat
Islam, dengan mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. Dalam perspektif Islam, koperasi yang menjunjung asas kebersamaan dan kekeluargaan dapat
dipandang sebagai bentuk syirkah ta’awunniyah yang bermakna bekerja sama dan
tolong-menolong dalam kebaikan. Ketika koperasi bekerja dalam bingkai syariah Islam, seperti tidak berhubungan dengan aktivitas riba, maysir judi, dan gharar
spekulasi, maka lengkaplah keselarasan koperasi dengan nilai-nilai Islam.
5
Sebagai salah satu lembaga ekonomi rakyat, koperasi perlu menjaga agar dapat beroperasi secara optimal. Terlebih lagi koperasi syariah harus bersaing
dengan koperasi konvensional yang dominan dan telah berkembang terlebih dahulu di Indonesia. Persaingan tersebut harus dibarengi dengan manajemen yang
baik untuk dapat bertahan. Salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh koperasi untuk bisa terus bertahan hidup adalah kinerja dari koperasi itu sendiri baik dari
kinerja keuangan maupun kinerja manajemen organisasi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Perbandingan Kinerja Manajemen Koperasi Syariah dan Koperasi Konvensional. Studi
Kasus KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera dan Koperasi Pegawai Departemen Koperasi.”
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Apa yang membedakan Koperasi Syariah dengan Koperasi Konvensional
non syariah dari sisi manajemen perusahaan? 2.
Apakah KJKS BMT BUS memiliki potensi untuk berkembang?
5
Ibid
6
1.3 Tujuan Penelitian